Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112638 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Albertus Jonathan Sukardi
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa pengetahuan tradisional telah digunakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, terutama untuk tujuan komersial. Perusahaan-perusahaan besar telah memperoleh paten atas pengetahuan yang telah ada dan dipraktikkan selama berabad-abad, sehingga memicu reaksi negatif di kalangan masyarakat tradisional dari berbagai negara berkembang. Hal ini memperkuat opini publik mengenai ketegangan antara negara maju dan negara berkembang terkait pengaturan Hak Kekayaan Intelektual. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk mengkaji penerapan paten terhadap pengetahuan tradisional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengaturan khusus untuk melindungi pengetahuan tradisional belum memadai dan komprehensif, baik di tingkat domestik maupun internasional. Studi ini juga menunjukkan bahwa sistem paten perlu dimodifikasi untuk lebih melindungi pengetahuan tradisional, hal ini dapat dibuktikan dari kasus pembatalan paten dari berbagai yurisdiksi, termasuk kasus paten terhadap ayahuasca, tanaman mimba, dan jamu.

This research is motivated by the fact that traditional knowledge has been used in various aspects of human life, especially for commercial purposes. Big companies have obtained patents on knowledge that has existed and been practiced for centuries, sparking negative reactions among traditional societies from various developing countries. This strengthens public opinion regarding the tension between developed and developing countries regarding the regulation of Intellectual Property Rights. The author uses a normative juridical research method with a literature study to examine the application of patents to traditional knowledge. The results of the study show that special arrangements to protect traditional knowledge are not adequate and comprehensive, both at the domestic and international levels. This study also shows that the patent system needs to be modified to better protect traditional knowledge, this can be proven from patent cancellation cases from various jurisdictions, including patent cases against ayahuasca, neem, and herbal medicine.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radhiyatuz Zahra
"ABSTRAK
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang telah dibangun oleh negara maju dan
dituangkan melalui TRIPs Agreement ternyata menimbulkan beberapa
pertentangan kepentingan antara negara maju yang menguasai pengetahuan dan
teknologi dengan negara berkembang terkait dengan pemberian perlindungan
terhadap pengetahuan tradisional. Negara berkembang sering sekali mengeluh
tentang pembajakan HKI dalam bentuk pelanggaran paten, hak cipta oleh
produsen negara-negara maju. Paten hanya memberi perlindungan kepada penemu
teknologi tanpa mempertimbangkan bahwa penemuan tersebut dikembangkan
dengan menggunakan sumber daya alam maupun pengetahuan tradisional.
Pembajakan dalam sumber daya hayati disebut dengan Biopiracy. Adapun tujuan
yang dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis lebih
mendalam tentang sistem perlindungan yang efektif untuk melindungi pengaturan
Pengetahuan Tradisional, Upaya-upaya yang telah ditempuh oleh pemerintah
dalam melindungi ancaman biopiracy, dan apakah Undang-undang Paten No. 14
tahun 2001 sudah cukup dalam mengatur perlindungan terhadap Sumber Daya
Hayati. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
yuridis normatif dengan materi atau bahan hukum dan bersifat kualitatif dan
deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa sistem
perlindungan yang efektif untuk melindungi pengaturan Pengetahuan Tradisional
dengan adanya Sistem Sui Generis berdasarkan pada tradisi yang berkembang di
tengah masyarakat asli. Upaya-upaya yang telah di lakukan oleh pemerintah sudah
mencapai tahap penyusunan draf Naskah Akademik dan draf Rancangan Undangundang
(RUU), yakni RUU tentang Perlindungan dan Pemanfaatan Pengetahuan
dan Ekspresi Budaya Tradisional. Perlindungan HKI terhadap Pengetahuan
Tradisional dan Sumber Daya Hayati dengan memanfaatkan Undang-undang
Paten No. 14 Tahun 2001 belum sepenuhnya dapat memberikan perlindungan
hukum karena di dalam Paten suatu invensi harus memenuhi syarat patentability.

ABSTRACT
Intellectual Property Rights (IPR), which has been built by the developed
countries and stated in the TRIPs Agreement had caused some wishful interests
pertent between developed countries that dominate the knowledge and technology
and developing countries associated with the provision of protection of traditional
knowledge. Developing countries often complain about IPR piracy in the form of
patent infringement, copyright by manufacturers of the developed countries.
Patents only provide protection to the inventor of the technology without
considering that the invention was developed using biological resources and
traditional knowledge. Piracy in the biological resources referred to Biopiracy.
