Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 106015 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bifi Enggawita
"Putusnya perkawinan karena perceraian memiliki konsekuensi hukum bagi berbagi aset bersama. Sebagai konsekuensi hukum dari pembagian aset bersama setelah putusan pengadilan terjadi yaitu terjadi pengalihan hak baik dengan cara dijual membeli atau memberikan dalam properti bersama. Pengalihan aset bersama setelah perceraian harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak yaitu mantan istri dan mantan suami, namun belum selesai harus dan ada tindakan melawan hukum. Pokok bahasan dari pencipta merupakan akibat hukum dari jual beli dan pemberian harta kekayaan secara bersama-sama oleh satu orang pihak setelah perceraian dan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1808 K / Pdt / 2017. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan didukung oleh hasil wawancara. Konsekuensi hukum pengalihan aset bersama setelah bercerai tanpa persetujuan kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) batal demi hukum yang dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1808 K / Pdt / 2017 yang menyatakan bahwa dilakukan pengalihan hak secara sepihak batal demi hukum. Jadi seharusnya para pihak siapa yang akan mengalihkan harta bersama setelah perceraian dengan menjualnya pembelian atau hibah harus mendapat persetujuan kedua belah pihak.

The dissolution of a marriage due to divorce has legal consequences for it share assets together. As a legal consequence of sharing the assets together after the court verdict occurs, there is a transfer of rights either by sale or purchase or by giving away in joint property. Transfer of joint assets after divorce must be carried out with the consent of both parties, namely the ex-wife and ex-husband, but it must not be completed and there are actions against the law. The subject matter of the creator is the legal consequence of buying and selling and giving of assets jointly by one person parties after the divorce and analyzing the Supreme Court Decision Number: 1808 K / Pdt / 2017. The research method used by the author is normative juridical by reviewing the provisions of laws and regulations supported by the results of interviews. The legal consequence of transferring joint assets after divorce without the consent of both parties (ex-husband and ex-wife) is null and void which is strengthened by the decision of the Supreme Court Number: 1808 K / Pdt / 2017 which states that the transfer of rights is unilaterally null and void by law. So, the parties who will transfer the joint property after the divorce by selling it, a purchase or a grant, must have the consent of both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Elkhatrin
"Segala harta yang diperoleh dalam ikatan perkawinan adalah harta bersama, sehingga untuk mengalihkan harta tersebut dibutuhkan persetujuan suami dan istri. akan tetapi pada studi kasus ini peralihan hak milik atas tanah harta bersama dijual secara sepihak oleh suami di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai Pejabat yang ditunjuk untuk membuat akta, Pejabat Pembuat Akta Tanah harus cermat dan teliti memperhatikan syarat-syarat materil sah nya jual beli tanah agar di kemudian hari tidak menimbulkan sengketa. Sebagai pembeli yang melakukan jual-beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan tidaklah mengetahui adanya cacad pada tanah saat membelinya patutlah dikatakan pembeli beritikad baik yang harus dilindungi. Namun dikemudian hari, setelah menguasai tanah selama kurang lebih 11 tahun, pembeli beritikad baik tersebut digugat, sehingga akta jual-beli yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah batal demi hukum oleh putusan hakim. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan bersifat evaluatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan. Peralihan hak milik atas tanah dengan jual beli atas tanah harta bersama dilakukan berdasarkan persetujuan kedua pihak, dan apabila melakukan perbuatan hukum sendiri, dibutuhkan persetujuan tertulis dari suami/isteri, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah harus lebih memperhatikan kliennya dengan peranannya yang semakin aktif dan profesional dalam membuat akta jual beli tanah serta pembeli yang beritikad baik membeli tanah tidak mendapat kerugian. Sehingga Penulis berpendapat bahwa perlu adanya pengadilan khusus Agraria yang hanya memeriksa perkara tentang Agraria.

