Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 176308 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pradipta
"Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dimana salah satu bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pyogenes. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit-penyakit penting mulai dari infeksi kulit hingga penyakit yang dapat membahayakan nyawa seperti glomerulonephritis. Hingga saat ini, penyembuhan untuk bakteri Streptococcus pyogenes masih bergantung dengan antibiotik jenis penicillin maupun ciprofloxacin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak biji pepaya (Carica papaya L) memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Streptococcus pyogenes dengan melihat konsentrasi hambat minimum (KHM) dan konsentrasi bunuh minimum (KBM). Penelitian ini dilakukan menggunakan uji in-vitro dengan cara mikrodilusi tabung. Ekstrak biji pepaya digunakan dengan variasi konsentrasi 16.5%, 11%, 8.25%, dan 5.5%. KHM ekstrak biji pepaya ditemukan pada konsentrasi 16.5% ditandai dengan larutan yang bening pada tabung dengan konsentrasi ekstrak sebesar 16.5%. Dilain pihak, KBM ekstrak biji pepaya ditemukan pada konsentrasi 5.5%, yang ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni bakteri pada agar darah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji pepaya berpotensi sebagai agen antibakteri untuk melawan bakteri Streptococcus pyogenes

Nowadays, infection is still a major problem in Indonesian health management. Streptococcus pyogenes is an example of a bacteria that needs more attention since it can cause a mild infection on skin untill a deadly infection such as glomerulonephritis. In Indonesia, treatment for Streptococcus pyogenes infection is still heavily dependent on the use of penicillin or ciprofloxacin. This reasearch’s objective is to discover if papaya’s seed (Carica papaya L) has an antibacterial activity for Streptococcus pyogenes by measuring the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC). This reasearch was done by in vitro test using a microdilution tube. Papaya’s seed extracted in varied concentration which is 16.5%, 11%, 8.25%, and 5.5%. The results showed that Minimum Inhibition Concentration (MIC) of papaya’s seed extract concentration is 16.5% shown by a clean solution in tube. On the other hand, Minimum Bactericidal Concentration (MBC) of papaya’s seed extract is 5.5% with no colony growth found in the blood agar specimen. In conclusion, papaya’s seed extract has a good potential to be an antibacterial to treat Sptretococcus pyogenes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Gusti Khatimah
"ABSTRAK
Infeksi Streptococcus pyogenes paling sering menyebabkan faringitis. Terdapat 10% populasi yang alergi terhadap penisilin sebagai terapi lini pertama, sehingga diberikan alternatif berupa eritromisin. Namun, S. pyogenes dilaporkan resisten terhadap eritromisin dan dapat menyebabkan kematian. Moringa oleifera Lamk. merupakan tumbuhan yang banyak ditemui di Indonesia dan diketahui memiliki efek antibakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek antibakteri ekstrak daun M. oleifera Lamk. terhadap S. pyogenes. Penelitian ini menggunakan ekstrak daun M. oleifera Lamk. dengan metode makrodilusi untuk melihat nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) terhadap S. pyogenes. Ekstrak dibagi menjadi konsentrasi 150 mg/mL, 75 mg/mL, 37,50 mg/mL, 18,75 mg/mL, dan 9,38 mg/mL dengan kontrol positif berupa media dengan bakteri dan media dengan DMSO dan bakteri, serta kontrol negatif berupa media, ekstrak, antibiotik, dan antibiotik dengan bakteri. Antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin dan inokulum bakteri dibuat berdasarkan standar McFarland 0,5. Jumlah koloni bakteri pada seluruh uji dan kontrol dihitung dengan metode pour plate, dan hasil jumlah koloni yang didapat dianalisis menggunakan SPSS dengan uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji ANOVA. Ekstrak daun M. oleifera Lamk. memiliki efek antibakteri terhadap S. pyogenes dengan nilai KHM 18,75 mg/mL dan KBM 37,50 mg/mL dengan hasil perhitungan jumlah koloni didapatkan data terdistribusi normal dengan rerata dan standar deviasi pada KHM sebesar 22,50 ± 6,091. Uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) dengan uji Post Hoc Bonferroni terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) antara KHM dengan konsentrasi 9,38 mg/mL dan KHM dengan masing-masing kontrol positif, sedangkan antara kedua kontrol positif tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05).

