Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184970 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Afina Setiyawati
"Terjadinya diskriminasi terhadap gender tertentu terutama pada perempuan salah satunya karena kebijakan-kebijakan yang digagas oleh institusi pemerintah. Persepsi datang karena pemerintah daerah menganggap kebijakan yang dibuat mampu melindungi perempuan. Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah, pemerintah daerah justru menghasilkan kebijakan yang melemahkan perempuan. Melalui metode structural, cultural, and standpoint feminist theories dan pendekatan pemikiran Susan Moller Okin dan Gayatri Chakravorty Spivak, artikel ini menganalisis Peraturan Daerah yang diskriminatif terhadap perempuan. Teori Sandra Harding ditujukan sebagai bentuk kritik permasalahan multikultural dari perspektif epistemologi feminis ketika mengandalkan pengetahuan yang dominan dalam pembentukan kebijakan daerah. Pendekatan pengalaman dalam wilayah feminis multikultur mensyaratkan mendengar pengalaman alih-alih menganggap institusi pemerintah sebagai sumber tunggal pengetahuan. Pertukaran pengetahuan melalui pengalaman diperlukan untuk membentuk Peraturan Daerah yang berkeadilan. Keterlibatan perempuan dalam pembentukan kebijakan daerah seperti yang dipaparkan Sandra Harding adalah bentuk penghargaan atas pengetahuan yang berbeda. Artikel ini merupakan kritik terhadap pembuat kebijakan Peraturan Daerah yang tidak berperspektif gender.

Occurring on certain types of opponents in women is one of them because of policies initiated by the government. Perception comes because the local government considers policies that are made capable of protecting women. In the Regional Regulation, the regional government issues a policy that attaches women. Through structural, cultural and feminist theoretical perspectives and through the discussion of Susan Moller Okin and Gayatri Chakravorty Spivak, this article analyzes Regional Regulations that discriminate against women. Sandra Hardings theory is intended as a critique of multicultural forms from the perspective of feminist epistemology compilation relying on dominant knowledge in regional policy formation. Gaining experience in a multicultural feminist area requires hearing experience instead of considering the government as the sole source of knowledge. Exchange of knowledge through experience is needed to make fair regional regulations. Related to women in regional policy making, as explained by Sandra Harding, is a form of appreciation for different knowledge. This article is a criticism of policy makers who are not gender perspective."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tutut Meta Sari
"Peran penting pekerja rumah tangga (PRT) terhadap kehidupan sosial masyarakat dan ekonomi
negara masih kurang mendapat apresiasi dari pemerintah. Mereka rentan mengalami banyak
kasus, seperti kekerasan fisik, verbal, ekonomi, psikis, dan seksual bahkan praktik jual-beli
manusia. Kasus-kasus itu terjadi dikarenakan PRT tidak masuk dalam perlindungan UU
Ketenagakerjaan sebagai sebuah pekerjaan, sehingga banyak hak-hak PRT yang tidak dipenuhi,
seperti mendapat gaji yang layak, batas waktu kerja yang jelas, serta merasa aman di tempat
kerja. Kurangnya perhatian pemerintah pada PRT, membuat hidup mereka lekat dengan
kemiskinan. Kondisi tersebut disebabkan adanya pemahaman ekonomi mainstream yang malecentered
dan economic machine. Ekonomi menjadi tidak manusiawi karena melepaskan
pembahasan moralitas dan meminggirkan aktivitas domestik perempuan yang dinilai kurang
produktif, sehingga tidak layak diakui sebagai kegiatan ekonomi. Pemahaman itu ditolak oleh
ekonomi feminis Nelson dan new objectivity yang menginginkan bentuk ekonomi tanpa bias
gender dan lebih manusiawi. Metode kritik feminis digunakan untuk menjelaskan letak bias
gender dalam ekonomi mainstream yang menjadi penyebab tidak adanya perlindungan hukum
bagi PRT, kemudian menjelaskan kritik ekonomi feminis dan new objectivity Nelson.
