Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 210623 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhara Adhnandya Kumara
"Dewasa ini Indonesia tengah berusaha untuk memenuhi kebutuhan energi untuk tujuan ketahanan energi nasional. Salah satu energi yang tengah diusahakan adalah energi baru dan terbarukan yang salah satunya adalah energi panas bumi. Untuk mencapai target ini, eksplorasi energi panas bumi perlu digencarkan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode yang sering digunakan adalah metode magnetotellurik. Dalam melakukan survei magnetotellurik terdapat banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk membuat suatu desain survei. Salah satu parameter penting dalam proses akuisisi data adalah mengetahui jumlah dan jarak antar stasiun yang tepat untuk memberikan gambaran bawah permukaan terbaik. Jarak antar stasiun sebaiknya tidak terlalu besar, dikhawatirkan apabila terlalu besar resolusi yang didapatkan terlalu rendah dan juga terjadi ekstraplorasi pada saat pengolahan data. Namun, apabila membuat jarak terlalu rapat itu juga akan menguras biaya dan waktu selama pengukuran. Terutama dalam survei magnetotellurik, untuk mendapatkan data yang dalam diperlukan waktu pengukuran yang semakin lama. Biasanya dalam eksplorasi panas bumi, pengukuran data magnetotellurik dapat dilakukan hinnga 24 jam. Sehingga apabila semakin banyak titik yang diukur semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk mengukur. Pada saat ini, belum ada penelitian yang membahas berapa jarak optimum dalam akuisisi data magnetotelurik untuk eksplorasi panas bumi. Penggunaan jarak antar stasiun pada penelitian-penelitian sebelumnya sangatlah bervariatif. Hal ini tentunya berpengaruh pada gambaran sistem panas bumi hasil pengolahan data magnetotelurik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak antar stasiun yang paling optimum untuk eksplorasi pada lapangan panas bumi. Dimana penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemodelan kedepan (forward modelling) dan pemodelan inversi (inverse modelling). Dengan membuat beberapa model dan melakukan variasi jarak stasiun, jarak antar stasiun yang optimal dapat disimpulkan. Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa dengan jarak 500-1000 meter untuk daerah interest sudah mampu menggambarkan batasan clay cap dengan baik sehingga jarak ini sudah optimum. Sementara itu, diluar daerah interest diperlukan beberapa stasiun pengikat dengan jarak 1000 meter. Dibandingkan dengan inversi 2D, inversi 3D mampu menggambarkan sistem dengan lebih baik.

Currently Indonesia is trying to meet energy needs for national energy security goals. One of the energies being consideredis new and renewable energy, one of which is geothermalenergy. To meet this goal, exploration for geothermalenergy need to be intensified. The geophysics method which usually used for geothermal energy exploration is the magnetotelluric method. One of the important parameters in the data acquisition is decidingthe number and spacing for eachstation to provide the best sub-surfaceimage. The distance between stations should not be too large, that caused the resolution obtained will betoo low and extrapolation also occurs when the data processing obtained. However, if the distance too denseit will also drain the cost and time during the measurement. Especially in magnetotelluric surveys, to obtain deep depthrequires a longer measurement time. Usually in geothermalexploration, measurement of magnetotelluric data can be done up to 24 hours. Thus, whenmore points are measured the longer the time needed to measure. At present, there is no research that discusses the optimum distance in magnetoteluric data acquisition for geothermal exploration. The use of distance between stations in previous studies ishighly varied. This certainly affects the imaging of the geothermal system resulting from the processing of the magnetoteluric data. This study aims to determine the most optimum distance between stations for exploration on geothermal fields. Where this research will be carried out by doing forward modeling and inverse modelling. By building several models and varied the station spacing, optimum spacing in geotermalarea could be concluded. The study result shown that the optimum spacing is 500-1000 meters for the interest zone, it is capable to delineate the Top of Resevoar. Moreover, outside the interest zone several stasion should be put with the station spacing for about 1000 meters. 3D inversion shown better result in the ability on mapping the system compared with 2D inversion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhara Adhnandya Kumara
"ABSTRAK