All the properties gained in marriage is a joint property, so transferring the property requires the consent of both husband and wife. However, in this case study the transfer of ownership of the joint property land is sold unilaterally by the husband in the presence of the Land Titles Registrar in accordance with the laws and regulations. As the official appointed to make the deed, the Land Titles Registrar must be careful and thoroughly observe the legal requirements of his sale and purchase of land so that in the future there will be no dispute. As a buyer who sells in front of the Land Titles Registrar, And not knowing the presence of defects in the land when buying it should be said to be a good faith buyer to be protected. But in the future, after controlling the land for about 11 years, the buyer who has good intentions were sued, so the deed of sale made by the Land Titles Registrar is made null and void by the judge 39 s verdict. The transfer of ownership of land joint property through sale and purchase is done based on the agreement of both parties, and if doing the legal act itself, the written approval of the spouse is required, so the Land Titles Registrar must pay more attention to his her clients with their increasingly active and professional role in making a deed of buying and selling land so a buyer with good faith will not suffered losses. So the authors argue that it needs a special Agrarian courts that only check the case of agrarian."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christian Aryadi
"Konsep dasar jual beli tanah adalah terang dan tunai. Dalam prakteknya terang dan tunai tersebut bisa saja tidak terpenuhi sehingga dibutuhkan instrumen lain agar dapat melakukan jual beli kemudian, instrument tersebut dalam pengikatan jual beli atau perjanjian pengikatan jual beli. Tujuannya adalah mengikat antara penjual dan pembeli agar dikemudian hari jika syarat terang dan tunai terpenuhi dapat dibuatkan akta jual beli di hadapan PPAT. Jika pembayaran sudah lunas penjual dalam PPJB bisa saja tidak ikut hadir di hadapan PPAT saat akta jual beli dilangsungkan, karena dapat diwakili oleh pembeli dengan kuasa menjual dalam PPJB tersebut. Bagaimana kedudukan kuasa menjual sebagai klausul (accessoir) PPJB dengan objek hak atas tanah? Bagaimana perlindungan hukum kepada pembeli objek hak atas tanah berdasarkan kuasa menjual sebagai accessoir dari PPJB? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normative yang dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan sehubungan dengan permasalahan. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Di samping itu juga digunakan data primer sebagai pendukung bahan hukum data sekunder. Untuk analisis data dilkakukan dengan metode analisis yuridis kualitatif. Kuasa menjual sebagai klausul dalam PPJB dapat digunakan jika harga sudah lunas, kuasa menjual hanya untuk menjual kepada pembeli sebagai penerima kuasa dan harga jual beli sama dengan dalam PPJB. PPJB dapat digunakan sebagai bukti telah berpindahnya hak jika telah dibayar lunas dan sudah dikuasai oleh pembeli dengan itikad baik.

Transaction of property in Indonesia based on cash and carry, cash about a payment, and carry about a procedure. If one of this two based can`t accomplished, the transaction of property would by pre-sale agreement. That`s agreement not for transition of land rights, but for binding two parties when two based of the transaction accomplished. When the based of that transaction accomplished, the two parties must meet the officials of land rights (PPAT) to make Real Estate Purchase and Sale Agreement. If the seller can`t meet PPAT, the buyer can meet PPAT with two authority, the first as seller with power of attorney from the seller at pre-sale agreement, second as buyer. How the Power of Attorney as clause at pre-sale agreement? How legal protection for the buyer of land based on the power of attorney as clause of pre-sale agreement? Research methods used in this study are normative legal research being done in an effort to get the required data with respect to problems. The data used are secondary data composed of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. In addition the primary data is also used as the supporter of the legal materials of secondary data. For an analysis of the data by the method of analytic juridical qualitative. The power of attorney for property as clause of pre-sale agreement can be used if the price has paid by the buyer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nachita
"ABSTRAK
Tesis ini meneliti mengenai akibat hukum perceraian antara suami isteri terhadap
harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan
Jual Beli. Dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas harta bersama
yang belum dibagi, diperlukan persetujuan dari mantan isteri atau suami, apabila
tidak ada persetujuan maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang tidak
setuju itu. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat 2 (dua) pokok permasalahan,
yang pertama adalah bagaimana akibat hukum perceraian suami isteri terhadap
harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan
Jual Beli? Lalu yang kedua adalah bagaimana tanggungjawab Notaris atas
Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagaimana dalam putusan Majelis Pemeriksa
Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor:
02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? Penelitian ini menggunakan metode
yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum tertulis dengan
pendekatan yuridis yang mempergunakan sumber data sekunder, digunakan untuk
menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum perkawinan
dan jabatan Notaris, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan
relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa, akibat hukum yang terjadi atas pembuatan Perjanjian
Pengikatan Jual Beli ini adalah dirugikannya pihak isteri sebagai orang yang turut
memiliki hak atas objek tersebut dan dirugikannya pihak pembeli dalam perjanjian
tersebut. Lalu tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang
dibuatnya adalah dijatuhkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis yang
dijatuhkan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta karena
Notaris terbukti melanggar Pasal 16, 39 dan 47 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Jabatan Notaris.

