Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109562 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Linggar Asa Baranti
"Divisi Business Service (DBS) merupakan salah satu divisi fungsi yang ada di PT. Telekomunikasi Indonesia (PT. Telkom). DBS berperan dalam pengelolaan corporate customer menengah ke bawah atau Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). DBS menutup tahun 2018 dengan collection rate sebesar 79%. Collection rate yang rendah tersebut telah telah membawa kerugian bagi Telkom Group sebesar Rp 580 M. Keadaan DBS yang seperti ini perlu menjadi perhatian karena collection rate DBS di 2018 mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Ditambah lagi, di tahun 2018, DBS adalah divisi dengan collection rate terendah dibanding divisi lain yang ada di Telkom. Collection rate yang rendah ini utamanya dipengaruhi oleh proses customer assessment di DBS yang saat ini masih belum memiliki pola yang tepat. Berdasarkan penjabaran di atas, penelitian ini mencoba mengeliminasi penilaian kualitatif yang yang terjadi pada customer assessment DBS. Penelitian ini akan merekomendasikan mekanisme customer assessment yang lebih efektif dengan adanya model matematika credit scoring yang di-develop melalui pendekatan regresi logistik. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa ada 3 variabel finansial dan 3 variabel non-finansial yang mempengaruhi kelayakan customer, yaitu quick ratio, DER, EBIT/TA, reputasi bisnis, perkembangan industri, dan tingkat persaingan industri.

Divisi Business Service (DBS) is one of division in PT. Telekomunikasi Indonesia (PT. Telkom). DBS scope of work is responsible in handling Small Medium Enterprise (SME) customer. In 2018, DBS closed the year with 79% in collection rate. This rate had been declining from prior years. Moreover, compared to other divisions in Telkom Group, DBS had the smallest number. This number has inflicted financial loss to Telkom of IDR 580 Billion. Low rate of collection rate mostly caused by bad customer assessment which is done in the beginning of sales process. From those facts, this research is determined to give better alternative in the customer assessment process by implementing credit scoring model. The model will be derived by using logistic regression method. As the result, there are 3 financial and 3 non-financial variables which are affect the customer worthiness which are quick ratio, DER, EBIT, business reputation, industry growth, and business competition. Moreover, it has been proven that the model developed could represent the real condition, thus can be implemented."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vibrianie Padmaswari Rachmawati
"Penelitian ini menjelaskan tentang dua variabel yaitu kompetensi dan kinerja karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan tetap non manajerial divisi customer service PT Telekomunikasi Indonesia (TELKOM), Tbk Jakarta dan mengetahui dimensi kompetensi yang memiliki hubungan paling kuat dengan kinerja karyawan. Teori yang digunakan untuk menguji variabel kompetensi adalah teori kompetenci Spencer & Spencer. Sedangkam variabel kinerja sendiri akan diuji menggunakan teori kinerja oleh Gomez. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian survey yang menggunakan teknik total sampling terhadap seluruh karyawan divisi customer service TELKOM Jakarta yang berjumlah 33 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil lain yang didapat adalah dimensi knowledge pada kompetensi memiliki hubungan yang paling kuat dengan kinerja karyawan dibandingkan dengan dimensi yang lainnya.

This study explains two variables, the variables were competency and employee performance. This study aimed to examine the influence of competency on performance of employee in PT Telekomunikasi Indonesia (TELKOM) division of Customer Service Jakarta and to know which competency?s dimension that give the strongest relationship with variable performance. This study used Spencer & Spencer Theory to assess variable of competency. While, performance were assesser using performance theory by Gomez. This study used the quantitive approach with survey method that used total sampling technique to all employee in TELKOM Jakarta division customer service which held to 33 rspondents. The result from this study showed that competency had a significant effect on employee?s performance. The other result from this study showed that knowledge dimension from competency has the strongest relationship with employee performance compare the other dimension."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Agnes Corlyn
"ABSTRAK
Dalam menghadapi persaingan bisnis yang ketat, perusahaan selalu berusaha untuk menerapkan strategi dan kiat-kiat baru untuk memenangkan suatu persaingan. Salah satunya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan adalah melalui outsourcing. Outsourcing adalah masa untuk mengontrakkan suatu kegiatan pada pihak luar umuk memperoleh layanan pekerjaan yang dibutuhkan, sehingga perusahaan dapat lebih fokus pada core activity-nya dan memanfaatkan kemampuan outsourcer-nya dalam mengerjakan non core activity-nya.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) merupakan contoh perusahaan jasa telekomunikasi yang menerapkan outsourcing dalam usaha meningkatkan daya saingnya melalui pelayanan yang optimal.
