Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143199 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Dhika Machmudda
"Tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap mata uang Rupiah akan mempengaruhi stabilitas moneter, seperti yang terjadi pada saat krisis moneter tahun 1997-1998. Selain itu, Indonesia pernah kehilangan wilayah Sipadan dan Ligitan dikarenakan dominasi penggunaan Ringgit Malaysia pada kegiatan perekonomian. Jika kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap Rupiah rendah, maka kedaulatan wilayah Indonesia dapat diragukan. Pemerintah mewajibkan penggunaan mata uang Rupiah di wilayah Indonesia yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penelitian ini mengkaji efektivitas pengaturan kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam transaksi keuangan secara tunai di wilayah NKRI dalam rangka menunjang tercapainya stabilitas moneter dan penegakan kedaulatan negara. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipe deskriptif analitis. Hasil penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi efektivitas kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dapat berjalan secara efektif dipengaruhi oleh 3 unsur sistem hukum yaitu substansi hukum yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP/2015, struktural hukum yaitu Bank Indonesia dan Polisi Republik Indonesia sebagai penegak hukum, dan kultur hukum yaitu kebiasaan masyarakat. Penggunaan mata uang Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI berarti mendukung tercapainya stabilitas moneter dan menjaga kedaulatan negara. Saran pemerintah harus terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama masyarakat di daerah perbatasan dan membuat regulasi pembatasan nilai transaksi jual-beli mata uang.

The level of Indonesian people's trust in the Rupiah will affect monetary stability, as happened during the 1997-1998 monetary crisis. In addition, Indonesia has lost the Sipadan and Ligitan areas due to the dominance of the use of the Malaysian Ringgit in economic activities. If Indonesias public confidence in the Rupiah is low, then the sovereignty of Indonesias territory can be doubted. The government requires the use of the Rupiah in the Indonesian territory as regulated in Article 21 paragraph (1) of Law Number 7 of 2011 concerning Currency which states that Rupiah must be used in every transaction that has the purpose of payment, settlement of other obligations that must be fulfilled with money, other financial transactions carried out in the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia. This study examines the effectiveness of regulating the obligation to use Rupiah in cash financial transactions in the NKRI region in order to support the achievement of monetary stability and the enforcement of state sovereignty. The form of this research is normative juridical with analytical descriptive type. The results of this study are factors that influence the effectiveness of the obligation to use the Rupiah can run effectively influenced by 3 elements of the legal system, namely the substance of law namely Law Number 7 of 2011 concerning Currency, Bank Indonesia Regulation Number 17/3 / PBI / 2015, Bank Indonesia Circular Number 17/11 / DKSP/2015, legal structure, namely Bank Indonesia and the Police of the Republic of Indonesia as law enforcers, and legal culture, namely the habits of the people. The use of the Rupiah in every transaction in the NKRI region means supporting the achievement of monetary stability and safeguarding state sovereignty. Suggestions the government must continue to disseminate to the public, especially the people in the border areas and make regulations limiting the value of buying and selling currency transactions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54075
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Herwibowo
"ABSTRAK
Diundangkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uangtelah memberikan suatu dasar bagi penggunaan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di negara Republik Indonesia. Pembuatan undang-undang ini merupakan amanat dari Pasal 23B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni “macam dan harga Mata Uang ditetapkan dengan undang-undang”. Penetapan dan pengaturan tersebut diperlukan untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum bagi macam dan harga Mata Uang.
Pengaturan Pasal 21 jo. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang tersebut telah menimbulkan respon yang beragam dari stakeholders khususnya terkait penerapan pasal tersebut dihubungkan dengan praktek kegiatan usaha perbankan maupun perekonomian antara lain pemberian kredit dalam valas, pasar uang antar bank dalam valas, SKBDN dalam valas, ekspor impor. Adanya potensi permasalahan dilapangan menimbulkan suatu pertanyaan dari stakeholders apa maksud daripada Pasal 21 dan Pasal 23 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan sejauhmana batasannya, kemudian bagaimana terkait kegiatan-kegiatan usaha yang selama ini telahdilakukan dapat tetap dilaksanakan dengan tidak melanggar ketentuan Undang- UndangNomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Menghadapi permasalahan tersebut, Kementerian Keuangan (Pemerintah) kemudian melakukan penafsiran terhadap penggunaan uang Rupiah di Undang- Undang Mata Uang hanya terbatas pada transaksi secara fisik (dengan menggunakan uang kartal). Dengan penafsiran ini maka ketentuan Pasal 21 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menjadi dapat dilaksanakan dan tidak menghambat perekonomian. Namun demikian penafsiran ini menimbulkan konsekuensi bahwa transaksi pembayaran di Wilayah Kesatuan
Republik Indonesia yang tidak menggunakan uang kartal (non tunai) dapat dilakukan dengan valuta asing. Dalam kaitan hal ini akan disadari adanya kekosongan hukum terkait kewajiban penggunaan mata uang Rupiah dalam
transaksi keuangan non tunai.

