Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156911 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahrial
"Pengunaan internet saat ini sangat diminati semua kalangan karena bisa diakses kapanpun dan dimanapun. Internet saat ini penting untuk bidang pendidikan, komunikasi, informasi, bahkan mencari hiburan. Dampak negatif berupa gangguan adiksi pada internet dapat terjadi apabila salah dari cara penggunaan internet. Sebanyak 2% orang dewasa di dunia mengalami gangguan adiksi terhadap internet sedangkan 8,4% remaja laki-laki dan 4,5% remaja perempuan Asia telah mengalami adanya gangguan prilaku akibat adiksi internet. Mahasiswa juga tidak luput dari gangguan ini, terdapat 9,8% mahasiswa yang mengalami adiksi terhadap internet mengalami masalah kognitif, juga 12% mahasiswa kedokteran yang mengalami adiksi internet menunjukan performa akademik dibawah rata-rata. Masalah ini menjadi perhatian diseluruh dunia, namun tidak ada penelitian di Indonesia yang mennjelaskan mengenai kasus adiksi ini. Penelitian cross-sectional ini dilakukan di tiga fakultas kedokteran di Jakarta. Subjek penelitian adalah mahasiswa pre-klinik sebanyak 189 orang yang dipilih secara acak, kemudian digunakan kuesioner IAT, RSES, SCL-90. Dikelompokan menjadi empat kelompok adiksi lalu diuji RAVLT untuk menilai tingkat kognitif. Dari total responden 56,6% mengalami adiksi ringan, 20,1% adiksi sedang dan mayoritas adalah perempuan, umumnya mengakses media sosial dengan durasi sehari lebih dari enam jam. Didapatkan hubungan yang bermakna antara adiksi internet dengan gangguan kognitif (p=0,00), adiksi internet dengan gejala psikopatologi (p=0,007), dan adiksi internet dengan self-esteem (p=0,002). Sehingga dapat disimpulkan bahwab terdapat hubungan adiksi internet dengan adanya gangguan kognitif, gejala psikopatologi, dan penurunan self-esteem. Screening test dan edukasi mengenai penggunaan internet dibutuhkan untuk mencegah mahasiswa menjadi adiksi.  