Kesimpulan yang diperoleh adalah permasalahan PRT dapat diselesaikan dengan new
objectivity Nelson yang mendorong pemerintah agar memberikan PRT perlindungan hukum untuk menjamin hak-haknya sebagai sebuah pekerjaan yang memiliki nilai ekonomi dan nilai tawar.

The important role of domestic workers on the social life and the countrys economy is not appreciated. They are susceptible to many cases, such as physical, verbal, economic, psychological and sexual violence and even human trafficking problem. These cases occur because domestic workers are not included in the law protection as a job, so many domestic workers rights are not fulfilled, such as getting a decent salary, a clear work deadline, and feeling safe in the workplace. Lack of government attention to domestic workers, making their lives close to poverty. This condition is due to the understanding of the male-centered mainstream economy and economic machine. The economy becomes inhuman because it releases discussion of morality and marginalizes womens domestic activities that are considered less productive, so that they are not worthy of being recognized as economic activities. That notion was rejected by Nelson's feminist economy and new objectivity who wanted economic without gender bias and more humanity. The feminist critique method is used to explain the location of gender bias in the mainstream economy which is the cause of the lack of legal protection for domestic workers, then explain the criticism of feminist economy and the new objectivity of Nelson. The conclusion is that the problem of domestic workers can be solved by Nelsons new objectivity which encourages the government to provide domestic workers with legal protection to guarantee their rights as jobs that have economic value and bargaining position."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Muhajir
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37129
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Yuri
"Salah satu tujuan utama dari hukum asuransi adalah untuk melindungi pemegang polis dari kegagalan bisnis asuransi. Untuk mencapai tujuan ini, sejumlah prosedur legislatif dan pengawasan sering diterapkan untuk mengamankan dan melindungi hak-hak pemegang polis jika terjadi kegagalan perusahaan asuransi. Skripsi ini membahas tentang lembaga perlindungan pemegang polis asuransi sebagai perlindungan bagi nasabah perusahaan asuransi. Lembaga perlindungan pemegang polis berfungsi untuk melindungi kepentingan pemegang polis jika perusahaan asuransi gagal membayar, namun di Indonesia hingga saat ini lembaga tersebut belum terbentuk meskipun telah diamanatkan oleh Undang-Undang Perasuransian. Berdasarkan hal tersebut, pertama-tama penulis akan mengkaji tentang perlindungan pemegang polis sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian di Indonesia, diikuti dengan peraturan perundang-undangan di Republik Korea. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dimana sepanjang penelitian ini, penulis telah melihat hasil bahwa Korea telah memberlakukan Depositor Protection Act dan membentuk Korea Deposit Insurance Corporation. Sebaliknya, program penjaminan penjaminan yang ditentukan oleh Undang-Undang Perasuransian Indonesia seharusnya sudah terbentuk paling lambat 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan, artinya harus sudah dibentuk paling lambat tanggal 17 Oktober 2017, meskipun demikian, belum terbentuk lembaga tersebut.

