Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199103 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Palupi Habsari
"

Kepentingan pembangunan dan kedudukan lingkungan hidup harus berjalan seimbang. Demi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan dibutuhkan suatu instrumen perencanaan serta pengendalian pembangunan yang mempertimbangkan kedudukan lingkungan hidup. Instrumen pengendalian tersebut salah satunya tercantum dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disusun berdasarkan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Namun kedudukan RTRW tersebut berubah sejak diterbitkannya PP Nomor 13 Tahun 2017 yang mengatur adanya penerbitan izin pemanfaatan ruang mengacu pada RTRW Nasional jika belum tercantum dalam RTRW Kab/Kota demi pelaksanaan kegiatan bernilai strategis nasional dan/atau berdampak besar. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan adanya perubahan dalam proses perlindungan lingkungan hidup sejak diterbitkannya Pasal 114A PP Nomor 13 Tahun 2017. Berdasarkan penelitian ini ditemukan bahwa penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 berimplikasi pada proses penerbitan izin pemanfaatan ruang dan jenjang rencana tata ruang wilayah. Pergeseran tersebut terlihat dari Pasal 114A PP Nomor 13 Tahun 2017 yang memungkinkan penerbitan izin pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan perencanaan ruang daerah jika kegiatan pemanfaatan ruang bernilai strategis nasional dan/atau berdampak besar. Selain itu, pasca penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.26/Menlhk/Setjen/KUM.1/7/2018, Pasal 114A memberikan peluang bagi pemerintah untuk mengesampingkan atau menghapus salah satu kriteria kelayakan lingkungan hidup dalam penilaian dokumen Amdal yang merupakan dasar penerbitan izin lingkungan pada proyek- proyek berdampak besar dan/atau bernilai strategis nasional.

 


The interests of the development and the position of the environment must be balanced. To achieve sustainable development, a development planning and control instrument is needed that considers the position of the environment. One of the control instruments is listed in the Regional Spatial Plan (RTRW) which is compiled based on the Strategic Environmental Assessment (KLHS) document. However, the position of the Spatial Plan has changed since the issuance of Government Regulation Number 13 Year 2017 which regulates the issuance of permits for spatial utilization referring to the National RTRW if it has not been regulated in the Regency / City RTRW for the implementation of national strategic activities and / or major impacts. This study aims to explain the changes in the process of environmental protection since the issuance of Article 114A PP No. 13 of 2017. Based on this study it was found that the application of Government Regulation Number 13 of 2017 has implications for the process of issuing space utilization permits and impacts on the process of issuing environmental permits and levels spatial plans. This shift can be seen from Article 114A PP No. 13 of 2017 which allows the issuance of permits for spatial utilization not in accordance with regional spatial planning if the activities of spatial utilization are of national strategic value and / or have a large impact. In addition, after the issuance of Ministry Regulation of Environmental and Forest Number P.26/Menlhk/Setjen/KUM.1/7/2018,  Article 114A provides an opportunity for the government to override or delete one of the environmental feasibility criteria in the assessment of Amdal documents which are the basis for issuing environmental permits on projects having a large impact and / or national strategic value.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Violla Putri
"Pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Rencana Tata Ruang Kota Bekasi Tahun 2011-2031 ditetapkan bahwa ruang terbuka hijau adalah 30%. Namun ruang terbuka hijau yang tersisa hanya 12%. Skripsi ini membahas tentang implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 dan faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah tersebut. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini adalah implementasi Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Kota Bekasi belum berjalan dengan maksimal dan faktor yang mempengaruhi jalannya implementasi peraturan daerah tersebut adalah komunikasi, sumber daya manusia, anggaran, struktur birokrasi dan partisipasi masyarakat.

