Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188455 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nenfiati
"Latar Belakang: Sejak era terapi antiretroviral (ARV) khususnya lini dua yang meliputi non nucleoside reverse trascriptase inhibitor (NRTI) dan protease inhibitor (PI), ditemukan lebih banyak efek samping metabolik terutama resistensi insulin pada pasien HIV. Dari penelitian sebelumnya, diketahui resistensi insulin berhubungan dengan meningkatnya usia dan komorbid obesitas. ARV dalam meningkatkan risiko terjadinya resistensi insulin dapat terjadi dengan secara langsung mengintervensi jalur pensinyalan insulin tingkat seluler dan tidak langsung sebagai konsekuensi dari defek dalam metabolisme lipid pada pasien dengan sindrom lipodistrofi yang dikaitkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas/free fatty acids (FFA). Terdapat perbedaan hasil dari studi sebelumnya di Negara dan ras yang bervariasi, terkait proporsi kejadian resistensi insulin pada pasien HIV dalam terapi ARV lini dua dan hubungannya dengan durasi terapi, lipodistrofi, dan kadar FFA.
Tujuan: Mengetahui proporsi kejadian resistensi insulin pada pasien HIV dalam terapi ARV lini dua dan hubungannya dengan durasi terapi, lipodistrofi, dan kadar FFA.
Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional potong lintang yang dilakukan pada 111 pasien HIV dalam terapi ARV lini dua. Dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik (tekanan darah, indeks masa tubuh, parameter untuk menilai lipodistrofi), dan pemeriksaan laboratorium (gula darah puasa, insulin puasa, trigliserida, HDL, dan FFA. Data karakteristik disajikan dalam rerata bila distribusi normal dan median bila tidak normal.Subjek dinyatakan mengalami resistensi insulin dengan menghitung indeks Homeostatic Model Assessment for Insulin Resistance (HOMA-IR). Nilai titik potong HOMA-IR ditentukan dalam penelitian ini dengan tambahan data sekunder, pada populasi pasien HIV dalam terapi ARV. Selanjutnya, dilakukan analisis statitistik dengan uji t tidak berpasangan jika distribusi normal dan uji Mann Whitney U untuk data distribusi tidak normal.
Hasil: Median usia subjek adalah 39 tahun (19-58) dan 82% nya adalah perempuan. Didapatkan nilai titik potong HOMA-IR 2,705 dengan sensitivitas 67,9% dan spesifisitas 69,1%. 61 dari 111 subjek (55%) mengalami resistensi insulin. Median durasi PI adalah 52 (0,5-178) bulan, durasi NRTI 121 (19-238) bulan. Terdapat 9 subjek dengan lipodistrofi. Median kadar FFA adalah 2,38 (0,28-40,38). Durasi PI (p=0,015) dan durasi NRTI (p=0,027) berhubungan bermakna secara statistik dengan resistensi insulin. Sedangkan, lipodistrofi dan kadar FFA tidak berhubungan bermakna dengan resistensi insulin.
Simpulan: Proporsi resistensi insulin pada pasien HIV dalam terapi ARV lini kedua adalah 55%. Pada penelitian ini durasi terapi NRTI dan PI, berhubungan dengan terjadinya resistensi insulin pada subjek. Sedangkan, ditemukan perbedaan tidak bermakna secara statistik antara kadar FFA, dan adanya lipodistrofi dengan resistensi insulin pada pasien HIV dalam terapi ARV lini kedua.

Background: Since the era of antiretroviral therapy (ART), especially the second line which includes non nucleoside reverse trascriptase inhibitor (NRTI) and protease inhibitor (PI), there were more cases of metabolic side effects especially insuin resistance in HIV infected patients. Previous studies stated positive correlation between older age and obesity as a comorbid. ART increases risk of insulin resistance by directly intervering in celluer insulin signaling pathway or indirectly through defects of lipid metabolism, lipodystrophy, and elevation of FFA levels. There were controversial results from previous studies in different Country and races regarding the proportion of insulin resistance, and its relation with ART duration, lipodystophy, and FFA levels.
