Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159843 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gianesha Pratama
"Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang dalam membuat akta autentik autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik. Selain Notaris, pejabat lain yang juga mempunyai kewenangan untuk membuat akta autentik adalah Pembuat Akta Tanah yang disingkat PPAT adalah Pejabat yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun. Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan menjelaskan peranan Pembina dan Pengawas PPAT yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam membina dan mengawasi kinerja PPAT. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan menelaah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundangan-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa Majelis Pengawas Notaris dalam kasus ini sebenarnya tidak dapat melakukan penyidikan dan mengeluarkan putusan terhadap kasus ini, dikarenakan telah melampaui kewenangan nya, namun karena PPAT ini juga merangkap sebagai Notaris, hanya moralitas nya saja yang dapat dilakukan pemeriksaan, meski demikian kasus ini lebih menitik beratkan kepada jabatan nya sebagai PPAT. Secara teoritis, PPAT tersebut memang telah terbukti melanggar sumpah jabatan nya, dan Majelis Pengawas PPAT dapat melakukan pemeriksaan terhadap PPAT tersebut, namun Majelis Pengawas PPAT tersebut dapat melakukan pemeriksaan apabila ada pengaduan dari si pelapor tersebut, tetapi sampai saat ini pula, pelapor tidak melakukan pengaduan kepada Majelis Pengawas PPAT ini, karena ketidaktahuan nya.

The notary is the Public Officials authorized to make an authentic act of authenticity in all acts, agreements, and determinations required by a general rule or by the interested parties to be specified in an authentic act. In addition to the Notary, the other official who has the authority to make an authentic act is the Land Commissioner abbreviated as PPAT is the Office authorized to make authentic acts regarding certain acts of law relating to land or property rights in a Unit of Units. The purpose of the writing of this thesis is to understand the abuse of office by the Office of Land Claims Officers and to explain the role of PPAT Builders and Supervisors played by the National Land Agency in building and monitoring PPAT performance. The method of research used is the normative jurisprudence which is the research conducted on the basis of the main law by examining the theories, concepts, principles of law and the laws and regulations relating to this research. The approach used is descriptive analytics using primary and secondary data. According to the research results, the Notary Supervisory Council in this case was actually unable to investigate and issue a verdict on this case, as it had gone beyond its authority, but as the PPAT also came under the notice of Notary, only his morality could be examined, in any case This is more of a concern for his position as PPAT. Theoretically, the PPAT has indeed been found to have violated his oath of office, and the PPAT Supervisory Council may conduct investigations into the PPAT, but the PPAT Supervisory Council may conduct investigations in the wake of the complainant, to this PPAT Supervisory Council, for his ignorance."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trijono Rudy Laksono
"BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan, sedangkan hak atas tanah adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Untuk membuktikan adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah kecuali pemindahan hak melalui lelang, sebagaimana dikehendaki dalam Undang-Undang Pokok Agraria harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh PPAT.
Sebagai salah satu pejabat yang berwenang untuk membuat akta perolehan hak atas tanah dan bangunan, PPAT tunduk pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Namun, dalam praktik masih ditemukan adanya penyimpangan terhadap ketentuan tersebut, dimana akta pemindahan hak atas tanah dan bangunan ditandatangani mendahului kewajiban pembayaran BPHTB. Salah satu contohnya adalah Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT X di Kabupaten Bogor, nomor 1029/2006, tanggal 22 Desember 2006, sedangkan BPHTB dibayarkan pada tanggal 26 Desember 2006. Atas dasar hal tersebut, dipandang perlu melakukan penelitian berkenaan dengan implementasinya dalam praktik terutama terkait dengan akibat hukum terhadap PPAT yang bersangkutan, dan bagaimana keabsahan terhadap akta tersebut.
Metode penelitian yang digunakan bersifat yuridis normatif, pengumpulan data menggunakan data sekunder yang dirangkaikan dengan hasil wawancara dengan informan yang terkait, sehingga diperoleh pembahasan yang sistematis. Hasil penelitian bersifat evaluatif analisis.
Hasil penelitian mengungkapkan, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, PPAT dikenakan sanksi administrasi dan Benda dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Bogor. Akta tersebut tetap bisa dipakai sebagai dasar peralihan hak di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor, dan akta tersebut tetap absah. Pemenuhan BPHTB dapat dilaksanakan apabila PPAT milaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan dengan tegas. Disamping itu adanya bentuk peraturan yang lengkap dan jelas sehingga mudah dimengerti dan dilaksanakan baik oleh masyarakat maupun aparatur perpajakan serta PPAT.