ABSTRACT
This thesis examines the legal consequences of a divorce between husband and wife
to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase
agreement. In making a sale and purchase agreement of undivided joint marital
property, the consent of the spouses is required, if the consent is none, it will cause
a losses to the disagreed party. In this study, the authors raised two main ideas,
first, how is the effect of a divorce between husband and wife to the undivided joint
marital property that being an object on sale and purchase agreement? The second
is how the responsibility of Notary on the sale and purchase agreement as
mentioned in Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta
Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? The research method that
will be used in this study is juridical-normative. The results of this study indicate
that, the legal consequences of making this sale and purchase agreement is the
disadvantage of the wife as the person who also has the right to the object and also
disadvantage of the buyer in the agreement. Then the responsibility of the Notary
on the Sale and Purchase Agreement he made is an administrative sanction in the
form of written warning imposed by the Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris DKI
Jakarta because the Notary was proven to violate Articles 16, 39 and 47 Law
Number 2 Of 2014 Concerning Amendment to Law Number 30 Of 2002 Concerning
Jabatan Notaris."
2017
T48926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maena Vianny
"Perbuatan hukum dengan tujuan peralihan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan melalui jual beli yang kemudian dibuatkan akta autentik oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang untuk dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Namun dalam kenyataannya, terdapat Akta Jual Beli (AJB) dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh pihak yang tidak berwenang sebagaimana ditemukan dalam kasus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1869K/PDT/2022. Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan perbuatan melawan hukum dalam proses pembuatan AJB dengan tujuan peralihan hak atas tanah yang kemudian dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru. Untuk dapat memberikan penjelasan ekstensif terkait permasalahan utama tersebut maka dilakukan analisis tentang akibat hukum terhadap AJB peralihan hak atas tanah yang dibuat secara melawan hukum. Selain itu juga mengenai tanggung jawab PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur dalam pembuatan AJB peralihan hak atas tanah. Data sekunder yang didapatkan melalui studi dokumen pada penelitian doktrinal ini adalah berupa bahan-bahan hukum yang diperkuat dengan wawancara kepada narasumber dan kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan akibat hukum dari AJB yang diteliti seharusnya kedua AJB tersebut tidak dapat dilakukan peralihan kepada pemegang hak baru karena tidak memenuhi persyaratan formil pembuatan AJB yakni dilakukan di hadapan PPAT yang berwenang dan PPAT yang melakukan pelanggaran terhadap prosedur pembuatan AJB hak atas tanah diberikan sanksi baik secara administratif dengan pemberhentian secara tidak hormat, perdata dengan gugatan ganti rugi dan bahkan berpotensi diberikan sanksi pidana apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 264 dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

One of the legal actions to transfer land rights can be carried out through sale and purchase, which is then made an authentic deed by a Land Deed Official (PPAT) authorized to transfer to the new right holder by the Government Regulation Number 24 of 1997 regarding Land Registration. However, in reality, there are Land Title Deeds made by unauthorized parties as found in the case of Supreme Court Decision Number 1869K/PDT/2022. The main problem discussed in this thesis is related to the tort of law in the process of making AJB in order to transfer land rights to new rights holders. To be able to provide an extensive explanation related to the main problem, an analysis is carried out on the legal consequencesof the Land Title Deed for the transfer of land rights made against the law In addition, it is also about the responsibility of the PPAT who violates the procedure in making AJB for the transfer of land rights. Secondary data obtained through document studies in this doctrinal research is in the form of legal materials reinforced by interviews with sources and then analyzed qualitatively. From the results of the research, it can be explained that although there are differences in the legal consequences of the AJBs studied, the two AJBs should not be transferred to the new right holder because they do not fulfill the formal requirements for making AJBs, which are carried out in the presence of an authorized PPAT and PPATs who violate the procedures for making AJBs of land rights are given sanctions both administratively with dishonorable dismissal, civil with compensation claims and even potentially criminal sanctions if they meet the elements in Articles 264 and 266 of the Criminal Code.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Dwi Iriyanti
"Tesis ini mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan yang diperjualbelikan setelah terjadinya perceraian berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor 14/Pid.B/2019/PN.PML. Adapun permasalahan yang diangkat adalah akibat hukum atas jual beli harta bersama dimana salah satu pihak tidak memberikan persetujuan dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh PPAT. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan penelusuran data sekunder dari berbagai dokumen sumber hukum primer, sekunder dan tersier. Pendekatan yang digunakan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian menyatakan bahwa bilamana salah satu pihak tidak mengetahui dan memberikan persetujuan atas jual beli harta bersama maka jual beli tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak memenuhi unsur obyektif yaitu sebab yang halal. Hal tersebut dikarenakan persetujuan pasangan bersifat mutlak dalam pelaksanaan jual beli atas harta bersama. Dalam jual beli harta bersama setelah terjadinya perceraian peran penting tidak hanya berupa persetujuan dari mantan pasangan suami istri tetapi juga perlunya sikap kehati-hatian dari PPAT yakni PPAT harus hadir dan memastikan bahwa pihak yang bertandatangan adalah pihak yang berwenang. Akibat dari ketidakhati-hatian PPAT menyebabkan kerugian. Selain itu PPAT juga harus bertanggungjawab dan terancam sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2018