Objective: To obtain the proportion on insulin resistance in HIV patiens on second line ART, and its relation with ART duration, lipodystophy, and FFA levels.
Methods: It is an observational cross-sectional study in 111 HIV patiens on second line ART. Interview, physical examination (of blood pressure, body mass index, and lipodystrophy parameter), and laboratory examination (fasting blood glucose and insulin, triglyceride, HDL, and FFA level) were done. Charateristics of subjects are displayed as mean value if the data distribution is normal and median (min-max value) if not. Insulin resistance is measured with HOMA-IR index. Cut off value was calculated with additional secondary data in population of HIV patiens on ART. Then, statistic analysis is done with unpaired t test for data with normal distribution or mann whitney test for data with abnormal distribution.
Results: Age media value of the subjects is 39 (19-58) years old and 82% of the subjects are female. The obtained cut off value of HOMA-IR is 2,705 with Sensitivity of 67,9 and Specificity of 69,1%. 61 of 11 subjects were insulin resistant. PI duration s median value is 52 (0,5-178) months, NRTI duration s median value is 121 (19-238) months. There were 9 subjects found that have lipodystrophy. FFA levels media value is 2,38 (0,28-40,38). PI (p=0,015) and NRTI (p=0,027) durations were significantly corresponded with insulin resistance. Meanwhile, lipodystrophy and FFA levels were not significantly correlated with insulin resistance.
Conclusions: Insulin resistance is found in 55% HIV patients on second line ART. Therapy duration is found to be related with insulin resistance while lipodystophy and FFA levels have no significant difference between subjects with insulin resistance and not.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulunggono
"Latar Belakang. Walaupun pasien HIV mendapat terapi antiretroviral yang efektif, penurunan fungsi fisik sering ditemukan lebih awal dan menimbulkan masalah baru berupa penuaan dan frailty.
Tujuan. Mengetahui proporsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan prefrail dan frail pada pasien HIV dalam terapi antiretroviral.
Metode. Desain studi potong lintang pada pasien HIV usia ≥30 tahun dalam terapi ARV minimal 6 bulan. Pasien yang memenuhi inklusi dilakukan pencatatan demografis, penyakit komorbid, faktor terkait HIV seperti lama terdiagnosis, lama ARV, dan CD4, pengukuran antropometri seperti indeks massa tubuh, penilaian depresi dengan Indo BDI-II, dan penilaian frailty dengan kriteria Fried. Pasien dengan riwayat infeksi otak, kanker, dan oportunistik aktif dieksklusi. Analisis bivariat dan multivariat dilakukan pada faktor-faktor tersebut.
Hasil. Terdapat 164 pasien yang dianalisis. Proporsi prefrail sebanyak 51,2% (84 pasien) dan frail 3,7% (6 pasien), dengan komponen dominan pada kelemahan genggam. Pasien laki-laki sebanyak 72% dengan median usia (IQR) 40,5 (36-47) tahun, dan median CD4 nadir (IQR) 53 (21–147) sel/mm3, median CD4 awal (IQR) 77 (32 – 206) sel/mm3. Hepatitis C menjadi faktor komorbid terbanyak. Depresi berhubungan dengan prefrail dan frail dengan OR 2,14 (IK95%: 1,034–4,439) dan p = 0,036. Tidak terdapat hubungan faktor usia ≥50 tahun, ≥2 penyakit komorbid, lama terdiagnosis HIV ≥5 tahun, lama ARV ≥5 tahun, CD4 <200 sel/mm3, indeks massa tubuh ≥25 kg/m2, dan pendapatan rendah dengan prefrail dan frail.
Kesimpulan. Terdapat proporsi prefrail sebanyak 51,2% dan frail 3,7%. Depresi merupakan salah satu faktor yang terbukti berhubungan terhadap prefrail dan frail pada pasien HIV dalam terapi ARV.

