Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 219849 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irman Maulana
"ABSTRAK
Mayoritas penderita diabetes mellitus menggunakan suntikan insulin dalam pengobatannya. Banyak pasien membutuhkan bantuan perawat dalam pemberian insulin. Pemberian insulin berisiko kesalahan bahkan oleh perawat. Oleh karena itu, perlu diketahui hubungan antara pengetahuan insulin dengan keterampilan injeksi insulin pada perawat. Studi potong lintang ini melibatkan 119 responden di ruang ICU dan perawatan umum di Rumah Sakit Umum Daerah Fatmawati, Jakarta melalui teknik total sampling. Pengumpulan data dengan instrumen angket untuk memperoleh pengetahuan dan data observasi untuk mengetahui keterampilan injeksi insulin. Melalui Chi-square diperoleh tidak ada hubungan antara pengetahuan insulin dengan keterampilan injeksi insulin (p = 0,863). Meskipun tidak memiliki hubungan, penting bagi perawat untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi mengingat risiko dan dampak yang ditimbulkan.
ABSTRACT
The majority of people with diabetes mellitus use insulin injections in their treatment. Many patients require nursing assistance in administering insulin. Administration of insulin carries the risk of error even by nurses. Therefore, it is necessary to know the relationship between insulin knowledge and insulin injection skills in nurses. This cross-sectional study involved 119 respondents in the ICU and general care at the Fatmawati Regional General Hospital, Jakarta through a total sampling technique. Collecting data using a questionnaire instrument to gain knowledge and observational data to determine insulin injection skills. Through Chi-square obtained there is no relationship between insulin knowledge and insulin injection skills (p = 0.863). Despite not having a relationship, it is important for nurses to have high knowledge and skills considering the risks and impacts."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Najla Humaira
"Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik dengan jumlah penderita yang tergolong tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu faktor risiko dari diabetes mellitus adalah obesitas. Obesitas dapat menyebabkan akumulasi lemak yang memicu kondisi diabetes melalui disfungsi sel beta dan resistensi insulin. Indeks yang dapat digunakan untuk mengukur akumulasi lemak adalah indeks lipid accumulation product (LAP). Sejauh ini, indeks LAP ditemukan berkaitan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada berbagai populasi. Meskipun demikian, penelitian yang menelusuri hubungan antara indeks LAP dengan disfungsi sel beta dan resistensi insulin sebagai penyebab diabetes mellitus tipe 2 masih terbatas.
Metode
Studi observasional dengan desain potong lintang ini menggunakan data sekunder dengan merekrut populasi orang dewasa nondiabetes pada tahun 2018 dan 2019. Pada subjek tersebut, pemeriksaan antropometri dan pengambilan darah dilakukan untuk memperoleh kadar glukosa darah puasa, insulin puasa, dan trigliserida. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji korelasi dan regresi linier untuk melihat hubungan antara indeks LAP dengan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin setelah disesuaikan oleh variabel perancu.
Hasil
Penelitian ini melibatkan 81 subjek dewasa nondiabetes dengan usia 51,54 ± 7,29 tahun. Ditemukan korelasi positif yang signifikan (p<0,01) antara lipid accumulation product (LAP) dengan fungsi sel beta pankreas (r = 0,39) dan resistensi insulin (r = 0,44). Setelah dilakukan penyesuaian variabel perancu pada analisis multivariat, indeks LAP tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara indeks LAP dan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin pada populasi dewasa nondiabetes. Dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menentukan kausalitas pada asosiasi tersebut.

Introduction
Diabetes mellitus is a metabolic disorder with high prevalence worldwide, including Indonesia. One of the risk factors for diabetes mellitus is obesity, which can lead to fat accumulation causing diabetes through beta cell dysfunction and insulin resistance. Lipid accumulation product (LAP) is an index used to measure fat accumulation. LAP has been found to be associated with the occurrence of type 2 diabetes mellitus in various populations. However, studies investigating between LAP index and beta cell dysfunction and insulin resistance as causes of type 2 diabetes mellitus are still limited.
Method
This cross-sectional observational study used secondary data to recruit nondiabetic adults in 2018 and 2019. Anthropometric measurements and blood samples were taken. Statistical analysis was conducted using correlation test and linear regression to examine the relationship between LAP index and pancreatic beta cell function and insulin resistance after adjusting for confounding variables.