The use of the internet is currently very popular among all people because it can be accessed anytime and anywhere. The internet is currently important in the fields of education, communication, information, even entertainment. But the negative impact of addiction disorders on the internet often occur. As many as 2% of adults in the world experience addiction disorders to the internet while in Asia 8.4% male and 4.5% female adolescents have experienced behavioral disorders due to internet addiction. As students there are 9.8% who experience addiction to the internet experiencing cognitive problems, also 12% of medical students who experience internet addiction show academic performance below the average. Its become a worldwide problem but no reasearch in Indonesia describe the followed cases.  This cross-sectional study was conducted in three medical faculties in Jakarta. The research subjects were 189 pre-clinic students randomly selected, then IAT, RSES, SCL-90 questionnaires were used. Grouped into four addiction groups then tested RAVLT to assess cognitive levels. Of the total respondents 56.6% experienced mild addiction, 20.1% were moderate addiction and the majority were women, generally accessing social media with a duration of more than six hours a day. Significant correlation was found between internet addiction and cognitive impairment (p=0.00), internet addiction with psychopathological symptoms (p=0.007), and internet addiction with self-esteem (p=0.002). It can be concluded that there is a correlation between internet addiction and cognitive impairment, psychopathological symptoms, and a decrease in self-esteem. Screening test and education about using of internet are needed to prevent student becoming addicted."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha
"Latar belakang: Penggunaan internet meningkat terutama dengan adanya pandemik COVID-19 yang terjadi, hal ini berkontribusi terhadap kejadian adiksi internet. Usia remaja dan dewasa muda, sepertinya usia seorang mahasiswa, merupakan populasi paling rentan terhadap penggunaan internet dan adiksi internet. Adiksi internet sering juga dihubungkan dengan beberapa aspek psikologis, salah satunya yang akan dibahas pada penelitian ini, merupakan kualitas tidur. Metode: Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dengan metode analitik observasional. Data penelitian didapat dengan menyebarkan kuesioner daring menggunakan Google Forms, berisi lembar informed consent, kuesioner data demografik, Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), dan Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI). Kuesioner disebarkan melalui sosial media kepada populasi target. Kemudian data yang didapat dilakukan uji statistik menggunakan program SPSS, untuk menemukan hubungan antara masalah adiksi internet dan gangguan tidur. Hasil: Dari 282 responden penelitian yang merupakan mahasiswa FKUI tahap akademik, ditemukan prevalensi adiksi internet yaitu 23,40% (n=66), dan prevalensi gangguan tidur yaitu 45,39% (n=128). Hubungan dari variabel adiksi internet dan gangguan tidur diuji menggunakan uji Kai-Kuadrat dan ditemukan hubungan signifikan (Nilai p 0,000 (<0,05)). Dari 66 populasi adiksi internet, 46 juga mengalami gangguan tidur. Selain itu, dilakukan juga uji korelasi antara faktor demografik dan pola penggunaan internet terhadap gangguan tidur, menggunakan uji Spearman. Hasil uji korelasi tidak ditemukan hubungan signifikan (Nilai p<0,05). Mahasiswa FKUI cenderung menggunakan internet untuk media sosial (63,48%) dibandingkan dengan pembelajaran (20,92%). Kesimpulan: Ditemukan hubungan bermakna antara adiksi internet dan gangguan tidur pada mahasiswa
Background: Internet usage has increased during the ongoing COVID-19 pandemic, this has contributed to the incidence of internet addiction. Adolescents and young adults are the population most vulnerable population to internet use and internet addiction. Several psychological aspects are often related to internet addiction, one of which will be discussed in this study is sleep quality. Methods: The study that was conducted is a observational analysis cross-sectional design. The data in this research was obtained by distributing an online questionnaire using Google Forms, containing an informed consent sheet, a demographic data questionnaire, the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), and the Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI). The questionnaire was distributed via social media to the target population. Then the data obtained were statistically tested using the SPSS program, to find the relationship between internet addiction problems and sleep disorders. Results: In a total of 282 respondents from Pre-Clinical students of the Faculty of Medicine, University of Indonesia, it was found that the prevalence of internet addiction was 23.40% (n=66), and the prevalence of sleep disorders was 45.39% (n=128). The relationship between internet addiction and sleep disorders was tested using the Chi-Square test and a significant relationship was found (p-value 0.000 (<0.05)). Of the 66 respondents with internet addiction, 46 also experience sleep disorders. In addition, a correlation test was also conducted between demographic factors and internet usage patterns on sleep disorders, using the Spearman test. Correlation test found no significant relationship (p-value <0.05). FKUI students use the internet for social media (63.48%) compared to learning (20.92%). Conclusion: There is significant relationship between internet addiction and sleep disorders among university students."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Julivia Murtani
"Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada masa pandemik COVID-19 ini membuat terjadinya peningkatan penggunaan internet pada aktivitas sehari-hari. Pembatasan kegiatan akademik dan interaksi sosial, serta adanya tuntutan adaptasi dengan situasi baru dalam waktu singkat meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental pada mahasiswa kedokteran. Penggunaan media sosial dan permainan daring juga menjadi salah satu cara untuk mengatasi stress yang muncul akibat kondisi pandemik. Mekansime coping maladaptif ini kemudian dapat berkembang menjadi penggunaan internet secara berlebihan dan menambahkan risiko terjadinya adiksi internet. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor - faktor yang memengaruhi adiksi internet pada mahasiswa kedokteran selama masa pandemik COVID-19 di tiga fakultas kedokteran di Jakarta.
Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dari Maret sampai Desember 2021. Sampel penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Katolik Atma Jaya dan Universitas Kristen Krida Wacana. Kuesioner penelitian disebarkan secara daring. Dari 1146 sampel, sebanyak 625 subjek penelitian ditentukan dengan metode simple random sampling. Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI) digunakan untuk menentukan adiksi internet. Masalah emosi diukur dengan instrumen Self Reporting Questionnaire 20 (SRQ-20) versi Bahasa Indonesia dan citra diri diukur dengan menggunakan instrumen Rosenberg Self Esteem Scale (RSES) versi Bahasa Indonesia. Analisis regresi logistik dilakukan untuk menilai faktor risiko adiksi internet. Dari 625 subjek, mayoritas responden perempuan dengan nilai rerata usia 20,21 tahun (SD ± 2,15) dan berasal dari jenjang pre-klinik. Diperoleh prevalensi adiksi internet pada mahasiswa selama masa pandemik COVID-19 di tiga fakultas kedokteran di Jakarta adalah 26,2% dengan faktor risiko berupa memiliki masalah emosi (OR= 3,039, IK=1,967-4,694), tujuan penggunaan internet untuk bermain permainan daring (OR = 3,595, IK=1,251-10,333), tujuan penggunaan internet untuk bermain media sosial (OR = 1,971, IK=1,231-3,156), citra diri rendah (OR = 1,812, IK=1,142-2,87, usia awitan penggunaan internet ≤ 8 tahun (OR = 1,747, IK=1,140-2,678), jenjang pendidikan pre-klinik (OR = 1,636, IK=1,019-2,629), dan durasi penggunaan internet akhir pekan ≤ 11 jam / hari (OR = 1,578, IK=1,058-2,356).
Temuan dalam penelitian ini serupa dengan penelitian lainnya. Tujuan penggunaan internet untuk permainan daring dan media sosial, serta memiliki masalah emosi menjadi faktor risiko utama adiksi internet pada mahasiswa kedokteran selama masa pandemik COVID-19. Program pencegahan adiksi internet dapat dilakukan dengan melakukan deteksi dini terhadap masalah emosi dan adiksi internet secara berkala pada mahasiswa kedokteran.