ABSTRACT
Streptococcus pyogenes infection mostly causes pharyngitis. Penicilin as the first-line therapy is not used by 10% of the population because of alergic reaction, so as an alternative therapy erythromisin is given. However, S. pyogenes is reported resistant to erytromycin and causes mortality. Moringa oleifera Lamk. abundantly grows in Indonesia and is known to have an antibacterial effect. This research is conducted to determine the antibacterial effect of M. oleifera Lamk. leaf extract against S. pyogenes. This research used M. oleifera Lamk. leaf extract to see Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) against S. pyogenes using macrodilution method. The extract is divided into 5 concentrations such as 150 mg/mL, 75 mg/mL, 37.50 mg/mL, 18.75 mg/mL, and 9.38 mg/mL with positive controls such as medium with bacteria, and medium with DMSO and bacteria, and negative controls such as medium, extract, antibiotic, and antibiotic with bacteria. The antibiotic that is used in this research is amoxicillin and the inoculum of bacteria is made using McFarland 0.5 standard. Colony counting among all samples and controls is conducted using pour plate method, and the results are analyzed using normality test Shapiro-Wilk and ANOVA test using SPSS. M. oleifera Lamk. leaf extract has an effect as an antibacterial against S. pyogenes with MIC in concentration 18.75 mg/mL and MBC in concentration 37.50 mg/mL. The result of colony counting is distributed normally with mean ± standard deviation in MIC is 22.50 ± 6.091. Both ANOVA test and Post Hoc Bonferroni test show that there are statistically significant (p<0.05). Between MIC and concentration 9.38 mg/mL and MIC with each positive control are statistically significant (p<0.05), while between each positive control is not statistically significant (p>0.05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirza Suranta Hanafiah
"Latar Belakang Streptococcus pyogenes (S. pyogenes) adala bakteri penyebab berbagai penyakit, mulai dari faringitis, pioderma, serta penyakit pasca Streptococcus seperti demam rematik dan glomerulonefritis. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa strain S. pyogenes telah resisten terhadap beberapa antibiotik sehingga diperlukan terapi baru. Centella asiatica (C. asiatica) adalah tanaman herbal yang berpotensi menghambat pertumbuhan berbagai bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dari ekstrak etanol 70% C. asiatica terhadap S. pyogenes untuk mengevaluasi potensinya sebagai agen antibakteri. Metode Nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) diukur menggunakan metode broth dilution dimana pada 10 tabung akan ditambahkan berbagai konsentrasi ekstrak C. asiatica mulai dari 750 hingga 1,46 mg/ml. Setelah penambahan 1 μl S. pyogenes dengan kekeruhan McFarland 0,5, tabung-tabung tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C. Kekeruhan tabung kemudian diamati; kaldu yang tetap jernih menandakan terhambatnya pertumbuhan bakteri, sedangkan kaldu yang keruh menandakan adanya pertumbuhan bakteri. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah konsentrasi ekstrak terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Hasil MIC ditemukan pada konsentrasi 375 mg/ml, yang merupakan konsentrasi ekstrak terendah yang efektif menghambat pertumbuhan S. pyogenes. Pada konsentrasi yang lebih rendah, tabung tetap terlihat keruh. Hasil ini konsisten dalam tiga percobaan terpisah, yang semuanya dilakukan secara duplo. Kesimpulan Penelitian ini menemukan bahwa ekstrak etanol 70% dari daun C. asiatica memiliki sifat antibakteri terhadap S. pyogenes pada konsentrasi 375 mg/ml.