ABSTRACT
The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price.
The setting of Article 21 jo. Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the Currency had caused varied responses from stakeholders particularly regarding the application of that article linked to the practice of banking operations and the economy, including the provision of credit in foreign currency, money market in the interbank in foreign currency, SKBDN in the foreign currency, and import export. There was a potential problem in the field that raised a question of stakeholders about what was the purpose of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on the currency and the extent of the limit, then how about the related business activities that had been done so that could still be implemented without violating the provisions of Act 7 of 2011 about the currency.
In facing these problems, the Ministry of Finance (Government) then making interpretation in the use of the Rupiah money in Currency Act that was limited to the physical transaction (using the currency). With this interpretation, the provisions of Article 21 and Article 23 of Law No. 7 of 2011 on Currency could be implemented and did not obstruct the economy. However, this interpretation raised the consequence that payment transactions in the Territory of the Republic of Indonesia, which did not use currency (non-cash), could use foreign exchange. Related to this matter, it would be realized that there was a law emptiness related to the liability of Rupiah currency use in non-cash financial transactions.The Law number 7 Year 2011 had been appointed concerning to Currency that has provided a basis for the use of Rupiah as legal tender in the Republic of Indonesia. This legislation establishment was the mandate of Article 23B of the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945 that was "kind and Currency prices were set by law." The determination and arrangements were needed to provide protection and legal certainty for the kind and Currency price."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Yulia
"ABSTRAK
Dalam rangka tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah, pada tanggal 31 Maret 2015 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam PBI tersebut diatur bahwa setiap pihak, baik perorangan maupun badan usaha, wajib menggunakan rupiah dalam tiap transaksi tunai maupun non tunai di dalam wilayah Republik Indonesia. Terhadap kewajiban penggunaan rupiah sebagaimana yang diatur oleh PBI Nomor 17/3/PBI/2015, terdapat keberatan dari sejumlah pihak terutama dari sektor energi. Hal ini disebabkan oleh adanya karakteristik khusus dalam industri energi sehingga sebagian besar kontrak kerjasama di bidang tersebut masih menggunakan dan membutuhkan pembayaran dalam mata uang asing. Demikian pula halnya dengan industri di sektor minyak dan gas bumi, pada tanggal 23 Juni 2015 Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pun telah mengajukan surat permohonan diberikannya pengecualian terhadap implementasi PBI Nomor 17/3/PBI/2015. Yang kemudian permohonan tersebut disetujui oleh Bank Indonesia melalui suratnya Nomor 17/573/DKSP tanggal 1 Juli 2015, berisikan bahwa Bank Indonesia sepakat dengan road map pemenuhan ketentuan kewajiban penggunaan rupiah yang disampaikan oleh SKK Migas dalam 3 (tiga) jenis kategori dan memberikan jangka waktu penerapannya paling lambat 30 September 2015 untuk kategori yang harus menggunakan rupiah. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K-KKS) perlahan-lahan menyesuaikan seluruh kegiatan usahanya dengan ketentuan PBI No. 17/3/PBI/2015, antara lain penyelenggaraan tender, perpanjangan atau pembaharuan kontrak dengan para kontraktornya. Namun demikian, masih terdapat kendala pada kontraktor dari K-KKS, terutama untuk jenis kontrak lumpsum, karena ada beberapa material dan peralatan yang hanya tersedia di luar negeri dan harga ditentukan dalam mata uang asing, sehingga kontraktor pada saat menentukan nilai kontrak harus dapat memperkirakan dengan sebaik-baiknya nilai tukar yang sekiranya berlaku pada saat pembayaran terhadap vendor asing tersebut dilakukan. Penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif. Penulis melakukan wawancara dengan narasumber dari pihak terkait guna melengkapi hasil penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

ABSTRACT