Dalam karya akhir yang berjudul Analisis Strategi Outsourcing Untuk Optimalisasi Pelayanan Customer Service 147 Pada PT Telekomunikasi lndonesia Tbk ini penulis bermaksud menganalisis penerapan strategi outsourcing yang diterapkan Telkom, serta menyarankan optimalisasi pelayanan Customer Service 147 dalam rangka outsourcing, sehingga dapat menunjang keinginan perusahaan sebagai customer centric company.
Aktivitas yang dioutsourcing adalah pada unit layanan Call Center, yaitu Customer Service 1.47, tujuan yang dioutsourcing adalah layanan agent (operator) nya. Customer Service yang berkualitas tinggi membutuhkan investasi awal yang bila berjalan dengan baik dapat mengurangi biaya. Alasan Telkom untuk melakukan outsourcing pada layanan agent (operator) nya karena semakin banyaknya kebutuhan pelanggan yang harus terpenuhi dengan terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh Telkom, sehingga untuk mengatasinya,
Telkom perlu menambah sumber dayanya melalui provider yang merupakan rekanan dari Telkom yaitu Kopegtel Bintang. Sebagai perusahaan outsourcer yang menyediakan tenaga kerja dan secara teknis menyediakan layanan operator, dapat memenuhi keinginan Telkom untuk meningkatkan layanannya kepada pelanggan sehingga lebih optimal.
Tujuan Telkom melakukan outsourcing ini adalah untuk efektivitas dan efisiensi serta untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan, sehingga dapat lebih fokus pada core business-nya sebagai penyelengga jasa dan jaringan telekomunikasi nasional.
Keuntungannya dengan melakukan outsourcing ini bagi Telkom. adalah dapat melepaskan pekerjaan yang bukan menjadi core-nya, sehingga dapat memberikan kinerja layanan yang lebih kompeten. Kuntungan lainnya adalah dapat mengoptimalisasi jumlah SDMnya, sehingga cost yang dikc!uarkan oleh perusahaan lebih kecil. Sedangkan kerugian dengan melakukan outsourcinf; ini adalah adanya transfer knmrledge kepada perusahaan outsourcer dan menyebabkan pemsahaan menjadi sangat bergantung untuk menunjang core business-nya.
Aspek penting untuk memenangkan persaingan dalam bisnis telekomunikasi adalah dapat mempertahankan kesetiaan pelanggannya. Jika dikaitkan dengan budaya perusahaannya "The Telkom Way 135" dengan asumsi dasamya adalah "Committed 2U", maka yang harus dilakukan oleh seorang agent (operatomya) adalah dapat menepati komitmennya kepada pelanggan, yaitu dengan menangani segala masalah dari pelanggannya baik berupa upaya untuk memperoleh informasi maupun keluhan dan saran.
Dari hasil analisis ini didapatkan bahwa penilaian keberhasilan setiap agent (operator) dapat dilihat dari tercapainya Service Level Guarantee (SLG) yang menjadi tolak ukur dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Setiap agent (operator) tersebut harus memperhatikan Key Performarnce Indicator dalam memenuhi kebutuhan pelanggannya. Outsourcing tidak dilakukan secara operasional penuh karena resikonya tinggi dan ada pinalti yang lebih besar yang harus dibayarkan. Jadi Telkom, khususnya unit Layanan Call Center untuk customer service 147, melakukan outsourcing hanya service-nya saja yaitu berupa layanan operator, karena resikonya kecil dan masih memiliki margin.
Persoalan yang dijumpai pada karya akhir ini adalah apakah dengan menerapkan strategi outsourcing ini dapat mengoptimalisasi pelayanan customer service 147 sehingga dapat menunjang keinginan perusahaan sebagai customer centric company. Saran mengenai hal-hal yang dapat dilakukan Telkom untuk merjngkatkan penerapan outsourcing, adalah meningkatkan kinerja layanannya dengan membuat penilaian tertulis dan terstandarisasi untuk mengontrol kinerja agent (operator) nya, serta saran kepada perusahaan outsourcer (Kopegtel Bintang) adalah memberikan penciidikan dan ketrampilan dengan latihan-latihan yang lebih optimal agar memiliki kepastin kualitas dan dapat memenuhi pedoman kerja dan standar operasi. Outsourcing dapat dilakukan bukan hanya di customer service 147, tetapi juga pada bidang-bidang lain yartg ada di unit Call Center, memotivasi karyawannya dengan membangun tim kerja serta meningkatkan promosinya agar lebih dikenal dan membantu memudahkan untuk memperoleh informasi.