Saat ini Indonesia sedang berupaya memenuhi kebutuhan energi untuk kepentingan ketahanan energi nasional. Salah satu energi yang sedang diupayakan adalah energi baru dan terbarukan, salah satunya energi panas bumi. Untuk mencapai target tersebut, eksplorasi energi panas bumi perlu diintensifkan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode yang sering digunakan adalah metode magnetotelurik. Dalam melakukan survey magnetotelluric, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam membuat desain survey. Salah satu parameter penting dalam proses akuisisi data adalah mengetahui jumlah dan jarak yang tepat antar stasiun untuk menghasilkan citra bawah permukaan yang terbaik. Jarak antar stasiun tidak boleh terlalu besar, dikhawatirkan resolusi yang didapat terlalu rendah dan terjadi ekstraplorasi pada saat pengolahan data. Namun, jika jarak terlalu sempit juga akan memakan biaya dan waktu selama pengukuran. Khususnya pada survei magnetotelluric, untuk mendapatkan data yang dalam dibutuhkan waktu pengukuran yang lebih lama. Biasanya dalam eksplorasi panas bumi, pengukuran data magnetotelurik dapat dilakukan hingga 24 jam. Sehingga jika semakin banyak titik yang diukur, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mengukurnya. Saat ini belum ada penelitian yang membahas jarak optimum perolehan data magnetotelurik untuk eksplorasi panas bumi. Penggunaan jarak antar stasiun pada penelitian sebelumnya sangat bervariasi. Hal ini tentunya mempengaruhi gambaran sistem panas bumi yang dihasilkan dari pengolahan data magnetotelurik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jarak optimal antar stasiun untuk eksplorasi di lapangan panas bumi. Dimana penelitian ini akan dilakukan dengan melakukan pemodelan maju (forward modelling) dan pemodelan inversi (inverse modelling). Dengan membuat beberapa model dan memvariasikan jarak antar stasiun maka dapat disimpulkan jarak optimal antar stasiun. Berdasarkan studi yang dilakukan diketahui bahwa jarak 500 - 1000 meter untuk area yang diinginkan mampu menggambarkan batas-batas clay cap dengan baik sehingga jarak tersebut optimal. Sedangkan di luar areal kepentingan diperlukan beberapa strapping station dengan jarak 1000 meter. Dibandingkan dengan inversi 2D, inversi 3D mampu mendeskripsikan sistem dengan lebih baik.
ABSTRACT
Currently, Indonesia is trying to meet energy needs for the benefit of national energy security. One of the energies that is being pursued is new and renewable energy, one of which is geothermal energy. To achieve this target, geothermal energy exploration needs to be intensified. In geothermal exploration, the method that is often used is the magnetoteluric method. In conducting a magnetotelluric survey, many things need to be considered in making a survey design. One of the important parameters in the data acquisition process is knowing the exact number and distance between stations to produce the best subsurface imagery. The distance between stations should not be too large, it is feared that the resolution obtained is too low and extraploration occurs during data processing. However, if the distance is too narrow it will also cost money and time during measurement. Especially in the magnetotelluric survey, it takes a longer measurement time to obtain the required data. Usually in geothermal exploration, the measurement of magnetoteluric data can be carried out for up to 24 hours. So that if the more points are measured, the longer it will take to measure it. Currently, there is no research that discusses the optimum distance to obtain magnetoteluric data for geothermal exploration. The use of the distance between stations in previous studies varies widely. This certainly affects the description of the geothermal system resulting from the processing of the magnetoteluric data. This study aims to determine the optimal distance between stations for exploration in geothermal fields. Where this research will be carried out by doing forward modeling (forward modeling) and inversion modeling (inverse modeling). By making several models and varying the distance between stations, it can be concluded that the optimal distance between stations. Based on the study conducted, it is known that the distance of 500 - 1000 meters for the desired area is able to describe the boundaries of the clay cap well so that the distance is optimal. Meanwhile, outside the area of ​​interest, several strapping stations with a distance of 1000 meters are required. Compared to 2D inversion, 3D inversion is able to describe the system better."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Hikmah Ramadianti
"ABSTRAK