One of the primary aims of insurance regulation is to protect policyholders from the failure of insurance businesses. To achieve this purpose, a number of legislative and supervisory procedures are frequently implemented in order to secure and protect policyholder rights in the event of an insurance company's failure. This thesis discusses the insurance policyholder protection institution as protection for insurance company policyholders. In the context of protection of policyholders, the policyholder protection institution functions to protect the interests of policyholders if the insurance company fails to pay, however, in Indonesia until now this institution has not been established even though it has been mandated by the Insurance Law. Based on this, first of all the writer will examine the provisions of protection for the insured and the policy holder as regulated in Law No. 40 of 2014 concerning insurance in Indonesia, followed by the legal and regulations in the Republic of Korea. This thesis research uses a juridical-normative research method with a statutory and analytical approach. Throughout this research, the author has reached a result that Korea has enacted the Depositor Protection Act and established a depositor protection scheme, the Korea Deposit Insurance Corporation (KDIC) that can raise additional funds by issuing bonds and borrowing from a variety of sources. On the other hand, the insurance guarantee program specified by the Indonesian Insurance Law should have been formed no later than 3 (three) years after its adoption, meaning it should have been formed no later than October 17, 2017. If the Indonesia Deposit Insurance Corporation intends to increase its role as a policy guarantor, there is currently no legal framework in place."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Nugroho
"Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menginvestagasi pengaruh peraturan daerah terhadap kinerja perekonomian di Indonesia. Studi ini menggunakan set data panel dari 31 Provinsi di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2002 sampai 2009 serta mengaplikasikan metode efek tetap dalam pengestimasiannya. Dalam rangka menyediakan penjelasannyang lebih komprehensif, studi ini menggunakan tiga proxi variabel peraturan daerah yaitu jumlah peraturan daerah yang dikeluarkan, jumlah peraturan daerah yang dibatalkan, dan perbandingan (persentase/rasio) dari jumlah peraturan daerah yang dibatalkan terhadap jumlah peraturan daerah yang dikeluarkan.
Hasil studi ini menunjukan bahwa peraturan daerah berpengaruh negative terhadap kinerja perekonomian. Namun demikian, koefisien dari variabel peraturan daerah tersebut tidak signifikan. Secara umum dapat disimpulkan bahwatidak terdapat bukti yang cukup bukti bahwa peraturan daerah dapat mempengaruhi kinerja perekonomian. Selain itu, studi ini juga mengklasifikasikan daerah/provinsi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah daerah yang memiliki GRDP di atas rata-rata diklasifikasikan menjadi daerah yang kaya, dan begitupula sebaliknya daerah yang memiliki GRDP di bawah rata-rata diklasifikasikan menjadi daerah yang miskin. Berdasakan pengklasifikasian ini, diperoleh hasil bahwa pengaruh peraturan daerah di kedua bagian daerah tersebut bervariasi.

The aim of this study is to investigate the impact of regional regulation on economic performance in Indonesia. This study uses a panel data set of 31 Provinces in Indonesia during the period of 2002 to 2009 and applies fixed effect method for its estimation. In order to provide better explanation, this study also use three proxies of regional regulation variables which are the number of regional regulation, the number of revoked regional regulation, and ratio of the revoked regional regulation to the existing regional regulation.
The result of this study shows that regional regulation negatively affects economic performance. However, the coefficient of regional regulation is insignificant. In general, it can be concluded that there is not enough evidence to claim that regional regulation affect economic performance. In addition to that, by classifying region into two groups, which are rich and poor region, the effect of regional regulation may vary.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T42295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Jaya Surya Putra