In the framework to achieve the stability of the Indonesian Rupiah currency, on March 31, 2015, Bank Indonesia issued Bank Indonesia Regulation Number 17/3/PBI/2015 regarding the Mandatory Use of the Indonesian Currency in the Territory of the Republic of Indonesia, as the implementing regulation of the Law of the Republic of Indonesia Number 7 of 2011 regarding Currency. The said Bank Indonesia regulation stipulates that any party, individual or business entity, shall mandatorily use the Indonesian Rupiah currency on any cash or noncash transaction conducted in the territory of the Republic of Indonesia. An objection has arisen from various parties as the result of the promulgation of the said Bank Indonesia Regulation number 17/3/PBI/2015, in particular from the energy business sector. This is due to the specific characteristic in the energy business sector in which most of the cooperation contracts in that sector remain using and require the use of foreign currency. Similarly with the oil and gas business sector, on June 23, 2015 the Special Task Force For Upstream Oil and Gas Business Activities Republic of Indonesia (SKK Migas) has applied for an exemption from the application of the Bank Indonesia Regulation Number 17/3/PBI/2015. The said application was further approved by Bank Indonesia through its Letter Number 17/573/DKSP dated July 2015, which stipulates among others that Bank Indonesia could agree to the 3 (three) categories for the fulfilment of mandatory use of Indonesian Rupiah currency as set out in the road map and further grants an extension for the fulfilment of such obligations by no later than September 30, 2015 for the category that must use Indonesian Rupiah currency. A contractor to the Production Sharing Contract shall gradually adjust its business activities in compliance with the PBI Number 17/3/PBI/2015, among others the tender process, the extension or renewal of the contract with the contractor. However, there are still barriers faced by a contractor to the Production Sharing Contract, in particular to the lump sum contract wherein some of the materials and/or the equipment required under the contract are only available offshore and the price is set in the foreign currency, therefore the contractor to the Production Sharing Contract shall carefully calculating the contract price and foreseeing the exchange rate that nay apply at the time payment to their offshore vendor be made. This thesis is a normative law research. The author conducted interviews with sources of relevant parties in order to complete the research. Data used in this thesis is secondary data consists of primary laws, secondary laws and tertiary legal materials.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Samson
"ABSTRAK
Sebagai negara yang berdaulat dan merdeka, Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia. Mata uang Rupiah merupakan salah satu simbol kedaulatan negara. Pemerintah dan bangsa Indonesia memahami bahwa Indonesia menginginkan Rupiah menjadi tuan rumah di negara sendiri. Tesis ini menjelaskan bagaimana dampak yang terjadi pascadikeluarkannya peraturan Bank Indonesia No. 17/3/PBI/2015, yang mewajibkan penggunaan Rupiah di wilayah NKRI terhadap pembukuan dalam mata uang US Dollar. Kemudian bagaimana langkah alternatif yang ditempuh oleh Wajib Pajak agar dapat menjalankan pembukuan menurut akuntansi dan menurut pajak, khususnya bagi WP yang belum mecapai lima tahun penggunaan mata uang USD-nya. Setelah itu, diakhiri dengan analisis solusi mengatasi dampak yang ditimbulkan PBI 17 tersebut. PBI 17 ini merupakan law enforcement dari UU Mata Uang No. 7 Tahun 2011. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan menganalisis dampak PBI 17 tahun 2015 terhadap pelaksanaan pembukuan dalam mata uang USD. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi alternatif penyelesaian dalam praktek, dan untuk mendapatkan solusi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh PBI 17 terhadap pembukuan dalam mata uang USD. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumentasi dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah meningkatnya compliance cost, administration cost dan timeconsumption cost sebagai dampak dari PBI 17 tahun 2015, menjadi pendorong bagiwajib Pajak untuk mengajukan permohonan pencabutan izin menyelenggarakan pembukuan dengan mata uang USD. Ketentuan perundang-undangan yang mengatur adanya batasan paling sedikit lima tahun menyelenggarakan pembukuan dengan mata uang asing USD, terhadap wajib pajak yang mata uang fungsionalnya adalah Rupiah sebagai dampak dari PBI 17 / 2015, dianggap sudah tidak relevan lagi. Secara substance over form rule, izin-izin pembukuan dalam mata uang USD.

