Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76265 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sawitri
"Penelitian ini mengkaji mengenai praktik penawaran Kredit Tanpa Agunan (KTA) melalui telemarketing, serta menggagas regulasi yang paling tepat untuk menghadapi tantangan dalam penguatan transparansi informasi kredit atas bentuk penawaran KTA dimaksud. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukumatau penelitian yuridis yang bersifat normatif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, meliputi pendekatan perundang-undangan (statute approach)dan pendekatan analitis (analytical approach) baik atas bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk menciptakan kondisi perekonomian yang sehat dan agar Bank tidak kalah bersaing dengan industri FinTech yang juga menerbitkan produk serupa, diperlukan suatu penyempurnaan aturan yang menunjang transparansi informasi kredit. Pengaturan tersebut mengatur kewajiban bank untuk melengkapi kegiatan pemasaran dan persetujuan KTA yang dilakukan secara telemarketing dengan beberapa dokumen/ mekanisme penerimaan dan persetujuan tertulis. Kemudian diperlukan juga aturan tambahan mengenai kewajiban pemberian kesempatan kepada konsumen untuk mempelajari tawaran yang diajukan sebelum menyetujui penawaran KTA melalui telemarketing, yaitu periode bebas lihat (free look period).

This research examines the telemarketing activities of No-Collateral Loan (NCL), as well as initiating the idea of the most appropriate regulations to face challenges in strengthening the transparency of credit information on the intended forms of NCL marketing. The study applies legal research or juridical research method that is normative, and put forward qualitative approaches, including the statute approach and analytical approach both on primary and secondary legal material. The results of the study show that in order to create a sustainable economic conditions and to compete with the outgrowing FinTech industry which also sells similar products, some existing regulations that emphasize the transparency of credit information are needed to improve. This arrangement regulates banking obligation to complete the NCL telemarketing and its approval procedure with some written acceptance and approval documents/mechanisms. Further, some additional rules are also needed regarding the obligation to give the opportunity to consumers to understand the loan quotation before agreeing what is offered through telemarketing, namely the free-look period."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rostika Kumalasari
"Produk pemberian KTA melalui ATM merupakan pengembangan dari pemberian KTA, yang proses penawaran, pengajuan, persetujuan dan pencairan kreditnya dilakukan melalui ATM. Penggunaan ATM sebagai produk Electronic Banking dapat menambah atau meningkatkan eksposur risiko tertentu pada Bank, sehingga perlu adanya analisa hukum. Permasalahan tesis ini adalah : 1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian KTA melalui ATM pada Bank X ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi Bank dan Nasabah dalam pemberian KTA melalui ATM pada Bank X ?
Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang didukung dengan wawancara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, mekanisme pemberian KTA melalui ATM pada Bank X telah dilakukan sesuai dengan peraturan mengenai perbankan, informasi dan transaksi elektronik serta perlindungan konsumen. Namun demikian, mengingat pada saat penelitian ini dilakukan, lembaga penyelenggara sertifikat elektronik belum dibentuk dan peraturan menteri yang mengatur mengenai tata cara memiliki sertifikat elektronik belum diterbitkan, maka tanda tangan elektronik terhadap pemberian kredit ini belum dilakukan sertifikasi. Sebagai upaya perlindungan hukum bagi Bank dan Nasabah, Bank X telah melakukan mitigasi risiko dalam pemberian KTA melalui ATM. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Bank X telah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian KTA melalui ATM sehingga memberikan perlindungan hukum bagi Bank X dan Nasabah.