Introduction Streptococcus pyogenes (S. pyogenes) can cause various infections, from pharyngitis, pyoderma, and post-streptococcal diseases such as rheumatic fever and glomerulonephritis. Previous studies have shown that some strains of S. pyogenes have become resistant to several antibiotics, requiring new therapies. Centella asiatica (C. asiatica) is an herbal plant that has the potential to inhibit the growth of various bacteria. This study aims to measure the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of 70% ethanol extract of C. asiatica against S. pyogenes to evaluate its potential as an antibacterial agent. Method The Minimum Inhibitory Concentration (MIC) value was measured using the broth dilution method where 10 tubes were added with various concentrations of C. asiatica extract ranging from 750 to 1.46 mg/ml. After the addition of 1 μl of S. pyogenes with a McFarland turbidity of 0.5, the tubes were incubated for 24 hours at 35°C. The turbidity of the tubes was then observed; broth that remained clear indicated inhibition of bacterial growth, while turbid broth indicated bacterial growth. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) is the lowest concentration of extract that can inhibit bacterial growth. Results The MIC was found at a concentration of 375 mg/ml, which is the lowest concentration of extract that effectively inhibits the growth of S. pyogenes. At lower concentrations, the tubes remained cloudy. These results were consistent across three separate experiments, all of which were performed in duplicate. Conclusion This study found that 70% ethanol extract of C. asiatica leaves has antibacterial properties against S. pyogenes at a concentration of 375 mg/ml."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pendahuluan: Penyakit menular di Indonesia masih menjadi permasalahan
utama. Salah satu etiologi ISPA tersering ialah Streptococcus pyogenes. Seiring
meningkatnya angka resistensi bakteri terhadap antibiotik lini utama, ekstrak
Nigella sativa Linn. dikembangkan sebagai alternatif terapi. Biji jintan hitam
(Nigella sativa Linn.) dipercaya memiliki potensi efek antibakteri. Penelitian ini
ditujukan untuk mengetahui potensi aktivitas antibakteri dari ekstrak Nigella
sativa Linn.
Metode: Percobaan dilakukan di Departemen Mikrobiologi Klinik FKUI. Potensi
aktivitas antibakteri diamati melalui tiga percobaan. Percobaan pertama
menggunakan lima konsentrasi berbeda yakni 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50
mg/mL, 25 mg/mL, 12,5 mg/mL. Percobaan kedua dan ketiga menggunakan lima
konsentrasi lain, yakni 1000 mg/mL, 500 mg/mL, 250 mg/mL, 125 mg/mL dan
62,5 mg/mL. Ekstrak kemudian diuji secara in vitro dengan metode difusi cara
sumuran, dibandingkan dengan antibiotik amoksisilin 10 ug/mL sebagai kontrol
positif dan larutan akuades sebagai kontrol negatif. Setiap percobaan dilakukan
dengan empat kali pengulangan.
Hasil: Tidak terdapat zona hambat pada sumuran ekstrak Nigella sativa Linn.
Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan ekstrak
Nigella sativa Linn. memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. Pyogenes. Beberapa
faktor yang berpotensi memengaruhi hasil penelitian ialah penggunaan pelarut
ekstrak, sifat dari bahan dasar biji jintan hitam, serta metode uji, Introduction: Infectious diseases in Indonesia are still a major problem. One of
the most common etiology of respiratory infection is Streptococcus pyogenes.
Several studies have shown an increase of antibiotic resistance for treatment of
Streptococcus pyogenes, extracts of Nigella sativa Linn. was developed as an
alternative therapy. Black cumin seeds (Nigella sativa Linn.) is believed to have
the potential antibacterial effect. This study aimed to determine the potential
antibacterial activity of extracts of Nigella sativa Linn.
Methods: Experiments were performed at the Department of Clinical
Microbiology, Faculty of Medicine Universitas Indonesia. Potential antibacterial
activity was observed through three experiments. The first experiments using five
different concentrations of the 200 mg/mL, 100 mg/mL, 50 mg/mL, 25 mg/mL,
12.5 mg/mL. The second and third experiments using five different
concentrations, 1000 mg/mL, 500 mg/mL, 250 mg/mL, 125 mg/mL and 62.5
mg/mL. Extracts were then tested in vitro using agar well plate method, compared
with the antibiotic amoxicillin 10 ug/mL as a positive control and aquades as a
negative control. Each experiment was tested with four repetitions.