ABSTRACT
As a sovereign and independent country, the Unitary State of the Republic of Indonesia has a symbol of state sovereignty that must be respected and proud of all Indonesian citizens. Rupiah currency is one of the symbols of state sovereignty. The Government and the Indonesian people understand that Indonesia wants the Rupiah to host its own country. This thesis explains how the impact happened after the issuance of Bank Indonesia regulation no. 17/3 / PBI / 2015, which requires the use of Rupiah in the territory of NKRI against bookkeeping in US Dollar. Then how is the alternative measures taken by the Taxpayer to be able to keep accounting according to accounting and according to tax, especially for WP who have not reached five years of use of its USD currency. After that, it ends with an analysis of solutions to address the impact of the PBI 17. PBI 17 is a law enforcement of the Currency Act no. 7 Year 2011. The purpose of this research is to understand and analyze the impact of PBI 17 of 2015 on the implementation of bookkeeping in USD currency. In addition, this study aims to inventory alternative solutions in practice, and to obtain solutions to the impact of PBI 17 on bookkeeping in USD currency. This research uses qualitative and qualitative descriptive method. Data collection techniques were conducted with documentary studies and in-depth interviews. The result of this research is the increasing of compliance cost, administration cost and time consumption cost as the effect of PBI 17 year 2015, become the impetus for Taxpayer to apply for revocation of license to hold bookkeeping with USD currency. The statutory provisions governing the limitation of at least five years of holding books with USD foreign currency, against the taxpayer whose functional currency is Rupiah as the effect of PBI 17/2015, is deemed to be irrelevant. Substantially over form rule, accounting licenses in USD currency for taxpayers whose functional currency is Rupiah, should be re-evaluated immediately. The government can immediately revoke the bookkeeping permit in the USD currency because it is deemed to be out of tune with the objective of Currency Law and PBI 17, namely realizing the sovereignty of the Rupiah and stabilizing the Rupiah exchange rate."
2017
T48008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryszcha Mirdania
"Benda cagar budaya merupakan salah satu warisan kebudayaan bangsa yang menyimpan identitas dari bangsa yang memilikinya, informasi mengenai masa lampau, estetika yang otentik, hingga nilai-nilai kultural yang menyusun identitas suatu bangsa, karenanya ia harus dilindungi baik kelestarian fisiknya, sekaligus nilai dan informasi yang dikandungnya. Bangsa yang menciptakan dan mewarisi benda cagar budaya merupakan pihak dengan kepentingan paling besar dan paling tepat untuk melaksanakan peran dalam melindungi kelestarian benda cagar budaya, namun benda cagar budaya suatu bangsa seringkali diambil secara tanpa hak hingga berakhir di bawah penguasaan pihak-pihak lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana instrumen hukum nasional dan internasional mengatur pelindungan dan pemilikan atas benda cagar budaya sekaligus bagaimana prinsip hukum perdata internasional diterapkan dalam upaya pengembalian benda cagar budaya kepada kebudayaan asalnya. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa instrumen hukum yang berlaku bagi benda cagar budaya menghendaki dikembalikannya benda cagar budaya kepada bangsa yang menghasilkannya untuk dipelihara demi sebesar-besarnya kepentingan umat manusia atas warisan kebudayaannya sekaligus kepentingan bangsa atas identitas kebudayaan. Dikehendaki pula diterapkannya lex originis sebagai prinsip hukum perdata internasional yang berlaku terhadap sengketa terkait benda cagar budaya.