The goals to be achieved from this research is to examine and analyze more
deeply about the effective protection system to protect the Traditional Knowledge
regulation, some efforts have been done by the government in order to avoid
biopiracy threats, and is Patent Law No. 14, 2001 sufficient to regulate the
protection of Biological Resources. The approach used in this research is
normative juridical method with the law material or resource and it is qualitative
and descriptive research. Based on the research results, it can be concluded that
the effective protection system to protect Traditional Knowledge regulation is
using the System of Sui Generis based on a tradition that developed in the middle
of the indigenous people. The efforts that have been done by the government has
reached the stage of the drafting of an academic paper and the Constitution draft
(Bill), namely the Bill on the Protection and Use of Knowledge and Traditional
Cultural Expressions. Protection of Traditional Knowledge and Intellectual
Property Rights to Biological Resources utilizing Patent Law No. 14 of 2001 has
not been fully able to provide lawful protection because in the patent, an invention
must meet the patentability."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42821
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hening Pujasari
"Latar belakang: Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) merupakan salah satu kekayaan biodiversitas alam Indonesia khas Papua yang sejak lama dikonsumsi sebagai makanan dan dikenal memiliki khasiat obat antara lain terhadap penyakit keganasan. Namun disisi lain, dasar ilmiah cara pengobatan tersebut belum diketahui secara pasti sehingga perlu dilakukan penelitian bagi pembenaran ilmiah pemakaian tanaman obat tersebut. Minyak Buah Merah diketahui mengandung beta karoten dan tokoferol yang tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan tokoferol dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara manusia pada kultur melalui induksi berhentinya sintesis DNA, diferensiasi sal, dan apoptosis. Karotenoid menurunkan pertumbuhan tumor payudara, meningkatkan ekspresi gen proapoptosis p53 dan BAX, menurunkan ekspresi gen antiapoptosis Bcl-2, dan meningkatkan rasio BAX:Bcl-2 pada tumor. Gen .repressor p53 dapat menginduksi cell cycle arrest sehingga memungkinkan terjadinya perbaikan DNA dan apoptosis.
Tujuan: mengetahui pengaruh pemberian MBM per oral sebanyak 0,5ml, Iml, dan 2ml terhadap aktivitas apoptosis dan pertumbuhan tumor kelenjar susu mencit C3H.
Rancangan penelitian: merupakan penelitian in vivo, digunakan 4 kelompok, 3 kelompok uji dan 1 kelompok kontrol, masing-masing 10 ulangan. Aktivitas apoptosis dilihat melalui indeks apoptosis menggunakan uji TUNEL. Perturnbuhan tumor dinilai dengan melihat aktivitas proliferasi menggunakan pulasan histokimia AgNOR. Selanjutnya dicari kemaknaan antara indeks apoptosis dan nilai AgNOR dart kelompok kontrol dan kelompok uji.
Hasil dan Kesimpulan: Analisis varian menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara indeks volume, berat, dan indeks apoptosis kelompok kontrol dan kelompok uji (p>0.05) walaupun ada kecnderungan adanya peningkatan aktivitas apoptosis pada mencit yang medapatkan MBM. Sebaliknya terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara nilai AgNOR kelompok kontrol dan kelompok uji. Dan hasil uji multiple comparison untuk menetapkan dosis optimal dart ketiga dosis (0,5m1, 1 ml, 2m1), didapatkan bahwa dosis 2m1 terbukti bermakna secara statistik menurunkan proliferasi. Dengan demikian pada penelitian ini dapat disimpulkan adanya efek penekanan aktivitas proliferasi pada mencit yang mendppatkan MBM per oral dengan dosis optimal 2m1.

Background: Red Papua (RP) is one of the Indonesian natural properties. Originally, RP comes from Papua province. It is consumed by Papua people as daily food since a long time ago. RP is considered to be cancer medicine, particularly for breast cancer treatment. Alternatively, the justification on the use of RP as an anti cancer has not been established yet. Hence, scientific evidence on anticancer effect of RP is necessary. The previous study suggests that Red Papua Oil (RPO) contains a huge amount of carotene and of tocopherol. Some studies indicate that tocopherol can inhibit the growth of human breast cancer cell culture by prohibiting of DNA synthesis, induction of cell differentiation and apoptosis. Carotene reduces the rate of growth of breast tumor, improves gene expression of pro-apoptosis and p53 of BAX, degrades gene expression of anti-apoptosis Bcl-2, and increases the ratio of BAX: BCL-2. P53 gene can induce arrest cycle cell so that it enables cells to repair the DNA and generate apoptosis.