Salah satu target eksplorasi panas bumi adalah zona permeabilitas tinggi, yang mana zona ini biasanya berhubungan dengan banyak struktur. Pemetaan struktur pada geologi hanya mampu menunjukkan struktur permukaan saja. Kemenerusan struktur ke bawah permukaan sulit dideteksi. Hal ini dapat dilakukan dengan analisis struktur menggunakan metode Magnetotelurik (MT), yaitu induction arrows, kurva splitting dan diagram polar. Dengan menggunakan induction arrow dan diagram polar kita dapat memetakan keberadaan anomali konduktif. Spliting pada data kurva MT pada range frekuensi tinggi biasanya terjadi karena struktur di bawah permukaan. Forward modeling 3-D pun dilakukan guna memastikan struktur pada daerah tersebut, dengan model sintetik yang lebih simple dibuat berdasarkan acuan dari hasil inversi 3-D sehingga dapat mempermudah dalam melihat respon analisis induction arrows, kurva splitting dan diagram polar data MT riil lapangan. Hasil penelitian dari penelitian Lapangan ?S? ini menunjukan adanya korelasi antara struktur geologi dengan data MT baik analisis kurva splitting, induction arrows, dan diagram polar. Korelasi tersebut memperlihatkan adanya kontrol struktur yakni Sesar Sm dan Cg terhadap hadirnya zona main conductor. Zona pemboran diorientasikan sebelah Selatan Sesar Sm berarah NW-SE, dimana berdasarkan kemiringan struktur Sm ini mengarah NE-SW.

ABSTRAK
One of the geothermal exploration target is a zone of high permeability, which is usually associated with a lot of structure. Geological mapping of the structure is only able to show the structure of the surface. Continuity of structures beneath the surface difficult to detect. However, to look for structure, can be done by using the methods of structural analysis magnetotellurics (MT), such as, the induction arrows, splitting curves and polar diagram. By using induction arrow and diagram polar we can map the presence of anomalous conductive. Spliting the MT curve data at high frequency range usually occurs because of the structure below the surface. Forward 3-D modeling was done to ensure the structure of the region, with a more simple synthetic models are based on 3-D inversion results. The results of the Field "S" shows a correlation between the geological structure of the data is good MT splitting curve analysis, Induction Arrows, and a polar diagram. The correlation shows that the control structure of the Sm and Cg Fault zone to the presence of the main conductor. Zone drilling is oriented southern Sm Fault trending NW-SE, which is based on the slope of the structure of Sm leads NE-SW."
2016
S64171
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Yunita
"Daerah penelitian “M” merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi geotermal di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya struktur geologi dan kemunculan manifestasi di permukaan yang dapat membantu dalam mengidentifikasi keberadaan sistem geotermal di bawah permukaan. Penelitian ini menggunakan inversi 3-dimensi magnetotellurik untuk mengetahui distribusi resistivitas di bawah permukaan, penentuan area prospek, serta pembuatan model konseptual dengan integrasi data magnetotellurik dan data pendukung berupa data geologi, geokimia, dan gravitasi. Berdasarkan data pendukung geologi, daerah “M” terdiri dari susunan produk vulkanik berumur kuarter dan struktur geologi dengan arah barat laut-tenggara. Dari data pendukung geokimia, ditemukan endapan travertine di sekitar manifestasi mata air panas yang relatif bersifat netral, temperatur cukup tinggi, dan berasosiasi dengan struktur geologi. Fluida di mata air panas tersebut dominan bertipe bicarbonate water yang menandakan fluida berasal dari reservoir dan dominan telah terkontaminasi oleh meteoric water. Fluida tersebut juga dominan memiliki nilai klorida tinggi yang menandakan bahwa lingkungan manifestasi mata air panas berada di lingkungan vulkanik. Selain itu, perhitungan dengan geotermometer diperoleh dugaan temperatur reservoir berkisar antara 160°C-180°C. Berdasarkan hasil pemodelan inversi 3-dimensi magnetotellurik dan data pendukung berupa model forward2-dimensi gravitasi diketahui sebaran dari variasi resistivitas dan densitas bawah permukaan yang menggambarkan lapisan clay cap, top of reservoir, dan bentuk updome yang kemungkinan merupakan heat source. Lapisan dengan nilai resistivitas rendah diduga merupakan clay cap atau batuan penudung berupa sebaran batuan beku yang mengalami alterasi. Di bawah lapisan clay cap terdapat sebaran resistivitas medium yang diindikasikan sebagai reservoir berupa batu gamping bahbotala. Di bagian bawahnya terdapat lapisan dengan resistivitas tinggi yang kemungkinan adalah batuan metamorf yang menjadi batuan dasar/basement. Diantara basement ini terdapat bentuk updome dengan resistivitas sedikit lebih tinggi yang diduga merupakan batuan terobosan atau intrusi yang dapat menjadi sumber panas bagi sistem geotermal. Sumber panas ini diduga berasal dari Dolok Tinggi Raja dikarenakan terbentuknya dome di permukaan yang mungkin diakibatkan oleh adanya larutan magma yang tidak tererupsikan keluar permukaan sehingga membentuk batuan terobosan di bawah permukaan. Adanya sumber panas ini dapat menimbulkan aliran fluida panas secara vertikal (upflow). Berdasarkan integrasi data-data tersebut, area prospek geotermal di daerah “M” diperkirakan berada di sekitar Dolok Tinggi Raja melebar ke arah timur laut, timur, dan selatan.

