Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Warri Utami Tarike Faukal Hakiki
"ABSTRAK
Persoalan pelarangan termasuk pembatalan larangan memang jarang terdengar oleh masyarakat di Indonesia, masyarakat tidak mengetahui tentang larangan. Sedangkan pengaturan kuratele sendiri dalam KUH Perdata diatur dalam Bab XVII Pasal 433 yang kemudian diturunkan dalam Pasal 434 sampai dengan 462 KUH Perdata. Dalam tesis ini permasalahan pokoknya adalah bagaimana seseorang dianggap layak menjadi pengawas dan disertai dengan analisis pertimbangan hukum hakim dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 297 / Pdt.G / 2012 / PN.Jkt. Sel dan Putusan Banding Nomor 13 / PDT / 2014 / PT.DKI. mengenai pembatalan gugatan pembatalan sebagai contoh kasus. Metode penelitian ini adalah yuridis normatif dengan jenis penelitian deskriptif analitik. Kesimpulan dari tugas akhir ini adalah bahwa seseorang yang dianggap memenuhi syarat untuk menjadi supervisor, haruslah orang yang cakap dan berwenang menjadi supervisor dari calon yang akan dibina. Setiap permintaan pelarangan harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat orang yang diminta tinggal (Pasal 436 KUH Perdata). Penulis menyarankan untuk mengadakan seminar dan sosialisasi tentang larangan. Poster tentang larangan juga perlu dibuat. Penulis berharap semoga seminar dan sosialisasi ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu hukum Indonesia kedepannya.
ABSTRACT
The issue of prohibition, including the cancellation of the ban, is rarely heard by people in Indonesia, the public does not know about the prohibition. Meanwhile, the curatele arrangement itself in the Civil Code is regulated in Chapter XVII Article 433 which was later derived in Articles 434 to 462 of the Civil Code. In this thesis the main problem is how a person is deemed worthy of being a supervisor and accompanied by an analysis of the judges' legal considerations from the decision of the South Jakarta District Court Number 297 / Pdt.G / 2012 / PN.Jkt. Cell and Decision on Appeal Number 13 / PDT / 2014 / PT.DKI. regarding the cancellation of the cancellation lawsuit as an example case. This research method is normative juridical with analytic descriptive research type. The conclusion of this final project is that someone who is considered qualified to be a supervisor, must be someone who is competent and authorized to be the supervisor of the candidate to be coached. Every request for prohibition must be submitted to the District Court where the person requested to live (Article 436 of the Civil Code). The author suggests holding seminars and socialization about prohibitions. Posters about prohibitions should also be made The author hopes that this seminar and socialization can be useful for the development of Indonesian legal science in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1976
312.385 IND b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Djuhaini Nastiti
"ABSTRAK
Jepang merupakan negara dengan penderita gangguan mental yang tinggi. Penderita gangguan mental di Jepangtercatat sebagai yang tertinggi di antara negara OECD berdasarkan indikator angka ranjang rawat inap. Angkaranjang rawat inap tersebut bisa dijadikan indikator tingginya angka penderita gangguan mental berdasarkanpenanganan terhadap penderita gangguan mental di Jepang yang masih terfokus pada penanganan di dalaminstitusi kesahatan dan bukan penanganan berbasis masyarakat. Masalah kesehatan mental yang semakinberkembang di Jepang tidak diiringi dengan pemahaman masyarakat umum mengenai hal tersebut sehinggamuncul stigma negatif terhadapnya. Tulisan ini mencoba menjelaskan stigma negatif terhadap penderitagangguan mental di Jepang. Corrigan Watson menjelaskan teori stigma yang terdiri dari stereotip, prasangka,dan diskriminasi. Teori tersebut dapat menunjukkan bentuk stigma terhadap penderita gangguan mental. Hasilanalisis menunjukkan bahwa stigma negatif terhadap penderita gangguan mental di Jepang muncul akibatadanya penolakan terhadap perbedaan, minimnya peran keluarga dalam perawatan anggota keluarga penderitagangguan mental dan keinginan keluarga untuk membentuk jarak, serta rendahnya pengetahuan masyarakatmengenai kesehatan mental sehingga menimbulkan banyak asumsi dan membentuk sikap tergeneralisasiterhadap penderita gangguan mental sehingga membentuk jarak sosial.