This thesis about marital properties obtained during marriages which are traded after the divorce based on the Decision of Pemalang District Court Number 14/Pid.B/2019/PN.PML. The problem raised is the legal consequences of the sale and purchase of marital properties in which one party does not give consent and responsibility that must be borne by the Land Deed Making Officer (PPAT). The research method used is normatif juridical with secondary data retrieval from various primary, secondary and tertiary legal source document. The approach used is qualitative with descriptive analytical research type. The result of the study stated that if one of the parties does not know and give approval for the sale of marital assets the sale and purchase will be null and void by law because it does not fulfill the objective element which is halal cause. That is because the consent of the spouse is absolute in the conduct of buying and selling of joint marital properties. In the sale and purchase of marital properties after the divorce the important rule is not only in the form of approval from a former husband and wife but also the need for prudence from the PPAT that is the PPAT must be present and ensure that the signatory is an authorized party. As a result of carelessness PPAT causes losses. Because PPAT must also be responsible and threatened administrative sanction as Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency Number 2 of 2018"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Iqbal Fadillah
"Penelitian ini membahas mengenai Akta Pengakuan Hutang dengan menggunakan jaminan berupa Perjanjian Pengikatan Jual Beli berupa tanah dan bangunan, bukan dengan Hak Tanggungan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1277 K/Pdt/2017. Oleh karena jaminan yang diberikan berupa tanah dan bangunan, paling tepat adalah menggunakan Lembaga Hak Tanggungan sebagai jaminan sebagai jaminan pelaksanaan pelunasan hutang. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimanakah implikasi hukum Akta Pengakuan Hutang dan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris pada saat yang bersamaan dan bagaimana tanggung jawab notaris yang membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang memuat klausula telah beralihnya hak atas tanah. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bentuk penelitian normatif. Jenis data dalam penelitian ini berupa data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai bentuk jaminan pelunasan suatu hutang yang tercantum dalam Akta Pengakuan Hutang dengan jaminan berupa hak atas tanah, bentuk jaminan ini tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, seharusnya bentuk jaminan yang digunakan terhadap obyek hak atas tanah tersebut adalah Hak Tanggungan. Notaris yang membuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai bentuk jaminan pelunasan dapat dibebankan pertanggungjawaban perdata karena telah membuat akta yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

The thesis is to analyze Deed of Credit Acknowledgement, using warranty in form of Sales Purchase Agreement upon Sales Purchase Object of land and building, not using the Mortgage Deed, based on the decision of the Supreme Court Adjudication of Republic Indonesia Number 1277 K/Pdt/2017. As the given warranties are in form of land and building, therefore the most appropriate is to apply Mortgage Deed as the warranty on credit settlement. This study raises the issue of how the legal implications of the Deed of Credit Acknowledgement and the Sales Purchase Agreement made by a Notary at the same time and how the responsibilities of a notary who make the Sales Purchase Agreement which contains a clause on land rights have been transferred. To answer these problems, this study uses a normative form of research. The type of data that used in this study is secondary data consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. This study uses descriptive data analysis methods with a qualitative approach. The results of this research is show that the use of the Sales Purchase Agreement as a form of guarantee of repayment of a debt contained in the Deed of Credit Acknowledgement with collateral in the form of land rights, this form of collateral is not in accordance with applicable regulations, should be the form of collateral used for the object of land rights these are Mortgage Deed. A notary who makes a Deed of Sale and Purchase Agreement as a form of guarantee of repayment may be liable for civil liability for making a deed that is not in accordance with the provisions of the legislation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Pandu Dewonoto
"Di dalam proses peralihan hak atas tanah melalui Jual Beli, Akta Jual Beli merupakan salah satu bagian yang penting. PP No 24 Tahun 1997 menentukan, jual beli tanah dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat Akta Jual Belinya. Pasal 38 ayat (1) PP n0 24 tahun 1997 jo. PMNA no 3 tahun 1998 tentang pelaksana PP no 24 tahun 1997 mengatakan bahwa pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis. Di dalam Perkara NO 84/PDT.G/2006/PN Jakarta Timur, terdapat suatu jual beli yang dilakukan antar anggota keluarga, dan penandatanganan Akta Jual Beli yang berdasarkan Surat Kuasa untuk menadatangani Akta Jual Beli yang telah berakhir. Berdasarkan latar belakang tersebut, skripsi ini membahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai keabsahan jual beli tanah menurut Hukum di Indonesia. Kedua, mengenai ketentuan jual beli tanah antar anggota keluarga di Indonesia. Dan ketiga, mengenai akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang dibuat dengan surat kuasa untuk melakukan Akta Jual Beli yang telah berakhir.