The research area "M" is one of the areas with geothermal potential in Indonesia. This is indicated by the presence of geological structures and the appearance of manifestations on the surface which can assist in identifying the presence of subsurface geothermal systems. This study uses 3-dimensional magnetotelluric inversion to determine the distribution of resistivity below the surface, determine prospect areas, and construct a conceptual model by integrating magnetotelluric data and supporting data in the form of geological, geochemical and gravity data. Based on supporting geological data, the "M" area consists of volcanic products of quarter age and geological structures in a northwest-southeast direction. From supporting geochemical data, travertine deposits around hot spring manifestations were found which were relatively neutral, had relatively high temperatures, and were associated with geological structures. The fluid in the hot springs is dominant of the bicarbonate water type, which indicates that the fluid comes from a reservoir and has been predominantly contaminated by meteoric water. The fluid also dominantly has a high chloride value which indicates that the manifestation environment of the hot springs is in a volcanic environment. In addition, calculations with the geothermometer obtained an estimated reservoir temperature ranging from 160°C-180°C. Based on the results of 3-dimensional magnetotelluric inversion modeling and supporting data in the form of a 2-dimensional forward gravity model, it is known that the distribution of resistivity and subsurface density variations describes the clay cap layer, top of reservoir, and up-dome shape which may be a heat source. The layer with a low resistivity value is thought to be a clay cap or a cap rock in the form of a distribution of altered igneous rocks. Beneath the clay cap layer, there is a medium resistivity distribution which is indicated as a reservoir in the form of bahbotala limestone. At the bottom, there is a layer with high resistivity which is probably the metamorphic rock that became the basement. Among these basements, there is an up-dome with slightly higher resistivity which is thought to be a breakthrough or intrusive rock which can be a heat source for geothermal systems. This heat source is thought to have originated from Dolok Tinggi Raja due to the formation of a dome on the surface which may be caused by the presence of magma solution that has not erupted off the surface to form breakthrough rock below the surface. The existence of this heat source can cause a vertical flow of hot fluid (up-flow). Based on the integration of these data, the geothermal prospect area in the “M” area is estimated to be around Dolok Tinggi Raja, widening to the northeast, east, and south."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.R. Annas Qahhar
"Daerah Lawu terletak di Kabupaten Karanganyar - Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan - Jawa Timur. Dari data geologi, daerah gunung Lawu terdiri dari lava yang terjadi secara berkala dimana umur lava tersebut termasuk dalam umur batuan kuarter (Plistosen). Lawu merupakan zona vulkanik. Daerah Lawu merupakan daerah prospek Geothermal yang ditandai oleh adanya manifestasi permukaan seperti fumarole dan mata air panas dan telah dilakukan survey untuk memastikan itu. Survey yang dilakukan adalah survey Geofisika dengan metode Magnetotellurik untuk memastikan permukaan di dalam tanah.
Dalam metode Magnetotellurik ini ada tahapan-tahapannya seperti : akuisisi, processing dan interpretasi. Dalam tahap processing nantinya akan ada tahap pre-processing, yaitu mengubah domain waktu ke frekuensi, parameter robust dan seleksi cross power, tahap koreksi statik, dan tahap inversi. Setelah mendapatkan hasil inversi, maka akan dilakukan korelasi antara data geologi dan data geokimia untuk tahapan interpretasi.