Results
This study involved 81 nondiabetic adult subjects with an average age of 51.54 ± 7.29 years old. Significant positive correlation (p<0.01) was found between LAP index and beta cell function (r = 0.39) dan resistensi insulin (r = 0.44). After adjusting for confounding variables in multivariate analysis, the LAP index did not show a significant relationship with beta cell function and insulin resistance.
Conclusion
This study demonstrated a significant association of LAP index with beta cell function and insulin resistance in nondiabetic adult population. Further research is needed to determine causality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abd Gani Baeda
"ABSTRAK
Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik akibat kurangnya produksi dan penggunaan insulin oleh tubuh, sehingga menyebabkan hiperglikemia kronik. Salah satu terapi yang sudah terbukti untuk mengontrol gula darah adalah Insulin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik perawat, pengetahuan, dan sikap dengan perilaku perawat dalam pemberian insulin pada pasien diabetes melitus. Metode penelitian menggunakan rancangan Cross-sectional yang melibatkan 103 perawat di ruang bedah dan interna. Hasil penelitian diperoleh terdapat hubungan yang signifikan pada pelatihan p = 0,029 . Umumnya sekitar 67 responden memiliki pengetahuan cukup, 50 responden memiliki sikap positif, 61,2 responden berperilaku memuaskan dalam pemberian terapi insulin. Pelatihan yang diperoleh perawat berdampak positif dan meningkatkan profesionalitas dalam bekerja. Dibutuhkan pelatihan manajemen diabetes melitus dan pengelolaan insulin secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku yang memuaskan.

ABSTRACT
AbstractDiabetes mellitus is a metabolic disorder disease caused by ineffective production of insulin and its used by the body that causing chronic hyperglycemia. Blood sugar is controlled by insulin. One of the therapies in control blood sugar is insulin. The aim of this study was to find out the correlation among characteristics, knowledge, and attitudes to nurses behaviors in handling and administering of insulin therapy for diabetic mellitus patients in non critical situation. A Cross sectional design study involving 103 nurses in the surgery and internal room applied to this study. The results showed that, there was a significant correlation in training p 0,029 . A majority of respondents have 67 moderat knowledge, 50 of respondents have positif attitude, and 61,2 of respondents have satisfactory behaviour. The training followed by the nurses has a positive impacts and improve the professionalism in working. Therefore, a training of handling and administering insulin are required to improve knowledge and satisfactory behaviour."
Depok: 2018
T49315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Laelasari
"ABSTRAK
Diabetes mellitus tipe 2 DMT2 adalah suatu kondisi ketika sel tubuh resisten terhadap insulin yang dihasilkan oleh sel ? pankreas. World Health Organization WHO memperkirakan prevalensi penderita DMT2 akan terus meningkat terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pengobatan diabetes jangka panjang, pola peresepan yang beragam dan perbedaan harga insulin dibandingkan sulfonilurea dan biaguanid menyebabkan perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk terapi. Penelitian merupakan analitik deskriptif dengan desain cross sectional.Penelitian dilakukan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan efisiensi biaya antidiabetes pada pasien DMT2 rawat jalan di RSK Dr. Sitanala Tangerang pada periode April 2015 - Juni 2015 yang mengkomsumsi obat yang sama selama 4 bulan terakhir. Subjek penelitian dibagi menjadi tiga kelompok yaitu yang menggunakan insulin n=29 , yang menggunakan obat sulfonilurea n=29 dan yang menggunakan kombinasi sulfonilura-biguanid n=39 .Efektivitas pengobatan dilihat dari nilai HbA1c pasien dan analisis antidiabetes dari segi efektivitas pengobatan dan biaya dilakukan dengan menggunakan Cost Effectiveness Analysis CEA . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien DMT2 berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki yaitu 68 orang 65,96 dengan rata-rata usia pasien DMT2 yaitu 50-59 tahun. Efektivitas tertinggi dihasilkan oleh kombinasi sulfonilurea-biguanid yaitu 7,48 1,89. Nilai ACER Average cost effectiveness ratio kelompok insulin adalah Rp. 40.866, kelompok sulfonilurea adalah Rp. 1.369 dan kelompok kombinasi sulfonilurea-biguanid adalah Rp. 2.621. Nilai ICER incremental cost effectiveness ratio untuk terapi sulfonilurea-biguanid terhadap terapi sulfonilurea adalah Rp. 16.194. Berdasarkan analisis yang dilakukan, terapi kombinasi sulfonilurea-biguanid lebih cost effective dibandingkan terapi insulin ataupun terapi sulfonilurea tunggal.