BPHTB is the obtainable tax that is connected with land building rights, which further more called tax. The obtainable of the land and building rights is the law action that's caused the obtainable of land and building rights privately or institutionally. Meanwhile, the land rights that's stated on the legislation no.5, 1960 about the basic agrarian affair regulation. In order to prove that there is a law action on the transferring of the right for land use except the auction transferring of land right. Considering the agrarian affair regulation it must be proved by the authentic deeds which are made by PPAT (The Official Authorized to Make Land Deed).
PPAT as one of the official that has an authority to make the obtainable deed of land and building right. Its surrender to the obtainable of land and building tax 24:1 No.20, 2000. Hence, practically we still found the deviation of regulation. It happened when the transferring of the right for land and building has been signed before the advance payment of BPHTB. As we can see in the example here that the trade (buy and sell deed) made by the PPAT X in Bogor District No.1029/2006 December 26th, 2006. Other wise BPHTB was paid in December 2'1 2006. Based on the fact above, the research need to be done on dealing with practical implementation, especially related to the law effect toward it (PPAT) and the legality of its deed.
The research methodology use the juridical normative, data collection for collecting the data the systematical study has been used where the secondary data was connected to the data result of interviewers.
The result of the study is the evaluative analysis. It showed that the there is the infraction rule. PPAT will be taken administrative measures against PPPBB (The Land and Building Tax Service Office of Bogor). The deed can still be used as the basic transferring of the land right in Bogor Agrarian Office and it still legalized. The fulfillment of BPHTB can be applied when PPAT do the rule that has been legalized. On the other hand for the understanding, the complete and brief regulation must be stated and it can be done by the citizen and also by the official authorized tax (PPAT).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19621
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Muniro Salim
"Dalam tesis ini, penulis menitik beratkan pada penerimaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dikaitkan dengan rencana dan realisasi penerimaan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan tersebut, yang mengacu pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dan peran serta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengamanan penerimaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan tersebut. Dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 1997 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2000, tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan, mempunyai potensi yang besar, karena menyangkut tanah yang nilai ekonomisnya cenderung tinggi.
Dengan banyaknya transaksi, khususnya di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka sangat mempengaruhi penerimaan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, yang otomatis akan menjadi sangat berarti bagi penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta secara keseluruhan, yang setiap tahunnya meningkat. Hal ini tidak luput dari peran serta Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam pengamanan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, karena sebagian besar penerimaan dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan berasal dari transaksi tanah yang setiap transaksi penjualan tanah dan bangunan tidak dapat dipisahkan dari tugas Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan profesinya, dengan jumlah Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebanyak 700 orang, maka diharapkan penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari Pajak Penghasilan (PPh) dan terutama dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dapat terkumpul sebagaimana yang ditargetkan oleh Undang-undang. Walaupun banyak permasalahan yang dihadapi Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam mengamankan Bea Perolehan Hak Atas Tanh dan Bangunan, yang bisa menimbulkan kerugikan bagi Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah itu sendiri, baik secara materiil maupun moril (pidana). Ini semua dilakukan sebagai sumbangsih kepada Negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulat Arum Juktikanti
"Dalam pelaksanaan pengenaan pajak PPh dan BPHTB, yang dikenakan sehubungan dengan peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, maka N'AT maupun Pejabat Lelang yang memiliki tugas dan peran ubtuk mengamankan pemasukan dari PPh dan BPHTB tersebut menghadapi berbagai kendala/hambatan. Kendala/hambatan tersebut berkaitan dengan masalah penerapan hukumnya, SSP dan SSB palsu, serta tidak segera dibuatnya BPHTB yang merupakan kewajiban Pemenang Lelang (Wajib Pajak). Sebagaimana diketahui bersama, pada saat ini pemerintah Indonesia berencana meningkatkan jumlah pendapatan yang berasal dari pajak (pada RAPBN 2003), karenanya pendapatan dari sektor pajak, terutama PPh dan BPHTB, harus dapat dioptimalkan sehingga dapat mencukupi rencana pemasukan dari sektor pajak bagi APBN di Tahun Anggaran 2003, dan Tahun-tahun Anggaran berikutnya, dan pada akhirnya dapat membuat negara ini sedikit demi sedikit terlepas dari ketergantungan terhadap utang luar negeri.
Kendala/hambatan ini bersitan erat dengan tugas dan tanggung jawab Pengawasan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak maupun oleh Pemerintiah Daerah setempat di mana Objek Pajak terletak. Jika Pengawasan Pajak dilaksanakan sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan (Undang-undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan/UU KUP dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana/KUHP), maka dapat diharapkan bahwa segala bentuk hambatan tersebut, paling tidak dapat diminimalkan, untuk tidak mengatakan menjadi ditiadakan sama sekali. Karena pelaksanaan Pengawasan Pajak tidak berjalan secara efektif dan efisien menyebabkan terjadinya potensi kerugian negara terhadap masuknya pajak PPh dan BPHTB menjadi meningkat.
