Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92198 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Ersan Ricardo
"ABSTRAK
Istilah Air Hijau sudah sering terdengar di berbagai kalangan kehidupan manusia. Air hijau adalah air hujan yang jatuh dan telah diserap oleh tanah atau tanaman. Sedangkan istilah tersebut juga sangat erat kaitannya dengan istilah Blue Water yang berarti air dari sungai, danau dan air tanah. Keterikatan Green Water dan Blue Water terkait dengan paradigma lama pengelolaan air yang hanya mempertimbangkan air biru (debit sungai, danau dan air tanah) sedangkan paradigma baru justru memasukkan Green Water sebagai komponen penting. Green Water merupakan bentuk penghematan air yang tidak akan mengganggu badan air di bumi ini. Green Water juga dapat dimanfaatkan oleh daerah yang mengalami kekeringan, seperti Kabupaten Majalengka yang pada tahun 2017 mengalami kekeringan di 27 desa menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Salah satu pemanfaatan air hijau adalah untuk membangun tempat penampungan air hujan atau disebut juga dengan waduk. Embung berfungsi sebagai bangunan konservasi air berupa kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan serta sumber air lainnya untuk menunjang pertanian, perkebunan dan peternakan terutama pada musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi daerah yang potensial untuk dibangun daerah resapan air hujan atau waduk. Selain itu, penelitian ini juga membandingkan reservoir yang ada dengan potensi daerah atau kesesuaian penelitian ini. Identifikasi daerah potensial diprioritaskan pada daerah rawan kekeringan menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan menurut kondisi hidrogeologi. Selain itu, penentuan kawasan potensial juga menggunakan 4 variabel fisik yaitu penggunaan tanah, tekstur tanah, curah hujan dan kemiringan lereng. Melalui teknik overlay keempat variabel fisik tersebut digabungkan di Kabupaten Majalengka dan diberi skor setelah itu dilakukan metode akumulasi aliran untuk melihat akumulasi aliran dari Kabupaten Majalengka guna menentukan titik lokasi potensial atau kesesuaiannya. Setelah itu, potensi daerah atau kesesuaian yang telah dibuat akan dibandingkan dengan reservoir yang telah dibangun. Sehingga dapat diketahui bahwa wilayah yang berpotensi untuk dibangun waduk adalah wilayah utara Kabupaten Majalengka yang terindikasi merupakan wilayah yang rawan kekeringan dan merupakan wilayah yang potensial sesuai dengan kesesuaian wilayahnya.

ABSTRACT
The term Green Water has often been heard in various circles of human life. Green water is rainwater that falls and has been absorbed by the soil or plants. While the term is also very closely related to the term Blue Water which means water from rivers, lakes and groundwater. The attachment of Green Water and Blue Water is related to the old paradigm of water management which only considers blue water (river discharge, lakes and groundwater) while the new paradigm actually includes Green Water as an important component. Green Water is a form of water saving that will not interfere with water bodies on this earth. Green Water can also be utilized by areas experiencing drought, such as Majalengka Regency which in 2017 experienced drought in 27 villages according to the Regional Disaster Management Agency. One of the uses of green water is to build rainwater reservoirs or also known as reservoirs. Embung functions as a water conservation building in the form of a pond to accommodate rainwater and runoff water as well as other water sources to support agriculture, plantations and livestock, especially during the dry season. This study aims to identify areas that have the potential to build rainwater catchment areas or reservoirs. In addition, this study also compares the existing reservoir with the potential of the area or the suitability of this study. Identification of potential areas is prioritized in drought-prone areas according to the Regional Disaster Management Agency and according to hydrogeological conditions. In addition, the determination of potential areas also uses 4 physical variables, namely soil use, soil texture, rainfall and slope. Through the overlay technique, the four physical variables are combined in Majalengka Regency and given a score after which the flow accumulation method is carried out to see the accumulation of flow from Majalengka Regency in order to determine potential location points or suitability. After that, the potential area or suitability that has been made will be compared with the reservoir that has been built. So it can be seen that the area that has the potential to build a reservoir is the northern region of Majalengka Regency which is indicated to be a drought-prone area and is a potential area according to the suitability of the region."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Chrisna Prastika