Physical distancing policy during COVID-19 pandemic era leads to increase internet use in our daily activities. Limitation of academic and social interaction, along with fast adaptation demand in these new circumstances escalate the occurence of mental health disorders among medical students. Social media and online games become the alternatives to cope up with stress during pandemic. This could lead to excessive internet use and increase risk of internet addiction. The study was aimed to identify factors associated with internet addiction among medical students during COVID-19 pandemic in Jakarta.
This research used cross sectional design from March to December 2021. The samples were medical students from Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Universitas Katolik Atma Jaya and Universitas Kristen Krida Wacana. An online survey was distributed. From 1146 samples, 625 research subjects were chosen using simple random sampling method. Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI) was used to screen internet addiction. Emotional problems was assessed using Indonesian version of Self Reporting Questionnaire 20 (SRQ-20), and self-esteem was assessed using Indonesian version of Rosenberg Self Esteem Scale (RSES). The risk factors of internet addiction were assessed using a multivariate logistic regression test. Of the 625 subjects, the majority of respondents were female, with mean age of 20,21 years old (SD ± 2,15) and originated from pre-clinical stage. Prevalence of internet addiction during COVID-19 pandemic in three faculty of medicine in Jakarta was 26.2%. Risk factors associated with internet addiction include having emotional problems (OR= 3,039, CI=1,967-4,694), purpose of internet use for playing online games (OR = 3,595, CI= 1,251-10,333), purpose of internet use for social media (OR = 1,971, CI=1,231-3,156), low self-esteem (OR = 1,812, CI=1,142-2,870), onset of internet use ≤ 8 years old (OR = 1,747, CI=1,140-2,678), pre-clinical education stage (OR = 1,636, CI=1,019-2,629), and weekend duration of internet use ≤ 11 hours/day (OR = 1,578, CI=1,058-2,356).
The findings in this study were similar to other studies. The purpose of internet use for playing online games and social media, and having emotional problems were the main risk factors for internet addiction among medical students during COVID-19 pandemic. Prevention programs for internet addiction can be implemented by focusing on early detection of emotional problems and internet addiction regularly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satryansyah Putra Sadikin
"Latar Belakang Dalam menjalankan pendidikan, stres merupakan hal yang seringkali dialami oleh mahasiswa. Stres sendiri dapat berdampak pada performa akademis mahasiswa. Terdapat berbagai penyebebab dari stres, salah satunya adalah penyesuaian diri. Refleksi diri merupakan suatu hal yang dapat dilakukan untuk menyesuaikan diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antar refleksi diri dengan tingkat stres pada mahasiswa pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Metode Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara daring dengan membagikan dua kuesioner yaitu Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) dan Medical Student Stressor Questionnaire (MSSQ) kepada 106 responeden. Hasil Berdasarkan hasil penelitian pada 108 responden mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, terdapat 51,9% mahasiswa memiliki kemampuan refleksi tinggi, sedangkan 48,1% mahasiswa memiliki kemampuan refleksi rendah. Penelitian ini menunjukkan 54,6% mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia alami stres berat, diikuti 7,41% stres ringan, 26,85% mahasiswa dengan stres sedang dan 11,11% mahasiswa alami stres sangat berat. Pada penelitian tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kemampuan refleksi diri dengan tingkat stres. Kesimpulan Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kemampuan refleksi diri dengan tingkat stres pada mahasiswa pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tidak terdapatnya hubungan dapat disebabkan berbedanya mekanisme koping masing-masing individu. Disarankan penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan variabel yang lebih luas.

