Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69511 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizka Fadhila
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan kelainan metabolik yang terjadi karena penurunan sensitifitas insulin. Latihan fisik mempunyai peranan penting dalam manajemen diabetes melitus tipe 2 dan menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan rentang gerak sendi aktif terhadap kadar glukosa darah penyandang diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan desain one group pretest-posttest dengan jumlah sampel 37 orang yang diambil dengan teknik consecutive sampling pada ruang perawatan penyakit dalam RSUD Pasar Minggu. Responden diberikan intervensi latihan rentang gerak sendi aktif selama 30 menit yang dilakukan 2 jam setelah makan yang diperkirakan antara jam 09.00-10.00 WIB. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu responden dilakukan sebelum dan segera setelah latihan rentang gerak sendi aktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh latihan rentang gerak sendi aktif yang signifikan terhadap kadar glukosa darah sewaktu penyandang diabetes melitus tipe 2 antara sebelum dan setelah latihan (p=0,000; α 0,05). Namun, disarankan untuk mengevaluasi pengaruh latihan ini dengan meningkatkan frekuensi latihan dan mempertimbangkan jenis pengobatan diabetes responden.

Type 2 diabetes mellitus is a metabolic disorder that occurs due to decreased insulin sensitivity. Physical exercise plays an important role in management of type 2 diabetes mellitus and a decreases blood glucose levels. The aim of this study was to determine the effect of active range of motion exercises on the blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus. This research is an experimental study used the one group pretest-posttest design. Thirty seven respondents were selected using consecutive sampling technique in general ward in Pasar Minggu Hospital. Respondents were given 30-minute active range of motion exercise which were carried out 2 hours after meals which were estimated between 09.00-10.00 WIB. Blood glucose level was measured before and immediately after active range of motion exercise. The results showed that active range of motion exercises had a significant effect in reducing blood glucose levels of patients with type 2 diabetes mellitus between before and after exercise (p = 0,000; α 0,05). However, it is recommended to evaluate the effect of this exercise by increasing the frequency of exercise and considering the type of diabetes treatment respondents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T54492
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyana Santika Sari
"Penderita obesitas di dunia terus meningkat tidak hanya di negara maju namun negara berkembang seperti Indonesia. Peningkatan kejadian obesitas ternyata juga sejalan dengan peningkatan kejadian Sindrom Metabolik (SM) salah satunya adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Pengukuran obesitas yang selama ini dilakukan belum akurat. ABSI menggabungkan hasil ukur lingkar pinggang dengan IMT dan tinggi badan sebagai upaya mencari indikator antropometri baru yang lebih valid dalam menggambarkan bahaya dari kegemukan dan obesitas. Sedangkan untuk memperkiraan kejadian Diabetes agar menjadi lebih akurat diperlukan durasi obesitas. Aktivitas fisik diduga menjadi faktor utama yang mempengaruhi kejadian obesitas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain studi kohor retrospektif. Analisis penelitian menggunakan survival dengan regresi cox. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 2.591 orang dewasa dengan obesitas di 5 Kelurahan di Kota Bogor.
Hasil penelitian ini menunjukkan ketahanan terhadap DM Tipe 2 paling rendah terjadi pada orang obesitas yang melakukan aktivitas fisik rendah dibandingkan dengan yang beraktifitas sedang dan tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi survival time antara lain umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, asupan karbohidrat, dan asupan lemak.

Obese people in the world continue to increase not only in developed countries but developing countries like Indonesia. The increase in the incidence of obesity was also in line with the increase in the incidence of Metabolic Syndrome (SM), one of which was Type 2 Diabetes Mellitus. Obesity measurements that had been carried out had not been accurate. ABSI combines waist circumference measurements with BMI and height in an effort to find new anthropometric indicators that are more valid in describing the dangers of obesity and overweight. Whereas to estimate the incidence of diabetes in order to be more accurate the duration of obesity is needed. Physical activity is thought to be the main factor affecting the incidence of obesity.