Cultural properties are one of the nation's cultural heritages that store the identity of a nation, information about the past, priceless aesthetics, and cultural values that make up the identity of a nation, therefore the physical preservation along with the values and informations it contains must be protected. The nation that creates and inherits the cultural properties has the greatest interest in protecting their cultural properties. However, cultural properties are often removed and exported illicitly from the country of origin. This study aims to analyze how national and international legal instruments regulate the protection and ownership of cultural properties as well as how the principles of private international law are applied in efforts of nations to return their cultural properties. This study obtained that international conventions for the protection of cultural properties require the return of cultural properties to the country of origin, as well as the application of lex originis as the most proper private international law principles for disputes relating to cultural properties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Anastasia
"ABSTRACT
Dengan adanya kebijakan pemerintah terkait percepatan proyek infrastruktur di Indonesia demi kesejahteraan rakyat, pembangunan infrastruktur harus diutamakan pelaksanaannya agar dapat terlaksana dengan efisien dan efektif. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah menuntut mereka untuk menyertakan peran swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Dalam hal ini, pembiayaan infrastruktur cenderung menjadi permasalahan yang paling utama karena kebutuhannya yang besar dan pelaksanaan infrastruktur yang rumit. Oleh karena itu, perusahaan yang melakukan pembangunan infrastruktur wajib melakukan pinjaman kredit, tidak hanya dari bank serta lembaga pembiayaan dalam negeri, namun juga dari luar negeri. Peran pinjaman luar negeri juga menciptakan adanya eksposur valuta asing terhadap pembiayaan infrastruktur karena pemberian kredit dilakukan dalam mata uang asing. Hal ini menjadi suatu permasalahan karena pemerintah juga mengeluarkan peraturan terkait kewajiban penggunaan Rupiah di Indonesia. Maka, pembuatan perjanjian konversi tripartit antara pihak pemerintah, perusahaan yang membangun infrastruktur, serta bank berperan penting dalam pembiayaan infrastruktur. Melalui penelitian berbasis yuridis-normatif ini, Penulis membahas hubungan hukum serta hak dan kewajiban para pihak dalam pembiayaan infrastruktur yang berasal dari pinjaman luar negeri terkait kewajiban penggunaan Rupiah. Berhubungan dengan hal ini, penting bagi para pihak untuk memperhatikan secara detil perancangan kontrak, yang merupakan akar dari lahirnya hubungan hukum, serta agar para pihak melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana yang tertulis dalam kontrak, mengingat pembangunan infrastruktur digunakan untuk kebermanfaatan bersama.

ABSTRACT
As of the governments regulation issuance regarding the acceleration of infrastructure projects in Indonesia, which targets for public works to boost social welfare, infrastructure projects are prioritized so that they can be carried out efficiently and effectively. The limited resources owned by the government encourage them to include the role of private sector through the Public-Private Partnerships scheme. In this case, project financing addresses the most crucial problem since most of them are large and expensive, tying up massive volumes of capital. Hence, project companies are required to grant credit loans, not only from banks and domestic financing institutions, but also from offshore. The role of offshore loan also creates foreign exchange exposure to project financing as offshore loan is given through foreign currencies. This becomes a serious concern as the government has also issued a regulation regarding to the obligation to use Rupiah in Indonesia. Hence, making the role of a tripartite converting agreement between the government, project company, and the converting bank, crucial. Through this normative legal research, the Author provides an overview about the contractual terms, also including the rights and obligations between the parties involved in infrastructure projects using offshore loans regarding the mandatory use of Rupiah. In accordance with this, it is important for the parties to give careful attention about the drafting of the contracts, which anchor the existence of any relationships between the parties, and to enforce their rights and obligations as agreed in the contracts, knowing the fact that infrastructure projects are entitled as public goods. "
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fetnayeti
"ABSTRAK
Memperahankan nilai tukar ini BI sering melakukan operasi pasar sehingga
dikhawatirkan cadangan devisa akan terkuras untuk operasi pasar tsb. Akhirnya BI
menetapkan sistem nilal tukar mengambang terkendali dengan memberikan toleransi
devaluasi rupiah terhadap US$ sebesar 3-5%.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui kinerja nilai tukar rupiah
terbadap mata uang negara mitra dagang utama. Negara mitra dagang utama yang
diambil adalah lima negara yaitu Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Singapura dan
China yang diambil dari laporan Litbang Depperindag.