The ATM Non Collateral Loan is a development of regular non collateral loan, which the marketing process, proposal submission, approval and loan disbursement are processed through ATM. The use of the ATM as one of Electronic Banking Product is expected to increase the certain risk exposure, therefore we need a comprehensive legal analysis. The legal issues that will be discussed in this thesis are:
1. How is the implementation of the ATM Non Collateral Loan at Bank X compared to regulations apply in Indonesia?
2. How is the protection to the Bank and the customers in the implementation of the ATM Non Collateral Loan in Bank X?
The research was conducted in a normative-juridical with secondary data and supported by interviews. The result of the research found that the implementation of providing the non collateral loan through ATMs in Bank X is complied with all regulations apply in Indonesia. However since during the research, the institution who suppose to produce electronic device certification is not formed neither the issuance of ministry regulation regarding the procedure of registering the electronic devices to be certified, the use of electronic signature is not yet certified. As an effort to implement the protection or security mechanism for both the Bank itself and its customer, Bank X mitigates the risk rises from the ATM Non Collateral Loan. Based on the explanation above, we can conclude that Bank X has applied the banking prudential principal in providing the ATM Non Collateral Loan to its customers as a mechanism of legal protection to Bank X and the customers.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Belinda Alvia Edison
"Tesis ini membahas mengenai tinjauan yuridis terhadap pembuatan kuasa menjual oleh Notaris atas agunan yang dijaminkan dalam perjanjian kredit. Dalam praktek dunia perbankan khususnya dalam kegiatan perkreditan, pembuatan Kuasa Menjual selalu dimintakan kreditor kepada debitor karena dianggap sangat efektif, lebih mudah, serta biayanya murah dan tidak berbelit-belit apabila objek jaminan akan dijual pada saat debitor wanprestasi/cidera janji. Kuasa menjual semuanya dibuat di hadapan Notaris. Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1). Bentuk kekuatan hukum dari pembuatan Kuasa Menjual serta pengaruhnya bagi perlindungan hukum terhadap debitur, Kreditur, dan Notaris ditinjau berdasarkan perundang-undangan terkait, 2).bentuk penerapan hukum oleh hakim terhadap tindakan PT. Bank NISP dalam penyelesaian kredit macet dengan menggunakan Kuasa menjual (PT. Bank NISP dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1361K/Pdt/2010 tanggal 29 Oktober 2010). Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang berbentuk yuridis normatif dengan sifat eksplanatoris deskriptif.
Hasil dari penelitian adalah kuasa menjual memiliki kekuatan hukum yang mengikat namun tidak bersifat eksekutorial. Hal ini dikarenakan kuasa menjual tidak dapat didaftarkan atau bukan merupakan objek pendaftaran tanah. Kuasa menjual semata-mata hanya didasarkan kepada kesepakatan antara debitor dan kreditor. Kuasa menjual menjadi alternatif solusi favorit yang digunakan para pihak sebagai opsi penyelesaian masalah kredit macet. Disamping itu melihat kepada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1361K/Pdt/2010 tanggal 29 Oktober 2010, hakim Pengadilan Negeri, hakim Pengadilan Tinggi, dan hakim Mahkamah Agung berdasarkan kasus yang ada mengambil pertimbangan bahwa : (1) penggunaan kuasa mutlak adalah hal yang dilarang, (2) Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2660K/Pdt/1987 tanggal 27 Februari 1987 yang melarang bank (termasuk Bank NISP) untuk melakukan penjualan langsung berdasarkan Akta Kuasa yang diberikan oleh Debitur atau Avalis hutang tersebut, dan diwajibkan bagi Bank untuk melakukan penjualan dengan prosedur lelang melalui Pengadilan Negeri yang berwenang untuk objek jaminan yang telah dibebankan dengan Hak Tanggungan.