This study uses a quantitative approach using a retrospective cohort study design. Research analysis uses survival with cox regression. The number of samples in this study was 2,591 obese adults in 5 villages in the city of Bogor.
The results of this study showed the lowest resistance to Type 2 DM occurred in obese people who did low physical activity compared to those with moderate and high activity. Other factors that affect survival time include age, sex, family history, carbohydrate intake, and fat intake.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Kurniawati
"Kontrol gula darah dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya adalah tingkat stres. Dalam penatalaksanaan diabetes melitus komponen intervensi untuk menurunkan stres terabaikan. Terapi progressive muscle relaxation (PMR) diketahui mampu mengontrol kadar gula darah
yang merupakan salah satu bagian dari intervensi keperawatan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh latihan PMR terhadap tingkat stres dan kadar gula darah sewaktu pada pasien diabetes melitus tipe 2. Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan
desain pre and post test with control group. Masing-masing kelompok terdiri dari 18 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Kelompok intervensi diberikan latihan PMR 2 kali sehari selama 3 hari. Kadar gula darah sewaktu diambil melalui pembuluh darah kapiler. Tingkat stres diukur menggunakan kuesioner depression anxiety stress scale (DASS) yang telah dimodifikasi menjadi 7 item. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh latihan PMR terhadap tingkat stres pada kelompok intervensi dengan nilai p didapat 0,0001. Pada penelitian ini pula didapatkan
adanya perubahan yang bermakna kadar gula darah sewaktu pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Namun pada kedua kelompok tidak berbeda bermakna dengan pvalue 0,448 (p>0,05). Kesimpulan dari peneliian ini adalah latihan PMR berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat stres pada pasien diabetes melitus tipe 2 pada kelompok intervensi akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kadar gula darah sewaktu antar kedua kelompok.

Blood glucose control is influenced by many factors, one of which is the level of stress. In the
management of diabetes mellitus component interventions to reduce stress neglected. Treatment of progressive muscle relaxation (PMR) is known to control blood sugar levels which is one part of nursing interventions. The research objective was to determine the effect of PMR on the level of stress and blood glucose levels in patients with type 2 diabetes mellitus. Methods This study applied a quasi experimental design with a pre and post test control group. Each group consisted of 18 respondents. Purposive sampling technique was used in this study. PMR exercise intervention group was given twice a day for 3 days. Blood sugar levels when taken through the capillaries. Stress levels were measured using a questionnaire depression anxiety stress scales
(DASS) which has been modified to 7 items, to measure stress levels. The results shows that there is a significant effect of PMR exercise on the level of stress in the intervention group with a p value of 0.0001, found also the presence of significant changes in blood glucose levels in the intervention group and the control group. But, the two groups did not differ significantly with p value 0.448 (p> 0.05). This study concludes that PMR exercises significant has a significant effect on stress levels in patients with type 2 diabetes mellitus intervention group and there is no significant difference on blood glucose levels between the two groups.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T47036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Carolina
"Asupan serat dalam menu harian penyandang diabetes masih rendah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan serat dalam makanan selingan penyandang diabetes melitus (DM) 2 terhadap kadar glukosa darah. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan desain menyilang alokasi acak pada 7 laki-laki dan 13 perempuan di Klinik Dokter Keluarga Kayu Putih Jakarta. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok: kelompok kontrol mendapat anjuran diet DM dan kelompok perlakuan mendapat anjuran diet DM dan pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram/hari selama 3 minggu. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial dilakukan pada awal dan akhir perlakuan. Status gizi obes didapatkan pada 55% subyek. Sebagian besar subyek tidak mematuhi anjuran diet DM: asupan lemak tinggi sedangkan asupan serat 7,0–13,7 g/hari. Pada awal penelitian, kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum kedua kelompok perlakuan tidak berbeda bermakna. Setelah periode perlakuan, perubahan kadar glukosa darah tidak bermakna, namun terlihat cenderung menurun pada kelompok perlakuan. Kesimpulan: pada penyandang DM tipe 2, pemberian makanan selingan yang mengandung serat 6 gram selama 3 minggu tidak menurunkan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial serum.

