Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197030 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Udin Komarudin
"Efektivitas penggunaan kondom dan pelicin secara terpisah saat seks anal terhadap kejadian infeksi sifilis sudah banyak diketahui, namun masih jarang dilakukan penelitian untuk melihat efek gabungan penggunaan kondom dan pelicin dalam menyebabkan Sifilis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penggunaan kondom dan pelicin tambahan dengan infeksi sifilis diantara populasi kunci waria. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional menggunakan data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) Kementerian Kesehatan RI tahun 2015. Sampel yang dianalisis pada penelitian ini berjumlah 759 setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis multivariat menggunakan uji cox regresi. Hasil penelitian didapatkan proporsi infeksi sifilis sebesar 18,05%. Analisis multivariat menunjukkan penggunaan kondom dan pelicin tambahan berasosiasi dengan kejadian infeksi sifilis (PR=1,76 95%CI=0,83-3,76), waria yang tidak menggunakan kondom dan tidak menggunakan pelicin tambahan berisiko 1,76 kali untuk mengalami sifilis. Perlu terus dikampanyekan pentingnya penggunaan kondom dan pelicin tambahan berbahan dasar air saat seks anal kepada waria dan pelanggannya untuk menurunkan kejadian infeksi sifilis.

The effectiveness of using condoms and lubricants separately during anal sex on the incidence of syphilis infection is well known, but research is still rare to see the combined effect of the use of condoms and lubricants in causing syphilis. This study aims to determine the relationship between condom use and additional lubrication with syphilis infection among key waria populations. This study used a cross-sectional design using data from Integrated Biological and Behavior Survey (STBP) the Indonesian Ministry of Healths in 2015. The samples analyzed in this study amounted to 759 after fulfilling the inclusion and exclusion criteria. Multivariate analysis using the cox regression test. The results showed that the proportion of syphilis infection was 18.05%. Multivariate analysis showed that the use of condoms and additional lubricants was associated with the incidence of syphilis infection (PR = 1.76 95% CI = 0.83-3.76), Male to female transgender who did not use condoms and did not use additional lubricants had a risk of 1.76 times to experience syphilis . It is necessary to continue campaigning on the importance of using condoms and additional water-based lubricants during anal sex to male to female transgender and their customers to reduce the incidence of syphilis infections. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52585
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Kholijah Aspia
"Transgender adalah salah satu kelompok yang paling terpengaruh oleh epidemic HIV dan 49 kali lebih mungkin untuk hidup dengan HIV dibandingkan populasi umum. Data dari Amerika Latin dan Karibia menunjukkan bahwa prevalensi HIV jauh lebih tinggi pada pekerja seks transgender wanita dibandingkan pada pekerja seks pria dan wanita non-transgender.
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan menjual seks dengan status HIV pada waria di Indonesia yang merupakan analisis lanjut dari data STBP tahun 2015. Penelitian ini adalah studi crosssectional. Subyek dalam penelitian ini adalah 867 waria yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil penelitian didapatkan prevalensi HIV sebesar 26.1% dan proporsi menjual seks pada waria dengan status HIV positif sebesar 31,1%. Analisis multivariat menunjukkan adanya hubungan antara menjual seks dengan status HIV dengan PR adjusted 1,358 [95% CI: (1,045-1,766)] p-value=0,022. Kesimpulan penelitian ini adalah waria yang menjual seks 1,358 kali lebih berisiko memiliki status HIV positif dibandingkan dengan waria yang tidak menjual seks setelah dikontrol oleh variabel riwayat IMS.
Transgender is one of the groups with the most HIV epidemics and 49 times more likely to live with HIV than the general population. Data from America and the Caribbean show a much higher HIV prevalence in female transgender sex workers than in male and non-transgender female sex workers.
This thesis discusses the relationship between selling sex with HIV status among transgender in Indonesia which is a further analysis of the 2015 IBBS data. This study is a cross-sectional study. The subjects in this study were 867 transgender who met the inclusion and exclusion criteria.