"Daerah aliran sungai DAS Cilutung merupakan salah satu anak sungai dari Cimanuk. Berkembangnya kegiatan penduduk di DAS Cilutung seperti bertambahnya pemukiman, kegiatan industri, dan kegiatan pertanian dapat mengakibatkan perubahan fisik, kimia, dan biologi pada perairan sungai. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui besarnya koefisien saprobik perairan DAS Cilutung dengan menggunakan plankton sebagai bioindikator melalui indeks saprobik.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survei, dimana penetapan stasiun pengambilan sampel dengan purposive sampling. Penempatan stasiun didasarkan atas perkiraan beban pencemar dan kegiatan masyarakat sekitar. Penelitian dilakukan di tiga stasiun berbeda yang merepresentasikan bagian yang tercemar oleh pemukiman warga, industri, dan pertanian. Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2018. Parameter lingkungan juga turut diukur dalam penelitian. Data dalam penelitian merupakan data kuantitatif berupa jumlah dan jenis spesies plankton, kemudian dihitung nilai koefisien saprobiknya dengan metode indeks saprobik.
Hasil yang didapat dikaitkan dengan tabel koefisien saprobitas perairan dengan tingkat pencemaran perairan. Hasil penelitian diperoleh enam divisi plankton yaitu Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, Euglenophyta, Charophyta, dan Ciliophora. DAS Cilutung memiliki rentang nilai saprobik berkisar antara 0,75--0,86. Nilai yang didapat menggambarkan perairan tersebut tercemar ringan pada fase B-Mesosaprobik, dengan sedikit bahan pencemar organik.

Cilutung watershed is one of the tributaries of Cimanuk river. The development of population activities in Cilutung watershed such as increasing settlements, industrial activities, and agricultural activities can result in physical, chemical, and biological changes in river waters. The research aimed to find out the magnitude of the saprobic coefficient of Cilutung watershed waters by using plankton as bioindicator through saprobik index.
The research conducted using survey method, where determination of sampling station with purposive sampling. Station placement is based on estimated pollution load and surrounding community activities. The study was conducted at three different stations representing parts contaminated by residents, industry, and agriculture. The study was conducted from February to May 2018. Environmental parameters were also measured in the study. The data in this study is quantitative data in the form and number of species of plankton, then calculated saprobic coefficient value with saprobic index method.
The result obtained is related to table of water saprobic coefficient with water pollution level. The results obtained by six plankton divisions are Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, Euglenophyta, Charophyta, and Ciliophora. Cilutung watershed has a range of saprobic values ranging from 0,75 0,86. The values obtained illustrate the waters are lightly contaminated in the B Mesosaprobic phase, with little organic pollutants.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmad Hidayat
"Fluida yang mengalir sangat penting bagi manusia. Untuk mengalirkan fluida dibutuhkan power. Semakin besar debit aliran dan semakin jauh jarak tempuh, semakin besar pula power yang dibutuhkan. Hal ini berhubungan dengan pressure drop. Mengurangi pressure drop sangat penting untuk mengurangi power yang dibutuhkan sehingga penghematan energi dapat dilakukan. Dalam hal ini, faktor gesekan adalah salah satu parameter penting. Penambahan bubble banyak digunakan untuk mengurangi gesekan antara fluida dengan dinding sekelilingnya.
Percobaan yang dilakukan adalah uji karakteristik aliran air dan air + udara (bubble) dalam pipa berpenampang empat persegi panjang. Test section berukuran penampang 100 mm x 25 mm dengan panjang 3200 mm. Pengukuran pressure drop dilakukan dengan 3 variasi debit air tanpa udara dan dengan 3 variasi debit udara. Variasi debit air yang digunakan adalah 35 liter per menit, 32,5 liter per menit, dan 30 liter per menit. Sementara variasi debit udara adalah dengan rasio 1/175, 2/175, dan 3/175 terhadap debit air. Faktor gesekan dihitung dari nilai pressure drop yang diperoleh. Dari percobaan yang dilakukan dapat ditunjukkan pressure drop naik dengan semakin besarnya debit air dan penambahan bubble menurunkan pressure drop yang terjadi.