Hasil dari keseluruhannya tersebut akan dibentuk dalam satu model sehingga akan terlihat gambaran di bawah permukaan tanah tersebut. Dari hasil didapatkan bahwa top reservoar terdapat pada elevasi 500-1000 m. Sedangkan dari data geokimia, untuk pendugaan temperatur sekitar 250 oC dengan menggunakan termometer gas CO2. Jadi, sistem geothermal yang ada di daerah lawu merupakan sistem geothermal tipe moderate.

The area of Lawu is located in Karayanyar Regency – East Java and Magenta Regency - Central Java. From geological data, the Lawu mountain area consist of lava that happens regularly where the lava are included in the old of quarter (Pleistocene). The Lawu is a volcanic zone. The area of Lawu is geothermal prospect areas are characterized by the presence of surface manifestations such as fumaroles and hot springs and have conducted a survey to ascertain that. Survey is a conducted by the Geophysical magnetotelluric method to ensure the soil surface.
In the magnetotelluric method there its phases such as: acquisition, processing and interpretation. In a later phase of processing will be pre-processing phase, which convert the time domain to the frequency, and the selection of robust parameter cross power, static correction phase, and phase inversion. After getting the results of the inversion, there will be a correlation between the data for geological and geochemical data interpretation phases.
The results of the whole will be formed into a single model that will look the picture below the soil surface. From the results it was found that there is a top reservoir at an elevation of 500-1000 m. while from geochemical data, to estimate the temperature around 250oC by CO2 thermometer. So, geothermal systems in areas of the Lawu are moderate type of geothermal system.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46237
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Lapangan geotermal X berada di area gunung A yangmana berdasarkan data geologi ditemukan adanya manifestasi berupa hot spring dan fumarole. Pengukuran MT dilakukan untuk mengetahui persebaran resistivity batuan di bawah permukaan. Pengolahan data MT dilakukan dari analisis time series dan filtering noise kemudian dilakukan Transformasi Fourier dan Robust Processing. Setelah itu baru dilakukan crosspower untuk menyeleksi data sehingga output dari proses ini berupa kurva MT. Setelah didapatkan kurva MT dilakukan koreksi statik dikarenakan kurva TE dan TM terjadi shifting. Untuk proses akhirnya baru dilakukan inversi 2D dan inversi 3D. setelah itu dilakukan perbandingan antara 2D dan 3D. Wilayah interest lapangan X berada di lintasan AA dan lintasan AB. Berdasarkan analisis 3D diidentifikasi bahwa zona alterasi menipis di wilayah upflow dan menebal ke arah outflow yangmana sesuai dengan teori. Wilayah upflow dapat diketahui dengan melihat manifestasi berupa fumarole.

The geothermal field X is located in the area of Mount A which based on geological data found the presence of hot spring and fumarole manifestations. MT measurements were carried out to determine the distribution of rock resistivity in the subsurface. MT data processing is starts from time series analysis and noise filtering then Fourier Transform and Robust Processing are performed. After that, crosspower is done to select data so that the output of this process is an MT curve. After got the MT curve then a static correction is done because the TE and TM curves are shifting. For the final process are 2D inversion and 3D inversion. After that make a comparison between 2D and 3D. The area of interest in field X is on the line AA and line AB. Based on the 3D analysis, it was identified that alteration zones thinned in the upflow region and thickened towards the outflow which is make sense with the theory."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Noor Ichwan
"ABSTRAK
Inversi data magnetotellurik merupakan suatu proses mengubah data magnetotellurik menjadi penampang resistivitas. Salah satu metode inversi yang digunakan adalah inversi 3D. Inversi 3D magnetotellurik mengasumsikan bahwa bumi memiliki variasi resistivitas baik arah vertikal maupun lateral. Inversi tersebut menghasilkan model yang paling mendekati keadaan lapisan bumi yang sebenarnya. Akan tetapi, inversi 3D dimensi membutuhkan memori serta waktu yang lama dalam prosesnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, digunakan variasi model awal sebagai pengontrol proses inversi. Model awal yang dapat digunakan adalah resistivitas hasil inversi 1D dimana hasil inversi tersebut memiliki kemiripan dengan hasil inversi 3D. Pada penelitian ini, penulis melakukan inversi data riil magnetotellurik dengan memvariasikan beberapa model awal. Variasi 'inversi dengan menggunakan model awal 1D menunjukkan bahwa model awal 1D mampu mengontrol proses inversi 3D dilihat dari kesesuaian hasil inversi 3D dengan model awal yang digunakan. Selain itu, hasil inversi dengan menggunakan model awal data inversi 1D menunjukkan hasil yang lebih baik pada model yang menggunakan lebih banyak mesh grid. Hal tersebut dapat dilihat dari RMS error model terhadap data observasi.