"
2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2004
S27446
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulina Vidyanti
"Kepuasan pelanggan masih menjadi topik utama dalam menjalankan bisnis perusahaan yang bergerak di semua jenis industri karena kepuasan pelanggan dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Seorang pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapatkan value dari pemasok, produsen, atau penyedia jasa. Value ini bisa berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Salah satu faktor yang dapat mendorong tercapainya kepuasan pelanggan adalah kualitas layanan yang diberikan perusahaan kepada pelanggannya. Trend terhadap Service Quality diawali pada tahun 1980an ketika para pemar menyadari bahwa kualitas produk tidak menjamin terpeliharanya competitive advantage.
Beberapa dekade terakhir, kegiatan monopoli di bidang telekomunikxasi di Indonesia telah berubah dan pasar lebih terbuka dan lebih kompetitif. Sebagai hasil, banyak perubahan baik yang sifatnya mendasar dan fungsional telah terjadi di reformasi telekomunikasi Indonesia dan industri telekomunikasi Indonesia telah berkembang termasuk PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Divisi Regional II yang merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi yang menjalankan bisnisnya secara monopoli. Sejak menjadi perusahaan milik publik, Telkom menghadapi tantangan baru, yaitu bagaimana memenangkan kompetisi karena banyak operator baru yang menjadi pesaing. Oleh karena itu, Telkom telah mengganti strateginya dengan menggunakan pendekatan customer-centric. Strategi ini diambil karena era konvergensi digital temyata menghasilkan kebijakan baru dimana suksesnya pemain tidak hanya terletak pada penguasaan teknologi, kepemilikan jaringan, atau kemampuan memproduksi layanan, melainkan kemampuan dalam memahami kebutuhan, masalah, dan harapan pelanggan. Untuk menjadi perusahaan yang berbasis pelanggan, maka seluruh kegiatan operasional TELKOM harus fokus ke pelanggan. Dengan rumusan strategi Telkom yang baru yang bebasis pelanggan, seharusnya pelayanan yang diberikan semakin baik. Selama ini perusahaan belum pernah mengukur bagaimana kualitas pelayanan yang mereka berikan kepada pelanggannya. Ada beberapa kejadian yang semakin berkembang bahwa persepsi pelanggan terhadap service quality mempengaruhi kencenderungan perilaku mereka. Kecenderungan dalam berperilaku merupakan hasil dari pengalaman dengan jasa atau informasi mengenai pelayanan tersebut. Sikap ini dilihat sebagai faktor yang menentukan perilaku konsumen terhadap penawaran di masa yang akan datang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atribut-atribut dari Service Quality Telkom yang panting bagi pelanggan, mengetahui gap antara harapan pelanggan dengan pengalaman pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh Telkom, mengetahui pengaruh antara Service Quality dengan Customer Behavioral Intention.
Metode yang digunakan adalah SERVQUAL merupakan salah satu alat pengukuran kualitas jasa yang paling popular dan banyak dijadikan acuan dalam riset manajemen dan pemasaran. Alat ini dikembangkan oleh A. Parasuraman, Valerie A. Zeithaml, dan Leonard L. Target responden adalah pelanggan Telkom yang berusia minimal 17 tahun dan bertempat tinggal di wilayah Telkom Divre II dengan total sampel sebanyak 174 responden. Cara penarikan sampel yang digunakan adalah dengan teknik convenience sampling. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis multirespon, analisis crosstab, analisis kepentingan - kinerja, analisis faktor, dan analisis regresi.
Hasil penelitian terlihat bahwa atribut-atribut yang dianggap panting oleh pelanggan adalah ketepatan waktu pelayanan, kepastian waktu pelayanan yang akan diberikan kepada pelanggan, pelanggan menerirna pelayanan yang telah dijanjikan dari karyawan TELKOM, dan TELKOM mengutamakan pelanggan dalam pelayanannya. Sedangkan menurut metode ServQual. masih terdapat kesenjangan antara ekspektasi pelanggan atau harapan pelanggan dengan pelayanan yang diterima pelanggan TELKOM yaitu sebesar 0.602 dan dimensi yang paling besar gapnya adalah reliability. Dari hasil perhitungan, terdapat pengaruh persepsi terhadap CBI sebesar 14.9%.