The results obtained by HIV prevalence of 26.1% and the proportion of selling sex in transgender with HIV positive status of 31.1%. Multivariate analysis showed an association between selling sex with HIV status with adjusted PR 1.358 [95% CI: (1.045-1.766)] p-value = 0.022. The conclusion of this study is that transgender who sell sex are 1,358 times more likely to have HIV positive status compared to transgender who do not sell sex after being controlled by a variable named STIs. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erika Wati Murliani
"Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) telah menjadi masalah kesehatan internasional karena telah terjadi peningkatan jumlah pasien di beberapa negara di dunia. Kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara, merupakan kawasan dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi kedua yaitu sebanyak 7,8 juta atau 5,2-12 juta. Prevalensi HIV pada kelompok waria di Indonesia tahun 2003 sebesar 22% lebih tinggi dibandingkan dengan negara Bangkok (16,8%) dan Kamboja (9,8%). Sekitar 59,3% waria tidak menggunakan kondom saat melakukan seks anal lebih tinggi dibandingkan pada gay (53,1%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan HIV(+) pada waria. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Responden berasal dari Jakarta, Bandung, Semarang, Malang dan Surabaya pada tahun 2011, dengan metode pengambilan sampel Two-stage Proportionate Probability Sampling. Dari 1089 sampel yang ada, sampel yang eligible dan masuk dalam analisis sebanyak 1070 sampel. Prevalensi kasus HIV(+) pada waria sebesar 21,9%, dengan analisis bivariat yang menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik adalah konsistensi penggunaan kondom, umur, pendidikan, lama melakukan seks komersil, jumlah pelanggan seks anal, negosiasi kondom, kontak dengan petugas, dan kunjungan klinik IMS. Setelah dilakukan uji stratifikasi, didapatkan ada interaksi variabel pendidikan dan konsistensi penggunaan kondom terhadap hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan HIV(+). Analisis multivariat yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil akhir hubungan konsistensi penggunaan kondom dengan HIV(+) yang didapatkan setelah mengontrol pengetahuan komprehensif HIV/AIDS, negosiasi kondom, jumlah pelanggan seks anal, kunjungan klinik IMS, pendidikan, lama melakukan seks komersil, dan interaksi konsistensi penggunaan kondom dan pendidikan dengan OR sebesar 0,037 (95% CI: 0,004-0,349). Terdapat hubungan risiko yang tidak logis dalam penelitian ini, menyebabkan hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk 5 kota besar di Indonesia. Pada waria yang tidak konsisten dalam menggunakan kondom baik yang berpendidikan rendah maupun tinggi, perlu dilakukan upaya peningkatan kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi. Monitoring dan evaluasi juga sangat diperlukan untuk memantau prevalensi HIV(+) pada waria dan mengumpulkan data/ informasi yang berhubungan dengan meningkatnya kasus HIV(+) pada beberapa propinsi dengan jumlah waria terbanyak berdasarkan estimasi populasi rawan tertular HIV di Indonesia.

Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) has been a health international problem due to the increasing of patient in several countries in the world. South and South-East Asia is the second region of the biggest number of HIV/AIDS, that is around 7,8 million or 5,2-12 million. The prevalence of HIV among transgender in Indonesia in 2003 is 22% higher than Bangkok (16,8%) and Cambodia (9,8%). Around of 59,3% transgender were not using condom during anal intercourse which was higher than among men who have sex with men (53,1%). The aim of this study is to estimate the correlation of consistent condom use and HIV (+) among transgender. The study design is cross-sectional. The respondents were taken from Jakarta, Bandung, Semarang, Malang and Surabaya in 2011, by Two-stage Proportionate Probability Sampling method. Total of available sample were 1089 sample, but only 1070 sample were eligible and continued to analysis. The prevalence of HIV(+) among transgender is 21,9%. The result of bivariat analysis showed that several covariat variables had a statistically significant: consistent of condom use, age, education, time of commersial sex practice, anal-sex partner number, condom negotiation, contact with health worker, and visit to sexually transmitted infection (STI)`s clinic. There is an interaction variable of education and consistent condom use to the correlation of consistent condom use and HIV (+). Logistic regression was used for multivatiate analysis. The end of the result in this study is odds ratio (OR) of the correlation of consistent condom use and HIV (+) after controlling some confounders: a HIV/AIDS comprehensive knowledge, condom negotiation, anal-sex partner number, visit to STI`s clinic, education, time of commersial sex practice, and interaction of education and consistent condom use, is 0,037 (95% CI: 0,004-0,349). There are unlogically risk correlation in this study, which can cause the end of this result could not be generalized for the transgender`s population in 5 bis cities in Indonesia. An unconsistent condom use among high and low education among transgender, should be intervented by strenghtening of communication, information, and education programme. Monitoring and evaluation is more important to be implemented for monitoring the number of prevalence of HIV(+) among transgender and compiling data/informations of the correlation increased number of HIV(+) in several provinces which have a biggest number of transgender based on the estimation of population at risk of infected HIV in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T36865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maratul Arifatuddina
"Terdapat 11.160 kasus HIV di Indonesia pada tahun 2020 dan 1,2% di antaranya adalah kelompok Waria. Transmisi HIV secara homoseksual (21,4%) lebih berisiko dibandingkan heteroseksual (17,9%). Faktor yang mempengaruhi kejadian HIV pada Waria adalah pengetahuan pencegahan HIV dan perilaku berisiko HIV. Penelitian ini menggunakan data STBP 2018-2019 dengan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian yaitu seorang yang secara biologis laki-laki dan dikenali sebagai Waria berumur 15 tahun atau lebih yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berujumlah 2.357. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. Prevalensi HIV pada Waria tahun 2018-2019 di Indonesia sebesar 12,9%. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan pencegahan HIV pada variabel menerima informasi HIV dan pengetahuan pencegahan (tidak melakukan seks) dengan kejadian HIV pada Waria pada tahun 2018-2019 di Indonesia. Terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku berisiko HIV pada variabel usia pertama kali seks anal, pernah menjual seks, mempunyai pasangan seks tidak tetap, dan status sifilis dengan kejadian HIV pada Waria pada tahun 2018-2019 di Indonesia.

There were 11,160 HIV cases in Indonesia in 2020 and 1.2% of them were transgender. Homosexual (21.4%) HIV transmission is more at risk than heterosexual (17.9%). Factors that influence the incidence of HIV among Waria are knowledge of HIV prevention and HIV risk behavior. This study used the 2018-2019 IBBS data with a cross sectional research design. The sample of the study was a person who was biologically male and identified as transgender aged 15 years or more who fulfilled the inclusion and exclusion criteria in total of 2,357. Data were analyzed by univariate and bivariate. The prevalence of HIV among Waria in 2018 - 2019 in Indonesia is 12.9%. There is a significant relationship between HIV prevention knowledge on the variable receiving HIV information and knowledge of prevention (not having sex) to the incidence of HIV among Waria in 2018-2019 in Indonesia. There is a significant relationship between HIV risk behavior in the variables of age at first anal sex, having sold sex, having irregular sex partners, and syphilis status to the incidence of HIV among transgender women in 2018-2019 in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Rachmawati Waznah
"Kelompok Wanita Pekerja Seksual WPS merupakan kelompok paling rentan terkena HIV disebabkan perilaku seksual mereka yang berisiko tinggi. Cakupan program pencegahan HIV melalui hubungan seksual memang menunjukan peningkatan, untuk melihat dampak upaya intervensi tersebut, maka diperlukan evidence based, dapat dilihat dari perilaku tes HIV pada WPS. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan keterpaparan program pencegahan HIV dengan perilaku tes HIV pada kelompok WPSL di 16 Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2015. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan menggunakan data STBP Tahun 2015 kelompok WPSL. Sampel penelitian ini adalah keseluruhan data STBP WPSL 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian n = 1918.