ABSTRACT
Inversion of Magnetotelluric data is a process to obtain resistivity variation from magnetotelluric data. 3D Inversion of magnetotelluric data is a method that usually used. Those method assume that earth has resistivity variation along vertical and lateral direction. It can produce the most similliar earth resistivity model to the real earth. However, 3D inversion method need high amount of CPU memory and calculation time. In order to cover that weakness, initial model is used to control the inversion process. The initial model used is resistivity variation from 1D inversion of magnetotelluric data. Resistivity variation of 1D inversion has simmiliar pattern with resistivity variation of 3D inversion. 3D inversion is done on real magnetotelluric data with variation of initial model. The variabels which are used initial model are resistivity variation and number of mesh grid blocks. The results of 3D inversion using 1D resistivity initial model show that initial model can control the inversion process. The result of 3D inversion have similiar pattern with the inisial model which is used. The results of 3D inversion using 1D resistivity initial model show better result than 3D inversion using homogenous resistivity initial model on larger number of mesh grid, it can be proven by its RMS errors."
2015
S58259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Erick Avrianto
"ABSTRAK
Masalah yang sering dihadapi dalam pengolahan data Magnetotelluric (MT) biasanya berada dalam penentuan trend kurva rho dan phase dari data yang terinduksi oleh noise yang tinggi. Noise dan real data, terekam oleh alat pada saat yang bersamaan, namun noise dan data memiliki karakter yang berbeda. Sebagian besar noise yang terekam adalah random noise yang bergantung pada waktu, sedangkan real data tidak bergantung pada waktu. Noise dapat digambarkan dengan nilai error atau simpangan nilai dari nilai data terbaik. Untuk itu dilakukan upaya pemilihan waktu yang memiliki faktor noise yang rendah, sebagai upaya mengurangi nilai error rho dan phase pada suatu periode tertentu. Kasus yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data yang terinduksi noise yang tinggi pada frekuensi kurang dari 1 Hz. Dengan pemilihan waktu yang tepat, maka kita dapat mengurangi nilai error akibat noise pada hasil pengolahan datanya.

ABSTRACT
Problems in data processing Magnetotelluric (MT) data is usually located in the determination of the trend curve rho and phase of the data that is induced by high noise. Noise and real data recorded by instruments at the same time, but the noise and the data has a different character. Most of the recorded noise is random noise that is independent of time, while the real data does not depend on time. Noise can be described by the value of the error or deviation of the value of the value of the data best. For that, the timing that have low noise factor, as an effort to reduce the error value of rho and phase in a given period. The case study is by the data that induced high noise at frequencies less than 1 Hz. With the right timing, then we can reduce the error rate due to noise on the results of data processing."
Universitas Indonesia, 2014
S57224
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Swastiko
"Metode magnetotellurik adalah salah satu metode geofisika yang digunakan untuk memetakan resitivitas batuan di bawah permukaan bumi. Metode ini biasa digunakan pada daerah prospek panas bumi. Di tengah penggunaannya yang massive di Indonesia, keberadaan software pengolahan data MT masih terbatas pada software yang dikeluarkan oleh produsen alat MT itu sendiri. Penulis berupaya mengembangkan software untuk mengolah data MT berbasis MATLAB. Penelitian yang penulis lakukan difokuskan pada metode seleksi data parsial (crosspower) yang merupakan bagian dari metode statistik yang digunakan untuk menghilangkan data yang menyimpang. Untuk mendapatkan pengukuran berulang, data MT pada domain waktu dibagi kedalam sejumlah segmen. Setiap segmen di asumsikan sebagai satu kali pengukuran. Dari sejumlah segmen tersebut, kemudian dilakukan regresi linier sehingga menghasilkan satu nilai impedansi.