ABSTRACT
Japan is a country with high number of mental disorder patients. The number of patients with mental disorder inJapan is the highest among OECD countries based on the inpatient bed numbers indicator. The inpatient bednumbers can be used as the indicator to show the high number of mental disorder patient based on the treatment that is still focused on institutionalization of the patients with mental disorder and not by a community-based treatment. The growing problem concerning mental health in Japan is not in accordance to the general public rsquo;s understanding thus creating a negative stigma about it. This paper attempts to explain the negative stigma towards mental disorder patients in Japan. Corrigan Watson describe the theory of stigma that includesstereotype, assumption, and discrimination. This theory can explain the stigma towards mental disorder patients. The result shows that the negative stigma towards mental disorder patients in Japan is caused by rejection towards difference, lack of family involvement to attend family member with mental disorder and desire tomake a distance, and also the lack of general public rsquo;s knowledge about mental health that arouses assumptionand form a generalized attitude towards people with mental disorder so as to form a social distance."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lori Oktavia
"ABSTRAK
Kehamilan, persalinan dan menjadi seorang ibu merupakan pengalaman
penting dalam kehidupan seorang wanita. Pada sebagian besar wanita, memiliki
seorang anak adalah peristiwa yang sangat membahagiakan karena peristiwa ini
dianggap sebagai pemenuhan tertinggi bagi identitas mereka sebagai wanita.
Namun demikian, pada sebagian wanita lainnya, peristiwa tersebut dapat pula
menimbulkan gangguan-gangguan yang mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Hal ini terjadi karena proses persalinan dan masa sesudahnya merupakan keadaan
yang cukup berat bagi sang ibu. Perubahan-perubahan yang terjadi baik di dalam
maupun di luar tubuh para ibu tersebut dapat menjadi faktor penyebab timbulnya
gangguan emosi pasca persalinan. Dalam penelitian ini, gangguan emosi yang
akan diteliti adalah gangguan depresi pasca persalinan. Gangguan ini umumnya
j
terjadi dalam kurun waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah
persalinan dan ditandai dengan simtom seperti: mudah menangis, merasa tidak
berguna, bersalah, merasa lelah berkepanjangan dan gangguan tidur.
Menurut hasil beberapa penelitian, penderita depresi pasca persalinan
lebih banyak terdapat pada mereka yang kurang mendapatkan dukungan sosial >
dari orang-orang di sekitarnya. Dari sini, timbul asumsi peneliti tentang adanya
hubungan antara dukungan sosial dengan ada/tidaknya gangguan depresi pasca
persalinan. Namun, mengingat dukungan sosial itu sendiri adalah suatu konsep
yang luas, maka yang difokuskan pada penelitian ini adalah dukungan sosial yang diterima secara nyala (enacted support), yaitu pemberian bantuan yang benarbenar
terjadi dalam suatu situasi yang spesifik (Collins et al, 1993). Adapun
Permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah : apakah ada
hubungan yang signifikan antara jumlah dan kepuasan terhadap dukungan sosial
yang diterima secara nyata dengan ada/tidaknya gangguan depresi pasca
persalinan.
Penelitian dilakukan terhadap 35 oreng responden. Adapun responden
dalam penelitian ini adalah wanita pasca persalinan yang berusia 20-35 tahun,
pendidikan minimal SMU/sederajat, melahirkan bayi yang sehat dan tidak
prematur dan tidak memiliki sejarah gangguan psikiatrik di masa lampau.
Pengukuran variabel-variabel yang hendak diteliti dilakukan dengan
menggunakan kuesioner, yang terdiri dari kuesioner yang mengukur jumlah dan
kepuasan terhadap dukungan sosial yang diterima serta instrumen BDI (Beck
Depression Inventory) yang mengukur simtom depresi pasca persalinan.
Sedangkan untuk menganalisis data guna menjawab permasalahan utama di atas,
digunakan perhitungan korelasi biserial.
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara jumlah dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasi
yang diterima secara nyata, dengan ada/tidaknya gangguan depresi pasca
persalinan pada ibu dewasa muda. Selain itu, ditemukan pula hubungan yang
signifikan antara kepuasan responden terhadap bentuk dukungan emosional,
penghargaan, instrumental dan informasi yang diterimanya, dengan ada/tidaknya
gangguan depresi pasca persalinan.