Hasil penelitian menunjukan keterpaparan program pencegahan HIV terbukti secara statistik memiliki hubungan dengan perilaku tes HIV p value = 0,000 pada kelompok WPSL di 16 Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 2015. WPSL yang terpapar program pencegahan HIV dengan kategori baik memiliki kecenderungan 2,46 kali AOR=2,46, 95 CI:1,70 ndash;3,56 untuk melakukan tes HIV dibandingkan dengan WPSL yang terpapar program pencegahan HIV dengan kategori kurang setelah dikontrol dengan variabel konfonding status pernikahan, pengetahuan tentang HIV, lama bekerja, dan variabel interaksi akses tes HIV gratis. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan cakupan program pencegahan HIV pada kelompok WPS agar terjadi peningkatan cakupan tes HIV dengan memperbanyak pelayanan tes HIV berupa mobile KTS.

Female sex workers FSWs are the most vulnerable groups affected by HIV due to their high risk sexual behavior. The coverage of HIV prevention programs through sexual transmission indeed shows improvement, but to see the impact of intervention efforts, evidence based is needed, and it can be seen from the behavior of HIV testing among FSWs. This study aimed to identify the association of HIV prevention program exposure with HIV testing behavior among FSWs in 16 Districts Cities in Indonesia 2015. This study used a cross sectional survey, using data of The 2015 IBBS. The sample of this study is the overall data of the 2015 FSWs IBBS that meet the inclusion and exclusion criteria of the study n 1918 .
The result showed that HIV prevention program exposure has been shown to be statistically related to the HIV testing behavior p value 0,000 among FSWs in 16 Districts Cities in Indonesia by 2015. FSWs with good exposed of HIV prevention programs has a tendency of 2.46 AOR 2.46, 95 CI 1.70 3.56 for HIV testing compared with WPSL who were less exposed to HIV prevention programs after being controlled with confounding variables such as marital status, knowledge of HIV, duration of work, and access to HIV test variable. Therefore, it is necessary to increase the coverage of HIV prevention programs for FSWs in order to increase the scope of HIV testing by increasing the HIV testing service in the form of mobile VCT.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniar Sinta Dewi
"Gonore adalah masalah kesehatan masyarakat yang menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam beban global infeksi menular seksual. Menurut Kementerian Kesehatan RI, wanita pekerja seks langsung WPSL adalah kelompok berisiko penyumbang kasus gonore terbanyak di Indonesia di tahun 2007, 2011, dan 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi gonore pada WPSL di 16 kabupaten/kota di Indonesia tahun 2015. Data yang digunakan adalah data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku 2015 dengan jumlah sampel penelitian ini sebesar 2654 responden. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Prevalensi gonore pada WPSL dalam penelitian ini sebesar 21,3. Faktor risiko infeksi gonore pada WPSL adalah usia muda PR 1,56; 95 CI: 1,35-1,81, konsisten menggunakan kondom PR 1,18; 95 CI: 1,02-1,38, melakukan bilas vagina PR 1,41; 95 CI: 1,04-1,91, baru menjadi WPSL PR 1,59; 95 CI: 1,37-1,85, berhubungan seks pertama kali saat berusia muda PR 1,24; 95 CI: 1,07-1,45, memiliki banyak pelanggan PR 1,33; 95 CI: 1,15-1,54, kurangnya pemberian informasi dan rujukan oleh petugas lapangan PR 1,55; 95 CI: 1,02-2,37, dan mengidap IMS lain PR 3,21; 95 CI: 2,73-3,78. Sedangkan faktor protektif infeksi gonore pada WPSL adalah sudah kawin PR 0,67; 95 CI: 0,56-0,79. Oleh karena itu disarankan untuk lebih memasifkan, mengintensifkan, serta menggunakan metode yang efektif dalam melaksanakan program skrining rutin bagi WPSL berusia muda, baru menjadi WPSL, memiliki banyak pelanggan, dan mengidap IMS lain pelatihan cara bernegosiasi dengan pelanggan untuk mau menggunakan kondom bagi WPSL berusia muda dan baru menjadi WPSL; serta pemberian informasi, khususnya tentang konsistensi penggunaan kondom dan larangan membilas vagina, serta dan rujukan oleh petugas lapangan.