Fiber intake in the daily menu of diabetes patients was observed to be lower than recommendation. The aim of this study was to evaluate the effect of fiber supplementation as snack on blood glucose levels in type 2 diabetic subjects. This randomized, cross-over controlled clinical trial involved 7 men and 13 women, who visited to Family Doctor Clinic Kayu Putih in Jakarta. Subjects were assigned into two groups: control group who got diabetic diet recommendation, while treatment group got diabetic diet recommendation and snack containing 6 grams fiber/day for three weeks. Fasting blood glucose (FBG) and 2 hours postprandial blood glucose (PPBG) levels were assessed before and after intervention. Fifty five percent of the subjects were obese. Majority of subjects could not comply with diabetic regiment: high in fat, while fiber intakes was around 7.0–13.7 g/day. At baseline, FBG and PPBG levels were comparable. After intervention period, blood glucose level did not changed significantly, but tend to decrease in the treatment group. In conclusion: snack containing 6 grams of fiber for three weeks did not decrease FBG and PPBG of type 2 diabetic subjects."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indang Trihandini
"Hubungan antara Merokok sebagai Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi dari berbagai Komplikasi Kronis pada Lansia dengan Diabetes Mellitus Tipe 2. Merokok dikenal sebagai variabel yang dapat diubah melalui aktifitas intervensi yang spesifik. Saat ini di Indonesia belum terdapat penelitian mengenai komplikasi kronis di antara para lansia penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari risiko dari aktifitas merokok terhadap komplikasi kronis di antara para lansia penderita DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2007. Sebanyak 1.565 lansia (usia 60++ tahun) penderita DM tipe 2 dipilih secara acak. Sebanyak 70-80% dari para lansia tersebut memiliki komplikasi kronis, dan 32,11% sampel penelitian adalah perokok. Para lansia yang merokok lebih dari 24 batang per hari memiliki risiko 2,5 (95% CI, 1,54-3,97), sementara itu lansia yang merokok 1-12 batang per hari, dan yang merokok 13-24 batang per hari memiliki risiko masing-masing setinggi 1,3 dan 1,6 untuk terserang komplikasi kronis dibandingkan mereka tidak merokok, terkontrol secara usia, tingkat obesitas, dan aktifitas fisik. Persentase perokok di antara para lansia penderita DM tipe 2 cukup tinggi. Sebagian besar dari mereka memiliki tingkat pendidikan, tingkat status sosioekonomi, aktifitas fisik, serta tingkat konsumsi buah dan sayur yang rendah. Mereka pun kurang memiliki akses terhadap layanan kesehatan. Merokok meningkatkan risiko komplikasi kronis DM tipe 2.

Smoking is known as a variable that can be changed through a specific intervention activity. Recently in Indonesia, research related to chronic complication among elderly with type 2 Diabetes Mellitus (DM) was not available. This research has objective in exploring the risk of smoking towards chronic complication among elderly with type 2 DM. This research was using Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) in 2007. Riskesdas is a representative Indonesia Health Survey. 1,565 elderly (aged 60++ years) with type 2 DM have selected by random. 70-80% of the elderly have Chronic Complications and 32.11% of the sample is smokers. The elderly who smoke more than 24 cigarettes per day have risk 2.5 (95% CI, 1.54-3.97), smoker 1-12 cigarettes per day, and smoker 13-24 cigarettes per day have risk 1.3 and 1.6 respectively to get chronic complication compared with those who do not smoke, controlled by age, obesity, and physical activity. The proportion of smokers among elderly with type 2 DM is high, most of them are low education, low socioeconomic status, lack of access to the health services, low of physical activity, and low consume vegetables and fruit. Smoking increases the risk of chronic complication of type 2 DM."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Rachmad Hidayat
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian program latihan kalistenik bersama latihan aerobik terhadap pengendalian kadar glukosa darah, kekuatan otot serta kapasitas aerobik pada individu pra lanjut usia dengan DM tipe 2.