Saran yang dapat diberikan sebagai perusahaan yang berbasis pelanggan dan untuk meminimalisasi gap yang akan berdampak kepada perilaku pelanggan adalah Manajemen Telkom perlu mengkomunikasikan "kalau saya membuat janji, maka haruslah saya penuhi. Saya sadar bahwa kesalahan sedikit sungguh berarti banyak buat perusahaan" kepada karyawannya dan mengkomunikasikan kepada pelanggan mengenai proses pelayanan yang diberikan sehingga pelanggan dapat mengetahui secara pasti kapan komplain mereka akan diselesaikan. Telkom perlu meminimalisasi kesalahan dengan memberikan pelayanan "no mistake" melalui pelatihan secara terus-menerus dan menekankan kerja teamwork agar komplain dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat sehingga pelanggan merasa tidak di ping pang, dan pelayanan dapat diberikan sesuai dengan yang dijanjikan. Untuk dapat senantiasa mengutamakan pelanggan dalam pelayanannya, sebaiknya Telkom memperbaiki data pelanggan dan memaksimalkan penggunaannya sehingga program-program yang berhubungan dengan peningkatan empathi pelanggan dapat dijalankan secara optimal. Untuk atribut-atribut yang berada di kuadran D, dinilai terlalu berlebihan oleh pelanggan. Oleh karena itu sebaiknya atribut-atribut yang berada di kuadran D dikurangi tingkat pelayanannya minimal sama dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan sehingga investasi yang ditanamkan untuk atribut-atribut yang berada di kuadran D dapat dialihkan guna meningkatkan kualitas pelayanan atribut-atribut yang berada di kuadran A. Apabila perusahaan ingin secara berkesinambungan memperbaiki kualitas pelayannya, sebaiknya dilakukan penelitian SERVQUAL secara rutin.

Customer satisfaction is still become a leading topic in every industries since customer satisfaction can influence the company's financial performance. A satisfied customer is a customer who feels that they gain values from the supplier, producer, or service provider. These values were originated from the products, services, systems or something that is emotional. One of the factor that leads to customer satisfaction is the quality of services that offered by a company to its customers. The Service Quality trend was began on 1980s where marketer realized that product quality did not guarantee competitive advantage. On the last few decades, Indonesian telecommunication monopoly has changed and the market became more open and competitive. As the result, a lot of fundamental and functional changes occurred in the Indonesian telecommunication reformation era and Indonesian telecommunication industry is developing, including PT Telekomunikasi Indonesia. Tbk Divisi Regional II - one of the telecommunication companies that run its business by monopolized the market. Since it?s became a public company, Telkom faced a new challenge, i.e. how to win the competition since many new operators arouse into competitors. Therefore, Telkom has changed its strategy by using customer-centric approach. This strategy was taken because digital convergence era resulting new policies where the player's success not only caused by technological capabilities, networking or service production, but rather on the ability to understand customer's needs, problems and expectations. To be a customer based company, all part of Telkom's operational activities have to be focused on its customer. Using this new strategy, the service should become better.
So far, the company never measures their customer service quality. Some developing cases showed that customer's perception about service quality influence their behavioral tendencies. These behavioral tendencies are the results from their experience that related to the service or information. This attitude viewed as a determining factor of consumer behavior in the future.
This research's purposes were to find out the most important Customer Service Quality attributes for Telkom, the gap between customer's expectation and customer's experience with Telkom's services, the relationship between Service Quality and Customer Behavioral Intention.
The method used in this research was SERVQUAL, i.e. one of the most popular and referred service quality measurement tools in management and marketing research. This tool was developed by A. Parasuraman, Valerie A. Zeithaml, and Leonard L. The respondent target was Telkom's customer, with minimum age 17 and domiciled in Telkom Divre I1 Area. Total sample was 174 respondents. The sampling method was convenience sampling while the analysis method used was descriptive analysis, multi responses analysis, cross tab analysis, interest-performance analysis, factor analysis, and regression analysis.
The result showed that for customers the most important service quality attributes are punctuality of service time, assurance of allocated service time for the customer, customer received the promised service from Telkom employee, and Telkom prioritized its customer on its service. While according to SERVQUAL method, there was a gap between customer's expectation and the service provided by Telkom, i.e. 0.602 and reliability dimension has the biggest gap. From the calculation we can see that all of five dimensions of service quality influenced customer behavioral intention with total numbers 14.9%.