Hasil penelitian ini melihat bahwa keabsahan Jual Beli Tanah menurut hukum di Indonesia adalah berdasarkan dipenuhinya syarat materiil dari perbuatan Jual Beli tersebut. Karena itu, Jual Beli Hak atas Tanah di dalam Perkara NO 84/PDT.G/2006/PN Jakarta Timur adalah sah menurut hukum di Indonesia. Di dalam hukum Indonesia, Jual Beli di dalam keluarga tidak dilarang, kecuali dalam hal jual beli antara suami istri. Selain itu, jual beli antara anak dan orang tua harus memerhatikan apakah anak telah melewati usia 21 tahun dan tidak berada dalam pengampuan. Akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang dibuat dengan surat kuasa untuk melakukan Akta Jual Beli yang telah berakhir seperti di dalam kasus adalah Akta Jual Beli tersebut mengandung cacat hukum dan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
In the procedure of land rights transition through sale and purchase, the deeds of sale and purchase have one of the most important apects. According to Government Regulation Number 24 /1997, the sale and purchase of a land, must be done by each party in front of PPAT who have the duty to make the deeds of sale and purchase. According to Article 38 Government Regulation Number 24/1997 juncto Ministry of Agrarian Regulation number 3 /1998, each party who are subject to the Sale and Purchase of a Land or their delegates with power of attorney, must be present in the making of the PPAT deeds. In the verdict number 84/pdt.g/2006/Pn Jakarta Timur, there is a sale and purchase which are done between family members and the deeds of sale and purchase are signed with a terminated Power of Attorney to sign the deeds of sale and purchase. Based on these problems, this thesis will mainly focus on three subjects. First, it is about the land sale and purchase validity according to Indonesian Law. Secondly, it is about the validity and regulation of Sale and Purchase between family members in Indonesia. Third, it is about the emerging result from the signing of Deeds of Sale and Purchase with a terminated Power of Attorney to sign the Deeds of Sale and Purchase.
The result of this research shows that the validity of sale and purchase of land, depends on whether or not, the material conditions of sale and purchase itself are fulfilled. Therefore, the sale and purchase of land in the verdict number 84/PDT.G/2006/PN Jakarta Timur is valid. According to Indonesian Law, Sale and Purchase which done between family members are not prohibited, as long as it is not done between a husband and wife. Sale and purchase between parents and their children are not prohibited as long as the children are over the mature age of 21 years old. Deeds of sale and purchase which are signed with a terminated Power of Attorney to sign the deed, have its results in the legal defects of the deeds of sale and purchase. Another result is the deeds of sale and purchase will only have a corroboration power as an underhand deed.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43878
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Arasyti
"Tesis ini membahas mengenai Hak Tanggungan yang lahir berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT. Akta Jual Beli merupakan dasar dari pendaftaran hak atas tanah untuk dapat dijadikan sebagai objek jaminan atas perjanjian tambahan dari suatu perjanjian pokok berupa perjanjian kredit. Pembuatan Akta Jual Beli haruslah memenuhi syarat sah perjanjian karena jika tidak terpenuhi syarat sah perjanjian maka dapat menyebabkan akta tersebut menjadi cacat hukum. Permasalahan dalam tesis ini yaitu akibat hukum terhadap hak tanggungan yang lahir berdasarkan akta jual beli yang cacat hukum dan tidak mengikat oleh pengadilan, perlindungan hukum bagi Bank selaku kreditur sebagai pemegang hak tanggungan yang akta pemberian hak tanggungannya ditetapkan cacat hukum, dan tanggung jawab PPAT yang membuat Akta Jual Beli tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Metode data yang digunakan adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan juga akan menjadi cacat hukum jika objeknya berdasar pada akta jual beli yang cacat hukum, kemudian bank selaku kreditur sebagai pemegang hak tanggungan dapat menempuh jalur non litigasi atau melalui jalur litigasi sebagai perlindungan hukumnya jika akta pemberian hak tanggungannya ditetapkan cacat hukum dan tidak mengikat oleh pengadilan, serta terdapat 3 (tiga) pertanggungjawaban PPAT terhadap akta yang dibuatnya, yaitu pertanggungjawaban secara perdata, secara pidana dan secara administratif. Pada perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 3232 K/PDT/2017, PPAT dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata karena telah merugikan pihak ketiga berupa kerugian materiil dan kerugian immateriil.