The flowing fluid is very important for human. To make fluid flowing need power. More flow rate & length of the pipe make more power. It is connected to pressure drop. Reducing pressure drop is very important to decrese power meanwhile energy economising can be reached. In this case, friction factor is one of the important parameters. Adding bubble is been used for recent years on drag reduction. The purpose of the experiment is to find out characteristic of flow of water and water-air mixtures pass through square duct profile.
The dimension of the test section is 100 mm width, 25 mm height and 3200 mm length. Measuring of pressure drop has been done with three values of water flow rate without air and with three values of air flow rate. The three values of water flow rate are 35, 32.5, and 30 liters per minute. While the values of flow rate of air are in ratio 1/175, 2/175, dan 3/175 to water flow rate. Friction factor is calculated from the values of pressure drop. From the experimentation, it can be proved that the pressure drop increases by rising of water flow rate and adding bubble decrese the pressure drop.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S50904
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliantini Eka Putri
"Operasi penambangan batu kapur PT. Semen Baturaja (Persero) di Pabrik Baturajamerupakan tambang terbuka. Dengan diterapkannya sistem tambang terbuka maka seluruhkegiatan penambangan dipengaruhi oleh kondisi iklim, salah satunya adalah curah hujan.Curah hujan yang tinggi pada musim penghujan sering menyebabkan genangan air danbanjir pada lantai bukaan tambang (pit bottom)Data-data yang diperoleh dalam tahap pengumpulan data kemudian dianalisis denganmembandingkan kondisi desain dengan kondisi aktual. Dengan demikian kita dapatmengetahui kondisi penyaliran air tambang batu kapur untuk produksi semen sekarang diPT. Semen Baturaja (Persero).Dari hasil pengamatan dan perhitungan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulansebagai berikut :a. Debit air limpasan sebesar 4,38 m3/detik, debit air rembesan sebesar 0,03 m3/detiksehingga debit air total yang masuk ke tambang batu kapur sebesar 4,41 m3/detik.b. Dengan asumsi dalam sehari hujan turun dengan lebat selama 1 jam dan air rembesanmengalir setiap hari maka didapat volume air tambang per harinya yang masuk ke kolampenampung (sump) sebesar 19.790,18 m3/hari yang terdiri dari volume air hujan sebesar1.430,18 m3/hari, volume air limpasan sebesar 15.768 m3/hari dan volume air rembesansebesar 2592 m3/hari.c. Dengan jumlah air yang masuk ke tambang batu kapur sebesar 220.413 m3 makadiperlukan waktu ± 10 hari pengeringan dengan menggunakan dua buah pompaberkapasitas 500 m3/jam.d. Usulan untuk dimensi saluran terbuka dengan bentuk trapesium dan tanpa pengerasanadalah :1) Saluran DTH I- Kedalaman saluran (y) = 0,8 m- Lebar dasar saluran (B) = 1 m- Lebar muka air (T) = 1,9 m2) Saluran DTH II- Kedalaman saluran (y) = 1,4 m- Lebar dasar saluran (B) = 1,8 m- Lebar muka air (T) = 3,3 m."