Aims: to identify the influence of RPO intake of 0,5m1, 1m1, and 2ml doses per oral on apoptosis and its effect on tumor growth in mammary gland tumor of C3H strain mouse.
Method: Twenty-four mice were randomly divided into four groups, three groups of RPO-treated groups and one control group. After tumor was transplanted, the three doses of RPO were given to the three groups. By twenty-eight day treatment, apoptosis and proliferation activities were measured_ TUNEL essay was used to detect apoptotic activity_ The tumor growth, which was determined by proliferation activity, was assessed by a histochemical technique, AgNOR (silver-staining nucleolar organizer regions). Statistical significance of Apoptosis Index (AI) and AgNOR value in control and groups treated with varied doses of RPO were calculated
Results and Conclusion: Variant analysis indicated that there was no significant difference of volume, weight and AI among control group and treated groups (p>0.05). However, there was a tendency to an increased apoptotic activity on the treated groups. On the contrary, AgNOR values were significantly different (p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 17684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Marina
"Telah dilakukan penelitian tentang etnomedisin tumbuhan obat sub-etnis Batak Sumatera Utara dan perspektif konservasinya, pada bulan Mei-Desember 2012. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan keanekaragaman spesies-spesies tumbuhan obat yang diperdagangkan maupun yang dimanfatkan oleh etnis Batak, sebagai data awal untuk rencana konservasinya. Penelitian dilakukan di pasar Kabanjahe dan Berastagi mewakili tempat transaksi perdagangan tumbuhan obat di Sumatera Utara; lima desa (Kaban Tua, Surung Mersada, Simalungun, Peadundung, dan Tanjung Julu) untuk mewakili masyarakat lokal kelima subetnis Batak (Karo, Phakpak, Simalungun, Toba, dan Angkola-Mandailing). Penelitian dilakukan dengan pendekatan etnobotani melalui survei pasar, survei masyarakat desa, dan analisis vegetasi. Survei dilakukan dengan wawancara bebas mendalam, semi terstruktur, observasi parsipatif. Metode pebble distribution method (PDM) dilakukan untuk mengetahui local user?s value index (LUVI) penyakit dan tumbuhan obat. Sebanyak 9 responden diwawancara pada survei pasar, sedangkan pada survei masyarakat mewawancara 201 responden (41 orang informan kunci dan 160 orang responden umum). Responden umum setiap sub-etnis berjumlah 32 orang dan dikelompokkan berdasarkan umur yaitu kelompok umur 30--50 tahun dan kelompok umur >50 tahun dengan perbandingan 1:1.
Analisis vegetasi dilakukan dengan pendekatan ekologi, pada agrofores karet (Hevea brasiliensis) atau hutan adat seluas 5 ha (1 ha setiap daerah induk sub-etnis Batak). Transek dibuat berbentuk sampling bersarang (nested sampling) dengan ukuran 20 m x 100 m sebanyak 5 buah, yang penempatannya berdasarkan purposive sampling. Data dianalisis secara kualitatif dan kuatitatif.
Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan statistika deskriptif meliputi jenis-jenis tumbuhan obat, manfaat, organ yang dimanfaatkan, dan sumber perolehan. Analisis kuantitatif untuk survei masyarakat dilakukan dengan menghitung nilai indek keanekaragaman, use value (UVs), index cultural of significance (ICS), sedangkan untuk analisis vegetasi dihitung nilai kepentingan (NK) tumbuhan obat. Uji anova (α 5%) digunakan untuk menghitung rata-rata jumlah spesies tumbuhan obat yang diketahui pada setiap kelompok umur pada setiap sub-etnis Batak. Sebanyak 349 spesies yang berasal dari 212 genus dan 94 famili tumbuhan obat dan 20 macam ramuan tradisional diperjual-belikan di pasar tradisional Kabanjahe dan Berastagi. Sebanyak 176 spesies tumbuhan obat yang dijual di pasar Kabanjahe dan Berastagi dimanfaatkan untuk tujuan preventif, sedangkan sebanyak 255 spesies dimanfaatkan untuk tujuan kuratif.