ABSTRACT
Type 2 diabetes mellitus T2DM is a condition when the body cells are resistant to insulin produced by the pancreas cells. World Health Organization WHO estimates that the prevalence of type 2 diabetes will continue to increase, especially in developing countries, including Indonesia. Long term diabetes treatment, prescribing pattern varied and the price difference compared to sulfonylurea insulin and biaguanid cause differences in costs incurred for treatment. The research is descriptive analytic with cross sectional design.The study was conducted to examine the effectiveness and cost efficiency antidiabetic treatment in patients with type 2 diabetes outpatient Dr. Sitanala Leprosy Hospital in Tangerang in the period April 2015 June 2015 were consuming the same drug during the last 4 months. Subjects were divided into three groups who use insulin n 29 , which uses a sulfonylurea drug n 29 and those using sulfonilura biguanide combination n 39 .The effectiveness of treatment views of HbA1c values of patients and analysis of antidiabetic terms of the effectiveness of treatment and the cost is done by using the Cost Effectiveness Analysis CEA . Results showed that patients with type 2 diabetes were female more than male patients ie 68 65.96 with an average age of patients with type 2 diabetes that is 50 59 years. The highest effectiveness generated by the combination of sulfonylurea biguanide is 7.48 1.89. Value ACER Average cost effectiveness ratio insulin group is Rp. 40 866, sulfonylurea group is Rp. 1369 and the combination of sulfonylurea biguanide group is Rp. 2,621. Value ICER incremental cost effectiveness ratio for the treatment of sulfonylurea biguanide to sulfonylurea therapy is Rp. 16 194. Based on the analysis performed, sulfonylurea biguanide combination therapy is more cost effective than sulfonylurea insulin therapy or single therapy."
2017
T47346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ziyad
"Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh manusia. Salah satu tipe DM adalah diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh rusaknya sel beta pada pankreas sehingga tubuh tidak dapat menghasilkan insulin untuk meregulasi konsentrasi glukosa dalam darah. Penderita DM tipe 1 harus melakukan terapi insulin dengan memberikan suntik insulin eksternal untuk meregulasi konsentrasi glukosa di dalam darah. Selain itu, penderita DM tipe 1 harus melakukan kontrol secara kontinu terhadap konsentrasi glukosa di dalam darahnya. Pada sebuah penelitian, terdapat sebuah alat yang dapat memantau glukosa secara berkelanjutan yang disebut dengan Continuous Glucose Monitoring (CGM). Pada penelitian ini, dilakukan simulasi dengan sebuah model matematika yang menggambarkan regulasi glukosa-insulin dalam tubuh saat makanan dicerna di dalam tubuh, yaitu model hovorka, untuk diimplementasikan ke dalam CGM. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa model dari hovorka dapat menunjukkan regulasi glukosa insulin di dalam tubuh. Namun untuk evaluasi terhadap model ini dilakukan sebuah fitting terhadap parameter model hovorka dan didapatkan hasil yang kurang baik sehingga perlu dilakukan fitting ulang dengan data yang lebih baik.

Diabetes Mellitus (DM) is one of the most common diseases suffered by humans. One type of DM is Type 1 diabetes caused by the destruction of beta cells in the pancreas so that the body can not produce insulin to regulate the concentration of glucose in the blood. Patients with Type 1 diabetes have to do insulin therapy by giving external insulin injections to regulate the concentration of glucose in the blood. In addition, patients with Type 1 diabetes must continuously control the concentration of glucose in their blood. In one study, there was a tool that can monitor glucose continuously called Continuous Glucose Monitoring (CGM). In this study, a simulation with a mathematical model that describes the regulation of glucose-insulin in the body when food is digested in the body, the Hovorka model, to be implemented into CGM. The results of this study show that the model from hovorka can demonstrate the regulation of insulin glucose in the body. However, for the evaluation of this model, a fitting was made to the parameters of the hovorka model and poor results were obtained so that re-fitting with better data was necessary."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kartikaweni Juliansari
"Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang perlu ditangani secara komperhensif. Salah satu pilar penatalaksanaannya adalah pemberian terapi insulin. Pemberian insulin juga berdampak pada komplikasi yang apabila terapi insulin tidak optimal diberikan. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi adalah liopohipertropi. Lipohipertropi merupakan lesi berupa pengerasan atau penonjolan pada jaringan lemak, akibatnya manajemen diabetes tidak dapat berjalan dengan optimal. Lipohipertropi dapat hilang dengan sendirinya dengan identifikasi yang tepat. Penerapan teknik inspeksi dan palpasi yang tepat dalam 6 hari dapat mengurangi lesi lipohipertropi hingga 0,5 cm serta target gula darah tercapai (<180mg/dl). Oleh karena itu, penerapan teknik inspeksi dan palpasi pada pasien dengan terapi insulin dinilai efektif dalam mendukung penatalaksanaan diabetes yang komperhensif.