Palembang: Fakultas teknik Universitas tridinanti palembang, 2014
600 JDTEK 2:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Deddy Caesar Agusto
"ABSTRACT
Sungai adalah sumber air utama di Indonesia, yang pada saat, ini kualitasnya cenderung semakin buruk dan tidak lagi layak dikonsumsi untuk berbagai kebutuhan. Penyebab dari pencemaran tersebut adalah masuknya zat pencemar baik yang bersifat point source limbah industri maupun yang bersifat non-point source lahan pemukiman dan pertanian. Curah hujan dapat menjadi agen pembawa polutan yang bersifat non-point source dari daerah aliran sungai menuju badan air. Pengaruh curah hujan terhadap meningkatnya konsentrasi zat pencemar sangat signifikan, terutama curah hujan dengan intensitas tinggi yang turun sesudah musim kering yang lama. Dalam penelitian ini, data kualitas air didapatkan dari outlet sungai yang berada di Bendungan Kamun yang diambil setiap 30 menit ketika rainfall event sehingga fluktuasi kualitas airnya dapat terlihat. Indikator kualitas air yang diteliti dalam penelitian ini adalah TDS, DHLNitrat, Fosfat dan Ph. Penulis, dalam menganalisis, menggunakan curah hujan Citra Himawari 8 yang didapat setiap 10 menit. Hasil menunjukkan bahwa curah hujan berhubungan langsung dengan debit air dan tinggi rendahnya debit tersebut berpengaruh terhadap kualitas air. Dari hasil perhitungan, kualitas kimiawi air juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan di daerah aliran sungai. Nilai nitrat mengalami kenaikan ketika kejadian hujan terjadi pada penggunaan lahan persawahan sedangkan fosfat mengalami nilai yang tinggi selama kejadian.

ABSTRACT
The river is the main source of water in Indonesia, which at the moment, this quality tends to get worse and is no longer worth consuming for various needs. The cause of the pollution is the entry of pollutants both point source industrial waste and non point source residential and agricultural land. Rainfall can be a non point source pollutant agent from a watershed to a water body. The impact of rainfall on increasing concentrations of pollutants is very significant, especially the high intensity rainfall that falls after the long dry season. In this study, water quality data is obtained from river outlets located in Kamun Dam taken every 30 minutes during the rainfall event so that fluctuation in water quality can be seen. Water quality indicators studied in this research are TDS, DHLNitrate, Phosphate and Ph. The author, in analyzing, using rainfall Citra Himawari 8 which is obtained every 10 minutes. The result shows that rainfall is directly related to the water flow and the fluctuation of the discharge affects the water quality. From the calculations, the chemical quality of water is also influenced by the use of land in the watershed. Nitrate value increases when the occurrence of rain occurs in land use while phosphate experiences a high value during the event."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sibuea, Tulus T. H.
"Sumber air utama untuk wilayah Sukabumi tertumpu pada kawasan pegunungan Gunung Gede-Pangrango dan Gunung Halimun- Salak. Kawasan tersebut adalah hulu dari daerah aliran sungai Cimandiri yang mengalir ke selatan wilayah Sukabumi sampai ke Iaut di Kota Pelabuhanratu, ibukota Kabupaten Sukabumi.
Pemanfaatan air di kawasan hulu berupa air tanah dan air mata-air selain untuk kebutuhan rumah tangga juga untuk industri. Keuntungan dari pemanfaatan air tersebut oieh industri umumnya belum disertai membayar beaya pemulihan.
Penggunaan air cenderung meningkat secara eksponensial, sedangkan pasokan air cenderung melambat akibat rusaknya hutan di daerah tangkapan airnya. Internalisasi pengelolaan daerah tangkapan air untuk penyediaan air baku dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut
Tujuan penelitian adalah mendapatkan gambaran kondisi air tanah dan perkiraan nilai air tanah melalui pendekatan perhitungan nilai ekonomi manfaat lokal daerah tangkapan airnya, persepsi dan keharusan pengguna air tanah untuk membayar beaya pengelolaan daerah tangkapan airnya.
Hasii penelitian diharapkan dapat memberikan informasi untuk melestarikan sumberdaya air dan melestarikan fungsi lingkungan alam. Informasi dari penelitian ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan untuk pertimbangan dalam perencanaan pembangunan daerah tersebut.
Penelitian dilaksanakan dan bulan Januari sampai dengan Juni 2003 di Kecamatan Cicurug, Kecamatan Cidahu, Kecamatan Parakansalak dan Kecamatan Parungkuda di kaki Gunung Salak dalam wilayah Kabupaten Sukabumi. Daerah penelitian berada pada Kompleks Gunungapi Tua di wiilayah resapan utama dan juga berada di wilayah pelepasan. Penelitian bersifat ex post facto melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data primer dan sekunder dikumpulkan dengan metode survei dan studi pustaka.