Metode: 30 subyek 'penelitian (26 Iaki-taki dan 4 perempuan) penderita DM tipe 2 tanpa komplikasi, berusia 44-54 tahun, dengan berat badan berlebih dan obesitas, mengikuti program latihan aerobik (jalan cepat) dan latihan kalistenik selanza 8 minggu. Subyek dibagi dalam 2 kelompok yaitu 15 orang melakukan latihan jalan cepat dan kalistenik (kelompok ICA) dan 15 orang lainnya melakukan Iatihan jalan cepat saja (kelompok A). Frekuensi latihan jsmani adalah 3 kali per minggu (selang 1 hari). Intensitas latihan jalan cepat adalah sedang (60-80 % Heart Rate Reserve), durasi 30 menit. Latihan kalistenik dilakukan sebanyak 2 set kalistenik, setiap set terdiri dari 8 macam gerakan Iatihan kekuatan otot yang mewakili otot-otot besar tubuh. Repetisi setiap gerakan latihan adalah 15 kali. Latihan jasmani dilakukan di tempat latihan bersama dan di rumah masing-masing subyek penelitian. Nilai HbAlc, kadar glukosa darah puasa (GDP), kekuatan otot serta kapasitas aerobik diperiksa sebelum dan setelah program latihan jasmani.
Hasil: NiIai HbAlc dan GDP sebelum dan setelah latihan jasmani berbeda bermakna pada masing-masing kelompok (p < 0,05). Besarnya perubahan kadar HbAI c dan GDP antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p 0,454). Kekuatan otot kelompok KA sebelum dan setelah latihan jasmani berbeda bermakna (p < 0,05), Kapasitas aerobik sebelum dan setelah latihan jasmani berbeda bermakna pada masing-masing kelompok (p < 0,05). Besarnya perubahan kapasitas aerobik antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p 0,780). Korelasi antara perbaikan kadar HbAlc dan GDP dengan perbaikan kekuatan otot dan kapasitas aerobik pada kedua kelompok setelah program latihan jasmani 8 minggu adalah lemah.
Kesimpulan: Pemberian program Iatihan kalistenik bersamaan dengan program lalihan aerobik jalan cepat selama 8 minggu pada individu pra Ianjut usia dengan DM tipe 2 tanpa komplikasi, berat badan lebihlobesitas I memberikan basil pengendalian kadar glukosa darah dan kapasitas aerobik yang tidak berbeda dengan melakukan latihan aerobik jalan cepat saja, namun meningkatkan kekuatan ototnya. Latihan kalistenik bersama aerobik dan latihan aerobik saja selama 8 minggu memperlihatkan korelasi lemah antara parameter pengendalian kadar glukosa darah dengan kapasitas aerobik dan kekuatan otot.

Purpose: The aim of this study was to examine the influence of callisthenics exercise simultaneously with aerobic exercise in controlling blood glucose level, muscle strength and aerobic capacity in older adult with type 2 Diabetes Mellitus (type 2 DM).
Methods: Thirty subjects (26 men, 4 women) with type 2 DM but without complication, age between 44-54 years old, have obesity or overweight, underwent the aerobic exercise program (brisk walking) and callisthenics exercise program for 8 weeks. Subjects devided into 2 groups, 15 subjects performed both brisk walking and callisthenics (group I CA), while the other 15 conducted only brisk walking (group A). The frequency of the exercise was set on 3 times per week on non consecutive days. The intensity of the brisk walking exercise was set on moderate intensity (60-80% HRR) with 30 min duration. The callisthenics exercise performed as 2 sets of 15 repetitions in 8 core muscle exercise (represent the whole large muscle group of the body). The exercise was performed in the subjects' home and once a week together in an exercise room. Glycosilated haemoglobin (HbAlc), fasting plasma glucose (FPG), muscle strength and aerobic capacity was evaluated before and after exercise program.