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang politik hukum penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia khususnya dalam pembentukan peraturan daerah sejak era orde baru sampai dengan era reformasi serta analisis pengaturan terkait dengan pelaksanaan pembentukan peraturan daerah di Indonesia. Pelaksanaan pembentukan peraturan daerah saat ini seringkali ditemukan berbagai macam permasalahan selain banyaknya peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, peraturan perundang-undangan yang ada belum mendukung mekanisme pembentukan peraturan daerah yang baik serta lemahnya hubungan koordinasi antara pemerintah daerah dengan instansi vertikal Kementerian Hukum dan HAM dalam pembentukan peraturan daerah. Tujuan penelitian ini adalah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menganut kesatuan sistem hukum maka dalam pembentukan peraturan daerah harus sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan melakukan studi kepustakaan dalam pengumpulan data, kemudian data-data yang diperoleh dianalisis melalui pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menyarankan agar dalam pembentukan peraturan daerah harus mengedepankan prinsip Negara Kesatuan yang berdasarkan pada asas-asas yang berlaku dan peraturan perundang-undangan diatasnya serta berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Simpulan dari penelitian ini adalah memperbaiki peraturan perundang-undangan yang ada khususnya terkait dengan pengaturan pembentukan peraturan daerah dan membangun hubungan koordinasi antara instansi vertikal Kementerian Hukum dan HAM dengan pemerintah daerah dalam pembentukan peraturan daerah.Kata kunci :Pembentukan, Peraturan Daerah, Negara Kesatuan Republik Indonesia

ABSTRACT
This thesis discusses the legal politics of local governance in Indonesia, especially in the formation of regional regulations since the new order era until the era of reform and regulatory analysis related to the implementation of the formation of local regulations in Indonesia. Implementation of the current formulation of local regulations often found a variety of problems in addition to the many local regulations that contradict the higher legislation, the existing legislation has not supported the mechanism of the establishment of good local regulations and weak coordination between local government relations with vertical agencies Ministry of Justice and Human Rights in the formation of local regulations. The purpose of this study is in the Unitary State of the Republic of Indonesia which adheres to the unity of the legal system so in the formation of local regulations must be in accordance with Pancasila and the 1945 Constitution. This research is normative law research by conducting library study in data collection, then the data obtained is analyzed through qualitative approach. The results of this study suggest that in the formation of local regulations should prioritize the principle of the Unitary State based on the prevailing principles and the above legislation and guided by Pancasila and the 1945 Constitution. The conclusion of this research is to improve the existing legislation especially related to the regulation of the formation of local regulation and to build coordination relationship between vertical institutions of the Ministry of Law and Human Rights with local government in the formation of local regulations.Keywords Establishment, local regulations, the unitary State of the republic of Indonesia"
2018
T50443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Ayu Febriani
"Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 22A UUD NRI Tahun 1945 dan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan peraturan perundang-undangan yang baik, dibentuklah Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan PUU). Dalam perkembang peraturan perundang-undangan di Indonesia, ditemukan beberapa permasalahan yang timbul dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang belum dapat mencerminkan nilai-nilai dari Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, diantaranya yaitu: 1) peraturan perundang-undangan tidak memenuhi kebutuhan dan perkembangan masyarakat, 2) peraturan perundang-undangan yang tidak berfungsi secara efektif dan efisien. Permasalahan lainnya yaitu setelah tahap pengundangan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan PUU 2011) bagaimana keberlakuan dari undang-undang tidak diatur secara detail sehingga banyak terdapat hasil temuan produk peraturan pelaksanaan dari undang-undang tidak disusun, ataupun disusun namun bertentangan dengan undang-undangnya sendiri sehingga ketentuan delegasinya tidak sinkron dengan materi muatan yang didelegasikan. Hal ini yang menjadi awal mula dari diusulkannya tahap pemantauan dan peninjauan untuk memantau secara keseluruhan dari awal sampai akhir dan meninjau kembali materi muatan undang-undang apakah dia efektif dan efisien dalam implementasinya sehingga dapat membantu bagi lembaga pelaksana kedaulatan rakyat yaitu DPR dalam menghasilkan produk legislasi yang bisa mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal ini yang menjadi latar belakang dimasukannya tahap pemantauan dan peninjauan undang – undang dalam UU Pembentukan PUU. Namun, saat ini pemantauan dan peninjauan UU di Indonesia bukan merupakan siklus dalam pembentukan UU. Dalam Pasal 95A dan 95B UU Pembentukan PUU 2019 tidak terdapat kewajiban bagi DPR RI untuk melakukan pemantauan dan peninjauan setelah dibentuknya sebuah UU.