Data crosspower adalah data parsial yang diperoleh dari pengolahan langsung setiap segmen sehingga menghasilkan satu nilai respon untuk setiap segmen tersebut. Setelah dilakukan seleksi crosspower, penulis melakukan perbandingan antara data yang dihasilkan oleh pengolahan menggunakan program berbasis MATLAB dengan data hasil seleksi program komersil MTEditor. Hasil inversi dari kedua program tersebut memiliki kesesuaian. Nilai kesalahan relatif terhadap kurva yang dihasilkan MTEditor, turun dari 67.04% menjadi 40.35% setelah dilakukan seleksi. Kurva hasil seleksi memiliki trend yang lebih jelas dan bentuk yang lebih baik.

Magnetotelluric method is one of geophysical method used to map the subsurface resistivity. This method is often used for geothermal prospecting. Magnetotelluric has been widely used in Indonesia. However, the presence of MT data processing is limited. In this work, we develop software to process MT data base on MATLAB. This research is focused on the method to select partial data (crosspower) involving statistical method to remove the outlier. Time domain MT data is divided in to segments to get a number of measurements. One segment is assumed as one measurement. From these segments, we can perform linear regression that produced one value of impedance.
Crosspower data is the partial MT data obtained by direct process from each segment. Comparison is carry out to the data obtained by this software and MTEditor. Inversion results from both softwares are similar to each other. The relative error compared with MTEditor curve is decrease after selection process. The mean literature error before crosspower selection is 64.04%, and become 40.35 % after selection. Trend and shape of the curve are also getting better. I believe that our finding may be used in science and exploration worlds.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S46659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dewi
"Pengembangan teknologi magnetotellurik (MT) mutlak diperlukan dalam rangka menyelamatkan ?million dollar decision? dalam rangka eksplorasi panasbumi. Namun, software pengolahan data MT kebanyakan masih merupakan buatan luar negeri. Dalam rangka pengembangan teknologi MT di Indonesia, penulis berupaya mengembangkan software pengolahan data MT berbasis MATLAB yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya, yaitu Dzil Mulki Heditama. Software ini dimodifikasi dengan menambahkan proses perhitungan kalibrasi. Proses kalibrasi sendiri dilakukan karena adanya proses pengubahan sinyal berupa gelombang elektromagnet menjadi angka-angka integer dalam proses perekaman data. Proses kalibrasi dilakukan dalam 4 tahap, yaitu perhitungan frequencydependent calibration, frequency-independent calibration, analog to digital converter calibration, dan yang terakhir dengan mengalikan ketiga kalibrasi tersebut dengan nilai medan magnat dan medan listrik terekam. Pengolahan data dengan menggunakan software ini pun dilakukan untuk melihat hasilnya. Untuk melihat tingkat kebenaran hasil pengolahan data dengan mengunakan software ini dilakukan pula pengolahan data dengan SSMT2000 dan membandingkan hasil inversi keduanya. Perbandingan hasil keduanya memperlihatkan bahwa terdapat kesesuaian antara keduanya, dan hasil pengolahan dari software ini kualitas datanya lebih bagus.

Development of Magnetotelluric (MT) technology is absolutely needed in case of saving the ?million dollar decision? in geothermal exporation. But, software to process MT data are mostly made by other countries. In case of development of MT technology in Indonesia, writer try to develop MT data processing software using MATLAB which has made before by Dzil Mulki Heditama. This software is modified by adding calibration calculation process. Calibration process is used because the signal received, in form of electromagnetic waves, is changed to integer numbers form in storing process. Calibration process include 4 steps, calaculation of frequency-dependent calibration, frequency-independent calibration, analog to digital converter calibration, and the last is multiplying all calibration with magnetic and electric field recorded. Data processing using this software is done to know the result. Accuration is seen by comparing with the result of processing using SSMT2000 and comparing the result of inversion for both processings. The comparing result shows that there is similarity between two of them, and the quality of the result of data processing using this software is better."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42776
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>