This thesis discussed about judicial review against the making of Authority to sell by notary for collateral pledged in credit agreement.In world banking practice, especially in lending activities, the authority to sell always requested by the creditor to debtor because it seemed very effective, easier, cheaper, and not difficult in case the collateral is being sold because the debtor?s defaults. All of the authority to sell are made by notary. Now the main issues discussed in this research are 1). The legal power of making the authority to sell and its influence for legal protection against a debtor, a creditor, and notary reviewed by relevant regulation, 2). The form of the law enforcement by judges towards PT. Bank NISP for the settlement of non-performing loans by using the authority to sell (The Verdict of Supreme Court forPT.Bank NISP case Number 1361K/Pdt/2010 date 29 October 2010). This research used t juridical normative method, with descriptive explanatory result.
The results of the research explain that the authority to sell have legal force that bound but not executorial. This results due to the authority to sell cannot be registered and is not the object of land registration. The authority to sell based on an agreement between the debtor and the creditor. The authority to sell is a favorite alternative solutions that are used by the parties as an option resolving the issue of non performing loans. In addition, viewed from the verdict of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Case Number 1361K/Pdt/2010 date 29 October 2010, justice of the District Court, High Court judges, and Supreme Court justices took into consideration that: (1) the use of absolute form of the authority is banned, (2) based on article 6 Undang-Undang HakTanggungan jo. the jurisprudence of the Supreme Court of the Republic Indonesia CaseNumber 2660 K/Pdt/1987 on February 27, 1987 prohibit banks (including the Bank NISP) to conduct direct sales based on the letter of authority given by the debtor or Avalist debts and the Banks are required to conduct the sale with auction procedures through the District Court authorized to guarantee that an object has been charged with dependents.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41408
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Indriasari
"Implementasi manajernen risiko dalam dunia perbankan di Indonesia pada saat ini sudah mcrupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena Bank Indonesia sudah mengeluarkan peraturan yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 5/8/PBI 2003 mengenai Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum dan Surat Edaran BI Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 mengenai Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum yang mulai efektif pada tanggal 29 September 2003.
Perbankan sangat rentan terhadap risiko kredit yang timbul akibal dari bisnis yang digelutinya atau yang dijalaninya, oleh karena itu perbankan perlu mengembangkan suatu sistem yang dapat memonitor atau mengendalikan risiko kredit tersebut. Risiko kredit adalah risiko gagal bayar atau terjadinya default dimana suatu counterpary/borrower tidak dapat mengembalikan kewajibannya termasuk biaya over head-nya.
Credit scoring adalah suatu model yang digunakan perbankan untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu debitur untuk diberikan pinjaman. Dari berbagai macam definisi maka dapat disimpulkan bahwa Credit Scoring Model adalah suatu penilaian terhadap debitur untuk menentukan Probability of Default berdasarkan faktor-faktor/variabel-variabel tertentu yang dapat dikuantifikasikan ke dalam bentuk skor, dimana skor tersebut adalah suatu alat untuk mengetahui dan mengklasifikasikan debitur ke dalam dua kategori yaitu good debitur dan bad debitur. Dalam credit scoring ini terdapat empat macam jenis pendekatan yaitu pendekatan linear probability model, logic model, probit model, dan discriminant analysis model.
Dalam penulisan karya ilmiah ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan model probit dan model logit dimana untuk pendekatan model logit menggunakan logistic distribution function dan untuk pendekatan model probit menggunakan normal distribution function. Untuk kedua model tersebut menggunakan variabel yang memiliki nilai 0 atau 1 (dummy variable). Berdasarkan pengolahan data dalam penelitian ini ternyata kedua model memiliki hasil yang tidak berbeda dalam menentukan nilai probability of default.
Untuk kedua metode tersebut ternyata variabel yang memiliki tingkat signifikansi a= 5% berjumlah 13 variabel yang artinya hanya 13 variabel itu saja yang sangat berpengaruh terhadap probability of default. Ketiga belas variabel tersebut adalah CS1, CS3, ED4, IC2, ID14, ID17, ID20, MB, MR, TN2, TN3, TN4 dan TN5.
Cut-off point yang digunakan penulis dalam karya akhir ini adalah 0.4. Correct estimates yang didapat dari model logit 87.93% sementara untuk model probit 87.95%. Error Type I model logit adalah 0.28% dan untuk model probit sebesar 0.19%. Error Type I untuk melihat berapa observasi yang ditolak (reject) padahal seharusnya diterima. Sementara Error Type II model logit adalah 11.79% dan untuk model probit 11.86 %. Error Type II untuk melihat berapa observasi yang disetujui padahal seharusnya ditolak.