Secara umum kinerja nilai tukar rupiah terhadap lima negara mitra dagang
utama cenderung melemah, kecuali untuk nilai tukar rupiah terbadap Rmb China
dimana nilai tukar rupiah cenderung menguat Kondisi ini terliliat dari perbandingan
hasil ramalan nilai tukar yang diperoleh dari perhitungan melalui Purchasing power
Parity (PPP) dan Interest Rate Parity (IRP) dengan nilai tukar rupiah yang
sesungguhnya terjadi di pasar. Keadaan membalik terjadi sejak tahun 1995 dimana
nilai tukar rupiah terlihat cenderung menguat terhadap US$, Yen, DM maupun dolar
Singapura.
Namun apa yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 adalah rupiah
mengalami goncangan di pasar sehingga menyebabkan kepanikan pelaku ekonomi
dan otoritas moneter di Indonesia. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi ini
telah menimbulkan rentetan penistiwa yang menimbulkan kerugian ekonomi baik
mikro maupun makro. Kondisi ini yang pada akhirnya otoritas moneter menetapkan
sistem nillai tukar mengambang dimana nilai tukar sepenuhnya diserahkan pada
kekuatan pasar.
lmplikasi dengan melemahnya rupiah terhadap mata uang asing terutama
US$ seharusnya memberikan momen yang tepat untuk meningkatkan ekspor
Indonesia. Karena salah satu permasalahan yang memperparah krisis mata uang
sekarang adalah buruknya kinerja neraca perdagangan, sedangkan cadangan devisa
merupakan kunci utama untuk mencegah kemelut mata uang.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soehianto
"Seorang investor pasti menginginkan return yang setinggi-tingginya atas investasi yang dilakukan. Seorang penjual pasti menginginkan keuntungan yang setinggi-tingginya. Seorang pembeli juga menginginkan cara membeli yang paling menguntungkan. Keinginan-keinginan dari investor, penjual mau pun pembeli tersebut akan mengantarkan kepada pilihan.
Investor mungkin akan memilih salah satu dari belJerapa instrumen investasi yang ada. Instrumen investasi misalnya adalah deposito berjangka, reksa dana, saham dan properti. Sementara itu P.enjual pasti menginginkan pembayaran secara kas dibandingkan kredit (berpiutang), karena dengan begitu dia akan bisa menggunakan ka~ yang diperolehnya untuk mengambil kesempatan lain yang akan menambah keuntungannya. Sebaliknya pembeli mungkin aktan memilih cara pembayaran kredit (berhutang),-karena dia akan bisa menggunakan ~erse iaan kasnya untuk hal-hal yang akan menghasilkan tambahan penda atan.
Dalam perkeml5angannya kemudian, ternyata pilihan-pilihan menjadi tidak sesederhana ilustrasi di atas, apalagi kalau transaksi yang dilakukan telah melewati batas-batas negara (internasional), di mana alat tukar berupa mata uang masing-masing negara akan mulai terlibat. Akibatnya, pilihan-pilihan menjadi semakin kompleks. Investor tidak lagi memiliki pilihan instrumeri investasi Rupiah, tetapi bertambah dengan instrumen investasi berdenominasi valas (foreign currency). Dernikian pula halnya dengan pembeli dan penjual, di mana mereka memiliki pilihan atas denominasi mata uang bagi hutang dan piutangnya. Namun begitu alat transaksi utama tetaplah Rupiah (home currency).
Adanya home currency dan foreign currency akan menimbulkan transaksi antar keduanya yang dinyatakan dalam exchange rate (nilai tukar atau kurs). Kurs Rupiah terhadap beberapa mata uang asing (valas) ditentukan oleh banyak faktor yang berhubungan dengan kondisi makro masing-masing negara. Akibatnya kurs bisa naik atau melemah dan bisa juga turun atau menguat.
Melihat kepada kenyataan itu, maka pada saat investor, penjual dan pembeli melakukan transaksi internasional, berarti posisi mereka terbuka terhadap resiko perubahan kurs tersebut apalagi kaiau perubahan kursnya mendadak (devaluasi), yang akan berakibat kepada kerugian yang tidak sedikit.
Oleh karena itu, investor, penjual dan pembeli dituntut untuk tidak hanya bertindak secara konvensional seperti yang diuraikan di atas, namun dituntut pula untuk mengikuti perubahan kurs valuta asing dan berusaha untuk selalu meminimasi resiko yang mungkin timbul.