At the Regional Regulation No. 13 Year 2011 Bekasi City Spatial Plan Year 2011-2031 established that green space is 30%. But now the rest of the green open land in Bekasi only 12%. This research discusses the implementation of the Regional Regulation No. 13 Year 2011 and the factors that affect the implementation of local regulations. Research is a qualitative study using in-depth interviews with several informant.
The results of this research is the implementation of the Regional Regulation No. 13 Year 2011 Kota Bekasi not run with the maximum and the factors that influence the course of the implementation of local regulations is communication, human resources, budget, bureaucratic structures and public participation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Clara Stephanie
"Pada bulan September tahun 2016, Pemerintah mengeluarkan Permen ATR Nomor 29 Tahun 2016 yang mengatur tentang tata cara pemindahan hak atas tanah bagi hunian Orang Asing. Tesis ini membahas mengenai kesesuaian antara perbuatan hukum pemindahan Hak Milik dan Hak Guna Bangunan kepada Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 Permen ATR Nomor 29 Tahun 2016 dengan ketentuan yang diatur di dalam UUPA, legalitas Hak Pakai Atas Satuan Rumah Susun dalam Pasal 6 ayat 2 sebagai lembaga baru yang belum pernah ada, dan jalan keluar yang dapat ditempuh oleh PPAT terhadap perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah untuk tempat tinggal atau hunian sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam Tesis ini adalah yuridis normatif. Pasal 6 Permen ATR Nomor 29 Tahun 2016 tidak sesuai dengan ketentuan UUPA dan peraturan perundang-undangan lain di bidang agraria karena telah melanggar syarat materiil dalam perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah, legalitas Hak Pakai Atas Satuan Rumah Susun sebagai lembaga baru yang belum pernah ada bertentangan dengan konsep Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, jalan keluar bagi PPAT dalam melakukan pembuatan akta pemindahan hak tersebut adalah dengan tetap mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan jabatannya. Terhadap Peraturan tersebut agar diajukan judicial review kepada Mahkamah Agung, PPAT harus lebih berhati-hati dan tetap mengedepankan peraturan perundang-undangan di bidang terkait dan peraturan jabatannya, Pemerintah harus melakukan sosialisasi kepada perusahaan pengembang untuk mendirikan rumah susun di atas tanah Hak Pakai.

On September 2016, the Government issued the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Plan ATR Regulation Number 29 of 2016 which regulates the transfer of rights procedure by foreigner. This Thesis discusses the adjustment of the transfer of Ownership Rights and Rights to Build procedure by foreigner as regulated in Article 6 paragraph 1 to regulated provisions in The Basic Agrarian Law BAL , the legality of 'Rights to Use of a Unit of Rumah Susun' in Article 6 paragraph 2 as a new ownership concept that has never been existed, and solution shall be taken by Land Deed Officer as regulated in Article 6. The research method used in this Thesis is normative juridical. Whereas Article 6 is not in accordance with the provisions of BAL and other implemented and related agrarian legislations for violating the material provision in transfer of rights, the legality of 'Rights to Use of a Unit of Rumah Susun' as a new rumah susun ownership concept which has never been existed is illegitimate because it is contrary to the concept of the Ownership of a Unit of Rumah Susun, the solution for the Land Deed Officer is to keep referring to the related and implemented regulations of his position. A judicial review should be submitted to the Supreme Court, Land Deed officer should still put forward the regulations in related fields, Government should conduct socialization to property developer companies to build rumah susun on Rights to Use over States rsquo Land. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verdi Ferdiansyah
"Skripsi ini membahas tentang prosedur penetapan dan penangguhan Upah Minimum Provinsi di Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, dengan menerapkan studi kepustakaan dan wawancara untuk mengidentifikasi masalah. Berbagai persoalan/permasalahan dalam prosedur dan pelaksanaan juga dapat diketahui dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 12/G/2013/PTUN-PLG dan 62/G/PTUN-JKT/2013. Berkenaan dengan masalah tersebut terdapat lembaga yang terkait dengan penetapan dan penangguhan Upah Minimum Provinsi yaitu Gubernur dan Dewan Pengupahan Provinsi.