Background. Although HIV patients receive effective antiretroviral therapy, decrease in physical function is often found earlier and creates new problems in the form of aging and frailty
Aim. to determine the proportion and factors associated with prefrail and frail in HIV patients on antiretroviral therapy.
Method. A cross-sectional study design in HIV patients aged ≥30 years who were on ARV therapy for at least 6 months. Patients who fulfilled the inclusion were recorded demographically, comorbid diseases, HIV-related factors such as length of diagnosis, duration of ARV, CD4, anthropometric measurements such as body mass index, depression assessment with Indo BDI-II, and frailty assessment with Fried criteria. Patients with a history of brain infection, cancer, and active opportunists were excluded. Bivariate and multivariate analysis was carried out on these factors.
Results. There were 164 patients analyzed. The proportions of prefrail and frail were 51.2% and 3.7% respectively, with the dominant component in muscle weakness. Male patients were 72% with median age (IQR) 40.5 (36-47) years, median baseline CD4 (IQR) 77 (32 - 206) cell/mm3, and median nadir CD4 (IQR) 53 (21–147) cells/mm3. Hepatitis C is the most comorbid factor. Depression is related to prefrail and frail with OR 2.14 (95%CI: 1,034-4,439) and p = 0,036. There was no correlation between factors such as age ≥50 years, ≥2 comorbid diseases, length of diagnosis of HIV ≥5 years, duration of ARV ≥5 years, CD4 cell count <200 cells/mm3, body mass index ≥25 kg/m2, and low income with prefrail and frail.
Conclusion. The proportions of prefrail and frail are 51.2% and 3.7% respectively. Depression is one of the factors that is proven to be related to prefrail and frail in HIV patients in ARV therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Kartika Sari
"Tujuan: Mengetahui konsentrasi dari virus Epstein-Barr pada saliva dengan teknik Real-Time PCR pada RS Kramat 128 Jakarta dan korelasinya dengan terapi antiretroviral, Limfosit T CD4 dan viral load HIV.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik deskriptif dengan metode potong lintang. Data didapatkan dari pasien HIV yang berkunjung ke RS Kramat 128 pada periode bulan September-Oktober 2019 dengan kelompok kontrol pegawai RS Kramat pada periode tersebut. Seluruh subjek penelitian (77 subjek, 53 HIV dan 24 non-HIV sebagai kelompok kontrol) yang bersedia berpartisipasi diminta untuk mengisi kuesioner, diperiksa rongga mulutnya, serta dikumpulkan salivanya dalam kondisi terstimulasi dan tidak terstimulasi. Saliva yang terkumpul kemudian diekstraksi DNA nya dan dilakukan pemeriksaan real-time PCR dengan menggunakan diagnostik kit untuk EBV pada Pusat Riset Virologi dan Kanker Patobiologi FKUI RSCM.
Hasil: Konsentrasi virus Epstein-Barr pada saliva pasien HIV di RS Kramat 128 Jakarta secara statistik lebih tinggi daripada kelompok kontrol dengan median (min-maks) pada pasien HIV 13.950 (0-38.550.000) dan 680 (0-733.000) pada kelompok kontrol. Tipe antiretroviral memiliki korelasi rendah dengan konsentrasi EBV, namun penggunaan ART jangka panjang memiliki korelasi sedang dalam menurunkan konsentrasi EBV (korelasi negatif dengan r=0,295). Kenaikan jumlah EBV saliva pada pasien HIV secara signifikan memiliki korelasi sedang (korelasi positif dengan r=0,295), namun memiliki korelasi rendah dengan jumlah Limfosit T CD4.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan signifikan antara konsentrasi EBV pada pasien HIV dan kelompok kontrol. Penggunaan ART jangka panjang dan viral load HIV secara signifikan memiliki korelasi sedang dengan konsentrasi EBV pada saliva.

Objective: To reveal concentration of salivary Epstein-Barr Virus with real-time PCR Technique in Kramat 128 General Hospital HIV patient and its correlation with antiretroviral therapy, CD4 and HIV viral load.