Risk Management Implementation is a must in Banking Area in Indonesia caused Bank of Indonesia has been issued regulation, name is Bank of Indonesia Regulation (PBI) number 5/8/PBI 2003 contents of Risk Management Implementation for Common Bank and Letter Issued Bank of Indonesia number 5/21/DPNP date of September 29, 2003 contents of Risk Management Implementation for Common Bank which come into effective as per September 29, 2003.
Banking is a risky area for credit risk which comes from business that had been running itself, therefore banking needs to develop a system which can be monitored and handled credit risk itself, Credit risk is a default happened where a borrower or counterparty are not able to pay back their responsibility including over head cost.
Credit scoring is a model which used in banking to know whether a borrower or counterparty acceptable or not to get a loan. From all of kind of definition in summary credit scoring model is a value for customer or borrower to define probability of default based on limited variables which could be quantified into a score, where the score is a tool to find and classified borrower into two categories those are good borrower and bad borrower. In credit scoring there are four models: linear probability model, Logic model, probit model, and discriminant analysis model.
In this thesis models which used are probit model and logit model where as for logit model using logistic distribution function and For probit model using normal distribution function. Both models are using variable which have 0 values and 1 value (dummy variable). Based on processing data in this observation unfortunately both kind of models have results which not too different significantly to determine probability of default.
In fact for both methods total variables which have significancy level for a = 5% are 13 variables means that only 13 variables have most influenced for probability of default. The thirteen of variables are CS 1, CS3, ED4, 1C2, 1014, ID 17, ID20, MB, MR, TN2, TN3, TN4 and TN5.
Cut-off point which used in this thesis is 0.4. Correct estimate from logic model is 87.93 % meanwhile for probit model is 87.95 %. Error type 1 for logit model is 0.28 % and for probit model is 0.19 %. Function of error type 1 is to find/know how many observation have to be rejected otherwise have to be accepted, vice versa meanwhile function of error type II is to find/know how many observation have to he accepted otherwise/unfortunately have to be rejected.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T19681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valdy Adha Fireza
"Telemarketing menjadi suatu hal yang penting dalam dunia bisnis, termasuk dalam bidang asuransi. Telemarketing dalam bidang asuransi selain memasarkan produk asuransi, juga melakukan hubungan hukum (perjanjian) kepada tertanggung, hal ini telah memudahkan perusahaan asuransi dalam menjalankan usahanya namun disisi lain praktik perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing menuai banyak permasalahan dan kelemahan, seperti Surat Permohonan Asuransi Jiwa yang di gantikan dengan Voice Recording System atau Rekaman telepon yang bentuknya tidak tertulis, selain itu juga terdapat permasalahan bahwa telemarketer tidak memberikan informasi mengenai syarat dan ketentuan secara jelas, lengkap dan rinci juga permasalahan mengenai perbedaan antara syarat dan ketentuan dalam perjanjian asuransi dengan polis, sedangkan terdapat ketentuan dalam Pasal 258 Ayat (1) dan Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang bahwa pembuktian adanya perjanjian Asuransi juga pembuktian adanya perbedaan antara syarat dan ketentuan dalam Perjanjian Asuransi dengan Polis harus dibuktikan dengan adanya bukti tertulis. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan hukum perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing mengikat para pihak dan untuk mengetahui perlindungan terhadap tertanggung yang mengikatkan diri terhadap Perjanjian Asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing. Hasil dari Penelitian ini adalah bahwa Perjanjian Asuransi keabsahannya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing  tidak memenuhi syarat sah perjanjian yang pertama (Pasal 1320 Ayat (1) KUH Perdata) yaitu kesepakatan para pihak karena adanya penyalahgunaan keadaan ketika membentuk perjanjian asuransi, selain itu juga tidak memenuhi asas konsensualisme, itikad baik dan kepastian hukum sehingga tidak memiliki kekuatan hukum secara sempurna karena dapat dibatalkan. Selain itu perjanjian asuransi yang dilakukan secara lisan melalui telemarketing juga tidak memenuhi hak dari konsumen yaitu mengenai hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa dan rekaman telepon (VRS) tidak dapat dijadikan alat bukti karena adanya ketentuan Pasal 258 Ayat (1) dan (2) KUHD dan juga VRS tersebut tidak dimiliki oleh tertanggung sehingga membuat posisi tertanggung lemah ketika terjadi sengketa.<