This thesis describes about the determination and postponement procedure of provincial minimum wage in Indonesia, especially in South Sumatera and Special Capital Region of Jakarta. The research method used is descriptive analysis method, by applying literature research and interviews to identify problems. Some problems in procedure and implementation also can be known by analyzing the State Administrative Court Ruling Number 12/G/2013/PTUN-PLG and 62/G/PTUN-JKT/2013. Relating to that, there are the institution dealing with determination and postponement procedure which are Governor and Provincial Remuneration Council."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robertus Seta Dyaksa Hanindya
"Dalam rangka mendukung pemberantasan pengelakan dan penggelapan pajak yang dilakukan lintas negara dibutuhkan kerja sama internasional yang memungkinkan adanya pemberian sanksi kepada para wajib pajak yang melakukan pengelakan dan penggelapan pajak tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung hal tersebut adalah melalui pengimplementasian Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Untuk mendukung upaya tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan ketentuan terkait AEOI salahs satunya melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017.
Diterbitkannya UndangUndang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai payung hukum implementasi AEOI di Indonesia merupakan babak baru bagi dunia perpajakan khusunya berkaitan denan pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan. Penerbitan undangundang sebagaimana dimaksud sebagai payung hukum implementasi AEOI diikuti dengan penerbitan ketentuan teknis di bawahnya yang berfungsi sebagai petunjuk teknis pelaksanaan. Penerbitan beberapa aturan tersebut tentunya memiliki konsekuensi berkaitan dengan harmonisasi dengan peraturan lain khususnya yang berkaitan dengan rahasia bank.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yaitu, pertama, menganalisis pengaturan mengenai rahasia bank dan AEOI di Indonesia dan kedua, menganalisis harmonisasi peraturan pelaksanaan AEOI yang berkaitan dengan rahasia bank setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder.
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil penelitian ini adalah yaitu pertama, pengaturan mengenai rahasia bank dan implementasi AEOI terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan yang berbeda waktu penerbitannya dan latar belakang penerbitannya sehingga terdapat potensi permasalahan terkait harmonisasinya. Kedua, permasalahan harmonisasi terhadap ketentuan sebagaimana tersebut dapat diatasi melalui penegasan pengesampingan pasal yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Sementara isu harmonisasi terhadap peraturan di bawah perundang-undangan yang berfungsi sebagai petunjuk teknis dapat dilakukan melalui penyesuaian ketentuan yang lama dengan yang baru yang dapat dilakukan dengan penerbitan peraturan perubahan ataupun pencabutan peraturan yang lama.

The effort of tackle down the tax evasion and tax evading in the global scope requires international cooperation and instrument that allows the impose of sanctions to the taxpayers who are shifting their profit and revenue outside their home country. One of the actions that made by the global scope to support this, is through the implementation of Automatic Exchange of Information in Tax Matter (AEOI). Government of Indonesia issued regulations of AEOI in order to support to fight tax evasion and tax evading by the enactment of Act Number 9 of 2017.
The enactment of Act Number 9 of 2017 as the legal basis of AEOI implementation triggered the new phase for the world of taxation in Indonesia, especially concerning the bank secrecy in tax matters. The enactment of Act Number 9 of 2017 as a legal basis of the implementation of AEOI followed by the enactment of the technical regulations under the act as the technical guideline. The enactment of these regulations have consequences related to harmonization with other regulations, especially those related to bank secrecy.
This study aims to analyze the problems related to these matters, first, to analyze the regulation of bank secrecy and AEOI in Indonesia and second, to analyze the harmonization of AEOI regulations related to bank secrecy after the enactment of Act Number 9 of 2017. Research methods that used in this study is juridical normative based on literature study.
This study concluded that first, the regulations of bank secrecy and implementation of AEOI are found in several different laws and regulations that has the different time and background so there are potential problems related to harmonization. Second, the solutions of the harmonization of these issues of regulations can be overcome by the waiver of the old regulations by using the Act Number 9 of 2017. The harmonization issues of regulations under the Act Number 9 of 2017 can be done through the adjustment of the old regulations referring to the Act Number 9 of 2017."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T49234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Wafiy
"Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Bagaimana kaitan antara pelaksanaan proses konstruksi yang dilakukan secara bersamaan dengan pengurusan izin lingkungan berdasarkan Peraturan Presiden No18/2016 dengan Undang-Undang No.32/2009; 2) Bagaimana kesesuaian putusan Mahkamah Agung No.27 P/HUM/2016 terkait pelaksanaan proses konstruksi yang dilakukan bersamaan dengan pengurusan izin lingkungan. Bentuk penulisan skripsi ini adalah penulisian yuridis normatif, yakni penulisan yang dilakukan dengan kajian hukum positif di Indoneisa dengan tipe penelitian persprektif yang bertujuan untuk memberikan solusi terkait permasalahan yang ada untuk di analisa berdasarkan perturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, buku-buku, dan karya ilmiah yang terkait dengan permasalahan yang ada secara kualitatif. Berdasarkan permasalahan dan sumber-sumber tersebut, penulis menganalisis perihal kegunaan dan tujuan izin lingkungan dalam hukum lingkungan Indonesia, serta bagaimana kaitannya dengan proses konstruksi yang bersamaan dengan proses pengurusan izin lingkungan dalam Peraturan Presiden No.18/2016 yang digugat di Mahkamah Agung dalam putusan No.27 P/HUM/2016 yang dimana hakim menyatakan bahwa proses konstruksi yang dilakukan bersamaan dengan pengurusan izin lingkungan bertentangan dengan undang-undang No.32/2009 yang mengakibatkan hakim memutus untuk mencabut peraturan presiden tersebut. Secara ringkas, kesimpulan yang didapat menunjukkan bahwa izin lingkungan merupakan hal yang sangat penting dan berkaitan dengan kegiatan usaha dan dalam hal ini kegiatan proses konstruksi yang dimana izin lingkungan bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi akibat dari usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan manusia.