Hasil wawancara kelima masyarakat desa ditemukan 414 spesies yang berasal dari 241 genus dan 99 famili dimanfaatkan sebagi obat. Di antara kelima sub-etnis Batak maka, sub-etnis Batak Simalungun memnafaatkan spesies tumbuhan obat paling banyak (239 spesies), kemudian diikuti oleh Angkola-Mandailing (165 spesies), Karo (152 spesies), Toba (148 spesies), dan Phakpak (130 spesies). Daun merupakan organ tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan sebagai obat, baik oleh masyarakat lokal maupun yang dijual pedagang. Sebagain besar tumbuhan obat yang diperdagangkan maupun yang dimanfaatkan masyarakat lokal merupakan tumbuhan liar. Nilai UVs, ICS, dan LUVI spesies tumbuhan obat relatif berbeda anatar kelima sub-etnis, dan nilai tersebut sangat ditentukan oleh jumlah manfaat dan ke limpahannya di lingkungan sekitar. Tumbuhan obat yang manfaatnya banyak memiliki nilai UVs, ICS, dan LUVI lebih besar dibandingkan yang manfaatnya sedikit dan sebaliknya. Berdasarkan uji anova (alpha 5%) terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah tumbuhan obat yang diketahui berdasarkan kelompok umur dan kategori responden. Informan kunci memiliki pengetahuan pemanfaatan tumbuhan obat lebih banyak dibandingkan dengan responden umum. Berdasarkan nilai kepentingan lokal (LUVI) penyakit demam dan sakit perut merupakan penyakit yang memiliki LUVI paling tinggi pada setiap sub-etnis Batak.
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada hutan adat maupun agrofores ditemukan sebanyak 117 spesies hanya mewakili 28% dari keseluruhan jumlah spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan kelima masyarakat lokal sub-etnis Batak. Tumbuhan obat dominan (NK tertinggi) berhabitus pohon, semak/belta, dan semai/herba bervariasi antar agrofores dan sangat ditentukan tipe, umur, pola manajemen, luas, frekuensi penyiangan dan sadapan. Tumbuhan obat yang diperjual-belikan di pasar Kabanjahe dan Berastagi maupun hasil wawancara masyarakat lokal kelima daerah induk sub-etnis Batak memiliki indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tinggi (> 3), namun tumbuhan obat yang ditrmukan dari analisis vegetasi memiliki indeks keanekaragaman rendah. Berdasarkan red list IUCN version 2012, tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh sub-etnis Batak memiliki status konservasi antara lain: sebanyak 17 spesies terancam, 7 spesies rentan, 6 spesies kritis, 16 spesies genting, dan 8 spesies masuk ke dalam apendiks II IUCN.

Research is conducted on ethnomedicine of medicinal plants by sub-ethnic Batak in North Sumatra and conservation perspective, at May-December 2012. This research aims to obtained diversity of species medicinal plants traded and used by ethnic Batak, as data base the initial step for conservation plan of medicinal plants. Samples for this research were taken from Kabanjahe and Berastagi traditional markets as the representation of trading places, while Kaban Tua village, Surung Mersada village, Simbou Baru village, Peadundung village, and Tanjung Julu village representing the source of the obtained medicinal plants. Collecting data for this research was carried out by ethnobotany approach (market surveys, surveys local communities, and vegetation analysis). The interviews were conducted through free in-depth interviews, semi-structured, and participative observation. The local user's value index (LUVI) of the medicinal plants was done by the pebble distribution method (PDM). This approach was primarily carrying surveys and interviews of nine (9) traders of the medicinal plants in Kabanjahe and Berastagi traditional markets; and 201 local communities with 41 key informants and160 general respondents with two age goups, first group with 30--50 years old and second group above 50 years old with ratio 1:1.
Vegetation analysis conducted in the agroforest rubber (Hevea brasiliensis) or indegenous forest from area of 5 ha (1 ha each sub-ethnic) by ecological approach. The transect sampling was used in the form of nested sampling with a size of 20 m x 100 m of 5 pieces for each center regions of the sub-ethnic Batak. Data were analyzed using qualitative and quantitative method. Qualitative analysis is done by grouping plants based upon usage category, organs harvested, and resource.
Quantitative analysis by calculating index diversity, index of cultural significance (ICS), use value (UVs), LUVI, and statistical analysis; while vegetation analysis calculated importance value (IV). Our finding scored 349 species (212 genera, 94 families) of medicinal plants and 20 kinds concoctions traded in the traditional markets Kabanjahe and Berastagi. The medicinal plants for preventive purposes have been used 176 species, while as many as 255 species used for curative purposes.