Introduction In education, stress is frequently experienced by students. Stress itself can impact a student's academic performance. There are various causes of stress, one of which is adaptation. Self-reflection is something that can be done to adapt. The purpose of this study is to ascertain the relationship between self-reflection and the level of stress among pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia. Method This research employed a cross-sectional approach. Data collection was conducted online by distributing two questionnaires, namely the Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) and the Medical Student Stressor Questionnaire (MSSQ), to 106 respondents. Results Based on the research results involving 108 respondents of pre-clinical students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia, it was found that 51,9% of students had high levels of self-reflection ability, while 48,1% had low levels of self-reflection ability. The study indicated that 54.6% of students at the Faculty of Medicine, University of Indonesia experienced severe stress, followed by 7.41% experiencing mild stress, 26.85% with moderate stress, and 11.11% experiencing very severe stress. The research did not find any significant correlation between self-reflection ability and the level of stress. Conclusion There is no significant relationship between self-reflection and stress levels among preclinical students at Faculty of Medicine, University of Indonesia. The absence of a relationship can be caused by differences in the coping mechanisms of each individual. It is recommended that further research consider broader variables."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Princessa
"Pendahuluan: Adiksi internet merupakan masalah kesehatan yang terus meningkat. Kelompok usia dewasa dan remaja, yang merupakan kelompok usia pada mahasiswa kedokteran, adalah populasi yang paling rentan mengalami adiksi internet. Masalah emosi dan depresi sering ditemukan bersama dengan adiksi internet. Metode: Penelitian ini dilakukan secara potong lintang dengan menyebarkan kuesioner Self-Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20), Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9), dan Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI) kepada seluruh mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) secara daring dengan menggunakan Google Forms. Setelah itu, dilakukan uji statistik dengan SPSS edisi 25 untuk menemukan hubungan antara masalah emosi, depresi, dan adiksi internet. Hasil Penelitian: Didapatkan 153 responden penelitian dari mahasiswa preklinik FKUI. Prevalensi adiksi internet pada mahasiswa FKUI adalah 20,26%, sedangkan prevalensi masalah emosi adalah 26,79%. Ditemukan bahwa tingkat kejadian masalah emosi lebih tinggi secara signifikan pada populasi adiksi (61,3%) dibandingkan tidak adiksi (18,0%) dan terdapat hubungan signifikan antara masalah emosi dan adiksi internet (p<0,001; OR (95% CI) = 7,2 (3,05–16,97)). Depresi juga lebih banyak ditemukan pada kelompok adiksi (58,1%) dibandingkan yang tidak adiksi dan ditemukan hubungan yang signifikan antara keduanya (p<0,001; OR (95% CI) = 9,17 (3,78-22,25)). Kesimpulan: Masalah emosi dan depresi ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan adiksi internet.
Introduction: Internet addiction is an ever increasing health problem. Teenagers and young adults, which are the age groups of medical students, are populations most prone to internet addiction. Emotional problems and depression are often found alongside internet addiction. Methods: This cross-sectional study was done with the Self-Reporting Questionnaire-20 (SRQ-20), Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9), and Kuesioner Diagnostik Adiksi Internet (KDAI) given out to preclinical medical students at Faculty of Medicine, Universitas Indonesia online via Google Forms. Statistical tests were done with SPSS 25th edition to assess the relationship between emotional problems, depression, and internet addiction. Results: A total of 153 preclinical medical students at Faculty of Medicine, Universitas Indonesia were involved in this study. The prevalance of internet addiction was found to be 20,26%, while the prevalance of emotional problems was 26,8%. The prevalance of emotional problem was found to be greater in students with internet addiction (61,3%) than students without internet addiction (18,0%) and a significant relationship was found between emotional problems and internet addiction (p<0,001; OR (95% CI) = 7,2 (3,05–16,97)).  The prevalance of depression was also found to be greater in students with internet addiction (58,1%) than students without internet addiction and a significant relationship was found between emotional problems and internet addiction (p<0,001; OR (95% CI) = 9,17 (3,78-22,25)). Conclusion: Emotional problems and depression was found to be significantly associated with internet addiction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifka Annisa Taufiq
"Kuliah merupakan salah satu metode pengajaran yang masih banyak digunakan saat ini. Kuliah yang efektif bisa mempengaruhi kualitas pembelajaran yang dihasilkan. Atribut dosen yang baik dalam memberikan kuliah bisa digunakan untuk mengetahui bentuk pengajaran yang efektif untuk mahasiswa. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 300 responden yang berasal dari tiga tahun pendidikan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan telaah kritis beberapa jurnal dan telah melalui review pakar. Hasil penelitian mendapatkan bahwa atribut utama dosen yang baik menurut mahasiswa adalah "memiliki kemampuan komunikasi yang baik", "mampu menyampaikan presentasi (materi kuliah) dari berbagai media dengan baik", "tepat waktu dalam menghadiri kuliah", "memiliki pengetahuan yang baik mengenai materi kuliah yang dibawakan", "mampu membuat suasana perkuliahan yang rileks meskipun serius/memiliki selera humor", dan "antusias dan bersemangat dalam membawakan kuliah". Sebagai kesimpulan, atribut dengan median skor tertinggi pada masing-masing tahun pendidikan mahasiswa dan jenis kelamin terdapat pada atribut yang sama.

