Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155028 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adinda Ayu Rafika Apriliani
"Kematian akibat penyakit ginjal meningkat 31,7 persen dalam 10 tahun terakhir. Khusus di Indonesia, penyakit ginjal merupakan penyebab kematian terbesar yang menempati urutan ke-10 menurut data WHO Country Health Profiles tahun 2012. Dalam melakukan penelitian obat alternatif baru, terdapat satu fase sebelum obat dievaluasi pada manusia yaitu praklinis. pengujian yang menggunakan hewan uji dengan kondisi patofisiologis dibuat semirip mungkin dengan manusia. Losartan adalah obat hipertensi yang juga digunakan sebagai obat off-label dalam terapi nefrotoksik. Oleh karena itu, penelitian ini dirancang untuk dapat menemukan metode pembentukan model hewan nefrotoksik yaitu pada hewan uji tikus, dan mengevaluasi efek terapi losartan pada hewan model nefrotoksik. Uji orientasi metode induksi nefrotoksik dilakukan pada 27 ekor tikus yang dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan yaitu normal, 3 kelompok variasi dosis Gentamisin (80, 100, dan 120 mg / kg BB / hari), dan 3 kelompok perlakuan. variasi dosis natrium diklofenak (10, 50, dan 100 mg / kg BB / hari) diberikan secara intraperitoneal selama 15 hari. Uji efektivitas sampel losartan, menggunakan 40 ekor tikus Sprague-dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu normal, kontrol negatif, dan 3 variasi dosis losartan (5, 10, dan 20 mg / kg BB / hari) diberikan secara oral selama 7 hari. . Pemberian Gentamisin dosis 2 dan 3 selama 5 hari secara signifikan meningkatkan kadar urea serum dan BUN (p <0,05). Sebaliknya pemberian natrium diklofenak tidak memberikan perbedaan yang bermakna (p> 0,05) pada parameter kadar kreatinin serum, urea, dan BUN. Selain itu, pemberian natrium diklofenak pada dosis 50 dan 100 mg / kg BB / hari menghasilkan efek toksik pada hewan uji tikus, yaitu menyebabkan kematian pada hewan uji dalam waktu kurang dari 5 hari. Pada hari ke 7 pemberian losartan tidak berbeda nyata pada parameter fungsi ginjal dan aktivitas antioksidan bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Namun dari data yang diperoleh terjadi peningkatan parameter fungsi ginjal yaitu kadar kreatinin, urea, dan BUN serta peningkatan kadar SOD dan penurunan kadar MDA. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Gentamisin memiliki efek nefrotoksik yang lebih tinggi daripada natrium diklofenak, sehingga metode pembentukan hewan nefrotoksik terbaik adalah dengan menggunakan Gentamisin. Dosis dan durasi penggunaan terbaik adalah 120 mg / kg BB / hari selama 5 hari. Sedangkan pengaruh pemberian losartan tidak menunjukkan adanya efek terapeutik pada model hewan nefrotoksik.
Deaths from kidney disease increased by 31.7 percent in the last 10 years. Especially in Indonesia, kidney disease is the biggest cause of death which ranks 10th according to data from the WHO Country Health Profiles in 2012. In conducting research on new alternative drugs, there is one phase before the drug is evaluated in humans, namely preclinical. tests using test animals with pathophysiological conditions are made as closely as possible to humans. Losartan is a hypertension drug that is also used as an off-label drug in nephrotoxic therapy. Therefore, this study is designed to be able to find a method of forming a nephrotoxic animal model, namely in rat test animals, and evaluate the effect of losartan therapy in nephrotoxic animal models. The orientation test of the nephrotoxic induction method was carried out on 27 rats which were divided into 7 treatment groups, namely normal, 3 groups of Gentamicin dose variations (80, 100, and 120 mg / kg BW / day), and 3 treatment groups. variations in the dose of diclofenac sodium (10, 50, and 100 mg / kg BW / day) were given intraperitoneally for 15 days. The losartan sample effectiveness test, using 40 Sprague-dawley rats divided into 5 treatment groups, namely normal, negative control, and 3 variations of losartan doses (5, 10, and 20 mg / kg BW / day) were given orally for 7 days. . Giving Gentamicin doses 2 and 3 for 5 days significantly increased serum urea and BUN levels (p <0.05). On the other hand, diclofenac sodium did not give a significant difference (p> 0.05) in the parameters of serum creatinine, urea, and BUN levels. In addition, the administration of diclofenac sodium at doses of 50 and 100 mg / kg BW / day resulted in a toxic effect in rat test animals, namely causing death in test animals in less than 5 days. On day 7, losartan was not significantly different in the parameters of renal function and antioxidant activity when compared to the negative control group. However, from the data obtained, there was an increase in renal function parameters, namely the levels of creatinine, urea, and BUN as well as an increase in SOD levels and a decrease in MDA levels. From these results it can be concluded that Gentamicin has a higher nephrotoxic effect than diclofenac sodium, so that the best nephrotoxic animal formation method is to use Gentamicin. The best dose and duration of use is 120 mg / kg BW / day for 5 days. Meanwhile, the effect of giving losartan did not show any therapeutic effect in the nephrotoxic animal model."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kezia Alicia Theresia
"Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan kondisi dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Penurunan LFG mengaktivasi Sistem-Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) dan menyebabkan penumpukan toksin uremik yang meningkatkan stres oksidatif. Irbesartan adalah obat yang berperan dalam inhibisi RAAS dan diduga memiliki peranan dalam menurunkan stres oksidatif.