Out of 5 villages were selected as the location of the research, the results showed that as many as 414 species (99 families) of medicinal plants have been used by those 5 sub-ethnic Batak. Among all of those, sub-ethnic Batak Simalungun was the highest using medicinal plants (239 species), then followed by Angkola-Mandailing (165 species), Karo (152 species), Toba (148 species), and Phakpak (130 species). Leaves are organ of the most used medicinal plants as medicine, by local communities and the traders medicinal plants. The majority of medicinal plants traded and local communities utilized are wild plants. The value of UVs, ICS, and LUVI of medicinal plants are different at the fifth sub-ethnic, and the value determined by the amount uses and abudance in the neighborhood. Medicinal plants many uses have value UVs, ICS, and LUVI greater than medicinal plants uses few and vice versa. Based on anova (alpha 0.05), it is found a significant different about medicinal plants which is known by the yonger, older, and key informants. The number of medicinal plants species known by the youger is smaller in compare to the older, and key informants. Based on the LUVI, fever and abdominal pain are diseases that has the highest LUVI on each sub-ethnic Batak.
The results of the analysis vegetation found as many as 117 species represent only 28% of the total number of medicinal plants by five sub-ethnic Batak. The medicinal plants dominant (highest IV) trees, shrubs/belta, and seedling/herb varies between agroforest, and which determined by type, age, pattern management, broad, weeding frequency, and leads agroforest. Medicinal plants traded in Kabanjahe and Berastagi traditional markets; and local communities used in five sub-ethnic Batak has the Shannon-Wiener diversity index is high (> 3), but medicinal plants drugs find at vegetation analysis has a low diversity index. Based on the LUVI, which are fever and abdominal pain are diseases that has the highest LUVI on each sub-ethnic Batak. Based on the IUCN red list of version 2012, the medicinal plants have been used by the sub-ethnic Batak have conservation status, among others: 17 species threat, 7 species vulnerable, 6 species critically, 16 species endagered, and 8 species into the appendix II IUCN.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
D1906
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erdi Nur
"Pengendalian terhadap vektor penyakit demam berdarah sampai saat ini masih menggunakan insektisida dan larvasida sintetis. Penggunaan secara berulang-ulang mengakibatkan timbulnya resistensi vektor, matinya hewan lain yang bukan sasaran, dan pencemaran terhadap lingkungan. Untuk mengurangi berbagai dilema tersebut perlu dicarikan alternatif dengan menggunakan pestisida nabati.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui toksisitas ekstrak daun selasih (Ocimuni sanctum) pada berbagai konsentrasi sehingga dapat diketahui konsentrasi yang efektif untuk membunuh larva Aedes aegypti.
Rancangan penelitian adalah post-test only control design dimana subyek dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan 5 (lima) perlakuan dan 5 (lima) replikasi. Bahan yang digunakan adalah daun selasih (Ocimum sanctum) yang diekstrak dalam etanol 10%, kemudian dilarutkan dalam aquadest dengan konsentrasi 1200 ppm, 1300 ppm, 1 400 ppm, 1500 ppm, dan 1600 ppm. Selanjutnya dimasukkan larva Aedes aegypti sebanyak 40 ekor pada masingmasing kontainer yang berisi larutan ekstrak.
Untuk menentukan LC50 (LC= lethal concentration) digunakan analisis prabit. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pemberian ekstrak daun selasih (Ocimum sanctum) terhadap kematian larva digunakan uji Anova satu faktor. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan yang bermakna setiap perlakuan dilakukan dengan uji Bonferroni.
Dan hasil penelitian diperoleh LC50 sebesar 1293.8 ppm. Hasil uji anova diperoleh p < 0.05, yang berarti ada perbedaan yang bermakna secara signifikan pada taraf 95% antara pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun selasih terhadap kematian larva Aedes aegypti. 5edangkan konsentrasi yang effektif untuk membunuh larva Aedes aegypti sebesar 1523,4 ppm. Penelitian ini merekomendasikan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang zat aktif dalam daun selasih yang berperan sebagai larvasida, menentukan batas keamanan konsentrasi, dan uji lapangan sebelum diterapkan untuk pengendalian larva, serta penelitian kemungkinan dapat dimanfaatkan sebagai repelent dan insektisida.