Lecture is one of the teaching methods that are still widely used today. Effective lectures can affect the quality of learning. Good lecturer attributes in giving lectures can be used to find out effective forms of teaching for students. This study is a cross-sectional study. Sample of this study amounted to 300 respondents from three different years of education. This study uses a questionnaire compiled by researchers based on a critical review of several journals and has been through expert review. The results of the study found that the main attributes of a good lecturer according to students were "have good comunication skills", "able to deliver presentations (lecture material) from various media well", "on time to attend college", "have good knowledge about the lecture material delivered", "able to make the atmosphere of the lecture relaxed though serious/have a sense of humor", and "enthusiastic and excited on lecturing". In conclusion, attributes with the highest median scores in each student's education year and gender are found in the same attributes."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Estrilla Widya Patrichia
"N ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara impulsivitas, parental control, dan adiksi internet pada remaja. Pengukuran impulsivitas menggunakan Barratt Impulsiveness Scale Barratt, 1995 , pengukuran adiksi internet menggunakan Internet Addiction Test Young, 1987 , dan pengukuran parental control menggunakan alat ukur Parental Control Scale Schaefer Schludermann, 1987. Partisipan penelitian merupakan remaja yang berusia dari 12-21 tahun. Pengolahan data dilakukan dengan metode statistika kuantitatif deskriptif dan pearson correlation menggunakan perangkat lunak SPSS 20.
Hasil penelitian ini menunjukkan hanya 155 responden yang mengalami adiksi internet sesuai data deskriptif total skor IAT, dimana terdapat korelasi positif yang signifikan antara impulsivitas dan adiksi internet pada remaja r 155 = .217, p < .01, one tails. Sedangkan tidak terdapat korelasi positif yang signifikan antara parental control dan adiksi internet pada remaja r 155 = -.032, p < .01, one tails.