Gonorrhea is a public health issue that becomes one of the biggest contributors to STIs global burden. According to Indonesian Ministry of Health, direct female sex workers FSWs are risk group who contribute most of the gonorrhea cases in Indonesia. This research aims to determine factors associated with gonorrhea infection among direct female sex workers in 16 districts cities in Indonesia in 2015. The data used is 2015 Integrated Biological and Behavioral Survey with samples of 2654 respondents. The design study used in this research is cross sectional. The prevalence of gonorrhea in direct female sex workers in this research is 21,3. Risk factors for gonorrhea in direct FSWs are young age PR 1,56 95 CI 1,35-1,81, use condom consistently PR 1,18 95 CI 1,02-1,38, doing vaginal douching PR 1,41 95 CI 1,04-1,91, new as direct FSW PR 1,59 95 CI 1,37-1,85, first sex at young age PR 1,24 95 CI 1,07-1,45, has many clients PR 1,33 95 CI 1,15-1,54, lack of information and referral given by field officer PR 1,55 95 CI 1,02-2,37, dan has another STIs PR 3,21 95 CI 2,73-3,78. While the protective factor for gonorrhea in direct FSWs are already married PR 0,67 95 CI 0,56-0,79. Therefore, it is recommended to be more massive, intensive, and use an effective method to do daily screening for direct FSWs who young, new as direct FSW, has many clients, and has another STIs training on how to negotiate with clients to use condom for direct FSWs who young and new as direct FSW provision of information specifically about use condom consistently and prohibition of vaginal douching, as well as referral by field officer."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Purwarini
"Infeksi Menular Seksual (IMS) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan pada tahun 2008, 340 juta penduduk dunia terinfeksi IMS, dan di Asia Tenggara kasus IMS 40% dari kasus di dunia, hal ini karena pengendalian IMS yang lemah. Kasus IMS banyak terjadi pada pekerja seks komerial (PSK) dan LSL (laki-laki berhubungan Seks dengan laki-laki). Meningkatnya kasus IMS akan meningkatkan kasus HIV (WHO, 2009). Prevalensi IMS di Indonesia pada waria lebih tinggi (19,3%) daripada LSL (1,1%) (WHO, 2008), penelitian Pisani dkk di Jakarta tahun 2004 menunjukkan prevalensi HIV pada waria 22%, PSK laki-laki 36% dan LSL 2,5%. Banyaknya kasus IMS pada waria, dapat di intervensi melalui petugas kesehatan untuk mencegah penularan HIV/AIDS dengan melakukan seks aman. Intervensi ini diharapkan dapat mengubah perilaku PSK waria Namun bagi PSK waria yang mengobati sendiri/tidak mengobati belum pernah diketahui konsistensi penggunaan kondom.
Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pencarian pengobatan IMS dengan penggunaan kondom seminggu terakhir pada PSK waria dengan gejala IMS setahun terakhir. Penelitian ini menggunakan data STBP tahun 2007. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan sampel PSK waria yang mengalami gejala IMS setahun terakhir sejumlah 214 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PSK waria yang mencari pengobatan IMS kepada bukan tenaga kesehatan sebesar 28,5%, sedangkan yang berobat kepada petugas kesehatan sebesar 71,5%. PSK waria yang konsisten menggunakan kondom sebesar 25,2% dan yang tidak konsisten sebesar 74,8%. Hubungan pencarian pengobatan dengan penggunaan kondom menunjukkan bahwa PSK waria yang mencari pengobatan kepada bukan petugas kesehatan mempunyai peluang konsisten menggunakan kondom 1,57kali dibandingkan yang mencari pengobatan kepada petugas kesehatan (OR=1,57, 95% CI: 0,76-3,28). Hubungan tersebut secara statistik tidak bermakna (p=0,23).
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dilakukan pelatihan komunikasi efektif bagi petugas kesehatan agar dapat melakukan konseling dengan baik, menyediakan kondom gratis, memeriksa anal dan oral waria yang berobat, menyediakan obat yang efektif untuk IMS/HIV, bekerjasama dengan kelompok waria untuk mengadakan penyuluhan tentang IMS/HIV, memberikan pendidikan moral dan seks bagi remaja baik secara formal maupun informal.