Diabetes mellitus is a chronic disease that has a comprehensive management. One of them is the administration of insulin therapy, which has various benefits such as antiinflammatory agents, as well as cardio protective. Insulin administration also resulted in complications when insulin therapy is not optimal given. One of the complications that can occur is lipohyperthropy. Lipohyperthropy is lesion that makes adipose tissue become lumpy and tight, so that diabetes management can’t run optimally. The lesion can disappear by itself if use a suitable technique. This paper shows that by using a suitable techniqe such as inspection and palpation can reduce lipohyperthropy 0,5 cm during 6 days and blood glucose target achieved (< 180 mg/dl). Therefore, application of inspection and palpation technique in patients with insulin therapy is effective in supporting diabetes management."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nurul Aisyah
"Beberapa studi epidemiologi maupun studi metaanalisis menunjukkan faktor seperti jenis kelamin dan usia, obesitas, dan resistensi insulin, pada diabetes mellitus tipe 2 memiliki hubungan dengan risiko terjadinya kanker. Hiperinsulinemia dapat mempengaruhi risiko kanker tidak hanya melalui efek mitogenik langsung dari insulin tetapi juga secara tidak langsung melalui peningkatan produksi IGF-1. Metformin yang merupakan terapi lini pertama untuk pasien diabetes melitus tipe 2 telah dikaitkan dengan risiko berkurangnya berbagai sel kanker. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang bertujuan untuk membandingkan dan menganalisis hubungan antibodi anti-p53 dengan beberapa penanda metabolik HbA1c, insulin, dan IGF-1 pada pasien diabetes melitus yang menerima terapi antidiabetes metformin n=47 , non-metformin n=31 , dan subjek sehat n=16 di Puskesmas Pasar Minggu. Sampel yang digunakan adalah serum darah yang kemudian diuji menggunakan metode ELISA untuk menganalisis antibodi anti-p53, IGF-1, dan Insulin. Nilai antibodi anti-p53, yaitu 0,26 0,06 dan pada kelompok metformin tunggal/kombinasi dan 0,24 0,08 pada kelompok non-metformin. Nilai pada kedua kelompok memiliki perbedaan yang bermakna p< 0,001 jika dibandingkan dengan subjek sehat. Terdapat korelasi negatif menengah antara antibodi anti-p53 dengan HbA1c r = -0,407; p= 0,023 dan dengan IGF-1 r = - 0,571; p = 0,021 pada kelompok non-metformin. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara antibodi anti-p53 dengan kadar insulin pada ketiga kelompok.

Either epidemiological studies or meta analysis has shown that several factors such as gender, age, obesity, and insulin resistance are related to cancer incidents. Hyperinsulinemia affect cancer progression not only trough insulin mitogenic activities but also trough inducing IGF 1 production. Metformin as a first line therapy for patients with type 2 diabetes mellites has been associated with a reduced risk of various cancer cells. Aside from its insulin sensitizer mechanism, several studies showed other mechanism related to cancer treatment. This cross sectional study compares and analyzes the correlation between effect of antidiabetic treatment in the group of metformin combination n 47 and non metformin n 31 against anti p53 antibody and their relation to HbA1c, IGF 1, and insulin in type 2 diabetes mellitus patients in Pasar Minggu Primary Health Center. Patient rsquo s blood serum was collected then analyzed with ELISA kit to measure the value of anti p53 antibody, IGF 1, and insulin. The average of anti p53 antibody were 0.26 0.06 and 0.24 0.08 in metformin combination group and non metformin group, respectively. There was a statistically significant difference anti p53 antibody level between the two groups against age and sex match 16 apparently healthy subjects.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68867
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardita Puspitadewi
"Latar Belakang. Obesitas pada anak merupakan masalah kesehatan global. Prevalens obesitas berbeda di setiap negara dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pola hidup dan aktivitas fisik. Resistensi insulin (RI) sebagai dasar utama kelainan metabolik pada obesitas merupakan dasar terjadinya sindrom metabolik (SM) serta komplikasi jangka panjang seperti diabetes melitus (DM) tipe 2 dan penyakit kardiovaskular (PKV). Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya RI seperti jenis kelamin dan riwayat penyakit dalam keluarga, serta petanda akantosis nigrikan (AN) yang merupakan faktor prediktor RI.