This research was conducted to find out the correlation between impulsivity, parental control and internet addiction among adolescent. Impulsivity was measured by Barratt Impulsiveness Scale Barratt, 1995, while internet addiction was measured by Internet Addiction Test Young, 1987, and parental contol was measure by Parental Control Scale Schaefer Schludermann, 1987. The participant in this research are adolescent with the age range between 12 to 21 years old. Data processing was done by using descriptive statistics and pearson correlation with a software called SPSS 20.
The result from this research shows that only 155 respondents are addicted to internet based on the result of IAT descriptiv statistic's data. From this research the results show that impulsivity positively correlated significantly with internet addiction r 155 .217, p .01, one tails . While parental control doesn't signifivantly have a positive correlation with internet addiction r 155 .032, p .01, one tails.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S69013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ditha Anjani Nabiilah
"Latar Belakang: Kecanduan smartphone baru-baru ini mendapat perhatian ilmiah yang meningkat sebagai potensi kecanduan perilaku. Perilaku adiktif secara tradisional telah dikaitkan dengan citra diri yang rendah. Langkah pertama menuju mitigasi konsekuensi kecanduan smartphone adalah deteksi dini, dan itu harus mempertimbangkan faktor risiko individu; citra diri adalah salah satu faktor risiko tersebut. Citra diri adalah penilaian individu secara keseluruhan atas nilai atau nilai seseorang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hubungan antara citra diri dan kecanduan smartphone di kalangan mahasiswa di Jakarta, Indonesia.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dan menggunakan teknik simple random sampling. Rosenberg Self-Esteem Scale versi Indonesia dan Smartphone Addiction Scale versi Indonesia digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Uji korelasi pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antara citra diri dengan kecanduan smartphone, sedangkan analisis regresi logistik multivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara faktor demografi, pola penggunaan smartphone, dan kerentanan terhadap kecanduan smartphone.

Hasil: Analisis data menunjukkan nilai signifikansi (p =<0.05, r =-0,345), hal ini berarti tingkat citra diri berkorelasi negatif dengan kecanduan smartphone. Temuan menunjukkan bahwa citra diri yang rendah merupakan ciri penting dari kecanduan smartphone. Mayoritas dari 192 peserta ditemukan memiliki tingkat citra diri rata-rata (72,3%). Mayoritas peserta menggunakan smartphone lebih dari 6 jam setiap hari (74,2%). Rata-rata usia pertama kali menggunakan smartphone adalah 10,69 tahun (SD = 1,99). Sebagian besar responden menggunakan smartphone untuk berkomunikasi dengan orang lain (63,2%) dan mengakses media sosial (16,1%). Usia partisipan, jenis kelamin, usia pertama kali menggunakan smartphone, durasi penggunaan smartphone setiap hari, dan tujuan utama penggunaan smartphone tidak memengaruhi hubungan tersebut.

Konklusi: Secara keseluruhan, studi ini membuktikan bahwa ada korelasi negatif lemah yang signifikan antara citra diri dan kecanduan smartphone. Selain itu, studi ini menekankan pentingnya mengatasi citra diri dan keyakinan inti yang sesuai dalam pencegahan dan pengobatan kecanduan smartphone.


Background: Smartphone addiction has recently received increased scientific attention as a potential behavioral addiction. Addictive behaviors have traditionally been associated with low self-esteem. The first step toward the mitigation of the smartphone addiction consequences is early detection, and it should take individual risk factors into consideration; self-esteem is one such risk factor. Self-esteem is individual's overall assessment of one's worth or value. The goal of this study is to examine the correlation between self-esteem and smartphone addiction among university students in Jakarta, Indonesia.