Results: There was no inhibition zone on extracts of Nigella sativa Linn. These
results differ from previous studies that showed antibacterial activity of Nigella
sativa Linn. Some of the factors that could potentially influence the outcome of
research is the use of solvent extract, the nature of the basic ingredients of black
cumin seeds, as well as test methods.]
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Fathurrahman
"ABSTRACT
Infectious diseases still become of the main health problems in Indonesia and the treatment still rely on antibacterial drugs which possess wide range of side effects. Papaya leaves are predicted to contain antibacterial activity and can be developed as an alternative treatment against bacterial infection. This study objectives are to determine the antibacterial activity of papaya leaves extract on inhibition of Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA) growth and bactericidal activity against MSSA. Papaya leaves were extracted with Ethanol 96% then filtered and diluted with sterile distilled water until it reach 33%, 22%, 16.5%, and 11% concentration. Minimum Inhibition Concentration (MIC) is obtained if there is no turbidity found inside the microtiter plate and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) is tested using Blood agar and observed for colony growth after incubation in 37o Celsius for 24 hours. The result of this study are, MIC for papaya leaves extract starting at 8.25% concentration. MBC starts from 11% papaya leaves extract concentration. The study shown antibacterial activity of papaya leaves extract, especially against MSSA.

ABSTRACT
Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan penanganannya masih bergantung kepada obat antibiotik yang memiliki banyak efek samping. Ekstrak daun papaya (Carica Papaya) dengan sifat anti bakterinya dapat dikembangkan sebagai alternatif untuk melawan penyakit infeksi oleh bakteri. Studi ini bertujuan untuk mengetahui sifat antibakteri dari ekstrak daun pepaya (Carica papaya) dalam Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) bakteri Methicillin Sensitive Streptococcus Aureus (MSSA). Daun pepaya diekstrak menggunakan Ethanol 70% lalu di saring dan dilarutkan menggunakan aquades steril hingga mencapai konsentrasi 33%, 22%, 16.5%, dan 11%.
KHM ditentukan dengan ditidaktemukannya kekeruhan didalam plat microtiter, sedangkan untuk menentukan KBM dilakukan dengan menanam ulang hasil campuran plat mickrotiter ke agar darah lalu diinkubasi kembali dalam suhu 37o Celsius. Dalam studi ini didapatkan hasil KHM dari ekstrak daun papaya pada konsentrasi 8.25% Sedangkan untuk KBM mulai dari konsentrasi ekstrak 11%. Hasil dari studi ini mengkonfirmasikan kemampuan antibakteri dari daun pepaya terutama dalam melawan MSSA."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Abi Rachmadi
"Eschericia coli (E. coli) dianggap sebagai masalah di seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang yang menyebabkan penyakit bawaan makanan, infeksi saluran kemih dan infeksi hematogen. Menambah masalah E. coli juga menjadi lebih resistan terhadap obat. Oleh karena itu pencarian alteratif sangat penting. Jamu tradisional, terutama di negara berkembang sering digunakan, salah satunya adalah biji pepaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah biji pepaya memiliki efek antibakteri terhadap E. coli. Biji pepaya dikeringkan dan diolah menjadi ekstrak yang dilarutkan dalam etanol 96% untuk mendapatkan konsentrasi 33%, 22%, 16,5% dan 11%.
Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimen laboratorium dengan menggunakan metode pengenceran untuk mendapatkan Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Hasil data dibandingkan dengan kelompok kontrol yang mana E. coli ditantang oleh Ciprofloxacin dari 3200 mikroliter / ml. Data yang dihasilkan bersifat semi kuantitatif dan diolah dengan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa 16,5% ekstrak biji pepaya adalah MIC dan MBC terhadap E. coli. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa biji pepaya memiliki efek antibakteri terhadap E. coli.