Advice could be given to Telkom as a customer based company and to minimalized the gap that will affected customer's behavior is Telkom Management needs to communicate to their employee that "When i made promises, i have to fulfilled it. I realized that small mistakes mean so much for the company." And also to communicate to their customers about the service process provided by Telkom until the customers knew exactly when their complained can be settled. Telkom needs to minimalize mistakes by providing "no mistake" service through continous training and emphasized teamwork. Therefore, customer's complaints can be settled in a short time and services performed as promised. To be able to prioritize its customers, Telkom should improve the customer data base and maximalized the usage. Therefore all programs related to customer's empathy improvement can be optimized. The attributes found in D quadrant, were marked as too excessive by the customers. Therefore, those attributes need to be decreased at least to the level where the customer's expectation can be achieved so the investment made for the attributes in Quadrant D can be allocated to increase the service quality of attributes on Quadrant A. If the company wants to continuously improve its service quality, it should perform SERVQUAL research in a routine basis.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Minggrawati
"ABSTRAK
Credit Scoring System merupakan model yang dipakai untuk memprediksi
kemungkinan kinerja debitur pada waktu yang akan datang, sehingga dapat
dipakai sebagai alat bantu dalam keputusan untuk pemberian kredit. Model credit
scoring yang tidak akurat dapat menyebabkan peningkatan risiko kredit yang
dihadapi bank. Penelitian ini bertujuan melakukan pengujian terhadap model
credit scoring PT. Bank Ganesha, dengan menggunakan uji Loglikelihood Ratio
dan Kolmogorov Smirnov Statistic, kemudian dilakukan analisis portofolio kredit
dengan menggunakan vintage analysis. Hasilnya menunjukkan bahwa model
sudah tidak akurat lagi dan pada portofolio yang diuji menunjukkan terjadinya
penurunan kualitas kredit

ABSTRACT
Credit scoring system is used for predicting the possibility that the borrower will
repay what is owed in the future time. Hence it can be used to support a lending
decision. The inaccuracy of the credit scoring model can cause the increase of the
bank’s credit risk. The purpose of this research is to test the Bank Ganesha’s
credit scoring model by using the loglikelihood ratio, Kolmogorov-Smirnov
Statistic tests, and vintage analysis for analyzing the credit quality of credit
portfolio. The results show that the model is not accurate and that the portfolio
decreases in its credit quality"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninendya Meistarusti
"Laporan magang ini bertujuan untuk menganalisis strategi business-to-business (B2B) pada Divisi Wholesale Service PT Telkom Indonesia. Data diperoleh menggunakan data kualitatif dengan mewawancarai beberapa karyawan yang terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh Divisi Wholesale Service dalam pencapaian target tahun 2016. Account Management berperan besar dalam pencapaian target tersebut dimana Account Management melakukan kegiatan penawaran produk kepada pelanggan dengan menggunakan strategi business-to-business. Pelanggan dari Divisi Wholesale Service adalah perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi yang menawarkan produk kepada end user. Pelanggan tersebut disebut oleh Divisi Wholesale Service dengan OLO (Other Licensed Operator), yang terdiri dari Indosat, XL, Smartfren, Smart, STI (Sampoerna Telekomunikasi Indonesia), Hutchison 3 Indonesia, Btel (Bakrie Telecom) dan BBT (Batam Bintan Telekomunikasi).