This thesis discusses the following issues: 1) What is the connection between the implementation of the construction process carried out simultaneously with the environmental permit arrangement based on Presidential Regulation No18 / 2016 with Law No.32 / 2009 ; 2) What is the conformity of the Supreme Court decision No.27 P / HUM / 2016 regarding the implementation of the construction process carried out in conjunction with environmental permit arrangement ?. The form of writing this thesis is juridical normative writing, namely writing done with a positive legal study in Indonesia with a type of perspective research that aims to provide solutions related problems that exist for the analysis based on laws and regulations applicable in Indonesia, books, and scientific work related to the existing problems qualitatively. Based on the problems and sources, the author analyzes the use and purpose of environmental permit in Indonesian environmental law, and how it relates to the construction process simultaneously with the process of environmental permit arrangement in Presidential Regulation No.18 / 2016 which is sued in the Supreme Court in decision No. .27 P / HUM / 2016 where the judge declares that the construction process carried out in conjunction with the environmental permit is contradictory to Law No.32 / 2009 which resulted in the judge deciding to revoke the presidential regulation. In summary, the conclusions indicated that the environmental permit is very important and related to the business activity and in this case the construction process activities in which the environmental permit aims to prevent the occurrence of damage and environmental pollution resulting from the business and / or activities undertaken human.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Nadia
"

 

Tesis ini adalah merupakan penelitian mengenai Sengketa tumpang tindih atas kepemilikan tanah yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor utama, yaitu ketidakcermatan dan ketidaktelitian serta kesalahan dari pihak Kantor Pertanahan karena belum terselenggaranya tertib administrasi dalam hal prosedur pendaftaran tanah. Dari hasil penelitian ini ternyata ditemukan apabila terjadi sengketa tumpang tindih atas satu kepemilikan atas tanah, maka salah satu sertipikatnya harus dibatalkan. Yang dikaji dalam permasalahan penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya  sengketa tumpang tindih kepemilikan atas tanah di Palembang khususnya Desa Sukabangun, serta perlindungan secara hukum bagi pemilik sertipikat yang beritikad baik, yang dilakukan oleh pemilik tanah tersebut untuk mengajukan pendaftaran tanah pertama kali, serta upaya penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan terhadap putusan Nomor 64/ G/2017/PTUN -PLG Jo Putusan Nomor 110 PK/TUN/2019 yang mengkibatkan dibatalkannya salah satu sertipikat oleh pengadilan


This thesis is a research on overlapping disputes over land ownership that can be caused by several main factors, namely inaccuracy and inaccuracy as well as errors on the part of the Land Office due to the absence of an orderly administration in terms of land registration procedures. From the results of this research, it is found that if there is an overlapping dispute over one land ownership, then one of the certificates must be canceled. What is studied in the problem of writing this thesis is to determine the causes of overlapping disputes over land ownership in Palembang, especially in Sukabangun Village, as well as legal protection for certificate owners who have good intentions, which is carried out by the land owner to apply for land registration for the first time, as well as dispute resolution through a court process conducted by the Head of the Land Office on the decision Number 64 / G / 2017 / PTUN-PLG Jo Decision Number 110 PK / TUN / 2019 which resulted in the cancellation of one of the certificates by the court