Method: This is an analytic descriptive cross-sectional study on HIV outpatient of Kramat 128 General Hospital in September-Oktober 2019 and employees of Kramat 128 as control group. All subjects (77 subject, with 53 HIV positive respondent and 24 non-HIVcontrol) willing to participate were asked to fill out a questionnare, followed by oral examination and saliva colection in stimulated and unstimulated method. The collected saliva then extracted and EBV concentration were count by real-time PCR using an EBV diagnostic kit at Center for Research on Institute of Human Virology and Cancer Biology Universitas Indonesia.
Result: The concentrations of salivary EBV were significantly higher in HIV patients than non-HIV controls, with median (min-max) values in HIV patient 13.950 (0-38.550.000) and 680 (0-733.000) in non-HIV controls. The type of ART has low correlation with EBV concentrations, but long-term ART has medium correlation in reducing EBV concentrations (negative correlation with r=0,279). Increase amount of EBV in HIV patient were significantly has medium correlation with HIV viral load (positive correlation with r=0,295) but has low correlation with CD4 cell count.
Conclusion: There are significant differences of salivary EBV concentrations in HIV patients and control group. Long term ART and HIV viral load significantly has medium correlation with EBV concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauziyah Hasani
"Terapi Antiretroviral (ARV) merupakan revolusi dalam pengobatan pasien HIV/AIDS. Beberapa faktor prognosis yang diketahui mempengaruhi kesintasan hidup pasien terapi ARV adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, stadium klinis, status fungsional, kadar CD4 awal, cara penularan HIV, infeksi oportunistik, jenis ARV yang digunakan, dan kepatuhan minum obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor prognosis yang mempengaruhi kesintasan hidup pasien terapi ARV di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta tahun 2007-2017. Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien terapi ARV di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Sampel penelitian adalah pasien terapi ARV berusia dewasa yang naïve ARV di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta pada tahun 2007-2017 sebanyak 812 pasien. Penelitian ini menemukan probabilitas kesintasan pasien terapi ARV selama 11 tahun pengamatan adalah sebesar 66,5%. Hasil analisis dengan Extended Cox menunjukkan bahwa faktor prognosis yang paling signifikan mempengaruhi kesintasan pasien terapi ARV adalah infeksi oportunistik, dimana pasien yang mempunyai infeksi oportunistik memiliki risiko kematian 9,5 kali dibandingkan yang tidak memiliki infeksi oportunistik.

Antiretroviral therapy (ARV) is a revolution in the treatment of HIV/AIDS patients. Some prognosis factors that are known to affect the survival of ARV patients are age, gender, education level, marital status, clinical stage, functional status, initial CD4 level, transmission of HIV, opportunistic infections, type of ARV used, and adherence. This study aims to determine prognosis factors that influence the survival of ARV therapy patients at the Central Army Hospital (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta in 2007-2017. The design of this study was a retrospective cohort using medical record data on ARV therapy patients at Gatot Soebroto Hospital in Jakarta. The study sample was a naive ARV patient at the Gatot Soebroto Hospital in Jakarta in 2007-2017 as much as 812 patients. This study found the probability of survival of antiretroviral therapy patients during the 10 years of observation was 66.5%. The results of the analysis with Extended Cox show that the most significant prognosis factor affecting the survival of ARV therapy patients is opportunistic infections, where patients who have opportunistic infections have a risk of death 9.5 times compared to those who do not have opportunistic infections."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilla Rizky Prameshwari
"Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi sel darah putih yang disebut sel CD4 dan menargetkan daya tahan tubuh. kasus HIV di DKI Jakarta pada tahun 2022 memiliki kasus HIV secara kumulatif sebanyak 79.043 sehingga menempati urutan provinsi tertinggi. Kasus terbanyak yang dilaporkan pada Tahun 2020 oleh Profil Kesehatan DKI Jakarta berada pada wilayah Jakarta Selatan. Salah satu upaya untuk meningkatkan angka harapan hidup ODHIV adalah penggunaan obat antiretroviral (ARV). Secara umum pemberian terapi ARV diberikan dalam bentuk kombinasi yang harus dikonsumsi seusia hidup. Angka kepatuhan di Puskesmas Kecamatan Setiabudi yaitu 45.6%. Angka ini lebih rendah dari target kemenkes yaitu 95% pasien mengalami supresi virus. Kepatuhan terapi antiretroviral di Puskesmas Kecamatan Setiabudi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terapi antiretroviral di Puskesmas Kecamatan Setiabudi. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan wawancara responden berdasarkan kuisioner yang sudah dibuat. Populasi adalah pasien ODHIV >18 tahun dengan minimal terapi selama 6 bulan. Sampel sebanyak 90 orang didapatkan melalui rumus uji beda proporsi. Berdasarkan analisis univariat diperoleh rerata kepatuhan terapi antiretroviral di Puskesmas Kecamatan Setiabudi 84.3 dari skala 100. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa keyakinan diri memiliki hubungan dengan kepatuhan terapi antiretroviral. Keyakinan diri merupakan variabel dominan yang berhubungan dengan kepatuhan terapi antiretroviral di Puskesmas Kecamatan Setiabudi (p=0.023, OR 2.87). Monitoring kepatuhan dapat menjadi intervensi yang baik bagi Puskesmas Kecamatan Setiabudi.

The Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a virus that infects white blood cells called CD4 cells and targets the body's immune system. The cases of HIV in DKI Jakarta in 2022 have cumulatively reached 79,043, making it the province with the highest number of cases. The highest number of cases reported in 2020 by the DKI Jakarta Health Profile were in the South Jakarta area. One of the efforts to increase the life expectancy of people living with HIV (PLWH) is the use of antiretroviral (ARV) drugs. Generally, ARV therapy is given in combination and must be consumed for life. The adherence rate at the Puskesmas in Kecamatan Setiabudi is 45.6%. This figure is lower than the Ministry of Health's target of 95% of patients achieving virus suppression. Adherence to antiretroviral therapy at the Puskesmas in Kecamatan Setiabudi is influenced by various factors. This study aims to understand the picture and factors associated with adherence to antiretroviral therapy at the Puskesmas in Kecamatan Setiabudi. This study uses a cross-sectional design with respondent interviews based on a pre-made questionnaire. The population is HIV patients >18 years old with a minimum of 6 months of therapy. A sample of 90 people was calculated using a difference of proportion test formula. Based on a univariate analysis, the average adherence to antiretroviral therapy at the Puskesmas in Kecamatan Setiabudi is 84.3 out of 100. The results of the multiple logistic regression tests show that self-efficacy is associated with adherence to antiretroviral therapy. Self efficacy is the dominant variable associated with adherence to antiretroviral therapy at the Puskesmas in Kecamatan Setiabudi (p=0.023, OR 2.87). Monitoring adherence can be a good intervention for the Puskesmas in Kecamatan Setiabudi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arvianda Kevin Kurnia
"Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan masalah global yang menyerang setidaknya 4.000 anak di Indonesia. Tingkat kematian telah menurun drastis sejak era highly active antiretroviral therapy (HAART), tetapi belum ada data kesintasan di Indonesia. Studi ini memaparkan tingkat kesintasan anak dengan HIV di rumah sakit rujukan tersier. Data anak dengan HIV yang telah mendapatkan ART dikumpulkan sejak 2003 dan diikuti secara kohort retrospektif. Uji log-rank dan regresi Cox digunakan untuk menganalisis faktor prediktor kesintasan. Dari 468 subjek, terdapat 54,7% pasien menyintas dalam median pemantauan 62,5 (0 – 194) bulan. Insidens rate kematian sebesar 7,6 per 100-person years. Faktor prediktor kematian adalah stadium IV HIV (hazard ratio (HR) 1,5; interval kepercayaan (IK) 95% 1,1 – 2,1, p = 0,014), infeksi tuberkulosis (HR 1,5; IK 95% 1,1 – 2,1, p = 0,012) dan kadar CD4 awal kurang dari 750 sel/mm3 (HR 1,5; IK 95% 1,0 – 2,2, p = 0,033). Tidak ada faktor prediktor bermakna dalam analisis multivariat. Hasil tersebut menunjukkan angka kematian di rumah sakit tersier Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lain

Human Immunodeficiency Virus (HIV) infection causes global problem, with at least 4.000 children living with HIV in Indonesia. While the mortality has significantly decreased after highly active antiretroviral therapy (HAART), but no survival data available from Indonesia. This study reports the survival rates of HIV children in a third-level referral hospital. Data of HIV children were retrospectively collected from 2003 and were followed as a cohort. Log-rank and Cox regression analysis were calculated to identify survival predictors. Of 468 subjects, 54,7% survived over median 62,5 (0 – 194) months of observation. Death incidence rate was 7,6 per 100-person years. Death predictors were stadium IV HIV (hazard ratio (HR) 1,5; 95% confidence interval (CI) 1,1 – 2,1, p = 0,014), tuberculosis (HR 1,5; 95% CI 1,1 – 2,1, p = 0,012) and CD4 level below 750 cells/mm3 (HR 1,5; IK 95% 1,0 – 2,2, p = 0,033). Multivariate analysis found no significant predictors. This result shows that survival rates of this center is lower than other countries"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Hidayah
"Pada kondisi dengan keterbatasan sumber daya untuk mengakses pemantauan viral load, pemantauan imunologis menjadi bagian dari standar perawatan terapi pasien dengan pengobatan antiretroviral yang dapat digunakan untuk menilai respon terapi. Studi ini dilakukan untuk melihat hubungan antara ketidakpatuhan pengobatan terhadap kegagalan imunologis pada pasien HIV/AIDS di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso. Studi kohort retrospektif dilakukan di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada 284 pasien HIV/AIDS dewasa yang inisiasi antiretroviral lini pertama pada periode Januari 2014-April 2018, yang diikuti selama 12 bulan waktu pengamatan. Analisis menggunakan Kaplan Meier digunakan untuk mengestimasi probabilitas kegagalan imunologis berdasarkan ketidakpatuhan pengobatan (ambil obat dan minum obat), yang signifikansinya dilihat dengan Log-Rank Test. Analisis Cox Proportional Hazard dilakukan untuk menghitung Hazard Ratio dengan 95% confidence interval. Sebanyak 29 (10,2%) pasien mengalami kegagalan imunologis dengan 4,8 per 10.000 orang hari. Kepatuhan ambil obat (aHR 1,72, 95%CI: 0,67-4,44) dan kepatuhan minum obat (aHR 1,14, 95%CI: 0,41-3,19) berasosiasi terhadap kejadian gagal imunologis, meskipun tidak signifikan. Asosiasi yang tidak signifikan ini dimungkinkan karena pemantauan imunologis bukanlah gold standard dalam menilai respon pengobatan. Perhitungan sensitivitas dan spesifisitas kegagalan imunologis terhadap kegagalan virologis pada penelitian ini yaitu 50% dan 82,66%. Monitoring kepatuhan secara berkala dan pemeriksaan CD4/viral load yang lebih tepat waktu diperlukan untuk mencegah kegagalan pengobatan lebih dini.