This research discusses about Mortgage Right that is born based on Sale and Purchase Deed made by PPAT. Sale and Purchase Deeds are the basis of the registration of land rights to be used as an object of collateral for additional agreements from a principal agreement in the form of a credit agreement. Making a deed of Sale and Purchase must fulfill the legal agreements requirements because if the agreement does not meet the requirements, it can cause the deed to become legally flawed. The problem in this research are the legal consequences of the mortgage rights that are born based on the Sale and Purchase Deed that is legally flawed and not binding by the court, legal protection for the Bank as the creditor as the holder of the mortgage rights that the deed of giving the mortgage right is determined to be legally flawed, and the responsibilities of PPAT that make the deed of Sale and Purchase. The research method used in this article is normative juridical research with descriptive analytical research type. Data analysis conducted using qualitative methods.
The results of this research can be concluded that Mortgage Right will also be a legal defect if the object is based on a deed of legal defect, Bank as creditor as holder of mortgage right can take a non-litigation or through litigation path as legal protection if the deed is granted as legally flawed and not binding by the court, and there are 3 (three) responsibility of PPAT to the deed he made, namely civil, criminal and administrative liability. In the case of Supreme Courts Decision Number 3232 K/PDT/2017, PPAT can be held liable on a civil basis because it has harmed third parties in the form of material losses and immaterial losses.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verawati
"Tesis ini membahas mengenai Penyalahgunaan Perjanjian Pengikatanan Jual Beli yang didalamnya terdapat surat kuasa yang digunakan untuk pelunasan hutang. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai ketentuan yang wajib dilaksanakan dalam Perjanjian Pengikatanan Jual Beli dan Bagaimana akibat hukum dan perlindungan hukum terhadap Perjanjian Pengikatanan Jual Beli yang timbul karena hutang piutang. Penelitian ini adalah Penelitian normatif dengan desain preskriptif analisis. Kesimpulan Penelitian yang dapat ditarik adalah bahwa perjanjian pengikatanan jual beli adalah sah apabila memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Kesepakatan yang telah dicapai dituangkan dalam suatu akta tertulis maupun tidak tertulis. Tetapi demi mencapai rasa keadilan dan kepastian hukum diantara pihak, akan lebih baik apabila perjanjian pengikatanan jual beli ditulis dalam suatu akta atau surat perjanjian yang dibuat dan ditandatangani para pihak. Pihak yang dimaksud disini adalah pihak penjual dan pembeli. Akibat hukum terhadap Akta Perjanjian Pengikatanan Jual Beli yang dibuat karena hutang piutang mengandung cacat yuridis yang dapat mengakibatkan kebatalan terhadap perjanjian tersebut, Perjanjian batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat objektif suatu perjanjian dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya atau dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian tersebut.

The Tesis discusses the abuses sale and purchase agreement in which there are letter of attorney attorney is used for debt repayment. The problems discussed are the provisions that must be carried out in the sale and purchase agreement and what legal consequences and legal protection of the sale and purchase agreement arising from debts and receivables. This study is a normative study with prescriptive design analysis. The conclusion of binding sale and purchase agreement is valid if it meets the terms of the validity of an agreement specified in article 1320 code of civil law. Agreements which has been achieved poured in a written deed and unwritten. But in order to achieve a sense of justice and the rule of law between the parties, it would be better if the binding sale and purchase agreement is written in a deed or agreement made and signed by the parties. Parties referred to here is the seller and the buyer. The legal consequences of the deed of sale and purchase agreement made as debts and receivables contain a defective juridical which can cause nullification of the agreement, agreement null and void because it does not qualify the objective requirement. It is means legal engagement appear from the agreement can not be forced to implement or there was never considered there appear the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>