As an implementation of the provisions of Article 22A of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and in order to fulfil the needs of society for good laws and regulations, a Law on the Formation of Laws and Regulations was established. In the development of laws and regulations in Indonesia, there are several problems that arise in the formation of laws and regulations that cannot reflect the values of Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, including: 1) laws and regulations do not meet the needs and developments of society, 2) laws and regulations that do not function effectively and efficiently. Another problem is that after the enactment stage, Law No. 12/2011 on the Formation of Laws and Regulations does not regulate the enactment of laws in detail so that there are many findings that the products of implementing regulations from laws are not compiled, or are compiled but contradict the laws themselves so that the delegation provisions are not in sync with the delegated content material. This is the beginning of the proposed monitoring and review stage to monitor the whole from start to finish and review the content material of the law whether it is effective and efficient in its implementation so that it can help the implementing institution of people's sovereignty, namely the DPR, in producing legislative products that can achieve national development goals. This is the background to the inclusion of the monitoring and review stage of laws in the PUU Formation Law. However, currently monitoring and reviewing laws in Indonesia is not a cycle in the formation of laws. In Articles 95A and 95B of the 2019 Law on the Formation of Public Laws, there is no obligation for the Indonesian Parliament to conduct monitoring and review after the formation of a law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Galih Pratiwi
"Terdapat ketidakjelasan pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan peraturan daerah (Perda) yang dilakukan melalui harmonisai, evaluasi dan/atau fasilitasi. Secara sifat dan tujuan pengawasan tersebut merupakan hal yang sama sehingga dalam pelaksanaannya dapat menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi tidak efektif. Penelitian yuridis normatif ini, dilakukan dengan pendekatan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum yang menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembentukan peraturan daerah. Hasil penelitian menunjukan, terdapat dualisme rezim pengaturan mengenai pembentukan Perda serta terdapat perbedaan kekuatan mengikat dari harmonisai dengan evaluasi/fasilitasi yang menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu, permasalahan terkait sumber daya Perancang juga menyebabkan rancangan Perda yang disusun masih memiliki kualitas yang rendah. Pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan Perda sebaiknya dilakukan dengan penguatan pengawassan yang bersifat preventif. Oleh karena itu, untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan regulasi yang mengatur mengenai pembentukan Perda, khususnya terkait pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat. Penegasan peran Perancang, serta peningkatan kemampuan Perancang juga menjadi hal strategis terciptanya Perda yang harmonis

There is vagueness in the division of authority over the central government's supervision of the regional regulation's formation through harmonization, evaluation, or facilitation. The similarity of the authority's nature and purpose causes ineffectiveness. This normative juridical research analyzes the synchronization between regulations about the formation of regional law. The study discovered that there is a dualism of the regulatory regime regarding the formation of Regional Regulations. It also has found differences in the law binding power of harmonization and evaluation/facilitation causes ineffective and inefficient supervision. Besides that, problems of Perancang's resources also causing the draft of regional regulations to still have low quality. Strengthening preventive control by the central government can create harmonious regional regulations that are in line with higher laws and regulations is the best form of supervision to be carried out for now. So there, it is necessary to refine the regulations about the formation of regional regulations, particularly related to the division of supervisory authority of the central government. The participation of legal drafter (Perancang) and an ability enhancement of legal drafter is also a strategic matter to create a harmonious regional regulation"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T55244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Galih Pratiwi
"Terdapat ketidakjelasan pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan peraturan daerah (Perda) yang dilakukan melalui harmonisai, evaluasi dan/atau fasilitasi. Secara sifat dan tujuan pengawasan tersebut merupakan hal yang sama sehingga dalam pelaksanaannya dapat menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi tidak efektif. Penelitian yuridis normatif ini, dilakukan dengan pendekatan penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum yang menganalisis peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembentukan peraturan daerah. Hasil penelitian menunjukan, terdapat dualisme rezim pengaturan mengenai pembentukan Perda serta terdapat perbedaan kekuatan mengikat dari harmonisai dengan evaluasi/fasilitasi yang menyebabkan pengawasan yang dilakukan menjadi kurang efektif dan efisien. Selain itu, permasalahan terkait sumber daya Perancang juga menyebabkan rancangan Perda yang disusun masih memiliki kualitas yang rendah. Pengawasan pemerintah pusat terhadap pembentukan Perda sebaiknya dilakukan dengan penguatan pengawassan yang bersifat preventif. Oleh karena itu, untuk mendukung hal tersebut perlu dilakukan penyempurnaan regulasi yang mengatur mengenai pembentukan Perda, khususnya terkait pembagian kewenangan pengawasan pemerintah pusat. Penegasan peran Perancang, serta peningkatan kemampuan Perancang juga menjadi hal strategis terciptanya Perda yang harmonis.