Rupiah terus mengalami depresiasi terhadap USD dengan depreciation rate yang berubah-ubah setiap tahun. Karena depresiasi yang berubah-ubah tersebut, seorang investor, penjual mau pun pembeli hams mampu memprediksi kemungkinan-kemungkinan lonjakan kurs pada saat-saat tertentu. Seorang investor mungkin tidak lagi menempatkan seluruh dananya dalam Rupiah, tetapi mulai melakukan portofolio dengan mengalokasikan sebagai dalam investasi USD. Seorang penjual mungkin hams memakai USD untuk menentukan harga produknya. Sedangkan seorang pembeli mungkin akan melakukan kontrak forward agar terhindar dari kewajiban USD yang melonjak di masa yang akan datang.
Serangkaian tindakan tersebut di atas tentunya tidak dapat dilakukan tanpa informasi yang tepat dan lengkap, baik melalui informasi yang dicari sendiri atau informasi yang diperoleh dari lembaga-lembaga yang kompeten di bidang i, misalnya bank. Dengan informasi yang diperoleh tersebut, investor, penjual dan pembeli tersebut akan dapat melakukan analisa dan bahkan melakukan prediksi atas kemungkinan-kemungkinan yang akan teijadi di masa datang.
Metode analisa yang dilakukan bisa bermacam-macam, namun salah satu yang paling tepat adalah dengan metode empiris, artinya melihat kepada pengalaman yang telah terjadi selama kurun waktu tertentu, sehingga ditemukan pola-pola perkembangan hubungan di antara variabel-variabel yang ada. Dari yang telah disinggung di atas, maka variabel-variabel tersebut adalah kurs dan tingkat bunga. Dalam pengamatan atas data dan informasi yang ada mungkin akan dapat ditemukan variabel yang lain: Kaitan-kaitan yang timbul di antara variabel-variabel tersebut diharapkan akan memberikan penjelasan mengenai pola-pola yang terjadi, sehingga dapat diambil suatu kesimpulan yang berguna bagi keputusan suatu pilihan.
Investor, penjual dan pembeli adalah sebagian kecil dari aktor-aktor yang bermain dalam kekompleksan transaksi-transaksi yang melibatkan tingkat bunga dan - kurs mi. Dalam perkembangannya muncul banyak produk derivatif dari tingkat bunga dan kurs mi, yang tujuannya sebenarnya adalah untuk menghindari kerugian sebagai akibat pergerakan kurs. Kekompleksan tersebut mungkin belum ditangkap oleh investor, penjual dan pembeli di Indonesia. Oleh karena itu, transaksi yang masih dilakukan oleh sebagian besar dari mereka adalah transaksi yang mungkin telah digolongkan konvensional dalam perkembangan dunia keuangan yang semakin kompleks mi. Transaksi tersebut adalah investasi dalam deposito berjangka dan transaksi forward."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Frans Joshua
"Perkembangan teknologi berjalan sangat pesat salah satunya pada sektor keuangan. Kemampuan untuk berinovasi menciptakan perkenbangan jenis uang sebagai alat tukar yang semakin efisien, efektif, aman dan berbiaya murah yaitu cryptocurrency. Cryptocurrency merupakan uang yang diterbitkan privat diatas teknologi blockchain sehingga transaksi dapat dilakukan secara peer-to-peer. Saat ini terjadi adopsi yang semakin besar didukung perkembangan generasi blockchain. Bank Sentral kemudian merespon kehadiran teknologi blockchain dan kebutuhan akan blockchain sehingga menciptkan central bank digital currency. Penelitian ini akan menelaah keberadaan cryptocurrency dan central bank digital currency serta menganalisis penggunaanya berdasarkan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi No.8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Aset Kripto (crypto asset) di Bursa Berjangka. Dalam penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis perlindungan yang diberikan terhadap penggunanya. Penelitian ini bersifat kualitatif dan menggunakan metode yuridis normatif. Dalam penelitian akan dijelaskan bahwa keberadaan cryptocurrency di Indonesia bukan sebagai Mata Uang menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Cryptocurrency melalui Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 disebut sebagai aset komoditi. Dalam pelaksanaan perdagangan terdapat cryptocurrency exchange yang memfasilitasi kegiatan perdagangan. Pengguna jasa exchanger perlu untuk dilindungi mengingat perdagangan cryptocurrency merupakan kegiatan berisiko tinggi. Demikian juga dengan penerbitan central bank digital currency oleh Bank Sentral harus ditelaah risiko dan keuntungan penggunaannya. Penulis memberikan saran, perlindungan hukum terhadap penggunaan cryptocurrency dan central bank digital currency juga harus diatur dengan jelas agar pengguna terhindar dari risiko kerugian yang mungkin mucul.