Results: HbAlc and FPG before and after exercise program were different significantly within each groups (p<0,05). The level of reduction of HbAlc and FPG between 2 groups was not significantly different (p 0,454). The muscle strength of group KA was increased significantly after exercise program (p<0,05). The aerobic capacity before and after exercise program was different significantly within each groups (p<0,05). The level of increase of aerobic capacity between 2 groups was not significantly different (p 0,780). The correlation between HbAlc and FPG to muscle strength and aerobic capacity after 8 weeks exercise program in both 2 groups was weak and not significant.
Condusion: The addition of callisthenics exercise program simultaneously with aerobic exercise program for 8 weeks to the older adult with type 2 DM reduced HbAlc and FPG and increased the aerobic capacity that were not different compare to only conducting aerobic exercise program, but increased muscle strength The correlation between the improvement in glycemic control and aerobic capacity and muscle strength after 8 weeks exercise program were weak.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18003
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Puspasari
"Tujuan penelitian adalah diketahuinya pengaruh pemberian 100 gram tempe per hari selama empal minggu tcrhadap kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus (DM) tipc 2 usia lanjut (usila). Penelitian ini merupakan uji klinis parael, acak, terbuka. Subyck penelitian adalah 30 orang pcndcxita DM tipc 2 usila yang tinggal di empat panti wredha di Jakarta. Alokasi acak dengan cara randomisasi blok diiakukan untuk membagi subyek menjadi dua kelompok. Seluruh subyek dibesikan pengaturan diet DM sesuai PERKENI. Kelompok sebanyak I6 orang yang diberikan 100 gram tempe, sedangkan kelompok K sebanyak I4 orang yang diberikan kacang-kucangan pengganti tcmpe. Data yang diambil meiiputi usia, jenis kelamin., berat badan dan indeks massa tumbuh (IMT), serta data asupan dengan metodc food record, Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa darah 2 jam poslprandial (GDPP) dilakukan pada awal dan akhir pcrlakuan. Analisis data menggunakan uji t tidak berpasangan dan uji Mann Whitney dengan batas kemaknaan 5%. Subyek yang mengikuti penelilian secara lengkap sebanyak 27 orang yang terdiri dari 15 orang kclompok perlakuan dan i2 orang kelompok kontrol. Kcrata usia suhyek adalah ?70,4:b9,5 rahun. Mayoritas subyck (63,5%) adalah perempuan, dan hampir setengah jumlah subyek mempunyai status gizi normai berdasarkan lMT. Sebagian besar (80%) subyck bclum menerima obat DM. Pada awal penclitian, usia, jenis kelamin, IMT, asupan kalori dan zat gizi subyek tidak menunjukkan pcrbcdaan bermakna (p>0,05). Seluruh subyek tidak dapat mematuhi anjuran diet DM yang dibcrikan, asupan Iemak subyek tinggi sedangkan asupan secara rendah. Setelah perlakuan terlihat kecenderungan penurunan kadar GDP dan peningkatan kadar GDPP yang tidak bcfbeda bermakna antam keiompok P dan K. Pcmbcrian 100 glam tempc selama empat minggu tidak menumnkan kadar GDP dan GDPP.