Daftar bacaan : 38 (1983 - 2000)

Toxicity of Extract from Ocimum Sanctum Leaves Toward Death of Aedes Aegypti LarvaThe controlling for vector of dengue hemorrhagic fever has been using insecticide and synthetic larvicide?s. The use of insecticide repeatedly produces vector resistance, death of another animal that are not target, and environmental pollution. To reduce those dilemmas we have to choice alternatives for instance by using phyto pesticide. This research aimed to know toxicities of extract from Ocirnrnn sanctum leaves in various its concentration, so that we will know what concentration is effective to kill Aedes aegypti larva.
The research design is post-test only design, the subject is divided to two groups-groups for treatment and controlling with five treatments and five replications by using extract from Ocimum sanctum leaves. It is extracted in ethanol solution 10%, and then is dissolved in aquadest with 1200 ppm, 1300 ppm, 1400 ppm, and 1600 ppm. concentration. Finally 40 Aedes aegypti larva are filled in container that has been contained extract ofOc/mum sanctum leaves.
To determine LC50 (lethal concentration) has been used probit analysis and to know differences from providing Ocimum sanctum leaves extract toward larva death has been used one-way ANOVA test. While to know differences of significant test in each of treatment have been used Bonferonni test.
The results of this research described LC5o is I293.7 ppm. The result of ANOVA test is p,al,, < 0.05, it means there are significant differences in 95% confidence level between in providing various extract concentration from Ocimum sanctum leaves toward Aedes aegypti larva death.
The effective concentration to kill Aedes aegypti larva is 1523.4 ppm. Recommendations on this study are important to see about active subtance in Ocimum sanctum leaves that act as larvicide?s on further study, finally it can be use as repellent and insecticide.
References: 38 (1983 - 2000)"
Universitas Indonesia, 2000
T5206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Exaudi Ebennezer
"Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terbukti kaya akan kandungan xanton yang memiliki potensi aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan metode peredaman DPPH (2,2-Difenil-1-pikrilhidrazil) untuk mengetahui IC50 dari ektrak etanol kulit buah manggis dan sediaan serum. Penelitian ini merupakan aplikasi dari ekstrak kulit buah manggis dalam sediaan likuid dengan sedikit pelarut dan banyak komponen bioaktif, yang dalam istilah kosmetik disebut sebagai serum. Penelitian ini bertujuan untuk menguji stabilitas fisik dan pengaruh dari vitamin C terhadap aktivitas, stabilitas dan daya penetrasi ekstrak etanol kulit buah manggis pada serum antikerut. Selanjutnya ekstrak diformulasikan ke dalam tiga jenis sediaan yang terdapat variasi vitamin C sebagai peningkat penetrasi dan satu sediaan tanpa ekstrak dan vitamin C. Ketiga sediaan diuji daya penetrasinya secara in vitro dengan sel difusi Franz menggunakan membran abdomen tikus betina galur Sprague-Dawley. Nilai IC50 ekstrak etanol kulit manggis adalah 15,27 ppm, sedangkan sediaan formula 1, 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 dan 126,52 ppm. Jumlah kumulatif xanton total yang terpenetrasi dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 15,79±0,18; 26,85±1,03 dan 61,05±2,53%. Fluks dari sediaan formula 2, 3 dan 4 berturut-turut adalah 0,15±0,003; 0,37±0,01 dan 0,92±0,03 μg/cm2.jam. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya vitamin C akan meningkatkan daya penetrasi sediaan serum. Seluruh sediaan menunjukkan kestabilan secara fisik.