Eschericia coli (E. coli) is considered a problem throughout the world, especially in developing countries that cause foodborne diseases, urinary tract infections and hematogenous infections. Adding to the problem of E. coli also becomes more resistant to drugs. Therefore alternative search is very important. Traditional herbal medicine, especially in developing countries is often used, one of which is papaya seeds. This study aims to determine whether papaya seeds have an antibacterial effect on E. coli. Papaya seeds are dried and processed into extracts dissolved in 96% ethanol to get concentrations of 33%, 22%, 16.5% and 11%.
The research design used was a laboratory experiment using a dilution method to obtain Minimum Inhibitory Concentration (MIC) and Minimum Bactericidal Concentration (MBC). The results of the data were compared with a control group in which E. coli was challenged by Ciprofloxacin of 3200 microliters / ml. The data generated is semi-quantitative and processed with descriptive analysis. From the results of the study, it was found that 16.5% papaya seed extract was MIC and MBC against E. coli. The conclusion of this study is that papaya seeds have an antibacterial effect on E. coli.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajrina Busri
"Latar belakang: Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap Streptococcus mutans 25% dan 15% terhadap Streptococcus sanguinis single species (in vitro). Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguinis saling berkompetisi untuk memperoleh nutrisi.
Tujuan: Menganalisis efek antibakteri ekstrak etanol temulawak terhadap dual species Streptococcus in vitro.
Metode: Uji antibakteri dengan metode perhitungan koloni dan kuantifikasi dengan Real-time PCR. Analisis data menggunakan Kruskal Wallis, Mann-Whitney dan Unpaired T-test.
Hasil: KHM ekstrak etanol temulawak terhadap dual species Streptococcus 0,2% dan KBM 10%. Di dalam biofilm dual species Streptococcus, proporsi S.mutans lebih tinggi daripada S. sanguinis (p<0.05).
Simpulan: Konsentrasi efektif ekstrak etanol temulawak sebagai antibakteri terhadap S.mutans dan S.sanguinis dalam dual species lebih rendah dari pada terhadap kedua bakteri tersebut sebagai single species. Di dalam biofilm dual species, S. sanguinis lebih sensitif terhadap ekstrak temulawak daripada S.mutans.

Background: Minimal Bactericidal Concentration (MBC) of Java turmeric (Curcuma xanthorriza Roxb.) ethanol extract against Streptococcus mutans is 25% and 15% against Streptococcus sanguinis. In dental biofilm S.mutans and S.sanguinis competes each other to obtain nutrients.
Objectives: Analize the antibacterial effect of Java tumeric ethanol extract (MIC and MBC) against dual species Streptococcus in vitro.
Methods: Antibacteria activity of the extract was analyzed by measuring the growth of the bacteria after being exposed to the extract by counting colony formation and by quantifying the existing bacterial cell number using real-time PCR. Statistic analysis using Kruskal Wallis, Mann Whitney test and Unpaired t-test.
Results: The MIC of the extract was 0,2% and the MBC was 10%. After exposure of the extract to the dual species biofilm, the growth of S.mutans was higher than S.sanguinis (p<0,05).
Conclutions: Java tumeric ethanol extract is more effective against S.mutans and S.sanguinis as dual species Streptococcus than as single species. S.sanguinis is more sensitive to Java tumeric ethanol extract than S. mutans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmawati Caesaria
"Latar belakang : Semen dikalsium silikat campuran kalsium cangkang telur dan silika sekam padi (C2S CS) mempunyai sifat hidrofilik dan dapat bereaksi dengan air atau cairan pada suhu ruang/suhu tubuh. Semen dikalsium silikat apabila berekasi dengan air antara lain akan menghasilkan senyawa kalsium hidroksida. Dalam mekanisme antibakteri dari semen dikalsium silikat, ion hidroksil yang dilepaskan oleh kalsium hidroksida akan meningkatkan pH, menyebabkan terjadinya kerusakan membran sitoplasma bakteri, denaturasi protein dan kerusakan pada DNA bakteri 
Tujuan: Mengetahui kemampuan antibakteri dari semen C2S CS yang dilarutkan dengan berbagai konsentrasi (1:1, 1:2 dan 1:4) terhadap viabilitas biofilm S. mutans.