Hipotesis yang diajukan adalah tersedianya air tanah akan berlanjut jika neraca air terjaga keseimbangannya dan daerah tangkapan air terlindungi.
Hasii kajian memperlihatkan bahwa air tanah ada di 100-300 meter di bawah permukaan tanah setempat. Pelepasan air tanah berupa mataair ada yang mencapai 400 lt/dt dan penurapan melalui sumur bor dengan debit mencapai 2 It/dt hingga 5 lt/dt. Neraca keseimbangan air di daerah penelitian mengaiami defisit air tanah sebanyak 4,4 juta m3 pada tahun 2003. Kecenderungan air tanah berkurang adalah akibat perubahan kondisi tutupan lahan disertai dengan ekstraksi air tanah yang terus bertambah.
Hasil analisis ruang dan wilayah daerah penelitian memperlihatkan adanya interaksi antara daerah tangkapan air dan daerah perlepasan serta lokasi cadangan air tanah. Kegiatan ekonomi yang menggunakan air tanah tidak terpisahkan dari kawasan hutan Iindung Gunung Salak sebagai daerah tangkapan airnya. Pemanfaatan air tanah di kawasan hulu akan dapat menghilangkan peluang kegunaannya bagi kawasan hilirnya. Sepatutnya kawasan hulu menjadi kawasan tumbuh lambat yang diprogramkan untuk fungsi konservasi atau lindung karena menjadi satu kesatuan ekosistem dari hulu sampai ke hilir.
Air adalah satu fase bentuk sumberdaya alam yang secara alamiah mengalami siklus perubahan bentuk. Sumberdaya alam ini pada fase bentuk air menjadi kebutuhan dasar semua mahluk hidup di bumi. Sebagai kebutuhan dasar, air tidak dapat menjadi komoditi (barang ekonomi) yang dapat diperdagangkan dan diberi label harga. Prinsip yang memandang air sebagai komoditi (barang ekonomis) akan menghilangkan fungsi ekologis, sosial, religius dan budaya.
Pengguna air tanah dapat dikenakan beaya masa siklus air. Beaya masa siklus air adalah beaya kerugian yang dialami oleh generasi masa depan akibat pemanfaatan sumberdaya alam masa kini. Nilai masa siklus air dihitung melalui pendekatan valuasi manfaat Iokal sumberdaya hayati dan manfaat lokal sumber air.
Beaya masa siklus air di Iokasi penelitian per hektar hutan sebesar Rp. 2.924.890,- setiap tahunnya. Persepsi dan pemahaman tentang beaya masa siklus air belum sepenuhnya disadari oleh perusahaan air minum dalam kemasan. Akibatnya adalah masih banyak perusahaan belum bersedia ikut berperanserta daiam kegiatan konservasi daerah tangkapan air.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam tesis ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tersedianya air tanah berkurang karena terganggunya keseimbangan neraca air akibat penurapan melalui sumur bor lebih besar dan suplesi air tanah.
2. Beaya bagi tersedianya air adalah beaya kerugian yang akan ditanggung oleh generasi masa depan.
3. Pengetahuan dan pemahaman tentang beaya masa siklus air belum sepenuhnya disadari oleh pengusaha air tanah.
Saran dari penulis dalam tesis ini adalah; (1) Perlu dilakukan segera pengendalian ekstraksi air tanah melalui penataan ulang SIPA yang telah dikeluarkan, penutupan sumur bor yang tidak memiliki ijin atau melebihi debit yang diijinkan, penghentian ijin baru dan peningkatan pengawasan pemanfaatan air tanah; (2) Memperbesar suplesi air tanah meIaIui pengendalian pembangunan permukiman di daerah tangkapan air, menghutankan kembali Iahan yang bersudut Iereng lebih dari 30% dan pembangunan ?embung" atau ?waduk kecil" sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan penduduk; (3) Perlu disosialisasikan secara luas kepada masyarakat tentang beaya masa siklus air. (4) Perlu disosialisasikan paradigma air sebagai hak asasi manusia. Setiap orang berhak memperoleh air bersih khususnya air minum dan kewajiban negara untuk memenuhinya.