The Telemarketing is an important things in the business nowadays, including in the Insurance field. Besides promoting the product of the insurance, Insurance telemarketing also make an legal relation (agreement) on behalf of Insurance company to the insured. On the other hand, the practice of Insurance Agreement which conducted verbally through The Telemarketing triggered many problems and weaknesses, such as insurance agreement (written form) has replaced by the voice recording system that is unwritten form, moreover, there are some issue regarding the telemarketer do not provide or give the information about the terms and condition clearly, completely and detailed and also regarding the differences terms and condition between insurance agreement and the insurance policy, whereas Article 258 Paragraph (1) and Paragraph (2) in Indonesian commercial code stated that the proof of the existence of the insurance agreement and differences of terms and conditions between Insurance agreement and Insurance policy should be proven by written evidence. The purpose of this research is to find out the force of law of Insurance agreement conducted verbally through the telemarketing bounds the parties and to find out the protection of the insured who binds to the Insurance agreement conducted verbally through the telemarketing. The result of the research are that the validity of the Insurance Agreement is regulated in Indonesian Civil Code, and the Insurance agreement conducted verbally through the telemarketing do not fulfill the first requirments of valid agreement (Article 1320 Paragraph (1) in Indonesian Civil Code) since the telemarketer do a circumstance abuse when issuing the agreement. The telemarketing insurance practice also does not fulfill the principle of consensualism, good faith and legal certainty. Consenquently the insurance agreement do not have a perfect force of law since it voidable. Furthermore, telemarketing insurance practice do not fulfill the right of consumers regarding the right to get an information correctly, clearly, and honestly concerning the condition and the guarantee of goods and/ or services and regarding the Voice Recording system (VRS), it can not be used as evidence according to the Article 258 Paragraph (1) and (2) Indonesian Commercial Code. Further, the VRS is not owned by the insured, hence positioning the insured weaker when a dispute arises."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Achmad Rahmat
"Kedudukan perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah sifatnya sebatas menimbulkan akibat hukum antara penjual dengan pembeli, sesuai dengan isi klausula-klausula dalam perjanjian, hal ini didasarkan pendapat R. Setiawan, yang berpendapat bahwa: “Perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh Hukum”. Untuk itu harus memahami Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah yang dibuat tanpa persetujuan pihak bank sebagai kreditur dalam pengalihan piutang Kredit Pemilikan Rumah agar selaras dengan hukum yang berlaku. Fungsi jaminan dalam pemberian kredit adalah sebagai upaya preventif bilamana debitur tidak dapat mengembalikan kredit tersebut kepada bank selaku kreditur. Dalam hal ini jaminan ada yang bersifat hak kebendaan dan hak perorangan. Jaminan yang bersifat hak kebendaan ialah jaminan yang berupa hak mutlak atas sesuatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan selalu mengikuti bendanya.

Kata Kunci: Perjanjian, Kredit, Jaminan


The position of the binding agreement on the sale and purchase of land is limited to causing legal consequences between the seller and the buyer, in accordance with the contents of the verses in the agreement. It is based on the opinion of R. Setiawan, who argues that “inding is a legal relationship, which means a relationship regulated and recognized by law”. Thus, it is necessary to understand Binding Agreement on Land Sale and Purchase that was made without the approval of the bank as a creditor in the transition of House Ownership Credit receivables so that it is in accordance with the law. The function of collateral in providing credit is as a preventive measure if the debtor cannot return the credit to the bank as the creditor. In this case, there are collaterals in the form of material rights and individual rights. Collaterals in the form of materials rights are collaterals in the form of absolute rights to an object that has the characteristics, namely having a direct association to certain objects from the debtor, being able to be defended against anyone, and always following the object.

Keywords: Agreement, Credit, Collateral"

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Josephine
"Kegiatan perkreditan merupakan salah satu fungsi utama dari bank umum. Karena itu, bank dalam memberikan kredit wajib berpedoman pada prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit yang salah satunya adalah Prinsip 5C, yang diantaranya adalah collateral atau agunan. Walaupun kegiatan perkreditan telah dilaksanakan sesuai berbagai pedoman yang ada, tetapi tidak dapat dipungkiri kredit bermasalah tetap terjadi, termasuk kredit macet, yang harus diselesaikan oleh pihak bank agar kemudian tidak berdampak negatif pada pihak lain, terutama pihak bank itu sendiri. Salah satu cara bank menangani kredit macet tersebut adalah dengan melelang jaminan Hak Tanggungan untuk mendapat pengembalian kredit. Akan tetapi, bank terkadang digugat oleh pihak yang merasa dirugikan karena pelelangan tersebut, yang salah satunya terjadi di Bank X, sehingga diperlukan adanya perlindungan bagi bank ketika terjadi permasalahan tersebut. Adapun pokok permasalahannya yaitu bagaimanakah pengaturan dan regulasi mengenai penyelesaian kredit macet khususnya yang dilakukan melalui mekanisme lelang eksekusi Hak Tanggungan oleh Bank X dan bagaimanakah perlindungan hukum terhadap bank sebagai pemegang hak tanggungan dalam penyelesaian kredit macet melalui lelang agunan pada kasus di Bank X. Metode penelitiannya adalah yuridis normatif. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan dan regulasi mengenai penyelesaian kredit macet khususnya yang dilakukan melalui mekanisme lelang eksekusi Hak Tanggungan oleh bank diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 2/KN/2017 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang, serta perlindungan hukum terhadap bank sebagai pemegang Hak Tanggungan dalam penyelesaian kredit macet melalui lelang agunan pada kasus di Bank X diperoleh dari putusan yang dikeluarkan.