Immunological monitoring becomes standard care of antiretroviral treatment due to the inaccessibility of viral load in a resource-limited setting. The aim of this study was to estimate association between antiretroviral therapy adherence and immunological failure among HIV/AIDS patient in Prof. Dr. Sulianti Saroso Infectious Disease Hospital. Retrospective cohort study was conducted at Prof. Dr. Sulianti Saroso Infectious Disease Hospital on 284 adults who started first-line antiretroviral during period between January 2014 and April 2018, then followed for about 12 months. Kaplan Meier was used to estimate probability of immunological failure based on pharmacy refill adherence and self report adherence, and their significance assessed using Log Rank Test. Cox Proportional Hazard model was fitted to measured Hazard Ratio with their 95% confidence interval. 29 (10,2%) patient has developed immunological failure with hazard rate of 4,8 per 10.000 person-day of follow up. Pharmacy refill adherence (aHR 1,72, 95%CI: 0,67-4,44) and self report adherence (aHR 1,14, 95%CI: 0,41-3,19) were associated with immunological failure. The association was not significant may because of immunological failure is not the gold standard to evaluate therapy response. Calculation of the sensitivity and specificity between immunological failure and virological failure for about 50% and 83%. Routine adherence monitoring and CD4 or viral load laboratorium measuring on schedule need to early prevent therapy failure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramal Saputra
"Salah satu faktor penting dalam suksesnya pengobatan pada pasien HIV/AIDS adalah kepatuhan terapi ARV pada pasien ODHA. Masalah kepatuhan masih menjadi sebuah problem yang penyebabnya masih berkembang sampai saat ini. Toleransi distress dan Kesejahteraan spiritual (spritiual well being) mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap (mental health) kesehatan mental seseorang yang bisa membentuk perasaan pasien ODHA menjadi lebih optimis terhadap suatu penyakit yang diderita oleh pasien tersebut. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 129 responden . Metode penelitan ini adalah pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling sebanyak 129 responden ODHA. Analisa data dengan regresi logistic sederhana menunjukan ada hubungan signifikan toleransi distress (p-value 0,000 ; α = 0,05) dan spiritual well being (p-value 0,048; α = 0,05 ) terhadap kepatuhan terapi ARV pada ODHA. Hasil regresi logistik berganda menunjukan toleransi distress mejadi variabel yang paling dominan dalam penelitian ini dalam penelitian ini). Simpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan toleransi distress dan spiritual well being terhadap terapi ARV pada ODHA

One of the important factors in the success of treatment in HIV/AIDS patients is adherence to ARV therapy in PLWHA patients. The problem of compliance is still a problem whose causes are still developing today. Distress tolerance and spiritual well-being have a very strong correlation with one's mental health which can shape the feelings of PLWHA patients to be more optimistic about a disease that is suffered by the patient. The sample in this study amounted to 129 respondents. This research method is a quantitative approach with a cross sectional design. The sampling technique was by consecutive sampling as many as 129 respondents with PLWHA. Data analysis using simple logistic regression showed that there was a significant relationship between distress tolerance (p-value 0,000 ; α = 0,05) and spiritual well being (p-value 0,048; α = 0,05 ) on adherence to ARV therapy in PLWHA. The results of multiple logistic regression show that distress tolerance is the most dominant variable in this study in this study). The conclusion in this study is that there is a relationship between distress tolerance and spiritual well-being on ARV therapy in PLWHA."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurvika Widyaningrum
"Terapi antiretroviral mampu menekan replikasi HIV, mencegah morbilitas dan mortalitas. Kepatuhan pengobatan dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan terapi, mencegah resistensi obat antiretroviral dan risiko penularan HIVDR ditengah masyarakat. Efek samping obat antiretroviral umumnya terjadi pada 3 bulan pertama setelah inisiasi yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien di tahun pertama pengobatan antiretroviral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efek samping obat antiretroviral lini pertama terhadap kepatuhan pengobatan pasien HIV/AIDS di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tahun 2010-2015.
Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif berbasis rumah sakit dimana sebanyak 376 naïve-patient HIV/AIDS dipilih sebagai sampel dan diamati selama 12 bulan setelah inisiasi ART. Kepatuhan pengobatan diukur dengan dua metode yaitu berdasarkan self report dan ketepatan waktu ambil obat. Data dianalisa dengan menggunakan cox proportional hazard regression dengan perangkat lunak STATA12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek samping obat ARV lini pertama berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat (RR12=1,45, 95% CI 1,009?2,021 dan RR34=0,85, 95% CI 0,564-1,273) namun tidak berpengaruh terhadap kepatuhan ambil obat (RR12=1,23, 95% CI 0,851-1,839 dan RR34=0,70, 95% CI 0,437-1,108).