Metode: Terdapat 4 kelompok penelitian yang terdiri dari 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok Kontrol negatif. Menggunakan metode mikrodilusi, 3 kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak semen C2S CS berbagai konsentrasi (1:1, 1:2 dan 1:4) lalu dipaparkan dengan biofilm S.mutans ATCC 25175. Kemudian ditentukan viabilitasnya melalui microplate reader dengan Panjang gelombang 570 nm dan juga pembacaaan visual. Nilai MIC ditentukan apabila terdapat penurunan pertumbuhan bakteri 
Hasil: terdapat perbedaan signifikan yang terjadi antara kelompok perlakuan dan kontrol (p< 0.05). viabilitas bakteri terendah pada konsentrasi 1:1 yaitu 18,92% dan tertinggai pada konsentrasi 1:4 46,52%. Nilai MIC didapatkan pada konsentrasi ekstrak 1:1, dengan penurunan jumlah viabilitas biofilm bakteri S mutans sebesar 81,1%. 
Kesimpulan: Konsentrasi ekstrak semen C2S CS yang secara signifikan mampu menurunkan viabilitas biofilm S.mutans adalah Konsentrasi 1:1.

Background : Cement dicalcium silicate a mixture of eggshell calcium and rice husk silica (C2S CS) has hydrophilic properties and can react with water or liquids at room temperature/body temperature. When dicalcium silicate cement reacts with water, among others, it will produce calcium hydroxide compounds. In the antibacterial mechanism of dicalcium silicate cement, hydroxyl ions released by calcium hydroxide will increase the pH, causing damage to the bacterial cytoplasmic membrane, protein denaturation and damage to bacterial DNA. 
Objective: To determine the antibacterial ability of C2S CS cement dissolved in various concentrations (1: 1, 1:2 and 1:4) on the biofilm viability of S. mutans. 
Methods: There were 4 groups consisting of 3 treatment groups and 1 negative control group. Using the microdilution method, 3 treatment groups consisting of C2S CS cement extracts of various concentrations (1:1, 1:2 and 1:4) were then exposed to S. mutans biofilm. Then the viability was determined through a microplate reader with a wavelength of 570 nm and visual reading. The MIC value was determined if there was a decrease in bacterial growth 80% compared to the control. 
Results: there were significant differences between the treatment and control groups (p < 0.05). The lowest bacterial viability was at a concentration of 1:1, namely 18.92% and the highest at a concentration of 1:4 46.52%. The MIC value was obtained at a concentration of 1:1 extract, with a decrease in the number of S. mutansbiofilm viability by 81.1%. 