Methods: The research study adopted a cross-sectional research design and used a simple random sampling technique. The Indonesian versions of the Rosenberg Self-Esteem Scale and the Smartphone Addiction Scale were used to measure the study variables. Pearson correlation test was conducted to acknowledge the correlation between self-esteem and smartphone addiction, while multivariate logistic regression analysis was conducted to examine the relationships between demographic factors, patterns of smartphone use, and vulnerability to smartphone addiction.

Result: Data analysis shows significance value (p =<0.05, r =-0.345), this means the level of self-esteem is negatively correlated with smartphone addiction. The findings show that low self-esteem is an important hallmark of smartphone addiction. A majority of 192 participants were found to have average self-esteem level (72.3%). The majority of participants use smartphone more than 6 hours daily (74.2%). The average of age at first smartphone use was 10.69 years (SD = 1.99). Most of the respondents used smartphone to communicate with other people (63.2%) and access social media (16.1%). Participant’s age, gender, age at first smartphone use, duration of daily smartphone use, and primary purpose of smartphone use did not moderate the association.

Conclusion: Overall, this study proves that there is a significant weak negative correlation between self-esteem and smartphone addiction. Moreover, our findings emphasize the importance of addressing self-esteem and corresponding core beliefs in the prevention and treatment of smartphone addiction."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Carnation Tandri
"

Pendahuluan: Adiksi gim merupakan gangguan pola bermain gim yang tergolong berlebihan ketika individu lebih memprioritaskan gim dibandingkan aktivitas sehari-hari dan minat lainnya, sehingga menimbulkan gangguan. Fenomena ini terus meningkat seiring perkembangan zaman dan dapat mengganggu kondisi bio-psiko-sosial seseorang, salah satunya dengan menimbulkan perilaku agresif. Perilaku agresif merupakan tindakan dengan tujuan untuk merugikan, membahayakan, dan menyakiti orang lain, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi korelasi antara adiksi gim dengan perilaku agresif pada pelajar SMA di Jakarta.

Metode: Penelitian ini dilakukan secara potong lintang menggunakan data primer yang diambil dari pelajar salah satu SMA swasta di Jakarta pada bulan Maret 2020.Kuesioner adiksi gim(GAS-21) dan kuesioner kecenderungan perilaku agresif (BPAQ) disebarkan ke seluruh siswa/i dan subjek penelitian dipilih secara acak. Kedua kuesioner yang digunakan telah divalidasi dalam versi bahasa Indonesia. Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan uji korelasi Pearson dan korelasi Spearman. Pengolahan data dilakukan dengan aplikasi Statistical Package for Social Sciences(SPSS) versi 23.

Hasil: Berdasarkan pengisian GAS-21, didapatkan 17 dari 59 subjek penelitian (28,8%) yang memiliki kecenderungan adiksi gim.Sementara itu, berdasarkan pengisian BPAQ, didapatkan 9 orang (15,3%) yang memiliki kecenderungan perilaku agresif dengan rata-rata jumlah skor BPAQ 66,220 ±12,729. Adiksi gimdan perilaku agresif memiliki korelasi positif yang bermakna secara statistik (r=0,432), dan menyumbang sebesar 18,7% dari varian proporsi perilaku agresifDi antara domain perilaku agresif, adiksi gim memiliki korelasi terkuat dengan domain agresi fisik (r=0,469), diikuti domain amarah (r=0,307), dan permusuhan (r=0,285). 

Simpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwaadiksi gimmemiliki korelasi yang bermakna dengan perilaku agresif pada pelajar SMA dengan koefisien korelasi yang bermakna, kekuatan sedang, dan arah positif. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memberi edukasi untuk remaja terkait penggunaan gim dan menyebarkan hasil penelitian pada sekolah, orang tua, atau psikiater untuk pengembangan ilmu kesehatan jiwa. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk melihat pengaruh faktor lain terhadap perilaku agresif seperti genre gim, pola asuh orang tua, atau sosioekonomi keluarga.