The main source of water in the Sukabumi is the reservoirs found in the Gede Pangrango and Halimun Salak highlands. These areas are the up river of the Cimandiri River which flows south through Sukabumi all the way to the Southern coastal city of Pelabuhan Ratu, the capital city of Sukabumi District. These water reservoirs, ground reservoirs and spring water, have been used in the upper regions for many years. The use of the ground water for domestic needs and industrial needs is increasing rapidly. Revenue through the use of these water resources by industry has not been charged with conservation cost of these resources.
As the use of water has increased exponentiaily, supply tends to decrease due to the destruction of the upper catchments areas that are now being developed or destroyed. Internal control in the areas with their hydrology functions are being assessed in order to over come the problem before it gets out of hand.
The aim of this study is to estimate the current ground water condition, its value through analysis of local economic value of water catchments area and the current price of water. To understand perceptions and ability of water consumers to pay reservation cost of the water catchments area.
Results would enrich information in the effort to preserve natural water resources and natural environment as a unified natural resource. Information obtained may also be useful in future planning and development of these areas.
This research has been carried out in the Counties of Cicurug, Cidahu, Parakansalak, and Parugkuda, from January to June of 2003. The focus area is located at the foot of the Salak Mountain in the area of Sukabumi district. The form of research that has been used is ex post facto through qualitative and quantitative approach. The primary and secondary data were was collected through surveys and studies of literatures.
The result of studies has shown that the area in the vicinity of Gunung Api Tua is located in the main water absorption area, which is also the area of ground water release. Ground water potential is found to be between 100-300 meters below ground surface. The release of ground water from springs is at a rate of 400 It/sec and extracted using drill-wells at a rate of 2 lt/sec up to 5 lt/sec. The balance water measured in this area shows a deficit of as much as 4,4m3 in the year 2003. Ground water deficit tends to continue declining as result of man-made change in the soil covering due to building constructions agriculture as such that disturbs the seepage of rain water into the ground, hence the replenishment, while water extraction continue to increase.
Result of space and area analysis of research area shows that an interaction exists between the water catchments areas, water releasing areas, and the areas where the ground water is naturally stored. Therefore, economic sectors benefit from the ground water supply should not be freed from their responsibility in forest conservation and protection of Salak Mountain as water catchments areas. Using ground water in water areas will eventually reduce or even eliminate the benefit for water draining areas. It should be understood that water catchments area must be considered as areas of conservation and protection, because of its ecosystem unity from water-catchments area to water-released areas.
Liquid water is one phase in the cycle of this resource, which is naturally changing in form and state. In its liquid phase, water is a basic necessity for all living organism on this earth. As a basic necessity, water cannot become a commodity to be commercialised and given a price label. Considering water as eoonomic commodity will lose its ecological, social, religious and cultural functions.
Water users could be charged with water cycling costs. Water cycle cost is atpenses to cover losses which wlll be experienced by future generations due to present resource ulilisation. The value of water cycle period is calculated by local usage valuation approach of the biological resources and the local use of water resource.
The annual per hectare expenses of water cycle at the site of investigation is calculated at Rp. 2.924.890,-. Perception and understanding in the expenses for water cycling period have not been fully realized by water packing companies. Consequently there are still a great number of companies that are not willing to participate in the effort of water catchments area.
Water is only one phase of a natural cycle that is always moving. This natural resource when it is in the water phase is essential to the life of all animals on earth. As a basic need water can not beoome a commodity that can be sold with a label and a price, it is priceless. The principle that view water as a commodity will absolutely destroy its ecological, social, and cultural function and even will threaten our religious foundations. All humans have rights to have clean water, and it is not a commodity.