Tujuan: Mengetahui efek antioksidan Irbesartan dan pengaruhnya terhadap stres oksidatif jantung dan serum tikus model PGK metode 5/6 nefrektomi melalui pengukuran kadar malondialdehid.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan jaringan jantung dan serum tikus tersimpan. Sampel terdiri atas 3 kelompok, yaitu sham (S, jantung dan serum: n=4), nefrektomi 5/6 (N, jantung: n=4; serum: n=3) dan nefrektomi 5/6 dengan pemberian Irbesartan 20 mg/kgBB/hari selama 4 minggu (N+I, jantung dan serum: n=4). Kemudian dilakukan pengukuran kadar malondialdehid melalui uji Thiobarbituric Acid Reactive Substance Assay (TBARS) pada jaringan tersimpan. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS v25.0 menggunakan uji One-Way ANOVA.
Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p>0,05) antara ketiga kelompok pada pemeriksaan kadar malondialdehid jantung dan serum tikus (jantung: p=0,060; serum: p=0,162).
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna pada kadar malondialdehid jantung dan serum tikus model PGK metode 5/6 nefrektomi dengan dan tanpa pemberian Irbesartan.

Background: Chronic kidney disease (CKD) is a condition that triggers a decrease in glomerular filtration rate. The reduction can activate Renin-Angiotensin-Aldosterone System (RAAS) and leads to an accumulation of oxidative stress. Irbesartan is a drug that functions to inhibit RAAS and is thought to have an effect on lowering the oxidative stress.
Objectives: To understand irbesartan’s antioxidant effects and its impact on oxidative stress in cardiac tissues and serum on rat models of 5/6 nephrectomy-induced CKD through the measurement of malondialdehyde levels.
Methods: This study is an experimental study utilizing stored heart and serum. The samples consists of three groups, which are Sham (S, heart and serum: n=4), 5/6 nephrectomy (N, heart: n=4; serum: n=3), and 5/6 nephrectomy administered with Irbesartan 20 mg/kgW/day for 4 weeks (N+I, heart and serum: n=4). Statistical analyses were done using SPSS v25.0 and examined using One-Way ANOVA.
Results: There were no significant results between the three groups based on the levels of heart and serum malondialdehyde (heart: p=0.060; serum: p=0.162).
Conclusion: There were no significant differences in the levels of heart and serum malondialdehyde on rat models of 5/6 nephrectomy-induced CKD with the administration of Irbesartan compared and without the administration of Irbesartan.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amrizal Umran
"Torsio testis merupakan kedaruratan dalam urologi yang dapat terjadi pada 1 dari 4000 laki-laki berusia dibawah 25 tahun, dan apabila keadaan ini tidak segera ditangani dengan benar dalam 4 sampai 6 jam dapat terjadi nekrosis testis. Dari penelitian sebelumnya didapatkan torsio testis dengan puntiran sebesar 720° dan lama puntiran lebih dari 4 jam dapat menyebakan kerusakan testis secara menetap. Oleh karena itu tindakan bedah sedini mwtgkin harus dilakukan untuk menyelamatkan testis dari kerusakan menetap, saat ini tindakan bedah yang dianjurkan adalah melakukan detorsi testis dan orkidopeksi bilateral. Tindakan ini dilaporkan dapat menyelamatkan testis sampai dengan 90%, namun dalam pengamatan yang lebih lanjut menunjukkan lebih dari 67% tetstis tersebut akan mengalami atropi dan menjadi subfertil. Menurut Hagan dan kawan-kawan dari 55 pasien yang diamati hanya 7 pasien yang menenjukkan spermiogrnmnya normal Oleh karena itu dibutuhkan suatu terobosan lain dalam penatalaksanaan torsio testis guna menekan angka terjadinya kerusakan testis permanen secara signifikan. Kerusakan jaringan testis akibat torsio testis disebakan adanya ischemia yang diperberat dengan teijadinya reperfosion injury (IR) setelah dilakukan detorsi. Telah banyak penelitian dilakukan untuk mengetahui mekanisme dan penanganan IR., diantaranya penggunaan oksigen hiperbarik yang secara signifikan dapat mengurangi efek IR dalam tindakan pembuatan flap kulit dan otot yang percobaannya dilakukan pada binatang.