Antiretroviral therapy suppresses HIV replication, preventing morbidity and mortality. Adherence to antiretroviral therapy is needed to achieve successful treatment, prevent resistance to antiretroviral drugs and the risk of transmission of HIVDR in the community. The side effects of antiretroviral drugs generally occur in the first 3 months after initiation that could affect adherence in the first year of antiretroviral treatment. The aim of this study analyzed the effect of first-line antiretroviral side effect and adherence of HIV/AIDS patients in RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso period 2010 until 2015.
This study is hospital based retrospective cohort. A total of 376 HIV/AIDS naïve-patient had been selected as samples. Adherence was measured by two methods, based on self report and drug pick-up. Data was analyzed using cox proportional hazard regression with STATA12 software. Based on self report, HIV/AIDS patients who experience first-line ARV drugs side effect significantly associated with non-adherent (RR12=1.45, 95% CI 1.009 to 2.021 and RR34=0.85, 95% CI 0.564 to 1.273). Based on drug pick up, patients who experience first-line ARV drugs side effect not significantly associated with non-adherent (RR12=1.25, 95% CI 0.851 to 1.839 and RR34=0.70, 95% CI 0.437 to 1.108).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45807
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuraidah
"Remaja merupakan masa peralihan dari anak anak menuju dewasa terjadi perubahan fisik, kognitif, psikososial dan psikoseksual yang menyenangkan sekaligus menakutkan bagi remaja. Karakteristik remaja yang sudah mulai mandiri mampu mengambil keputusan dalam hidupnya, demikian halnya dengan keputusan untuk tetap patuh minum ARV yang tentunya dengan didukung oleh teman dan keluarga serta petugas Kesehatan. Kepatuhan dalam pengobatan ARV menjadi tantangan dalam pengobatan ARV, karena minum ARV dilakukan seumur hidup sehingga bisa menimbulkan rasa jenuh dan bosan dalam menjalankan terapi ARV. Tujuan penelitian ini adalah mengekplorasi secara mendalam pengalaman remaja dalam mempertahankan kepatuhan ARV. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan appreciative inquiry yang teridiri dari tahap discovery, dream, design dan destiny. Adapun tahapan AI yang digunakan peneliti hanya tahap discovery dan dream. Analisis yang digunakan menggunakan analisis tematik. Penelitian ini mengungkap pengalaman 10 partisipan remaja yang patuh mengikuti terapi ARV sehingga kondisi badannya tetap sehat dan dapat hidup normal. Ada tujuh tema yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu menjalankan kehidupan, hidup normal, menghidupkan alarm minum obat, ingin sehat, minum obat harus tepat waktu, takut menghadapi stigma serta adanya semangat dan harapan. Pelayanan kesehatan diharapkan dapat memperhatikan kondisi psikosial remaja dengan HIV selain kondisi fisik dan pengobatan ARVnya.
Adolescence is a transition from childhood to adulthood. There are physical, cognitive, psychosocial, and psychosexual changes that are both fun and frightening for adolescents. Characteristics of adolescents who have started to be independent can make decisions in their lives, as well as the decision to remain adherence in taking ARVs which of course is supported by friends and family as well as health workers. Adherence with antiretroviral treatment becomes a challenge in the treatment of antiretroviral because taking antiretroviral therapy is done for life so that it can cause boredom in running antiretroviral therapy. The purpose of this study is to explore indepth the experiences of adolescents in maintaining ARV adherence. This research is qualitative research with an appreciative inquiry approach that consists of the stages of discovery, dream, design, and destiny. The AI stages used by researchers are only the discovery and dream stages. The analysis used uses thematic analysis. This study reveals the experiences of 10 adolescent participants who adhered to ARV therapy so that their body condition remained healthy and could live a normal life. There are seven themes found in this study, namely running a life, living a normal life, turning on the alarm to take medication, the reason for taking medication, taking medicine must be on time, fear of facing stigma and the spirit and hope. It is hoped that health services can pay attention to the psychological condition of adolescents with HIV in addition to their physical condition and ARV treatment."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>