Water cycle cost in research area per hectare forest is Rp. 2.924.890,- every year. Perceptions and understanding about water cycle cost is not completely realized by water-packing company. As result, there still many companies that weren?t willing to participate in conservation program of water-catchments area.
Conclusions of research result and discussion in this thesis are: 1) There is deficit of ground water in research location as result of disturbances the equilibrium of water scale. The disturbances is caused by the used of ground water through artificial pump-well that larger than infiltrate of water volume. There is company that used ground water in water-absorbent areas and water-released areas In Salak Mountain areas. Ground water that is extracted from those areas are products of conservation forest water-catchments area; 2) Water cycles should be included in production total cost by water ground user. The value of water cycles cost can be calculated through valuation approach of local benefit of natural resources and local benelit of water resources; 3) Even though the water cycles cost cannot implemented yet for ground water benefit management, the valuation approach can be easily used by people in community so that the used of the valualjon need to be socialized.
Suggestions from writer in this thesis are: a) we need to do more detail assessment about ground water storage, b) it is necessary to socialized water paradigm as human rights. Every human have rights to have clean water especially drinking water and it is obligation of the country to fulfil it; c) Some studies should be done so that water- cycle cost policy can be implemented. The study that can be done is study of scarcity rent and extraction cost; d) To minimize bias from calculating economic benefit from natural resources, we need to choose respondents accurately from areas that closed or those who lived near the forest.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11080
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zulvickar
"Kabupaten Sumbawa Barat menjadi kawasan andalan bagi Provinsi NTB dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan industri yang terus meningkat. Proyeksi kebutuhan air dari sektor industri pada tahun 2037 menyentuh angka 13,56 juta liter per hari. Sesuai regulasi, pemenuhan kebutuhan air bersih bagi sektor industri harus menggunakan akuifer dengan kedalaman lebih dari 40 meter. Untuk mengidentifikasi lapisan batuan terkait potensi air tanah digunakan metode geolistrik 2D. Lima lintasan geolistrik diukur menggunakan resistivitas meter dengan konfigurasi Wenner-Schlumberger, jarak elektroda 15 meter dan panjang masing-masing jalur 705 meter. Lapisan akuifer dengan kedalaman lebih dari 40 meter diduga berupa pasir lempungan dan breksi lapuk yang tersaturasi dengan kisaran resistivitas 0-30 Ωm dengan batas nir akuifer berupa breksi segar. Akuifer ditemukan pada semua lintasan dengan lintasan 3 menjadi daerah paling prospektif. Titik rekomendasi pengeboran berada tepat di lintasan 3 bagian Barat Daya.

West Sumbawa Regency is a mainstay area for NTB Province with population growth and industrial growth that continues to increase. The projected water demand from the industrial sector in 2037 will reach 13.56 million liters per day. According to regulations, the fulfillment of clean water needs for the industrial sector must use aquifers with a depth of more than 40 meters. To identify rock layers related to groundwater potential, the 2D geoelectric method is used. Five geoelectric lines were measured using a resistivity meter with a Wenner-Schlumberger configuration, the electrode distance was 15 meters and the length of each line was 705 meters.. The aquifer layer with a depth of more than 40 meters is assumed to be clay sand and weathered breccia which are saturated with a resistivity range of 0-30 m with the non-aquifer boundary in the form of fresh breccia. Aquifers were found in all paths with path 3 being the most prospective area. The drilling recommendation point is right on track 3 of the Southwest section."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Pradana
"Upaya Cina untuk mengembangkan kekuatan maritimnya, menghasilkan pencapaian status Cina sebagai negara dengan kapabilitas maritim blue water navy yang terutama ditandai dengan kepemilikan Cina atas sebuah kapal induk. Pencapaian ini merupakan hasil dari kebijakan strategis Cina yang ditujukan untuk dapat berdiri sebagai negara dominan, sebagai hegemon, di wilayah Asia terutama di kawasan Laut Cina Selatan. Terdapat hubungan kausalitas antara konsep blue water navy dengan tujuan utama Cina untuk menjadi regional hegemon melalui pemenuhan indikator-indikator bagi sebuah negara untuk menjadi regional hegemon. Tulisan ini berupaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong Cina untuk mengembangkan kapabilitas blue water navy dalam upayanya untuk berdiri menjadi negara hegemon di Laut Cina Selatan. Temuan penulis dari analisa yang dilakukan adalah, setidaknya terdapat tiga faktor utama yang melatarbelakangi pembangunan kapabilitas tersebut, yaitu: Laut Cina Selatan sebagai kawasan untuk melakukan proyeksi kekuatan, Laut Cina Selatan sebagai kawasan dengan sumber daya energi dan non-energi, dan upaya kontrol atas rute perdagangan di Laut Cina Selatan.