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Namira Anindya
"Pengaturan mengenai penggunaan akta pembagian waris telah diatur sejak tahun 1997 dengan berlakunya Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997. Namun, nyatanya hingga saat ini belum semua kantor pertanahan menerima penggunaan akta tersebut. Di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara, penggunaan akta pembagian waris baru dapat digunakan sejak tahun 2022, sedangkan di Kabupaten Bogor I, akta pembagian waris belum dapat digunakan. Adanya ketidakseragaman prosedur yang harus ditempuh oleh para ahli waris tidak mencerminkan asas sederhana yang dianut dalam pendaftaran tanah. Penelitian ini akan mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang menyebabkan ketidakseragaman penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 di Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I, serta memberikan solusi terhadap permasalahan yang ditemui. Dalam penelitian yang menggunakan metode non-doktrinal ini, penulis terlebih dahulu mempelajari peraturan dan teori yang berkaitan dengan penggunaan akta pembagian waris sebagai dasar peralihan hak atas tanah karena pewarisan. Selanjutnya, penulis melakukan wawancara kepada Notaris/PPAT dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I untuk mengetahui kenyataan di lapangan. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua perbedaan dalam penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 tentang akta pembagian waris di Kota Administrasi Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor I, yaitu mengenai penerimaan akta pembagian waris sebagai dasar peralihan hak dan pajak yang dipungut. Hambatan utama yang menyebabkan tidak seragamnya penerapan Pasal 42 ayat (4) PP 24/1997 adalah karena perbedaan pandangan dari para pihak terkait, khususnya kantor pertanahan. Oleh sebab itu, untuk dapat mewujudkan keseragaman dalam penggunaan akta pembagian waris, diperlukan adanya peran aktif dari Badan Pertanahan Nasional, kantor pertanahan serta dari notaris.