Technology developments are progressing very rapidly, one of which is in the financial sector. The ability to innovate creates the development of types of money as an increasingly efficient, effective, safe, and low-cost medium of exchange, namely cryptocurrency. Cryptocurrency is money issued privately on blockchain technology so that transactions can be carried out peer-to-peer. Currently, there is growing adoption supported by the development of blockchain generation. The Central Bank then responded to the presence of blockchain technology and the need for blockchain, thus creating a central bank digital currency to withstand the growing use of cryptocurrencies. This study will examine the existence of cryptocurrencies and central bank digital currencies and analyze their use based on Law no. 7 of 2011 concerning on Currency and Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation No. 8 of 2021 concerning Guidelines for the Implementation of Crypto Asset Trading on the Futures Exchange. This study also aims to analyze the protection provided to its users. This research is qualitative and uses a normative juridical method. In this study, it will be explained that the existence of cryptocurrency in Indonesia is not a currency according to Law Number 7 of 2011 concerning Currency. Cryptocurrencies through Commodity Futures Trading Regulatory Agency Regulation Number 8 of 2021 are referred to as commodity assets. In the implementation of trading there is a cryptocurrency exchange that facilitates trading activities. Exchanger service users need to be protected considering cryptocurrency trading is a high-risk activity. Likewise, the issuance of a central bank digital currency by the Central Bank must examine the risks and benefits of using it. The author provides advice, legal protection against the use of cryptocurrencies and central bank digital currency must also be clearly regulated so that users avoid the risk of losses that may arise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridzky Prihadi Tjahyanto
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah ada pengaruh transaksi pembayaran non tunai berupa kartu kredit, kartu debet/ATM dan e-money terhadap pertumbuhan jumlah uang beredar baik M1 maupun M2, efek pengganda uang money multiplier dan velositas uang velocity of money . Dengan menggunakan pendekatan regresi berganda dengan metode ordinary least square OLS dan Error Correction Mechanism ECM , diperoleh hasil bahwa kartu kredit dan e-money terkointegrasi dan berpengaruh positif terhadap M1, sementara untuk M2 hanya kartu kredit yang terkointegrasi dan signifikan berpengaruh positif. Terhadap faktor pengganda uang pada M1, ketiga jenis kartu berpengaruh negatif, demikian pula terhadap faktor velositas uang M1, ketiga jenis kartu berpengaruh negatif. Pengaruh kartu kredit dan e-money terhadap M1, angka pengganda dan velositas uang diduga terkait dengan kedekatannya sebagai pengganti uang kartal dalam bertransaksi dimana uang kartal merupakan komponen dari M1. Berdasarkan hasil yang positif berpengaruh terhadap peningkatan uang beredar, upaya peningkatan dan perluasan penggunaan e-money perlu terus ditingkatkan. Selain itu dimasa mendatang e-money dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam perhitungan statistik jumlah uang beredar M1 agar kebijakan operasi moneter tidak menjadi bias mengingat cepatnya angka pertumbuhan e-money yang didukung oleh Bank Indonesia, Pemerintah dan OJK.

ABSTRACT
This study aimed to identify whether any effect of electronic transactions of non cash payments in the form of credit card, debit card ATM and e money against the growth of the money supply both M1 and M2 including money multiplier effect and the velocity of money. By using a multiple regression approach with ordinary least square OLS and Error Correction Mechanism ECM , the results showed that the credit card and e money is cointegrated and has positive influence on the M1. While for M2, only e money has positive influence and cointegrated. Against the M1 money multiplier factor and the velocity of money factor, the three types of cards have negative effect. These evidences related to the function of credit cards and e money, which is probably close to as substitute of paper and coin money. Based on the analysis, using e money should be improved further and in the future might be considered to put into the statistical calculation in the money supply M1 to avoid biased on monetary policy operations given the rapid growth of e money, which is supported, by Bank Indonesia, the Government and the FSA."
2015
T46577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>