Conclusion: The concentration of C2S CS cement extract which significantly reduced the viability of S. mutans biofilm was a concentration of 1:1.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gio Nathaniel
"Sistem CRISPR yang semula merupakan mekanisme pertahanan bakteri dapat digunakan sebagai alat rekayasa genetika yang spesifik dan relatif modular, salah satunya adalah CRISPR-dCas9 yang memanfaatkan protein Cas9 dari Streptococcus pyogenes dengan mutasi D10A dan H840A untuk secara spesifik menempel pada sekuens DNA tertentu sehingga menginterferensi ekspresi gen tersebut. Untuk meningkatkan jangkauan aplikasi, diteliti suatu protein dCas9 yang tahan suhu tinggi atau termostabil dari bakteri termofilik Geobacillus kaustophilus, dengan rentang suhu operasi hingga 70 °C, serta ditambatkan protein YebF untuk meningkatkan sekresi ekstraseluler dCas9. Penelitian secara in silico dilakukan dengan Molecular Docking untuk melihat interaksi antara YebF-dCas9 dengan beberapa variasi panjang spacer, repeat, dan tracr sgRNA. Melalui analisis afinitas pengikatan, didapatkan konfigurasi sgRNA optimal adalah dengan panjang spacer 10 nukleotida, repeat 36 nukleotida, dan tracr 63 nukleotida. Uji in vitro dilakukan dengan menganalisis kemampuan YebF-dCas9 menempel pada sekuens gen β-lactamase yang memberikan resistensi ampisilin pada bakteri. Gen penyusun YebF-dCas9 Geobacillus termophilus ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli BL21 melalui plasmid rekombinan pET-15b termodifikasi. Hasil protein YebF-dCas9 didapatkan setelah bakteri dikultur dan purifikasi menggunakan Fast Protein Liquid Chromatography. Uji Lowry dilakukan untuk menentukan konsentrasi YebF-dCas9 dalam larutan, sedangkan uji SDS PAGE dilakukan untuk validasi hasil YebF-dCas9 yang diproduksi. Setelah ditransformasikan ke dalam bakteri, struktur YebF-dCas9-gRNA mampu menginhibisi resistensi ampisilin bakteri, menyebabkan menurunnya koloni bakteri yang hidup hingga 98,5%. Digunakan berbagai variasi medium untuk menganalisis pengaruh berbagai ion logam terhadap aktivitas, dengan variasi medium SOC, medium Buffer Taq Polymerase, dan medium air panas Cisolong. Medium transformasi optimal untuk aktivitas YebF-dCas9 adalah medium SOC dengan kadar ion magnesium 486,1 mg/L, kalium 97,74 mg/L, dan natrium 229,89 mg/L.

CRISPR system that originated from bacterial defense mechanism can be used as a specific and modular genetic engineering tool, one of which is the CRISPR-dCas9 that utilizes Cas9 protein from Streptococcus pyogenes with D10A and H840A mutation which specifically adheres to certain DNA sequence to interfere the gene expression. To broaden the application scope, a thermostable dCas9 in temperature as high as 70 °C from thermophilic bacteria Geobacillus kaustophilus is isolated, appended with YebF to improve extracellular secretion, and tested. The in silico experiment is done using Molecular Docking to analyze the interaction between YebF-dCas9 and sgRNA with varying spacer, repeat, and tracr length. Using binding affinity analysis, it is found that the optimal configuration for sgRNA to interact with YebF-dCas9 is with 10 nucleotides spacer, 36 nucleotides repeat, and 63 nucleotides tracr. For the in vitro experiment, the ability of YebF-dCas9 is tested, especially the ability to bind with the β-lactamase gene sequence that allows bacteria to have ampicillin resistance. The YebF-dCas9 gene from Geobacillus kaustophilus is transformed into E. coli BL21 bacteria using modified recombinant plasmid pET-15b. Concentrated YebF-dCas9 enzyme is produced after bacterial replication in a liquid culture and protein purification using Fast Protein Liquid Chromatography. Lowry test is performed to determine the YebF0dCas9 concentration, while the SDS PAGE test is performed to validate the produced YebF-dCas9. After transformation to the bacteria, the YebF-dCas9-gRNA structure has the ability to inhibit the ampicillin resistance in bacteria, exhibited by the decrease ini living bacteria colony by up to 98,5%. Various medium are used to study the effect of various metal ions on the activity of YebF-dCas9, using three medium variations of SOC medium, Taq Polymerase Buffer medium, and Cisolong medium. The optimal transformation medium for YebF-dCas9 activity is the SOC medium with magnesium ion concentration of 486.1 mg/L, potassium ion concentration of 97.74 mg/L, and sodium ion concentration of 229.89 mg/L."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revi Pribadi