Sexually transmitted Infection (STI) still become a world health problem. Worldwide, an estimated 33.4 million people are living with HIV. In South East Asia region accounts for nearly 40% of world's burden of STI's, due to poor controlling. This mostly happened in sex workers and their clients, men who have sex with men . The increasing number of STI will increase the number of HIV (WHO, 2009).
The objection of this study is to know the association between health seeking behavior for STI and condom use for anal sex within last week in transvestites sexual commercial worker (SCW) that had been complaining STI's symptom during last year. This study uses data from HIV/STI Integrated Biological Behavioral Surveillance among Most-at-Risk Groups (MARG) in Indonesia, 2007. The study design is cross- sectional with 214 transvestites who had been complaining for STI's symptom within last year.
Result of this study shows that 28,5% of the transvestites SCW self medication/did not do anything for the STI's symptom and 71,5% seek to health worker. Only 25,2% of them constantly used condoms, and 74,8% were not. The association between health seeking behavior and condom use shows that transvestites SCW who did self medication/did not do anything for STI's symptom had opportunity consistently condom use 2,26 times than those who came to health worker (OR=2,26, 95% CI: 0,98-5,24). This association is statistically not significant (p=0,06).
Based on the results, we suggest doing some effective communication training for health care workers how to do a good counseling, to provide condom freely, to give anal and oral examination for treated transvestites, to provide effective drug for STI/HIV, to assist transvestites group in arranging seminar about STI/HIV, to give formal or informal moral and sex education to adolescence.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T30829
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rivi Maharani Amri
"Prevalensi kejadian HIV pada kelompok lelaki seks lelaki LSL secara global termasuk di Indonesia terjadi peningkatan. Faktor yang menyebabkan kenaikan prevalensi HIV pada LSL antara lain adalah perilaku seks berisiko yang dilakukan. Namun di sisi lain juga terdapat beberapa perilaku pencegahan yang juga telah dilakukan oleh LSL tersebut maupun oleh petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya penularan HIV. Skripsi ini bertujuan untuk mengatahui hubungan antara perilaku berisiko dan perilaku pencegahan HIV/AIDS dengan status HIV pada lelaki seks lelaki LSL di 6 kota di Indonesia tahun 2015. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang Cross Sectional dari data Survei Terpadu Biologis dan Perilaku STBP tahun 2015 pada kelompok LSL di 6 kota di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat untuk melihat distribusi serta analisis bivariat menggunakan uji Chi Square untuk melihat kemaknaan hubungan antara variabel independen dan dependen. Variabel independen meliputi perilaku berisiko usia seks pertama, jenis pasangan seks pertama, jenis dan status pasangan seks, usia seks komersial pertama, durasi seks komersial, serta mobilisasi hubungan seks dan perilaku pencegahan konsistensi penggunaan kondom, kehadiran program intervensi HIV, penerimaan kondom gratis, serta keikutsertaan tes HIV. Sedangkan variabel dependen adalah status HIV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi LSL yang memiliki status HIV positif sebesar 34,7. LSL dengan status HIV positif yang melakukan perilaku berisiko HIV tertinggi pada LSL dengan usia seks pertama lebih atau sama dengan 20 tahun, jenis pasangan seks pertama laki-laki, jenis dan status pasangan seks adalah pasangan seks tetap laki-laki, usia seks komersial pertama lebih atau sama dengan 20 tahun, durasi seks komersial lebih dari 2 tahun, serta pernah melakukan mobilisasi hubungan seks. Sedangkan yang melakukan perilaku pencegahan HIV tertinggi pada LSL yang konsisten menggunakan kondom, hadir dalam program intervensi HIV, pernah menerima kondom gratis, serta pernah mengikuti tes HIV. Perilaku berisiko yang berhubungan dengan status HIV pada LSL adalah jenis pasangan seks pertama PR= 1,23; 95 CI 1,02 ndash; 1,47, jenis dan status pasangan seks PR= 1,42; 95 CI 1,12-2,49 dan PR= 1,35; 95 CI 1,01-1,07, usia seks komersial pertama PR= 0,69; 95 CI 0,51-0,96, serta durasi seks komersial PR= 1,49; 95 CI 1,11-2,03. Sedangkan perilaku pencegahan yaitu penerimaan kondom gratis PR= 0,84; 95 CI 0,71-0,99 dan keikutsertaan tes HIV PR= 0,69; 95 CI 0,57-0,86.