Provisions regarding the use of inheritance distribution deed have been regulated since 1997 with the enactment of Article 42 paragraph (4) of PP 24/1997. However, until now not all land offices accept the use of inheritance distribution deed. In the Land Office of North Jakarta Administrative City, the use of inheritance distribution deed can only be implemented from 2022, while in Land Office of Bogor Regency Area I, the use of inheritance distribution deeds cannot be used yet. The nonuniformity of these procedures that must be followed by the heirs does not reflect the simple principles adopted in land registration. This research will identify and analyze the problems that have caused the use of the inheritance distribution deed as the basis for the transfer of land rights yet to be carried out and provide solutions to the problems encountered. In this non-doctrinal method research, the author first studies the regulations and theories related to the use of inheritance distribution deed as the basis for transferring land rights due to inheritance. Furthermore, the authors conducted interviews with the Notary/PPAT and the representative from the Land Office of the North Jakarta Administrative City and Bogor Regency Area I to find out the reality on the ground. From this research, it is concluded that there are two differences in the implementation of the transfer of land rights due to inheritance in the Administrative City of North Jakarta and Bogor Regency Area I, namely regarding the acceptance of the inheritance distribution deed as the basis for the transfer of rights and the difference in taxes collected. The main obstacle regarding different implementations of Article 42 paragraph (4) of PP 24/1997 is caused by different perspectives from the relevant parties, especially the Land Officers. Therefore, in order to pursue uniformity of the use of the inheritance distribution deed, it is necessary to have a more proactive role from the National Land Agency, the Land Office, as well as from the notary."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajri Fadhillah
"Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah pengertian dari asas kehati-hatian serta bagaimana kaitannya dengan asas tindakan pencegahan?; 2) Bagaimanakah perbandingan antara asas kehati-hatian dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem yang dikenal dalam Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)?; dan 3) Bagaimanakah kekuatan mengatur (normatif) dari asas kehati-hatian di Indonesia dan implementasinya dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut? Bentuk penulisan skripsi ini adalah penulisan yuridis normatif dengan metode penelitian kepustakaan dan metode perbandingan. Analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan teori dan pengaturan asas kehatihatian, dengan meninjau sumber hukum yang mengikat di Indonesia, baik yang merupakan regulasi nasional maupun internasional. Selain regulasi yang mengikat, putusan-putusan pengadilan juga dijadikan sumber penulisan. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, penulis menganalisis perihal pengertian dan kekuatan mengatur dari asas kehati-hatian dalam hukum lingkungan Indonesia serta penerapannya di dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut. Di dalam analisis, penulis menganalisis putusan PTUN Jakarta antara Walhi sebagai Penggugat dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia sebagi Tergugat dalam sengketa izin penempatan tailing di Teluk Senunu. Terhadap putusan tersebut, terlihat dalam analisis penulis bahwa: 1) pandangan yang memandang asas kehati-hatian merupakan asas yang tidak bisa dijadikan alasan gugatan dan alat uji yuridis bagi hakim merupakan pandangan yang keliru; 2) asas kehati-hatian memiliki bobot atau kepentingan yang lebih besar dibandingkan dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem; 3) penempatan tailing di Teluk Senunu diliputi dengan ketidakpastian ilmiah, khususnya mengenai probabilitas terjadinya dampak kerusakan lingkungan di bagian laut dangkal dari Teluk Senunu. Selain itu, besaran dampak kerusakan lingkungan yang dapat terjadi di Teluk Senunu akan sulit untuk dikembalikan seperti semula dan juga dapat menjadi bencana yang besar bagi masyarakat sekitarnya; dan 4) asas kehati-hatian mengakui adanya unsur ketidakpastian ilmiah sehingga adanya partisipasi publik yang nyata dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan dari asas kehati-hatian. Skripsi ini membahas pokok permasalahan sebagai berikut: 1) Apakah pengertian dari asas kehati-hatian serta bagaimana kaitannya dengan asas tindakan pencegahan?; 2) Bagaimanakah perbandingan antara asas kehati-hatian dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem yang dikenal dalam Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)?; dan 3) Bagaimanakah kekuatan mengatur (normatif) dari asas kehati-hatian di Indonesia dan implementasinya dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut? Bentuk penulisan skripsi ini adalah penulisan yuridis normatif dengan metode penelitian kepustakaan dan metode perbandingan. Analisis didasarkan pada studi literatur mengenai perkembangan teori dan pengaturan asas kehatihatian, dengan meninjau sumber hukum yang mengikat di Indonesia, baik yang merupakan regulasi nasional maupun internasional. Selain regulasi yang mengikat, putusan-putusan pengadilan juga dijadikan sumber penulisan. Berdasarkan sumber-sumber tersebut, penulis menganalisis perihal pengertian dan kekuatan mengatur dari asas kehati-hatian dalam hukum lingkungan Indonesia serta penerapannya di dalam tindakan penempatan tailing di dasar laut. Di dalam analisis, penulis menganalisis putusan PTUN Jakarta antara Walhi sebagai Penggugat dan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia sebagi Tergugat dalam sengketa izin penempatan tailing di Teluk Senunu. Terhadap putusan tersebut, terlihat dalam analisis penulis bahwa: 1) pandangan yang memandang asas kehati-hatian merupakan asas yang tidak bisa dijadikan alasan gugatan dan alat uji yuridis bagi hakim merupakan pandangan yang keliru; 2) asas kehati-hatian memiliki bobot atau kepentingan yang lebih besar dibandingkan dengan asas pertimbangan dan asas audi et alteram partem; 3) penempatan tailing di Teluk Senunu diliputi dengan ketidakpastian ilmiah, khususnya mengenai probabilitas terjadinya dampak kerusakan lingkungan di bagian laut dangkal dari Teluk Senunu. Selain itu, besaran dampak kerusakan lingkungan yang dapat terjadi di Teluk Senunu akan sulit untuk dikembalikan seperti semula dan juga dapat menjadi bencana yang besar bagi masyarakat sekitarnya; dan 4) asas kehati-hatian mengakui adanya unsur ketidakpastian ilmiah sehingga adanya partisipasi publik yang nyata dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan dari asas kehati-hatian.