"Lisat bakteri telah menarik perhatian dan pemanfaatannya dalam bidang kesehatan semakin meningkat, beberapa contohnya adalah lisat Streptococcus pyogenes sebagai imunomodulator pada pasien ekserbasi akut penyakit paru obstruktif kronis dan lisat Bifidobacterium longum untuk mengobati alergi dan menghambat penuaan pada kulit. Penelitian terdahulu telah berhasil mengekstraksi dan menguji bakteriosin yang dihasilkan oleh Weissella confusa MBF8-1. Plasmid pengkode bakteriosin dari bakteri tersebut, pWcMBF8-1, bahkan telah diidentifikasi. Namun, produksi dan pemanfaatan lisat dari bakteri Weissella confusa belum pernah dilaporkan sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum produksi lisat yang dihasilkan oleh Weissella confusa MBF8-1 dalam medium modifikasi, yaitu MRS Medium de Man, Rogosa, and Sharpe Vegitone menggunakan metode permukaan respon RSM serta membandingkan hasil optimasi yang diperoleh dengan hasil dalam medium MRS standar. Faktor variabel yang diuji adalah konsentrasi proteose peptone vegetable, konsentrasi dekstrosa, dan lama fermentasi, sedangkan respon yang diamati adalah aktivitas BLIS Bacteriocin-Like Inhibitory Substance dan pH lisat. Hasil menunjukkan bahwa berdasarkan RSM, kondisi optimum produksi lisat dalam medium MRS Vegitone adalah konsentrasi dekstrosa 1,50 ; konsentrasi proteose peptone vegetable 0,75 ; serta lama fermentasi 11,75 jam, menghasilkan diameter zona hambat 7,41 mm dan pH lisat 7,36. pH lisat dipengaruhi secara signifikan oleh lama fermentasi p = 0,0216, sedangkan aktivitas BLIS tidak dipengaruhi secara signifikan oleh ketiga faktor yang diuji. Lisat yang dihasilkan dalam medium MRS standar pada kondisi optimumnya konsentrasi dekstrosa 2 ; konsentrasi pepton 1 ; lama fermentasi 8 jam menghasilkan aktivitas BLIS lebih tinggi dan pH lisat lebih rendah dengan diameter zona hambat 7,85 mm dan pH lisat 7,26. Meskipun hasil dalam medium MRS standar pada kondisi optimumnya lebih baik dibandingkan hasil optimasi dalam medium modifikasi, medium MRS Vegitone dapat dijadikan sebagai medium alternatif untuk produksi lisat bakteri Weissella confusa.

Bacterial lysate have gained an increasing interest recently, mostly for its uses in medical practice, for examples Streptococcus pyogenes lysate as immunomodulator for acute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease COPD and Bifidobacterium longum lysate for anti aging and reactive skin treatment. The extraction and activity assay of bacteriocin from Weissella confusa MBF8 1 have been done, even bacteriocin encoding plasmid from these bacteria, pWcMBF8 1, has been identified in previous study. However, lysate production from Weissella confusa and its uses has never been reported yet. The study aims to obtain optimum condition of lysate production from Weissella confusa MBF8 1 in modified MRS medium, MRS Vegitone using Response Surface Methodology RSM and compare their results with standard MRS medium. Variables that used in this study were as follows, i.e. proteose peptone vegetable concentration, dextrose concentration, and fermentation time. While responses observed were BLIS Bacteriocin Like Inhibitory Substance activity and lysate pH. Result showed that based on RSM, the optimum condition for lysate production in MRS Vegitone medium was 1.50 dextrose, 0.75 proteose peptone vegetable, and 11.75 hours fermentation, with 7.41 mm zone of inhibition and 7.36 lysate pH. Lysate pH was significantly affected by fermentation time p 0.0216, but BLIS activity was not significantly affected by all variables. Lysate produced in MRS medium on its optimum condition 2 dextrose, 1 peptone, and 8 hours fermentation showed higher BLIS activity 7,85 mm zone of inhibition and had lower pH 7,26. Although the result in standard MRS medium was better than in modified medium, MRS Vegitone may be used as an alternative medium for lysate production from Weissella confusa."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>