Credit activity is one of the main functions of banks. Hence, when a bank is going to give some credit, it needs to follow some prudential principles, such as 5C Principle, that one of which is collateral. Although, the bank is abided to various credit related guidelines, but non-performing loan still persist and could not be avoided completely. Therefore, resolution is needed to avoid any negative implication to other parties, including the bank itself. One of the resolution is by selling the collateral, which is the Mortgage Right, through auction. However, sometimes the banks are being sued by another party who feel disadvantaged from the auction implementation, as happened in Bank X. Hence, it is necessary for a bank to have some legal protection when the problem occurs. The subject matters are how is the regulation and arrangement regarding the resolution on non-performing loan, especially through Mortgage Right auction mechanism by Bank X and how is the legal protection for the banks as the Mortgage Right-holder to resolve non-performing loan through auction in the case of Bank X. The research method used is the juridical normative. It can be concluded that the regulation and arrangement regarding the resolution of non-performing loan, especially through Mortgage Right auction mechanism by banks are regulated in Regulation of The Minister of Finance Number 27/PMK.06/2016 and Regulation of Directorate General of State Assets Number 2/KN/2017, and legal protection for the bank as the Mortgage Right-holder to resolve non-performing loan through auction in the case of Bank X is obtained from the Courts decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Amalia
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas Tinjauan Yuridis Kredit Tanpa Agunan pada PT. Bank X. PT. Bank X mengeluarkan suatu produk pelayanan yang disebut dengan PT. Bank X Kredit Tanpa Agunan sejalan dengan perkembangan pasar consumer finance dan semakin ketatnya persaingan dalam memperebutan pasar. Berkaitan dengan hal tersebut, maka permasalahan yang terjadi adalah mengenai pengaturan dan upaya penyelesaian Kredit Tanpa Agunan pada PT. Bank X. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian yang menganalisa dan menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai data sekunder. Skripsi ini menemukan bahwa dalam upaya penyelesaian Kredit Tanpa Agunan pada PT. Bank X masih terdapat masalah.

ABSTRACT
This thesis discusses the Juridical Review of Loan Without Collateral on PT. Bank X. PT. Bank X issued a service product called PT. Bank X Loan Without Collateral in accordance with consumer finance market progress and the more stringent of competition in market contest. Issues that has arisen in relation to the foregoing are about the regulation and the effort to settle Loan Without Collateral on PT. Bank X. This research uses the judicial normative method and is descriptive analytical research, which analyses and uses literature as secondary data. This thesis has found that in the effort to settle the Loan Without Collateral on PT. Bank X still has problem."
2017
S67805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry T. Yani Achsan
"ABSTRAK
Perusahaan perdagangan konvensional sekarang semakin sulit karena membengkaknya biaya pemasaran dan turunnya margin keuntungan. Hal tersebut masih ditambah dengan kenyataan makin banyaknya wanita bekerja, bertambah macetnya arus lalu lintas serta tingginya resiko di jalan sehingga menyebabkan toko-toko semakin sepi pengunjung.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sangat mendukung penerapan otomasi pemasaran dengan sistem call center terpadu untuk telemarketing yang memudahkan penjual menghubungi prospek, melakukan survei dan melakukan transaksi melalui saluran telekomunikasi. Potensi telemarketing sangat besar karena hampir semua keluarga di kota besar mempunyai telpon; bila dilihat dari sisi penjual, penjual akan dapat meningkatkan efisiensi karena dapat diputuskannya jalur distribusi yaitu barang dapat langsung dikirim dari pabrik ke pembeli.
Pengembangan sistem telemarketing menjadi semakin mudah karena adanya teknologi DDE (Data Dynamic Exchange) dan OLE (Object Link and Embedded) yang memungkinkan menjalankan fungsi-fungsi dalam aplikasi lain dengan program sederhana.
Studi kasus dalam tesis ini dilakukan terhadap beberapa sistem aplikasi telemarketing komersial dilakukan sebagai komparasi dari sistem yang ada di pasaran dengan kebutuhan bisnis perusahaan yang spesisfik dan harus terintegrasi dengan aplikasi back office yang sudah ada. Hasil studi kasus dapat dipakai sebagai referensi pada perancangan sistem telemarketing.
Perancangan sistem telemarketing beserta call center-nya merupakan titik berat tesis ini dengan harapan dapat membantu praktisi pengembang perangkat lunak dalam membuat sistem telemarketing dengan mudah, murah dan cepat.