Testicular torsion is a urological emergency that can occur in 1 in 4000 men under 25 years of age, and if this condition is not treated properly within 4 to 6 hours, testicular necrosis can occur. From previous research, it was found that testicular torsion with a twist of 720° and a twisting time of more than 4 hours can cause permanent testicular damage. Therefore, surgical action must be carried out as early as possible to save the testicles from permanent damage. Currently, the recommended surgical treatment is testicular detorsion and bilateral orchidopexy. This action was reported to be able to save up to 90% of the testicles, but further observations showed that more than 67% of the testicles would experience atrophy and become subfertile. According to Hagan and friends, of the 55 patients who were observed, only 7 patients showed normal sperm. Therefore, another breakthrough is needed in the management of testicular torsion in order to significantly reduce the rate of permanent testicular damage. Damage to testicular tissue due to testicular torsion is caused by ischemia which is exacerbated by the occurrence of reperfusion injury (IR) after detorsion. Many studies have been carried out to determine the mechanism and treatment of IR, including the use of hyperbaric oxygen which can significantly reduce the effects of IR in the procedure of creating skin and muscle flaps in experiments carried out on animals."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Rahman
"Penderita hipertensi didominasi oleh pasien berusia di atas 60 tahun dan sebagian dari mereka disertai dengan disfagia yang mengurangi kemampuan mereka untuk menelan. Kalium losartan sebagai agen antihipertensi dengan tingkat kebutuhan yang sangat tinggi hanya tersedia dalam bentuk tablet oral. Hal tersebut membuat sediaan kalium losartan berpotensi untuk dikembangkan ke dalam bentuk film bukal mukoadhesif lapis ganda agar mudah digunakan oleh pasien dengan disfagia. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi film bukal mukoadhesif lapis ganda kalium losartan dengan polimer berupa xanthan gum dan etilselulosa serta mengkarakterisasinya. Pada penelitian ini dibuat film bukal mukoadhesif lapis ganda kalium losartan dengan polimer xanthan gum dan etilselulosa menggunakan metode film casting, masing-masing bahan padat dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian dicampurkan dan ditambah peliat. Film dibuat dengan 3 formulasi, yaitu menggunakan 0,1% (F1); 0,2% (F2); dan 0,3% (F3) b/v xanthan gum. Film yang terbentuk dikarakterisasi ketebalan, ketahanan pelipatan, kekuatan dan durasi mukoadhesif, serta profil pelepasannya. Film yang terbentuk memiliki ketebalan yang kurang dari 0,5 mm dengan ketahanan pelipatan melebihi 300 kali pelipatan untuk setiap formulasi. Kekuatan mukoadhesif film berada pada rentang 2,07 gF/cm2 (F1) hingga 3,48 gF/cm2 (F1) dan memiliki durasi mukoadhesi selama 9,77 (F1) hingga 14,70 jam (F3). Film F1 memiliki profil pelepasan paling cepat yang melepaskan 81,90% b/b kalium losartan dalam waktu 45 menit, sedangkan dua formulasi lainnya hanya melepas 75,01% (F2) dan 62,70% (F3) b/b. Penelitian ini menghasilkan film bukal mukoadhesif lapis ganda kalium losartan dengan xanthan gum dan etilselulosa dengan karakter fisik yang baik dan pelepasan yang cukup singkat.