Mangosteen pericarp (Garcinia mangostana L.) has been proved to have plenty of xanthone with high antioxidant. This study was done using DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) to determine the IC50 of ethanolic extract of mangosteen pericarp and serum preparations containing extract. This study is an application of mangosteen pericarp extract in liquid preparations with a little solvent and many bioactive components, which in terms of cosmetics called serum. The aims of this study are to test the physical stability and the effect of vitamin C on the activity, stability and penetration ability of ethanolic extract of mangosteen pericarp on antiaging serum. Furthermore, ethanolic extract formulated into three variations in preparation of vitamin C as a penetration enhancer and one preparations without extract and vitamin C. The three preparations were examined their penetration ability by in vitro Franz diffusion cell using rat abdominal skin as diffusion membrane. IC50 values of ethanolic extract of mangosteen pericarp were obtained at 15,27 ppm, whilst the preparations formula 1, 2, 3 and 4 were 109.347,45; 13.275,86; 2014,18 and 126,52 ppm, respectively. Total cumulative penetration of total xanthone from formula 2, 3 and 4 were 15,79±0,18; 26,85±1,03 and 61,05±2,53%, respectively. Flux of total xanthone from formula 2, 3 dan 4 were 0,15±0,003; 0,37±0,01 and 0,92±0,03 μg/cm2.hour, respectively. Based on these results, it can be concluded that the presence of vitamin C will increase the penetration ability of serum preparation. All preparations showed physical stability.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S47083
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Dara Novi Handayani
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Minyak buah merah telah dipublikasikan sebagai suplemen antioksidan dan dilaporkan mengandung a-tokoferol dan (3-karoten dalam jumlah cukup tinggi. Produk tersebut merupakan bentuk yang paling umum dikonsumsi untuk pengobatan berbagai penyakit oleh senjumlah besar masyarakat Indonesia. Namun penelitian tentang potensi minyak buah merah sebagai antioksidan dalam mencegah stres oksidatif belum pernah dilakukan, sehingga timbul pemikiran yang melandasi penelitian ini yaitu bagaimana potensi minyak buah merah "Cendrawasih Papua Red Fruit Oil" dalam mencegah sires oksidatif pada tikus yang diinduksi 2-asetilaminofluoren (2-AAF). Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih jantan galur Wistar, berumur ± tiga bulan dengan berat badan 160 - 200 gram, yang dibagi secara acak dalam 4 kelompok masingmasing 6 tikus yaitu kelompok yang hanya diberi aquades (kontrol), kelompok yang diberi minyak buah merah (BM), kelompok yang diinduksi 2-AAF(AAF) dan kelompok yang diberi minyak buah merah dan diinduksi 2-AAF(BM+AAF). Penelitian ini menggunakan AAF 40 μg/hari yang diberikan selama 8 minggu untuk menginduksi stres oksidatif. Pemberian minyak buah merah 10 μ/g BB/hari diberikan selama 9 minggu secara oral. Pada kelompok BM+AAF, minyak buah merah mulai diberikan 1 minggu sebelum perlakuan dan diteruskan seiama induksi 2-AAF. Setelah perlakuan 4 minggu, darah diambil dari ekor tikus. Semua tikus dimatikan pada minggu ke-8 dan dilakukan pengambilan organ hati dan darah dari jantung. Parameter stres oksidatif yang diuji adalah kadar MDA dan senyawa karbonil, dan kadar antioksidan endogen yaitu GSH dalam plasma dan hati tikus. Data yang diperoleh diolah secara statistik (SPSS 11) dan dilanjutkan dengan uji Tukey.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil pengukuran dalam plasma dan jaringan hati menunjukkan kelompok AAF memiliki kadar senyawa karbonil, MDA lebih tinggi secara bermakna dan kadar GSH lebih rendah secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol. Dengan demikian, induksi 2-AAF menyebabkan stres oksidatif. Kadar GSH dan senyawa karbonil plasma dan hati tikus kelompok BM4-AAF tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok AAF pada setiap waktu pengamatan, namun kadar MDA lebih rendah secara bermakna pada minggu ke-8. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak buah merah tidak mampu mencegah kerusakan oksidatif protein maupun penurunan antioksidan GSH, namun memiliki kemampuan mencegah kerusakan oksidatif lipid akibat stress oksidatif. Dan penelitian ini juga terungkap bahwa pemberian minyak buah merah mengakibatkan stress oksidatif yang ditunjukkan oleh kadar GSH yang menurun secara bermakna dan kerusakan oksidatif protein yang cenderung meningkat (p=0.06). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa minyak buah merah "Cendrawasih Papua Red Fruit Oil" yang digunakan pada penelitian ini selain mempunyai kemampuan sebagai antioksidan juga berpotensi menimbulkan stres oksidatif.

Red fruit (Pandanus conoideus lam) oil is natural antioxidant supplement which is reported contain a-tocoferol and 0-carotene . This oil is popular in Indonesia especially in Papua. It is consumed by people for healthiness and for the treatment of diseases. Yet, there has no in vivo study been done to confirm the protective effect of red fruit oil against stress oxidative.
Purpose: In this study we assess the protective effect of "Cendrawasih Papua Red Fruit Oil" on lipid peroxidation, protein damage and antioxidants system in plasma and liver of rats induced by 2-acetylaminofluorene (2-AAF).