China’s effort to develop and expand its navy has resulted in possession of a blue water navy capability which was heavily marked by the possession of an aircraft carrier. This achievement was a result of China’s set of strategic policies that aim is to make China stand as a dominant state in the area, as a hegemon, specifically on the South China Sea. There is a causality between China’s acquirement  of a posession blue water navy capability, and its aim to be a regional hegemon. This thesis looks at the indicators for a states’s achievement of regional hegemon status in order to prove the causality between a possession of a blue water navy capabilites and its aim to be a hegemon in the South China Sea. There are at least three factors that drive China to pursue a blue water navy capability, which are: the importance if South China Sea a region for projecting power, South China Sea as a region with abundant amount of natural energy and non-energy resources, and the need to control trade route at the South China Sea."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haifa Siti Al-Kautsar
"Kebutuhan manusia akan air dimulai dari kebutuhan untuk air minum sampai sanitasi. Di Indonesia, terdapat kecenderungan menggunakan satu sumber air dengan satu mutu untuk memenuhi semua kebutuhan sehingga terjadi pemborosan air bersih. Di sisi lain, kelangkaan air telah menjadi salah satu masalah lingkungan utama. Untuk memecahkan masalah tersebut diperlukan sumber air bersih alternatif, salah satunya air hujan. Penelitian dikhususkan pada sektor hotel, karena hotel memiliki tingkat konsumsi air yang tinggi. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengembangkan skema pemanfaatan air hujan sebagai strategi penghematan air bersih yang disusun berdasarkan potensi air hujan, kategori kebutuhan air di hotel dan kriteria kualitas air. Dengan menggunakan metode rainwater harvesting, potensi air hujan yang jatuh pada luasan atap gedung dan sisi dinding hotel dapat dihitung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan air hujan dapat digunakan untuk menggantikan kebutuhan air PDAM di hotel berupa kebutuhan untuk siram tanaman, pemadam kebakaran, sanitasi, dan dapur sehingga terjadi penghematan air PDAM sebesar 2.398,07 m3/tahun. Untuk mencapai kualitas air setara air PDAM perlu dilakukan pengolahan air hujan dengan biaya per m3 sebesar Rp 10.757/m3 sehingga penghematan yang dapat dilakukan adalah selisih biaya air dari pengadaan air PDAM sebesar Rp 45.158.976 /tahun.

Human's need for water start from the need for drinking water to sanitation. In Indonesia, there is a tendency to use one source of water with one quality to meet all needs which causing a waste of clean water. On the other hand, water scarcity has become one of the main environmental problems. To solve this problem, an alternative source of clean water is needed, one of which is rainwater. The research is done specifically for hotels sector, because hotels have a high level of water consumption. The main objective of this study is to develop a rainwater utilization scheme as a strategy to save clean water which prepared based on rainwater potential, hotel water consumption and criteria of water quality. By using the rainwater harvesting method, the potential of rainwater that falls on the roof area and the walls of the hotel can be calculated. The result shows that the rainwater can be used to replace the water needs of PDAMs in the hotel in the form of needs for plants watering, fire engines, sanitation, and kitchens so that there was a saving of PDAM water of 2,398.07 m3 / year. To reach the quality of PDAM water, the rainwater need to be processed with a cost of Rp 10,757/m3, so the saving that can be made is the difference in water costs from PDAM water supply of Rp 45,158,976 /year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T53448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>