The prevalence of HIV among population of Men Who Have Sex with Man MSM has increased globally including in Indonesia. Factor leading to an increase in HIV prevalence among MSM is, among other things, risky sex behaviors. In addition, there are also some preventive behaviors that have been done by the MSM group and the health workforce to prevent HIV transmission. This study aims to determine the Association between Risk Behavior and Preventive Behaviors of HIV AIDS and the Status of HIV among Men Who Have Sex with Man MSM in Six Cities of Indonesia in 2015. This study used cross sectional design from Integrated Biological and Behavioural Surveillance IBBS 2015 on MSM groups in 6 cities in Indonesia. Data analysis were done by univariate analysis to see the distribution and bivariate analysis using Chi Square test to see the significance of the relationship between independent and dependent variables. Independent variables includes risk behaviors age of first sexual intercourse, gender of first sexual partner, gender and status of sexual partner, age of first commercial sex, commercial sex duration mobilization of sexual activity and preventive behaviors consistency of condom use, participation in HIV intervention program, received a free condom, participation in HIV testing. While the dependent variable is the HIV status. The result of this study showed that 34.7 of MSM have a positive HIV status. MSM with HIV positive status who perform the highest HIV risky behaviors are the MSM group with the age of first sexual intercourse are more than or equal to 20 years, the gender of first sexual partner is men, status of the sex partners are male fixed sex partners, first commercial sex age are more than or equal to 20 years, commercial sex duration are more than 2 years, and have ever conducted in sexual mobilization. While those who did the highest HIV preventive behavior in MSM are the ones who consistently used condoms, participated in HIV intervention program, had received free condoms, and had done HIV test. In conclusion, significance risk behaviors associated with HIV status in MSM are the gender of first sexual partner PR 1,23 95 CI 1,02-1,47 , gender and status of sexual partner PR 1,42 95 CI 1,12-2,49 dan PR 1,35 95 CI 1,01-1,07, age of first commercial sex PR 0,69 95 CI 0,51-0,96, and commercial sex duration PR 1,49 95 CI 1,11-2,03. While the preventive behaviors that are statistically significant is free condom acceptance PR 0,84 95 CI 0,71-0,99 and HIV test participation PR 0,69 95 CI 0,57-0,86."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elia Daini Zardi
"Lelaki Beresiko Tinggi membeli seks nomor dua setelah waria. Mereka merupakan jembatan penular infeksi HIV dari kelompok resiko tinggi kepada wanita resiko rendah. Penggunaan kondom yang tidak konsisten mempunyai peranan menjadi faktor resiko transmisi penularan infeksi HIV. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan HIV/AIDS dengan konsistensi penggunaan kondom pada Lelaki Beresiko Tinggi (LBT) di Indonesia yang merupakan analisis lanjut dari data STBP tahun 2015. Disain studi adalah cross-sectional. Subyek dalam penelitian ini adalah 1867 Lelaki Beresiko Tinggi (LBT) yang pernah menggunakan kondom. Hasil penelitian didapatkan proporsi konsistensi penggunaan kondom sebesar 27% dan proporsi pengetahuan yang baik tentang HIV/AIDS sebesar 57,3%. Analisis multivariat menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan HIV dengan konsistensi penggunaan kondom dengan PR adjusted 1,190 [95% CI: (1.027-1,864)]. Kesimpulan studi ini adalah pengetahuan yang baik berpeluang 1,194 kali lebih konsisten menggunakan kondom dibandingkan yang pengetahuan kurang setelah dikontrol oleh kofounding persepsi resiko tertular HIV, pekerjaan, lama meninggalkan keluarga dan variabel interaksi pengetahuan dengan keterpaparan media informasi HIV.