Hypertension is dominated by patients aged over 60 years old and some of them have dysphagia that limiting their ability on swallowing. Losartan potassium as an antihypertensive agent with excessive demand is only available as oral tablet. For those reasons, the dosage form development of this drug as double layer mucoadhesive buccal film is potential to help patient with dysphagia. This study aimed to produce a double layer mucoadhesive buccal film containing losartan potassium with xanthan gum and ethylcellulose as polymers and to characterize it. In this study, the films were prepared using film casting method which carried out by dissolving each solid material in a suitable solvent, mixing it and adding the plasticizer. The films were made in 3 formulations with 0.1% (F1), 0.2% (F2), and 0.3% (F3) w/v of xanthan gum and being characterized by thickness, folding endurance, mucoadhesive strength and duration, and drug release profile. The film of all formulations had less than 0.5 mm in thickness with a folding endurance over 300 folds. The mucoadhesive strength of the films were in the range of 2.07 gF/cm2 (F1) to 3.48 gF/cm2 (F1) and had mucoadhesion duration from 9.77 (F1) to 14.70 hours (F3). The F1 film had the fastest drug release profile, releasing 81.90% w/w of losartan potassium within 45 minutes, while the others only released 75.01% (F2) and 62.70% (F3) w/w. In conclusion, losartan potassium double layer mucoadhesive buccal film with xanthan gum and ethylcellulose had produced with good characteristics and fast drug release.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Nathaniel
"Prediabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang diatas batas normal tetapi belum mencapai kriteria diagnosis diabetes melitus. Hiperglikemia pada penderita prediabetes dapat meningkatkan penanda inflamasi kronik dan pembentukan spesies oksigen reaktif, yang akan meningkatkan stres oksidatif. Kadar GSH (glutation tereduksi), GSSG (glutation teroksidasi), dan rasio GSH/GSSG dapat diukur untuk melihat tingkat stres oksidatif. Dilakukan pengukuran GSH dan GSSG pada ginjal tikus Wistar dengan metode kolorimetri. Tikus dibedakan menjadi tikus sehat sebagai kontrol negatif dan prediabetes. Induksi prediabetes dilakukan dengan diet tinggi lemak dan glukosa ditambah injeksi streptozotocin. Tikus prediabetes terbagi menjadi tiga kelompok intervensi, yaitu tanpa suplementasi vitamin D3 dan suplementasi vitamin D3 dengan dosis 100 dan 1000 IU/kgBB/hari. Pemberian vitamin D3 pada tikus model prediabetes tidak memberikan efek yang signifikan secara statistik pada kadar GSH (p=0,077) dan GSSG (p=0,509) ginjal tikus. Pemberian vitamin D3 dosis rendah (100 IU/kgBB/hari) meningkatkan rasio GSH/GSSG ginjal tikus model prediabetes (2,59 ± 0,32) dibandingkan dengan ginjal tikus model prediabetes tanpa pemberian vitamin D3 (1,68 ± 0,80) dan signifikan secara statistik (p = 0,026). Suplementasi vitamin D 100 IU/kgBB/hari pada ginjal tikus prediabetes dapat meningkatkan rasio GSH/GSSG secara signifikan.

Hyperglycemia in prediabetic patients can increase the formation of reactive oxygen species, which will increase oxidative stress. GSH (reduced glutathione), GSSG (oxidized glutathione), and the GSH/GSSG ratio can be measured to see the level of oxidative stress. GSH and GSSG were measured in the kidneys of Wistar rats using the colorimetric method. Mice were differentiated into healthy mice as negative controls and prediabetes. Prediabetes was induced with a diet high in fat and glucose plus injection of streptozotocin. Prediabetic rats were divided into three intervention groups, namely without vitamin D3 supplementation and vitamin D3 supplementation at doses of 100 and 1000 IU/kgBW/day. Administration of vitamin D3 to prediabetic rats did not have a statistically significant effect on rat kidney GSH (p=0.077) and GSSG (p=0.509) levels. Administration of low-dose vitamin D3 (100 IU/kgBW/day) increased the ratio of GSH/GSSG in the kidneys of prediabetic rat models (2.59 ± 0.32) compared to the kidneys of prediabetic rats without administration of vitamin D3 (1.68 ± 0.80) and statistically significant (p = 0.026). Supplementation of vitamin D 100 IU/kgBB/day in the kidneys of prediabetic rats can significantly increase the ratio of GSH/GSSG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Eddy T.M.
"Ruang lingkup dan metode penelitian
Spesies radikal babas dan derivatnya berperan sangat panting pada cedera sel. Sampai saat ini penelitian untuk membuktikan peran obat golongan penghambat sistem renin angiotensin (SRA) dalam cedera sel adalah dengan model cedera iskemia-reperfusi. Cedera sel akibat iskemia-reperfusi disebabkan oleh pembentukan spesies oksigen reaktif yang berlebihan. Dari beberapa penelitian tersebut terbukti bahwa cedera sel dengan model cedera iskemiareperfusi dapat dihambat oleh obat golongan tersebut yang diduga bekerja sebagai antioksidan/antiradikal.