Dengan demikian pengawasan yang merupakan tanggungjawab Direktorat Jenderal Pajak maupun Pemerintah Daerah setempat di mana Objek Pajak berada, dapat melaksanakan pengawasan sebagaimana mestinya, baik dengan meningkatkan sumber daya manusia-nya, maupun penegakan hukum-nya (law enforcement) yang harus dilaksanakan dengan tegas dan tidak membedakan oknum pelakunya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Noerbaety Ismail
"Menurut pasal 6 ayat 3 Undang-Undang nomor 20 tahun 2000, tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, bahwa apabila Nilai Perolehan Objek Pajak, selain penunjukan pembeli dalam lelang, tidak diketahui atau lebih kecil daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan adanya ketentuan pasal sebagaimana disebutkan di atas, maka dalam masyarakat banyak terjadi penyelundupan pajak dalam setiap transaksi peralihan hak atas tanah dan atau bangunan, yaitu dengan cara masyarakat dalam melakukan peralihan hak tanah atau bangunannya sebagai dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mempergunakan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, walaupun Nilai Jual Objek Pajak yang sesungguhnya adalah di atas Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Perbuatan tersebut jelas mempengaruhi jumlah penerimaan negara dari sektor perpajakan khususnya BPHTB.
Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak mempunyai kewajiban untuk memaksa masyarakat yang dilayani dalam melakukan transaksi tanah dan atau bangunan miliknya agar jujur dalam menerapkan Nilai Jual Objek Pajak untuk dapat dijadikan dasar pengenaan BPHTB. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, terhadap Peraturan Perundangundangan yang berlaku pada saat ini, kemudian secara deduktif diinterpretasikan untuk menjawab kasus-kasus yang disajikan. Pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara dengan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Penyuluhan Masyarakat.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa masih banyak masyarakat Wajib Pajak yang belum mengetahui mengenai BPHTB, cara penerapan dan pelaksanaannya, sehingga banyak Wajib Pajak yang terkena tipu oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab, misal dalam melakukan pembayaran BPHTB memakai jasa pihak ketiga, ternyata akhirnya Wajib Pajak memperoleh Surat Setoran Bea (SSB) palsu. Sehingga Pemerintah harus segera memberikan penyuluhan, melalui media cetak maupun elektronis yang tujuannya adalah untuk mensosialisasikan BPHTB itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T36804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alisangihe, Amelia Sonja
"PPAT adalah Pejabat Umum yang bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai perbuatan hukum tersebut, selain PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, maka PPAT hanya dapat membuat akta pemindahan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun setelah Wajib Pajak menyerahkan tembusan Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP) dan BPHTB (SSB). Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah: Bagaimana prosedur pelaksanaan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB)? dan: Apakah hambatan dalam penagihan Pajak Penghasilan (PPh) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif; data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat evaluatif yakni menganalisa mengenai prosedur pelaksanaan pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB serta hambatan dalam penagihan PPh dan BPHTB bagi PPAT. Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembayaran PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan BPTHB hanya dapat melalui bank-bank tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan meminta validasi terhadap bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ke Kantor Pelayanan Pajak yang telah ditunjuk membutuhkan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu hambatan bagi PPAT untuk melakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan, sehingga PPAT menyerahkan dokumen-dokumen untuk pendaftaran terlebih dahulu ke Kantor Pertanahan, kemudian menyerahkan tembusan SSP dan SSB setelah mendapat validasi.