Aim of this study was to investigate the effect of daily intake of 100 gram tempe for four weeks on plasma glucose level in elderly patients with type 2 diabetes mellitus. 'this study was a parallel randomized clinical trial. Subjects were 30 diabetic elderly living in four nursing homes in Jakarta. In the study, subjects were assigned into two groups using block randomization. All subjects had to take diabetic regiment with calorie and macronutrient following diabetic recommendation diet. The treatment group (n=I6) received tempe, while control group (n=14) received legumes other than tempe. Data collection included age, sex, body weight, body mass index, and nutrient intake using 3x24 hours food records. In addition isotlavone intake was also assessed. Fasting plasma glucose levels (FPG) and 2 hours postprandial plasma glucose (PPPG) levels were assessed before and after intervention Unpaired t-test and Mann Whitney wen: used to analysed data with the 5% significance level. There were 27 subjects completed the study: I5 of treatment group and I2 of control group. Mean of age were 70.4 :L 9.5 years. Majority (63.5%) of subjects were female, and almost half subjects had normal BMI. About 80% of subjects did not use diabetic medication. At base line age, BMI, sex, use of diabetic medication, calorie and macronutrient intake wene comparable. All subjects could not comply with diabetic regiment: high fat and low fiber intakes Far, tiber and isotiavoue intake were signiticantly higher in treatment group compare to control group. Decrease in FPG and increase in PPPG alter intervention were observed but were statisticaly insigniticant. In conclusion, daily intake of 100 gram tempc for four weeks did not decrease PPG and PPPG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32291
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kathy Salsabila
"Latar belakang: Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu masalah kesehatan global. Terdapat hubungan signifikan antara stres oksidatif dan perkembangan DM tipe 2. Untuk mengatasi stres oksidatif, dibutuhkan antioksidan. Minyak bekatul memiliki kandungan antioksidan tinggi seperti vitamin E dan γ-oryzanol, serta minyak zaitun memiliki antioksidan utama berupa biofenol. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian minyak bekatul dan minyak zaitun secara oral terhadap kadar malondialdehid (MDA) sebagai parameter stres oksidatif.
Metode: Sebanyak 10 serum darah tersimpan dari subjek DM tipe 2 yang dibagi menjadi dua kelompok dengan randomisasi blok. Kelompok pertama diberikan minyak bekatul secara oral pada dosis 15 mL/hari, sedangkan kelompok kedua diberikan minyak zaitun secara oral pada dosis 15 mL/hari yang dilakukan selama empat minggu. Kemudian dilakukan wash out selama dua minggu dan disilang (crossover). Kadar MDA diukur menggunakan metode Wills.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar MDA serum pada perlakuan minyak bekatul maupun minyak zaitun lebih rendah dibandingkan praperlakuan meskipun tidak signifikan secara statistik dengan masing- masing P=0,377 dan P=0,357. Selain itu, tidak terdapat variasi dari efek perlakuan minyak bekatul dan minyak zaitun dengan P=0,568. Kesimpulan: Kadar MDA serum pada subjek DM tipe 2 setelah pemberian minyak bekatul dan minyak zaitun cenderung menurun namun tidak berbeda bermakna, serta tidak ada perbedaan variasi efek diantara keduanya.

Introduction: Diabetes mellitus (DM) type 2 is one of the global health problems. There is a significant association between oxidative stress and the progression of DM type 2. To overcome oxidative stress, antioxidants are needed. Rice bran oil contains high antioxidant content such as vitamin E and γ-oryzanol, and olive oil has the main antioxidant in the form of biophenol. Hence, this study aimed to evaluate the effect of oral administration of rice bran oil and olive oil on malondialdehyde (MDA) levels as a parameter of oxidative stress.
Method: A total of 10 stored blood serum from DM type 2 subjects were divided into two groups with block randomization. The first group was administrated orally of rice bran oil at a dose of 15 mL/day, while the second group was given olive oil orally at a dose of 15 mL/day, both for 4 weeks. There is wash out period for 2 weeks, then cross them over. The level of MDA was measured using Wills method.