Methods : Three-months-old male winstar rats, each weighing about 160-200 grams, where chosen for study and divided randomly into four groups of 6 rats : the aqua (control) given group, the red fruit oil (BM) given group, the 2-acetylaminofluorene (AAF) given group and the red fruit oil -acetylaminofluorene (BM+AAF) given group. 2-AAF at a concentration of 40 μ/day was administered orally for 8 weeks, in order to induce stress oxidative. Red fruit oils supplementation was given orally 10 μL/g BW/day for 9 weeks. For the BM+AAF group, supplementation red fruit oils was given since a week before and continued during induced AAF. After 4 weeks, their blood were collected from tail. After 8 weeks, the rats of both group were sacrificed under light ether anaesthesia. Their blood and liver tissues were taken. Malondialdehida (MDA), carbonyl and glutathione (GSH) were measured as parameters of oxidative stress. The statistical significance of the result was analyzed by Tuckey test.
Results & conclusions : In the plasma and liver homogenates in the AAF given group rats, the levels of carbonyl and MDA were significantly higher and GSH levels were significantly lower compared with those of controls. These result indicated that AAF induction had important effect on stress oxidative, There were no differences in the plasma and liver homogenates of the BM+AAF given group in the GSH and carbonyl levels than those with the AAF group, but MDA Ievels were lower significantly. These result suggested that red fruit oil had no protective effect in protein oxidative damage and GSH levels but had protective effect on lipid peroxidation. The GSH in the plasma and liver homogenates were significantly lower in the BM given group compared to the control group (p"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Haris Muhammad Rum
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S25818
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Fanny
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S25813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Bahtiar
"Minyak Tradisional X yang mengandung daun sirih, daun pegagan, jahe, lengkuas clan cengkeh merupakan salah satu obat tradisional yang thproduksi di Kawasan Tangerang, biasa dipergunakan dalam kalangan keluarga besar produsen untuk mengobati luka pasca khitan, sehingga luka tersebut menjadi cepat sembuh clan tidak mengalami infeksi. Oleh sebab itu diteliti efek dari Minyak Tradisional X dalam hal penyembuhan luka tersebut. Telah ditakukan Uji Antibakteni pada Minyak Tradisional X, minyak buatan clan infus daun sinih terhadap bakteri yang biasa terdapat pada luka. Pengambilan sampet diambil secara acak sebanyak 3 sampel dari 3 bulan produksi yaitu bulan Juni, Juli, clan Agustus 1996. Juga dilakukan analisa senyawa eugenol dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis. Metode pengujian yang digunakan adalah metode dilusi penipisan lempeng agar untuk penentuan Kadar Hambat Minimal Minyak Tradisional X terhadap bakteni uji Staphylococcus aureus clan Pseudomonas aeruginosa serta pemeriksaan senyawa eugenol dengan Metode kromatog rafi Lapis Tipis. HasH penelitian menunjukan bahwa Minyak Tradisional X dan minyak buatan tidak mempunyai efek hambatan maupun daya bunuh terhadap kedua jenis kuman uji yang dipakai. Infus daun sirih sebagai pembanding menunjukan efek menghambat dan membunuh pada konsentrasi 8% untuk Staphylococcus, aureus dan 16% untuk Pseudomonas aeru ginosa . Minyak Tradisional X dan minyak buatan juga tidak menunjukan adanya senyawa eugenol yang diduga terdapat di dalam Minyak Obat Tradisional dan berefek antibakteri.

The Traditional X Oil containing simplisia Piper betle leaf, pegagan leaf, ginger, Iengkuas, and clover, as one of traditional medicine which is commonly used by members of the big family of the producer for treatment of post circumsision wound, so that the wound shows no infection and cure is achieved in several days only. Therefore, the effect of the Traditional X Oil to the curing of the wounds is examined. Tested is the antimicrobial activity of The Traditional X Oil to microba that might exist in wounds. Collecting sample had been done three times randomly from three months production in June, July, and August 1996. Also, it had been examined oil which made and infusion Piper betle according to the comparison of the Traditional X Oil. In this experiment agar plate thinning dillution methods had been used to determine Minimum Inhibitory Concentration to the tested bacteria, Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa and examining whether such oil contain of eugenol substance by using TLC. As a result of the experiment indicates that the Traditional X Oil had neither bactericide nor bacteriostatic activity to both of species of bacteria which had been used. The made oil also indicated to the same effect within the Traditional X Oil. Infusion of Piper betle which was used as comparison in the experiment showed bacteriostatic effect in a concentration of 8% for Staphylococcus aureus and a 16% for Pseudomonas aeruginosa. The Traditional X Oil had not eugenol constituent that had been predicted before as antibacteria."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S32192
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>