There is vagueness in the division of authority over the central government's supervision of the regional regulation's formation through harmonization, evaluation, or facilitation. The similarity of the authority's nature and purpose causes ineffectiveness. This normative juridical research analyzes the synchronization between regulations about the formation of regional law. The study discovered that there is a dualism of the regulatory regime regarding the formation of Regional Regulations. It also has found differences in the law binding power of harmonization and evaluation/facilitation causes ineffective and inefficient supervision. Besides that, problems of Perancang's resources also causing the draft of regional regulations to still have low quality. Strengthening preventive control by the central government can create harmonious regional regulations that are in line with higher laws and regulations is the best form of supervision to be carried out for now. So there, it is necessary to refine the regulations about the formation of regional regulations, particularly related to the division of supervisory authority of the central government. The participation of legal drafter (Perancang) and an ability enhancement of legal drafter is also a strategic matter to create a harmonious regional regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkina Aliya
"Penelitian ini bermaksud untuk menelisik apakah norma hukum Indonesia yang ada mampu mengakomodasi dan mengamankan perempuan dari manifestasi kekerasan seksual yang lahir dari perkembangan teknologi. Suatu bentuk kekerasan seksual yang difasilitasi oleh teknologi adalah non-consensual pornography, yakni penyebaran konten bermuatan seksual tanpa persetujuan dari pemilik, pembuat, dan/atau subyek yang berada dimuat dalam konten tersebut. Terbilang bahwa peraturan perundang-undangan yang sekarang ada berkaitan dengan penyebaran konten pornografi tanpa persetujuan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah oleh Undang- Undang Nomor 19 tahun 2016 (UU ITE), dan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi). Dengan menggunakan teori hukum feminis untuk membedah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, beberapa putusan pengadilan serta pengalaman para korban pornografi tanpa persetujuan, penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah produk hukum yang ada telah menginternalisasi pengalaman para korban perempuan dan memungkinkan mereka untuk mengakses keadilan secara substantif. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun Indonesia sudah memiliki regulasi terkait penyebaran muatan pornografi tanpa persetujuan, namun hukum belum bisa menjamin akses pada keadilan yang berkelanjutan bagi perempuan korban sebab hukum yang ada masih acuh terhadap konsep “persetujuan”, “privasi” serta trauma yang dirasakan oleh korban dan memandang tindakan tersebut sebagai pelanggaran rasa kesusilaan masyarakat belaka. Kerangka hukum yang demikian belum bisa memulai perubahan sikap yang bersifat strategik dan berjangka panjang untuk menghapus ketidakadilan sistemik yang dihadapi oleh para perempuan korban kekerasan.

This research aims to explore whether or not existing Indonesian law can accommodate and protect women from forms of sexual violence that are born from technological development, such as non-consensual pornography. As a form of technology facilitated sexual violence, non-consensual pornography is the dissemination/distribution of sexually explicit content without the consent of the owner, producer and/or subject portrayed within the content. Indonesian regulations relevant within the discourse include the Indonesian Penal Code (KUHP), Law No. 11 of 2008 as has been revised by Law No. 19 Year 2016 on Electronic Information and Transactions (UU ITE), and Law No. 44 of 2008 on Pornography (UU Pornografi). By utilizing feminist legal theories and methodologies to analyze laws, court decisions, and victims’ experiences, this research aims to discover whether the law has successfully internalized the experiences of women victims and enabled them to access substantive justice. This research found that although Indonesia already has a number of different regulations pertaining to non-consensual pornography, it is unable to ensure that women have sustainable access to justice as the law still ignores the concept of “consent”, “privacy”, as well as the harms sustained by the victim, and continues to perceive it as a violation of society’s standards of decency as opposed to an act of sexual assault. Such a legal framework is unable to initiate strategic long-term norm changes to eradicate the systemic injustice experienced by sexual violence victims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>