Penelitian ini ingin membuktikan lebih lanjut apakah obat golongan penghambat SRA yakni kaptopril dan losartan dapat menghambat cedera sel hati dengan model lain. Model yang digunakan adalah kerusakan atau cedera sel hati yang diinduksi dengan dengan parasetamol dosis toksik, CCI4, dan etanol. Kerusakan sel hati akibat bahan-bahan hepatotoksik tersebut disebabkan oleh metabolit reaktif baik berupa spesies oksigen reaktif atau spesies radikal babas, yang merupakan hasil metabolisme dari masing-masing bahan tersebut.
Untuk mengetahui efek proteksi kaptopril dan losartan dilakukan pengukuran kadar enzim SGOT dan SGPT, serta pemeriksaan histopatologi jaringan hati. Sedangkan untuk mengetahui apakah efek proteksi ini diperantarai oleh sifat antioksidan/antiradikal kaptopril dan losartan, dilakukan pengukuran kadar MDA hati dan MDA serum.
Penelitian ini menggunakan 54 ekor tikus putih galur Sprague Dawley yang dibagi menjadi 3 grup secara acak yang masing-masing terdiri dari 18 ekor. Kemudian masing-masing grup dibagi secara acak menjadi 3 kelompok. Grup P diberi parasetamol dosis tunggal 2500 mg/KgBB, grup C diberi CCI4 dosis tunggal 2 ml/KgBB. Grup E diberi etanol dengan konsentrasi bertingkat 35%, 50%, 60%, dan 70% dengan dosis 10 ml/KgBB/hari mulai dari hari pertama Sampai hari ke 4. Setiap grup tersebut terdiri dari kelompok yang tidak diproteksi, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril, dan kelompok yang diproteksi dengan losartan. Dua puluh empat jam setelah perlakuan terakhir dilakukan laparatomi untuk pengambilan darah dan pengangkatan hati. Darah diambil untuk pengukuran kadar SGOT, SGPT, dan kadar MDA serum. Hati diangkat untuk pengukuran kadar MDA hati dan pemeriksaan histopatologi. Data kadar SCOT, SGPT, dan MDA dianalisis dengan uji statistik ANOVA satu arah dan perbandingan berganda Tukey. Data histopatologi dianalisis dengan uji perbandingan berganda non parametrik Kruska}-Wallis.
Hasil
- Hasil uji statistik kadar SCOT dan SGPT pada semua kelompok yang diproteksi dengan kaptopril atau losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi.
Hasil uji statistik tingkat kerusakan hati pada grup P, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Hasil uji statistik tingkat kerusakan hati berupa degenerasi steatosis pads grup C dan grup E, kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Tetapi tingkat kerusakan hati berupa degenerasi nekrosis pada grup C dan grup E tidak terdapat perbedaan, sehingga tidak dilakukan uji statistik.
- Hasil uji statistik kadar MDA hati pada semua kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan Iebih rendah secara bermakna dibanding dengan kelompok yang tidak diproteksi. Perbedaan bermakna kadar MDA serum hanya ditemukan pada grup C, yaitu kelompok yang diproteksi dengan kaptopril dan losartan lebih rendah secara bermakna dibanding kelompok yang tidak diproteksi.
Kesimpulan
1. Kaptopril dan losartan dapat mencegah cedera sel hati tikus yang diinduksi dengan parasetamol, CCI4, dan etanol.
2. Mekanisme kerja obat golongan penghambat SRA dalam mencegah cedera set diduga selain karena adanya gugus -SH pada kaptopril, juga melalui hambatan efek farmakodinamik angiotensin II dalam pembentukan spesies radikal bebas dan derivatnya.
3. Obat golongan penghambat SRA mempunyai efek antioksidan/antiradikal."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steven
"Psoriasis merupakan penyakit autoimun yang disebabkan kelainan genetik dan dipicu faktor lingkungan, penyakit ini menyerang kulit dan sistemik seperti sendi dan kuku. Sel punca mesenkim (SPM) asal tali pusat manusia memiliki kapasitas proliferasi yang tinggi, imunomodulator yang luas dan imunogenitas yang rendah. Penelitian ini menggunakan model tikus psoriasis yang diinduksi dengan krim imiquimod 5% selama 6 hari. Tikus dibagi menjadi kelompok 5 kelompok yang diberi SPM atau Phosphate Nuffer Saline (PBS) secara intradermal atau subkutan serta kontrol normal. Pemberian SPM dan PBS dilakukan sebelum pengolesan krim. Penilaian harian kulit tikus dilakukan dengan skoring modified Psoriasis Area and Severity Index (mPASI). Setelah pembedahan, kulit tikus dianalisa terhadap ekspresi relatif gen Interleukin (IL)-17 dan IL-10. Sebagian kulit difiksasi dengan formalin dan dilakukan pemeriksaan histologi dan imunohistokimia dengan antibodi Anti-CD11b. Analisa statistik memperlihatkan skor mPASI kelompok SPM mengalami penurunan bermakna dibanding kelompok PBS. Ekspresi relatif gen IL-17 menurun dan gen IL-10 meningkat pada kelompok SPM dibandingkan PBS. Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin memperlihatkan rerata tebal epidermis dan jumlah kapiler mengalami penurunan pada kelompok SPM dibanding PBS. Rerata jumlah infiltrasi sel CD11b+ kelompok SPM menurun secara bermakna dibandingkan PBS. Penyuntikan SPM terutama intradermal mampu menyebabkan remisi pada lesi lokal kulit psoriasis pada model tikus Wistar.