Result: The results showed that the average of MDA serum level in the rice bran oil and olive oil group were lower than the pre-experiment group although they were not statistically significant with P=0.377 and P=0.357, respectively. Moreover, there is no significant variations in the effect of rice bran oil and olive oil consumption with P=0.568. Conclusion: MDA serum levels in DM type 2 subjects after administration of rice bran oil and olive oil decrease but not significantly different, also there is no significant variations effect between them.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Ayatul Azlina
"Peningkatan kasus kanker serviks di dunia memerlukan upaya yang harus diperhitungkan oleh seluruh pemerintah. Skrining bertujuan untuk mendeteksi secara dini adanya kemungkinan  perempuan menderita kanker seviks. Rendahnya kesadaran perempuan dan keluarga untuk melakukan skrining disebabkan oleh rendahnya pengetahuan, sikap, dan self-efficacy mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektifitas penkes FEMALE terhadap pengetahuan, sikap, dan self-efficacy perempuan di Wilayah Kota Banjarbaru. Metode penelitian menggunakan quasi eksperimental pre post design with a control group. Teknik sampling menggunakan convenience sampling.  Jumlah sampel sebanyak 428 responden dengan 215 kelompok intervensi dan 213 kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi pada pengetahuan, sikap, dan self-efficacy perempuan (p= 0,000, p=0,003, dan p=0,002) di kelompok intervensi. Penelitian ini merekomendasikan agar perawat dapat menggunakan penkes FEMALE untuk melakukan pendidikan kesehatan di masyarakat dalam meningkatkan cakupan skrining kanker serviks.

The increasing incidence of cervical cancer in the world needs to be taken into account by all governments. Screening test can provide earlier indication of the possibility of women having cervical cancer. The low awareness of cervical screening among women and their families is do to lack of their knowledge, attitudes, and self-efficacy. This research was conducted to identify the effectiveness of FEMALE health education on the knowledge, attitudes, and self-efficacy of women in the Banjarbaru Selatan District, Banjarbaru. The quasi-experimental pre-post test with control group design was used. The sampling technique uses convenience sampling. Data was collected from 428 housewives, with 213 in the control and 215 in the intervention groups respectively.
The results showed that there was a significant differences before and after intervention in knowledge, attitudes, and self-efficacy in women (p=0,000, p=0,003, and p=0,002 respectively) in the intervention group which is also different from respondent’s knowledge, attitudes, and  self-efficacy in the control group. This study recommends that nurses could use this FEMALE health education to educate women in the community in order to improve the coverage of cervical cancer screening.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Ma`rifah
"Perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja merupakan permasalahan yang seriun dan penting untuk di perhatikan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh riwayat konsumsi alkohol terhadap perilaku hubungan seksual pranikah pada remaja dengan menggunakan analisis data SDKI-KRR tahun 2017. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan sampel penelitian sebesar 5.680, sample diambil berdasarkan total samping data yang masuk dalam kriteria inklusi dan eklusi penelitian.
Hasil penelitian ini menujukan bahwa distribusi frekuensi remaja yang telah melakukan hubungan seksual pranikah di Indonesia tahun 2017 sebesar 23,03% (1.308). Hasil analisis multivariat pengaruh riwayat konsumsi alkohol terhadap perilaku hubungan seksual pranikah memiliki p-value 0,000 dengan OR 2,965 CI 95% (2,329-3,774) setelah dikontrol oleh variabel umur, sikap, dan variabel interaksi riwayat konsumsi dengan umur.

Premarital sex behavior in adolescents is a serious and important problem to be approved. The purpose of this study was to study alcohol consumption research on the relationship of premarital sexual relations in adolescents using the 2017 IDHS-KRR data analysis. The research design used in this study was cross sectional with a sample of 5,680, samples taken using total data included in the criteria research inclusion and exclusion.
The results of this study address the distribution of adolescents who have premarital relationships in Indonesia in 2017 of 23,03% (1.308). The results of multivariate analysis of the efect of alcohol consumption to premarital sexual relations had a p value of 0,000 with OR 2,965 CI 95% (2,329-3,774) after being controlled by variables of age, relationship, and alcohol consumption by age.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>