Daya tarik media sosial saat ini menimbulkan masalah yang memprihatinkan. Salah satunya adalah semakin banyaknya fenomena kecanduan media sosial. Faktor utama yang menyebabkan kecanduan media sosial adalah penggunaan media sosial sebagai alat untuk berinteraksi dan mendapatkan umpan balik dari orang lain, atau sebagai alat untuk melakukan attention-seeking. Harga diri yang terdefinisi dengan baik adalah kebutuhan dasar setiap individu, dan media sosial dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ini. Semakin banyak perhatian yang didapat pengguna, semakin besar kontrol pengguna untuk mengubah persepsi orang lain tentang mereka. Persepsi pengguna media sosial pada citra diri mereka sendiri akan berdampak pada aspek psikologis diri mereka, dan hal ini telah dibuktikan oleh beberapa penelitian terdahulu. Namun, penggunaan media sosial sebagai alat attention-seeking mungkin tidak hanya berdampak pada aspek psikologis individu, tetapi juga pada aspek sosial - meningkatkan modal sosial pengguna - dan ekonomi - meningkatkan peluang pengguna untuk mendapatkan pekerjaan atau aspek penghasil pendapatan lainnya--. Namun, belum ditemukan penelitian terdahulu mengenai perilaku attention-seeking melalui media sosial dan dampaknya terhadap aspek sosioekonomi pengguna. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah perilaku attention-seeking melalui media sosial memberikan manfaat sosioekonomi. Sebuah survei diantara 883 pengguna media sosial di Indonesia, dan analisis dari profil responden menunjukkan bahwa perilaku attention-seeking di media sosial, melalui upaya pemasaran diri, memiliki hubungan yang signifikan dan positif dengan manfaat sosioekonomi yang dirasakan
The appeal of social media is currently evoking a matter of concern. One of which is the growing number of social media addicts. The main factor that causes social media addiction is the use of social media as a tool to interact and get feedback from others or to seek attention from other users. Well-defined self-worth is the basic need of every individual, and social media could be used to meet this need. The more attention the user gets, the more control the user has to change other peoples perceptions of them. The perception of social media users on their self-image will have an impact on the psychological aspect of themselves, and it is already proven by several studies. However, the use of social media as an attention-seeking tool is might not only have an impact on the individuals psychological aspect but also on their social increases users social capital and economic increases users opportunity to get a job or other income-generating activities aspects. Yet, previous studies regarding attention-seeking behavior through social media had only been focused on its impact on the psychological aspect. Therefore, this study aims to answer the question of whether attention-seeking behavior through social media exerts socioeconomic benefits. A survey among 883 social media users in Indonesia and a content analysis of the respondents profiles shows that attention-seeking behavior through social media, through self-marketing attempts, is strongly and positively related to perceived socioeconomic benefit.
"Artikel ini membahas peran sungai dalam perdagangan ulu ilir di Keresidenan Jambi 1906-1930. Jambi sudah dikenal sebagai penghasil komoditi ekspor seperti lada dan emas sejak abad ke-17 dan berkembang menjadi pengasil komoditi karet, rotan dan kopra sejak akhir abad ke-19. Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya berperan penting sebagai jalur distribusi komoditi dari pedalaman (ulu) ke titik perdagangan di pesisir (ilir) Jambi. Studi-studi sebelumnya oleh Elsbeth Locher-Scholten dan Barbara Watson Andaya kurang membahas peranan sungai, padahal komoditi dagang dari pedalaman (ulu) didatangkan ke pelabuhan (ilir) melalui sungai. Adapun kajian mengenai persungaian yang ditulis Gusti Asnan membahas sungai secara keseluruhan di Sumatra. Perdagangan ulu ilir melalui Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya berdampak pada perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan pemerintah kolonial di wilayah tersebut. Kelompok masyarakat Tionghoa dan middle man memanfaatkan sungai sebagai jalur perdagangan di Keresidenan Jambi. Walaupun tantangan utamanya adalah arus dan aliran sungai di Jambi yang sebagian sulit untuk dilalui kapal besar. Studi ini merupakan hasil penelitian sejarah yang bersumber pada laporan pemerintahan kolonial, jurnal sejaman, koran sejaman, laporan perjalanan sejaman dan karya ilmiah terkait.
This article discusses the role of rivers in the ulu ilir trade in the Residency of Jambi from 1906 to 1930. Jambi has been known as a producer of export commodities such as pepper and gold since the 17th century and has grown to become a producer of rubber, rattan and copra commodities since the late 19th century. Batanghari River and its tributaries play an important role as commodity distribution channel from inland (ulu) to the point of trade in coastal (ilir) Jambi. Previous studies by Elsbeth Locher-Scholten and Barbara Watson Andaya less address the role of the river, whereas the commodity trade from the hinterland (ulu) brought to the port (ilir) through the river. Another study of river by Gusti Asnan, discusses the rivers in Sumatra. Ulu ilir trade through the Batanghari River and its branches has an impact on the socio-economic development of communities and the colonial polity in the region. The Chinese and the ‘middle man’, use the river as a trade route in the Residency of Jambi, although the main challenge is the river in Jambi, which is difficult to pass by large ships. This study is the result of historical research, sourced from colonial government reports, notes, newspapers, and travel reports of the period, as well as related scientific papers.
"