Psoriasis is a chronic inflammatory disease affecting mainly the skin and other parts such as nails and joints. Human umbilical cord-derived mesenchymal stem cells (hUC-MSCs) are highly proliferative immunomodulator cells with low immunogenicity. The Psoriasis rat model was induced with 5% imiquimod cream for 6 days. The rats were divided into 5 groups receiving intradermal or subcutaneous injections of hUC-MSCs or Phosphate Buffer Saline (PBS), and a normal control group. MSCs and PBS were administered before cream application. Daily skin assessments were performed using a modified Psoriasis Area and Severity Index (mPASI) scoring system. After harvest, rat skin was analyzed for relative expression of Interleukin (IL)-17 and IL-10 genes. Some skin samples were fixed with formalin for histological examination and immunohistochemistry with Anti-CD11b antibodies. Statistical analysis showed a significant reduction in mPASI scores in the hUC-MSCs group compared to the PBS group. Histology staining revealed a decrease in epidermal thickness and capillary in the hUC-MSCs group. The infiltration of CD11b+ cells significantly decreased in the hUC-MSCs group.  The relative gen expression of IL-17 decreased, while IL-10 gene increased in the hUC-MSCs group. Particularly, intradermal injection of hUC-MSCs induced remission of local psoriasis skin lesions in the rat model."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah
"Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas yang tinggi di Indonesia. Salah satu faktor utama penyebabnya yaitu hiperlipidemia yang juga berkaitan dengan aktivasi platelet yang memicu pembentukan trombus. PCSK9 (Proprotein Convertase Subtilisin/Kexin 9) diketahui terlibat dalam metabolisme lipid karena mampu mendegradasi reseptor LDL (Low Density Lipoprotein Cholesterol) sehingga mempengaruhi kadarnya dalam plasma. Penelitian terkait PCSK9 juga telah menghasilkan adanya hubungan langsung antara PCSK9 dengan aktivasi platelet. Rimpang jahe merah dan kulit kayu secang merupakan tanaman yang dikenal khasiatnya turun temurun oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan penelitian yang telah ada ditemukan potensi ekstrak jahe merah dan secang sebagai antiplatelet. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi efek pemberian 3 kombinasi ekstrak jahe merah secang terhadap kadar PCSK9 sebagai marker aktivasi platelet dengan heman model hiperlipidemia yang diinduksi HFD (High Fat Diet). Kadar kolesterol total dan trigliserida dari 18 ekor sampel plasma tikus Wistar jantan pada minggu ke-8 diukur dengan spektro UV kemudian diperoleh hasil signifikan (p<0,05) dibanding kelompok normal. Pada minggu ke-8 hingga 10 tikus tetap diinduksi HFD dan juga diberikan perlakuan berbeda setiap kelompoknya dengan tambahan pemberian CMC 0,5% pada kelompok normal dan negatif, aspirin dosis 81 mg/KgBB pada kelompok positif dan tiga variasi dosis kombinasi ekstrak jahe merah dan secang. Pada minggu ke-10 kadar PCSK9 plasma diukur dan diperoleh bahwa dosis 3 ekstrak jahe merah-secang (800:200 mg/200 g BB tikus) memberikan hasil kadar PCSK9 terendah secara deskriptif dan berbeda signifikan dengan kadar PCSK9 kelompok negatif (p<0.05).<

Cardiovascular disease is one of the diseases with high morbidity in Indonesia. One of the main factors causing hyperlipidemia is also related to platelet activation that triggers thrombus formation. PCSK9 (Proprotein Convertase Subtilisin/Kexin 9) is known to be involved in lipid metabolism because it is able to degrade LDL (Low Density Lipoprotein Cholesterol) receptors so that it affects its plasma levels. Studies related to PCSK9 have also shown a direct relationship between PCSK9 and platelet activation. Red ginger rhizome and sappan wood are plants that are known for their usefulness from generation to generation by the people of Indonesia. Based on existing research, it was found the potential of red ginger extract and secang as an antiplatelet. In this study, an evaluation of the effect of giving 3 combinations of red ginger and sappan wood extract of PCSK9 levels as a marker of platelet activation was carried out with the HFD (High Fat Diet) induced