Men are at high risk of buying number two sex after transvestites. They are bridges that transmit HIV infection from high risk groups to low risk women. The use of inconsistent condoms is one of the factors of transmission. The thesis is a crosssectional study as part of National IBBS 2015 which discuss associated HIV/AIDS knowledge with the consistency of condom use in High Risk Men (LBT) in Indonesia. The subjects in this study were 1867 High Risk Men who had used condoms. The results showed that the proportion of condom use was 27% and the proportion of good knowledge about HIV/AIDS was 57,3%. Multivariate analysis states an association between knowledge of HIV and the consistency of condom use with adjusted Ratio Prevalent 1,190 [95% CI: (1,027-1864)]. The conclusions of this study are that knowledge has a good chance of 1,190 times more using condoms compared to poor knowledge controlled by confounding perception of HIV infection risk, job, duration of leaving family and interaction variables like HIV konowledge with exposure to HIV information media."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Ayu Prameswari
"Penggunaan Kondom secara konsisten merupakan salah satu cara untuk mencegah penyakit menular seksual pada populasi kunci. Rata-rata pembeli jasa seks pada populasi yang menjual seks paling banyak adalah pada WPSL, kemudian diikuti oleh WPSTL, LSL, dan penasun. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan tentang HIV-AIDS, risiko, dan pencegahannya dengan konsistensi penggunaaan kondom pada wanita pekerja seks langsung di 9 kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan menggunakan data STBP 2013. Populasi penelitian ini adalah seluruh WPSL yang ada di 9 Kota yang menjadi tempat pelaksanaan survei. Sampel penelitian yang diteliti adalah WPSL yang berusia >15 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penggunaan kondom pada WPSL di 9 Kota di Indonesia pada tahun 2013 adalah 36,3% dan prevalensi WPSL yang memiliki pengetahuan baik adalah 55,9%. WPSL yang memiliki pengetahuan baik tentang HIV-AIDS, risiko, dan pencegahannya berisiko 3,2 kali untuk memiliki perilaku konsisten menggunakan kondom setelah dikontrol faktor konfounding. Faktor konfonding dalam hubungan pengetahuan HIV, risiko dan pencegahannya dengan konsistensi penggunaan kondom dalam penelitian ini adalah pendidikan (OR=1,732), persepsi (OR=1,305), jumlah pelanggan (OR=0,737), ketersediaan kondom (OR=1,826), akses kondom gratis (OR=1,970), dan menawarkan kondom (OR=31,523). Dibutuhkan penelitian lanjut dengan faktor-faktor tambahan yang diduga menjadi determinan perilaku penggunaan kondom secara konsisten.

Consistency in condom usage is one of the ways to prevent sexually transmitted infection in key population. The average client of sex services in populations that provides most prostitution service is the Direct Female Sex Workers (DFSW), followed by Indirect Female Sex Workers (IFSW), MSM and IDUs. This study is conducted to identify the association between knowledge of HIV-AIDS, its risks, and its prevention with consistency of condom usage on direct female sex workers in 9 cities in Indonesia. This study used cross sectional study design and used data of IBBS 2013. Population of this study is all of DFSW in 9 cities where the survey is held. Meanwhile, the DFSW taken as samples for this study are 15 years old or above who meet the inclusion and exclusion criteria.
The result shows that the prevalence of consistency of condom usage on DFSW in 9 Cities in Indonesia is 36.3% and the prevalence of DFSW which has good knowledge of HIV-AIDS, its risk, and its prevention is 55.9%. The DFSW who has good knowledge of HIV-AIDS, its risk, and its prevention has 1=3.2 time higher chance of consistency in condom usage after the confounding factors are controlled. The confounding factors in association between knowledge of HIV-AIDS, its risk, and its prevention and consistency of condom usage are education (OR=1.732), perception (OR=1.305), number of guest (OR=0.737), condom availability (OR=1.826), free condom access (OR=1.970), and offering condom to guest (OR=31.523). Further study is needed with more factors that determine consistency of condom usage on DFSW.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S62134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>