Land Deed Official is the General Official, who has duty to perform part of Land Registration Activities by iss uing deeds as legal proof of certain lawful acts conceming land and ownership rights on property, which will be used as Standard for land registration amendment resulting from such acts. Before issuing the deeds conceming such acts, official other than Land Deed Official, shall assess the actuality of the land and ownership rights certificate to the Land Office, afterwards Land Deed Official may issue the deed after the Taxpayer has submitted a copy of Tax Payment Slip (SSP) and Acquisition Duty of Right on Land and Building Payment Slip (SSB). The main issue that the writer desires to bring to this research is: what is the procedure of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB)? and: what is the barrier to land deed official in collecting income tax relating to such issue?. This research constitutes juridical normative research; using a secondary data obtained through materials such as documents. The typology in this research is evaluative, that is to analyze procedures of Income Tax Payment in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) and the barrier in collecting income tax by Land Deed Official relating thereto. By doing this research, it can be concluded that the payment of Income Tax in respect of the Transfer of Right on Land and/or Building and Acquisition Duty of Right on Land and Building (BPHTB) can only be made through certain banks appointed by the Directorate General of Taxation, and validation from the Tax Office generally takes a long period. This is one of the barriers to Land Deed Official in registering land to land Office, causing the copy of validation tax Payment Slip has to be submitted later after relating documents have been submitted."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26450
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Monica Ekananda
"Notaris memegang peranan penting dalam lalu lintas hukum yang berkaitan dengan pembuatan alat bukti tertulis yang bersifat autentik. Pada praktiknya Notaris tidak hanya membuat akta bagi para pihak, tetapi juga menjadi pihak yang dititipkan untuk menyetorkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, sehingga timbul masalah ketika Notaris tidak menyetorkan pajak tersebut dan dampak dari pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB terhadap pelaksanaan Akta Jual Beli dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 300 Pid.B 2015 PN.Dps. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, bersifat deksriptif analitis dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitiannya adalah bahwa penyetoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB bukan merupakan tugas dan kewajiban Notaris. Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB merupakan salah satu syarat agar dapat dibuatnya Akta Jual Beli, sehingga ketika Notaris menggelapkan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB sudah sepatutnya mendapatkan hukuman yang setimpal termasuk dari organisasi profesi Notaris karena memberikan kerugian secara meteriil dan imaterial kepada klien. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50827
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Dian Asri Utami
"Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan, salah satunya akta jual beli. Dalam proses pembuatan akta tersebut calon penjual dan pembeli diwajibkan untuk membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB) terlebih dahulu sebelum akta jual beli dapat diproses dan ditandatangani dihadapan PPAT. Terhadap harga jual yang disampaikan para penghadap yang tidak sesuai dengan harga jual sebenarnya yang bertujuan untuk mengurangi pajak adalah diluar/bukan merupakan tanggung jawab PPAT. PPAT tidak membuktikan kebenaran material dari akta tersebut, dan hanya bertanggung jawab atas kebenaran formal. Bahwa dalam pengenaan BPHTB di Kabupaten Tabanan, akibat adanya pasal-pasal dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor 9 Tahun 2010 tentang BPHTB yang isinya saling bertentangan mengenai saat terutangnya pajak, yaitu Pasal 9 ayat (1) dengan ayat (2) dan Pasal 18 ayat (1), maka aturan yang digunakan adalah Pasal 9 ayat (1) dan (2) dimana pajak harus dilunasi sebelum terjadinya perolehan hak dalam hal ini pembuatan dan penandatanganan akta jual beli. Hal ini juga sesuai dengan aturan Pasal 103 ayat (2) huruf h dan i Peraturan Menteri Negara Agraria (PMNA) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mewajibkan PPAT untuk meminta kliennya untuk menyerahkan bukti pelunasan PPh dan BPHTB sebelum akta jual beli dibuat dan ditandatangani.

Land Deed Official (PPAT) is a general officers that have the authority to make the deed of land and/or building assignment, one of it is deed of purchase. In the process of making such deed, the future seller and buyer are obliged to pay Income Tax (PPh) and Land and/or Building Acquisition Rights duties (BPHTB) prior from the deed of purchase could be processed and signed in front of PPAT. In this research there are two main issues, which are what is the responsibility PPAT towards the price of purchase which is given by the appearers which is not in accordance with the real purchase price which is aimed to reduce the tax, and which regulation is used to pay the PPh and BPHTB connected with the the deed of land and/or building assignment (deed of purchase) which is made in front of the PPAT in related to Law No. 28/2009 regarding local tax and retribution. The answer to that issue is that the responsibility of PPAT is the activity to draw up (in this case filling the form that have been prepared by the Land Office, read and sign the deed, therefore PPAT can not prove the material truth from the deed. PPAT guarantee the content of the deed based on what the parties have stated, meaning that what is registered by the PPAT is correct is the will of the parties, including in deciding the price of the object purchase. Notary/PPAT can?t meddle or intervene the parties in deciding the price, PPAT will only responsible for that price only if PPAT join the decision on the price of transaction which is not in accordance with its real price. The Second issue is about the regulation that is used with the conflicting articles, the regulation that is used is better to refer to the arrangement of article 9 (1) and (2) where tax need to be paid before assigning the right, in this case the making and signing of deed of purchase. It is in accordance with the arrangement of article 103 (2) (h) and (i) State Minister of Agrarian Affairs Regulation (PMNA) No. 3/1997 regarding the Provision of the Implementation of Government Regulation No. 24/1997 regarding Land Registration that obliged PPAT to ask their client to give the evidence of payment of PPh and BPHTB before the deed of purchase is been made and signed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28977
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>