hyperlipidemia animal model. Total cholesterol and triglyceride levels from 18 male Wistar rat plasma samples at week 8 were measured by UV spectrophotometer. Then, significant results were obtained (p<0.05) compared to the normal group. At week 8 to 10 the rats were still induced by HFD and also given different treatment for each group with the addition of 0.5% CMC in the normal and negative groups, aspirin dose of 81 mg/Kg BW in the positive group and three variations of the dose of red ginger and sappan wood extract combination. At week 10, plasma PCSK9 levels were measured and it was found that a dose 3 of red ginger and sappan wood extracts (800:200 mg/200 g BW rats) gave the lowest PCSK9 levels descriptively and significantly different from PCSK9 levels in the negative group (p<0,05)."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Pelawati
"Latar belakang : Prevalensi penyakit dengan gejala kejang di Indonesia cukup tinggi. Sejalan dengan Iangkah strategis Universitas Indonesia untuk meneliti tanaman herbal yang bermanfaat, maka peneiitian ini ingin menyelidiki kemungkinan pemanfaatan piperine (ekstrak dari lada jawa) sebagai obat anti kejang.
Tujuan : Mengetahui efek protektif piperin terhadap peningkatan kegiatan listrik otak tikus kejang akibat induksi oleh bicuculline dilihat dari iiekuensi dan amplitudo pada rekaman elektroensefalograii, dibandingkan kontrol.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in-vivo, dilakukan pada empat kelompok tikus, masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus. Seluruh tikus beljumlah 24 ekor, diberi induktor kejang bicuculline. Sam kelompok kontrol tanpa diberi piperin dan tiga kelompok uji diberikan piperin dengan dosis yang berbeda. Hewan uji yang digunakan adalah tikus Sprague Dawley jantan. Kelompok uji dibagi menjadi tiga yaitu kelompok dosis piperin 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB. Perubahan amplitudo dan frekuensi EEG direkam pada menit ke-0, menit ke-30, menit ke-40, menit ke-50, dan menit ke-60 setelah pemberian piperin.
Hasil penelitian : Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB, dosis 200mg/kgBB dan dosis 400 mg/kgBB menurunkan ampliludo dan meningkatkan frekuensi serta menghilangkan spike pada rekaman EEG. Piperin dosis 100 mg/kgBB setelah 50 menit pemberian peroral secara bermakna meningkatkan frekuensi dan menurunkan ampliludo.
Kesimpulan : Piperin mempunyai efek pencegahan peningkatan kegiatan Iislrik otak dengan bukti meningkatkan frekuensi dan menunmkan amplitudo EEG. Pemberian piperin dosis 100 mg/kgBB lebih efektif dibandingkan dosis 200 mg/kgBB dan 400 mg/kgBB.

Background: The prevalence of disease with seizure symptom has found in Indonesia high enough. In line with strategic plan of University of Indonesia to encourage studies on ingenious herbs in Indonesia, the present study is directed to investigate the possible beneficial effect of pipperine (extract java pepper) in the treatment of seizure.
Objective: This study was conducted to investigate the protective effect of pipperine against amplitude and frequency alterations of electroencephalogram (EEG) induced by bicuculline in the rat.
Design of study: Twenty four male Sprague Dawley rats were used in the study, in which the rats were grouped into 4, each consisted of 6 animals. The control group was the rats which received oral CMC 1% (carboxy methyl cellulose), 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The other 3 treated goups received oral piperine 100mg/kgBW, 200mg/kgBW and 400 mg/kgBW respectively, 30 minute prior to subcutaneously injected bicuculline of 2,7 mg/kgBW. The amplitude and frequency of EEG were recorded at zero time, 30?' minute, 40?? minute, 50? minute, and 60"? minute aiter the administration of pipperine.
Result: Injected of bicuculline in the rats, caused no alterations of EEG pattern as compared with the EEG at zero point measurement. At 20 minute after bicuculline injection, there was an were dose of amplitude and reduce of frequency of EEG with spike wave. Piperine at various concentrations reduced the EEG abnormalities. Piperine of l00 mg/kgBW showed the best protective effects against EEG alteration.