ABSTRACT
Conventional trading company now is getting more trouble because of the increase of marketing expense and lower profit margin. In addition to the problems, the number of working women is currently higher, traffic is heavier than before and more dangerous occurs when driving in the street, therefore conventional store is becoming lack of visitors.
The advancement of information technology and telecommunication that support the application of marketing automation with integrated call center system offers a new way of marketing called telemarketing. With telemarketing the seller can easily contact the prospective buyers, conduct surveys, and close transactions through the telecommunication tools. Telemarketing offer a big potential marketing ways as most families in the big cities have a phone and this system can shorten the distribution of goods from the factory to the buyer.
Developing telemarketing system become more easy with help of DDE (Data Dynamic Exchange) and OLE (Object Link and Embedded) that enabling to run functions from other applications using simple program code.
The case study of commercial telemarketing systems in this thesis intended as comparison of the system that can be bought in the market and the specific business needs, and the integration to the back office system they already have. The result of this case study can be used as reference when designing telemarketing system.
I emphasized this thesis on the design of telemarketing system and the call center. I hope that this thesis will help the software developer to create telemarketing system easier, cheaper and faster."
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irfan Hielmy
"Pemberian kredit yang melibatkan lebih dari satu kreditur maupun debitur menjadi hal yang sering dijumpa, hal ini mengakibatkan terdapat lebih dari satu hubungan hukum, untuk menjamin terlunasinya utang debitur, hak atas tanah seringkali dijadikan sebagai agunan bersama terhadap beberapa perjanjian kredit. Dalam kondisi demikian, Bank atau Notaris mencantumkan klausul cross default dan cross collateral, guna menjamin kepentingan bank dalam rangka eksekusi, adanya klausula cross default maka bilamana debitur wanprestasi, mengakibatkan perjanjian kredit terkait perjanjian tersebut juga default. Sedangkan klausul cross collateral dimaksudkan bahwa jaminan yang diserahkan debitur mengikat beberapa perjanjian kredit.
Rumusan masalah dalam tesis ini mengenai penerapan cross default dan cross collateral pada perjanjian kredit serta prosedur eksekusi hak atas tanah yang dibebani lebih dari satu hak tanggungan pada BNI. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini ialah yuridis normatif dengan menggunakan jenis data primer dan sekunder, alat pengumpul data berupa studi literatur didukung wawancara, dan metode analisis kualitatif, tipologi yang bersifat deskriptif yang menghasilkan penelitian deskriptif analitis.
Dalam tesis ini diperoleh kesimpulan bahwa klausul cross default dan cross collateral belum menjadi klausul yang distandarisasi dalam perjanjian kredit BNI, namun pada praktik, klausul cross default selalu dicantumkan guna menjamin kepentingan bank, sedangkan klausul cross collateral hanya dicantumkan bilamana agunan menjadi agunan bersama. Dalam hal debitur wanprestasi, maka prosedur eksekusi hak tanggungan terhadap hak atas tanah yang menjadi agunan bersama diawali terlebih dahulu dengan pemberitahuan kepada kreditur lain, dan pelunasan utang dari penjualan agunan dilakukan secara berurut sesuai peringkat hak tanggungan.

Provision of credit which involves more than two debtors and / or two creditors is very common nowadays, as a result, there are more than two legal relationship between creditor and debtor. To guarantee the repayment of debtors debt, land rights is commonly used as a collateral for several credit agreements. In such conditions, Bank or Notary includes cross default and cross collateral clauses to protect the banks interest, with cross default clause, in the event of default of credit agreement, other credit agreement related to it will be also in default condition. Meanwhile, cross collateral clause is intended that collateral binds several credit agreements.
The problems in this thesis is about the application of cross default and cross collateral clause in credit agreement and the procedure of land rights execution which binds with several credit agreements in BNI. The method that has been used in this thesis is juridical normative.
As a conclusion of thesis, the cross default and cross collateral clauses have not become standardized in BNI credit agreements, but in practice, the cross default clause is always included to guarantee banks interest, in contrast to the cross collateral clause which is only included when collateral objects become collective collateral. In the case of defaults, the procedure for executing the mortgage of land rights that become collective collateral begins with notification to other creditors, and the repayment of debt from the sale of collateral is carried out in sequence according to the rating of the mortgage rights.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>