The objective of this internship report is to analyze the business-to-business strategies in the Wholesale Service Division of PT Telkom Indonesia. Data was collected using qualitative techniques along with interviewing employees whom are involved in the activities of the Wholesale Service Division which are undertaken in order to achieve their targets in 2016. The Account Management team has a big role in achieving those targets, which is why they offer new products to existing customers using business-to-business strategies. Customers of the Wholesale Service Division are telecommunication companies called OLO (Other Licensed Operator). They are; Indosat, XL, Smartfren, Smart, STI (Sampoerna Telekomunikasi Indonesia), Hutchison 3 Indonesia, Btel (Bakrie Telecom) and BBT (Batam Bintan Telekomunikasi). They all offer different products to the end users."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lini Fefani
"Indonesia merupakan negara berkembang yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha berskala mikro, kecil dan menengah yang sering disingkat dengan UMKM. Pemerintah pun turut serta mendorong pembiayaan oleh perbankan kepada UMKM dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Pemberian Kredit Atau Pembiayaan dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mewajibkan bank umum untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit/ pembiayaan UMKM dengan pangsa sebesar minimal 20% pada tahun 2018. Dan salah satu produk UMKM yang sejak tahun 2007 gencar dicanangkan oleh pemerintah adalah program Kredit Usaha Rakyat. Namun semakin tinggi pembiayaan KUR yang dikeluarkan oleh Bank, maka semakin tinggi pula risiko gagal bayar dan Non Performing Loan yang terjadi. Dengan demikian Bank terlebih dahulu harus yakin atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi pinjamannya. Maka dari itu diperlukan Credit scoring sebagai suatu sistem dalam menganalisa kelayakan debitur dalam pengajuan kredit. Namun analisa dan review secara berkala terhadap model Credit scoring harus dilakukan, agar model tetap relevan dan akurat dalam setiap prediksinya. Penelitian ini dilakukan pada salah satu cabang Sentra Kredit Kecil Bank BNI, yakni BNI SKC Jatinegara Jakarta, terhadap 240 sampel debitur selama periode 2011-1013. Hasil penelitian menyatakan bahwa dari 24 variabel Credit scoring yang digunakan saat ini, hanya 11 variabel yang secara signifikan berpengaruh dalam menentukan kualitas kredit. Hasil ini kemudian membentuk sebuah model Credit scoring baru beserta bobot resiko setiap parameter yang dapat direkomendasikan kepada pihak Bank.

Indonesia is a developing country whose economy is largely supported by business units micro, small and medium enterprises are often abbreviated with SMEs. The government also helped and encouraged by bank financing to SMEs by the issuance of Bank Indonesia Regulation No.14/22/PBI/2012 dated December 21, 2012 on Lending Or Funding and Technical Assistance for Development of Micro, Small, and Medium Enterprises which requires commercial banks to distribute the funds in the form of credit / financing of SMEs with a share of at least 20% by 2018. And one of MSME products since 2007 incentive program announced by the government is a Public Credit. However, the higher the KUR financing issued by the Bank, the higher the risk of default and non-performing loans that happen. Therefore, the Bank must first be convinced of the capabilities and the ability to repay the loan. Thus the required Credit scoring is a system for analyzing the credit worthiness of the debtor in filing. However, analysis and review periodically the Credit scoring models have to be done, so that the model remains relevant and accurate in every prediction. This study was conducted on one of the branches Centers Small Credit Bank BNI, BNI SKC Djatinegara Jakarta, on 240 samples over the period 2011-1013 debtor. The study states that of the 24 variables Credit scoring is used today, only 11 variables were significantly influential in determining credit quality. These results are then formed a new Credit scoring models and their risk weighting of each parameter that can be recommended to the Bank.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Nurhidayah
"ABSTRAK
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan penggerak ekonomi suatu bangsa termasuk di Indonesia, kredit segmen UKM merupakan kredit yang potensial bagi suatu Bank. Akhir-akhir ini kualitas kredit yang diukur melalui rasio Non Performing Financing (NPF) segmen UKM pada Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia cukup mengkhawatirkan (NPF aggregate >5%) seiring dengan melemahnya kondisi ekonomi makro. Credit Scoring segmen UKM di Indonesia saat ini belum mempertimbangkan kondisi ekonomi makro. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model skoring yang tidak hanya melibatkan variabel mikro ekonomi juga mempertimbangkan variabel makro ekonomi. Variable makro yang diambil dalam penelitian ini adalah inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dan BI rate. Hasil dari penelitian ini adalah model skoring UKM dengan melibatkan variable mikro ekonomi dipengaruhi oleh aktiva, modal dan hutang, sedangkan variabel makro ekonomi tidak berpengaruh secara langsung terhadap model Credit Scoring segmen UKM.

ABSTRACT
Small and Medium Enterprises (SMEs) is an activator of a nation's economy, including in Indonesia, SME credit is a credit that is a potential for a bank. Lately, credit quality as measured by the ratio of Non Performing Financing (NPF) SME segment in Islamic Banks (BUS) and Sharia (UUS) in Indonesia is quite alarming (NPF aggregate> 5%) in line with the weakening macro-economic conditions. Credit Scoring SME segment in Indonesia is not considering macro economic conditions yet. This study aims to get a scoring model that not only involves the micro-economic variables are also considering macroeconomic variables. Variable macro taken in this study are inflation, the exchange rate of the rupiah against the US dollar and the BI rate. The results of this study are a scoring credit model for SMEs involving micro-economic variables influenced by assets, capital and debt, while the macro-economic variables not directly affect the SME scoring Credit models."
2016
T45608
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>