Tujuan. Mengetahui prevalens RI pada remaja obes serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti jenis kelamin, AN, dan riwayat penyakit dalam keluarga. Selain itu juga, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalens dan karakteristik remaja dengan SM.
Metode. Penelitian potong lintang dilakukan pada remaja obes berusia 12-15 tahun di SMP di Jakarta Pusat selama periode Mei-Juni 2012. Dilakukan pemeriksaan darah berupa glukosa puasa, insulin puasa, serta profil lipid. Kriteria obesitas menggunakan IMT ≥P95 berdasarkan usia dan jenis kelamin, definisi RI berdasarkan indeks HOMA-IR ≥3,8 dan diagnosis SM berdasarkan kriteria IDF 2007.
Hasil. Sebanyak 92 remaja obes diikutsertakan dalam penelitian. Resistensi insulin terjadi pada 38% subyek, dengan mayoritas perempuan (57,2%), mempunyai AN (71,4%), dan riwayat keluarga (82,8%), seperti obesitas, DM tipe 2, dan hipertensi. Sebanyak 8,6% remaja mengalami prediabetes, namun tidak ditemukan DM tipe 2. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis kelamin, riwayat keluarga, dan AN dengan RI (p>0,05). Angka kejadian SM ditemukan sebesar 19,6% dengan mayoritas perempuan (61,1%), serta adanya riwayat obesitas dalam keluarga. Prevalens komponen SM yaitu hipertensi 34,8%, obesitas sentral 78,3%, glukosa puasa terganggu 8,7%, rendahnya kadar HDL 22,8%, dan tingginya kadar trigliserida 21,7%. Ditemukan adanya korelasi positif antara RI dan glukosa puasa terganggu (p=0,04).
Simpulan. Resistensi insulin pada remaja obes ditemukan sebesar 38%, dan tidak ditemukan adanya hubungan antara jenis kelamin, AN, dan riwayat keluarga dengan RI. Sindrom metabolik terdapat pada 19,6% remaja dengan mayoritas perempuan, menderita hipertensi, serta adanya riwayat obesitas dalam keluarga.

Background. Childhood obesity is a global health problem. The prevalence of childhood obesity is differed in each country and this is affected by many factors, such as lifestyle and physical activity. Insulin resistance (IR) as a basic mechanism of several metabolic diseases in obesity, is also a basic of metabolic syndrome with its long term complications, such as type 2 diabetes mellitus (T2DM) and coronary heart disease (CHD). Several factors are known to be associated with IR, such as gender and family history of metabolic diseases, and the presence of acanthosis nigricans (AN)is known as a predicting factor of IR.
Objectives. To know the prevalence of IR in obese adolescents and the affecting factors, such as gender, signs of AN, and family history of metabolic diseases. Moreover, to know the prevalence and characteristics of obese adolescents with metabolic syndrome (MetS).
Methods. This was a cross-sectional study performed in obese adolescents, aged 12-15 years old, in several junior high schools in Central Jakarta, from May to June 2012. Blood examination was performed, including blood fasting glucose, blood fasting insulin, and lipid profile. Body mass index with the percentile ≥95 according to age and gender was used for obesity criteria; HOMA-IR ≥3.8 was used to define IR; and IDF criteria 2007 for MetS diagnosis.
Results. Of 92 obese adolescents in this study, IR was found in 38% subjects, with female predominant (57.2%), had signs of AN (71.4%), and a positive family history of metabolic diseases (82.8%), such as obesity, T2DM, and hypertension. Less than 10% adolescents suffered from prediabetes state as measured with impaired fasting glucose (IFG), but none type 2 DM. There was no statistical significant found between gender, family history, sign of AN and IR (p>0.05). The incidence of MetS was 19.6% with female predominant (61.1%), and had a family history of obesity. The prevalence of each components of MetS was 34.8% for hypertension, 78.3% for central obesity, 8.7% for IFG, 22.8% for low levels of HDL, and 21.7% for high triglyceride level. There was a strong correlation found between IR and IFG (p=0.04).
Conclusion. Insulin resistance has a prevalence of 38% in obese adolescent in this study, with no association found between gender, AN, family history and IR. Metabolic syndrome is found in 19.6% with the majority are females, suffered from hypertension, and having obesity in family history."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>