This undergraduate thesis tries to answer this following questions: 1) What is definition of precautionary principle and how does the correlation between precautionary principle and peinciple of preventive action?; 2) How does the comparison between precautionary principle and consideration principle and audi et alteram partem principle?; and 3) How does the normativity level of precautionary principle in Indonesia and its implementation in submarine tailing disposal? This undergradute thesis. Analysis is based on literature study concerning development of theory and regulation on precautionary principle, considering enacted law in Indonesia, either national or international regulation. Beside the enacted law, case law is source of this writing. The author analyse normativity level of precautionary principle in Indonesian environmetal law and its implementation in submarine tailing disposal. The author analyses one case law, Walhi, et. al., vs Environmental Minister of RI, on a dispute of submarine tailing disposal in Senunu Bay permit given to PT. Newmont Nusa Tenggara. Based on that case, it is concluded that: 1) consideration from the judges that consider precautionary principle cannot become a reason of suit and legal test instrument is erroneous; 2) precautionary principle has a dimension of weight that is weightier than consideration principle and audi et alteram partem principle; 3) submarine tailing disposal in Senunu Bay is encompassed with scientific uncertainty, specifically in the aspect of probability of environmental impact in the shallow water of Senunu Bay. Beside that, the magnitude of harm that can happen in Senunu Bay is irreversible and catastrophic; and 4) precautionary principle recognizes the element of scientific uncertainty, so, the implementation of the principle requires a real public participation in decision making. In brief, the conclusion shows that the meaning of precautionary principle as a legal principle is understood in a wrong way by judges in PTUN Jakarta. Futhermore, the judges do not recognize the normativity element of precautionary principle in Indonesian environmental law. Whereas, submarine tailing disposal is an activity encompassed with scientific uncertainty, so precautionary principle is a suitable principle to become basis of consideration for judges.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifta Andras Arsalna
"Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 menjadi sebuah peraturan yang menetapkan PPh Final 0,5% khususnya bagi pengusaha kecil yang menimbulkan pro dan kontra dalam pelaksanaannya. Melalui PP inilah di dalamnya memberikan beberapa aturan mengenai dasar pengenaan pajak dan siapa saja pihak-pihak yang dapat dikenakan PPh Final. PP ini menurunkan tarif pajak dari peraturan yang sebelumnya untuk memberikan keringanan dan kemudahan beban pajak bagi para pengusaha kecil di Indonesia. Pemerintah mengingat bahwa usaha kecil menjadi salah satu pendongkrak ekonomi suatu negara tetapi minim perhatian dan fasilitas. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekaan yuridis normatif karena dengan adanya penelitian ini maka akan mengulas secara mendalam mengenai penerapan dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan kaitannya dengan prinsip keadilan dalam hukum perpajakan mengingat peraturan ini dibuat untuk memihak para pengusaha kecil. Hasil dari adanya penelitian ini yaitu didapatkan bahwa secara normatif, peraturan ini sudah memberikan keadilan bagi para pengusaha kecil. Tetapi dikarenakan adil adalah hal yang abstrak, maka keadilan belum sepenuhnya tercapai. Selain itu, ditemukan hambatan yang dihadapi oleh para fiskus dan pengusaha kecil. Salah satu hal terbesarnya yaitu masih banyak pengusaha kecil yang belum mengetahui kewajiban perpajakannya hingga masih minimnya pengusaha kecil dalam melakukan pencatatan keuangan. Sehingga, diperlukan support, kerja sama, hingga kepercayaan dari berbagai elemen untuk dapat meminimalisir hambatan yang dihadapi oleh para fiskus dan pengusaha kecil.

The government's Rule Number 23 in 2018 is a rule that stated Final Income Tax for 0,5%, especially for small businesses and it rises pros and cons int he implementation. Through this PP there are several basic rules on the tax imposition and determine parties that should be Final Income Taxed. This government regulation decreases tax costs from previous rules to lighten up and facilitate tax costs for small businesses in Indonesia. The government noted that small businesses make contributions to boost the economy of a nation but there is minimum care and facilitations. This research was done by using a normative juridical approach because through this research the researcher would review deeply the implication of the Government's Rule Number 23 in 2018 and related to the fairness principle in tax law given that this research was made to take small business actor's side. The result of this research is we got normatively these rules have already given fairness to small businesses. But because fairness is an abstract hung, think, then fairness had not been fully achieved.  Other than that, there is an obstacle that has to be faced by the fiscus and small business actors. One of the biggest problems is there are still a lot of small business actors who still do not know about tax obligations which causes small businesses not to write a financial record. So it is necessary to have support, cooperation, and trust from various elements to minimize obstacles that have to be faced by fiscus and small businesses."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>