Introduction: Game addiction is a disruption in the pattern of playing games that is classified as excessive when individuals prioritize games over daily activities and other interests, causing disorder. This phenomenon continues to increase over time and can affect bio-psycho-social condition, one of which is by causing aggressive behavior. Aggressive behavior is an action with the intention of harming and hurting others, physically, verbally, and psychologically. This study aims to identify the correlation between game addiction and aggressive behavior among high school students in Jakarta.

Methods: This research was conducted in a cross-sectional manner using primary data taken from students in one private high school in Jakarta on March 2020. The 21 Item Game Addiction Scale (GAS-21) and Buss and Perry Aggression Questionnaire (BPAQ) were distributed to all students and the subjects were selected randomly. The two questionnaires used have been validated in the Indonesian version. The collected data were then analyzed using Pearson correlation test and Spearman correlation test. The data analysis was performed using the Statistical Package for Social Sciences (SPSS) version 23 application.

Results: Based on GAS-21, 17 subjects out of 59 (28.8%) have a tendency to game addiction. Meanwhile, based on BPAQ, 9 subjects (15.3%) have a high tendency to aggressive behavior with an average BPAQ score of 66,220 ±12,729. Game addiction and aggressive behavior had a statistically significant positive correlation (r=0.432), and contributed 18.7% of the proportion variance of aggressive behavior. Among the domains of aggressive behavior, game addiction has the strongest correlation with the domain of physical aggression (r = 0.469), followed by the anger (r = 0.307), and hostility (r = 0.285).

Conclusion: This study concluded that game addiction has a significant correlation with aggressive behavior in high school students with a significant correlation coefficient, moderate strength, and positive direction. Prevention efforts can be done by educating adolescents regarding the use of games and disseminating research results to schools, parents, or psychiatrists for the development of mental health science. Further research can be conducted to see the influence of other factors on aggressive behavior such as game genre, parenting style, or family socioeconomics.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rifqi Adiasya
"ABSTRAK
Kualitas hidup merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan, tidak terkecuali untuk mahasiswa. Beban akademis dan non-akademis yang dijalani terkadang membuat mahasiswa mengorbankan waktu tidurnya untuk memenuhi kewajiban tersebut. Sehingga, tidak jarang mahasiswa mengalami masalah tidur, salah satunya adalah insomnia. Insomnia yang semakin parah dapat menyebabkan kualitas hidup menurun Morin, Manber, Riemann, Spiegelhalder, 2015 . Beberapa faktor dapat memperkuat pengaruh insomnia terhadap kualitas hidup. Salah satunya adalah internet gaming addiction. Penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh moderasi internet gaming addiction terhadap hubungan antara insomnia dengan kualitas hidup pada mahasiswa. Peneliti menggunakan tiga alat ukur, yakni Insomnia Severity Index ISI , Gaming Addiction Scale GAS versi 21, dan World Health Organization Quality of Life WHOQOL . Sebanyak 389 partisipan turut serta dalam penelitian ini. Hasil menunjukkan bahwa tingkat keparahan insomnia secara signifikan menurunkan kualitas hidup t 389 = -7,960

ABSTRACT
The quality of life is one of the important aspects of life, also for college students. The burdens of academic and non academic make them sacrifice their sleep time to fulfill their obligation. So, students sometimes experienced sleep problems, and one of them is insomnia. Insomnia severity caused college students 39 quality of life decreased Morin, Manber, Riemann, Spiegelhalder, 2015 . Several factors can strengthen the effect of insomnia on quality of life. One of them is internet gaming addiction. This study aimed to assess the moderation effect of internet gaming addiction on the relationship between insomnia and quality of life among college students. We used three measures, which were Insomnia Severity Index ISI , Gaming Addiction Scale GAS 21 version, and World Health Organization Quality of Life WHOQOL BREF . A total of 389 college students participated in this study. The result revealed that insomnia severity decreased quality of life significantly t 389 7,960"
2017
S67711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>