Conclution: Pipperine l00 mg/kgBW given before bicuculline reduced the amplitude and increased the iiequency of EEG to near normal condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T29431
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Dewi Permata Sari
"Nefrotoksisitas merupakan efek samping utama yang membatasi penggunaan cisplatin sebagai obat anti-tumor. Kurkumin memeliki beberapa aktivitas farmakologis salah satunya, yaitu sebagai nefroprotektor. Akan tetapi kurkumin kurang larut di dalam air, sehingga digunakan nanokurkumin yang lebih mudah larut/terdispersi dalam air. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek kurkumin dan nanokurkumin terhadap nefrotoksisitas tikus yang diinduksi cisplatin melalui jalur ERK1/2. Perlakuan hewan coba dilakukan selama 10 hari, menggunakan tikus Sprague Dawley yang dibagi menjadi 5 kelompok, n=6, yaitu kelompok normal, cisplatin CIS, Cisplatin kurkumin 100 mg/kgBB/hari p.o Cis Kurku100, Cisplatin nanokurkumin 50 mg/kgBB/hari p.o Cis Nanokur50, Cisplatin nanokurkumin 100 mg/kgBB/hari p.o Cis Nanokur100 . Pada hari ke-7 dilakukan injeksi cisplatin 7 mg/kgBB, i.p dan 72 jam setelah injeksi cisplatin dilakukan pengambilan darah dan organ ginjal. Cisplatin dosis tunggal pada kelompok CIS menyebabkan peningkatan kadar BUN dan kreatinin dalam plasma, kadar MDA, peningkatan rasio ekspresi BCL-2/Bax, serta peningkatan rasio ekspresi protein p-ERK/ERK secara signifikan, dibandingkan kelompok normal. Pemberian kurkumin 100 mg/kgBB dan nanokurkumin 100 mg/kgBB berperan sebagai antioksidan untuk mencegah progresifitas nefrotoksisitas akibat cisplatin, dilihat melalui terjadinya penurunan kadar BUN dan kreatinin dalam plasma, penurunan kadar MDA, dan peningkatan rasio ekspresi gen BCL-2/Bax secara signifikan dibandingkan kelompok CIS, serta penurunan rasio ekspresi protein p-ERK/ERK secara signifikan dibandingkan kelompok CIS. Cisplatin dosis tunggal 7 mg/kgBB dapat menyebabkan nefrotoksisitas pada tikus yang menyerupai AKI Acute Kidney Injury pada manusia. Kurkumin 100 mg/kgBB cenderung memiliki efek nefroprotektor yang lebih baik dalam mencegah progresifitas nefrotoksisitas akibat cisplatin melalui jalur stress oksidatif dan apoptosis.

Nephrotoxicity is the major limitation for the clinical use of cisplatin as an antitumor. Curcumin has some pharmacological activity, one of them as nephroprotector. However, curcumin less soluble in water, so it is used nanocurcumin which is readily dispersed in aqueous media. The purpose of this study is to investigate the effects of curcumin and nanocurcumin against ciplatin induced nephrotoxicity in rats through ERK1 2 pathway. This study conducted for 10 days treatment, five groups n 6 of male Sprague Dawley rats were examined normal, cisplatin CIS 7 mg kgBW, Cis curcumin Cis Curcu100 100 mg kg BW day, Cisplatin nanocurcumin 50 mg kg BW day Cis Nanocur50, and Cisplatin nanocurcumin 100mg kg BW day Cis Nanocur100 . After 72 h following injection cisplatin, specimens were collected. This study resulted a single dose of cisplatin in CIS group caused a significant increased in plasma BUN, plasma creatinine, MDA levels, decreased ratio expression of BCL 2 Bax gene, and increased ratio of p ERK ERK as compared to normal group. Pre treatment with curcumin 100 mg kgBW and nanocurcumin 50 and 100 mg kgBW acts as an antioxidant to prevent progression of nephrotoxicity cisplatin, were reduced plasma BUN levels, plasma creatinine levels, MDA levels in kidney, increased GSH level in kidney, increased ratio expression of BCL 2 Bax gene in kidney, and decreased ratio of p ERK ERK protein in kidney compared with cisplatin induced nephrotoxicity rats without treatment. Cisplatin with single dose 7 mg kgBW is able to induced nephrotoxicity in rats that mimicked acute kidney injury in human. Curcumin 100 mg kgBW tend to have a better nephroprotector effect in preventing the progression of cisplatin induced nephrotoxicity through oxidative stress pathways and apoptosis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>