Saran peneliti, untuk masa yang akan datang sebaiknya dilakukan
penelitian yang lebih mendalam tentang gangguan emosi yang dialami oleh para
ibu pada masa pasca persalinan, misalnya dengan menggunakan metode penelitian
secara kualitatif, sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih banyak tentang
masalah gabgguab emosi pasca persalinan ini dan bagaimana cara pencegahannya."
2002
S3106
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisilya
"Pengampuan adalah sebuah penetapan yang diberikan terhadap seseorang yang tidak dapat mengurus kebutuhan dan kepentingan dirinya sendiri sebagaimana mestinya, sehingga dianggap tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Orang tersebut diharuskan untuk ditaruh di bawah pengampuan. Namun, dalam pelaksanaannya, adanya sistem pengampuan masih sering disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga menyebabkan orang yang akan ditaruh di bawah pengampuan atau sedang berada di bawah pengampuan terlanggar hak-haknya. Pengampuan diatur dalam Pasal 433 KUHPerdata. Namun, semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022, pengampuan bagi orang-orang yang mengalami kondisi dungu, sakit otak dan mata gelap, kini menjadi tidak lagi bersifat sebagai sebuah keharusan, melainkan menjadi bersifat dapat, sepanjang ketiga kondisi tersebut tidak dimaknai sebagai penyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual. Penelitian ini menganalisis bagaimana ketentuan-ketentuan penetapan Pengampuan yang sebelumnya diatur di dalam Pasal 433 KUHPerdata berubah semenjak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU- XX/2022 dan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian ini akan menjelaskan kedudukan subjek hukum di bawah pengampuan berdasarkan Hukum Perdata dan Hukum Islam. Selanjutnya, akan terdapat analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan permasalahan-permasalahan hukum baru yang timbul akibat adanya putusan tersebut. Kemudian, penelitian ini akan membahas mengenai pengaturan pengampuan bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa di dalam UU No. 17 Tahun 2023, jika dibandingkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-XX/2022 dan UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.

ot take care of his own needs and interests properly and considered incompetent in carrying out legal actions. The person is required to be placed under curatele. However, in its implementation, the existence of the curatele system is still often misused by certain parties, causing people who are under curatele or are currently under curatele to have their rights violated. Curatele is regulated in Article 433 of the Civil Code. However, since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022, curatele for people who experience the conditions of dungu, sakit otak and mata gelap, is now no longer a necessity, but rather can be, as long as these three conditions are not interpreted as people with mental disabilities and/or intellectual disability. This research discusses how the provisions for determining curatele previously regulated in Article 433 of Civil Code have changed since the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 17 of 2023 concerning Health. This research was prepared using doctrinal research methods. This research will explain the position of legal subjects under curatele based on Civil Law and Islamic Law. Then, an analysis will be carried out of the Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and new legal problems that arise as a result of this decision. Then, this research will discuss the regulation of curatele for people with mental disorders in Law no. 17 of 2023, when compared with Constitutional Court Decision No. 93/PUU-XX/2022 and Law no. 18 of 2014 concerning Mental Health."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beers, Clifford Whittingham
New York: Doubleday, 1948
920.8 BEE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvestre, John
"This book provides a comprehensive overview of the field of housing for people with serious mental illness, with a special focus on citizenship and community life as key outcomes for people living with serious mental illness in community housing. It examines the history of this field while also pointing to the future to strengthen our theories, research, practice, and policy. The field of housing and mental health has been rapidly evolving over the past decade. This is the first comprehensive overview of this field. Despite impressive progress, the field is somewhat fractured and suffers from conceptual and definitional confusion. This book draws not only on the work of the editors, but also on the perspectives, experience, and expertise of a diverse set of international authors who are researchers, providers, and advocates of this housing. Thus, the book provides a summary of these critical developments, serves as a resource for researchers, practitioners, and policy makers looking for up-to-date reviews and perspectives on this field, as well as a sourcebook for current and future research and practice trends."
Oxford: Oxford University Press, 2017
e20470555
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Apri Rahma Dewi
"Ketidakefektifan manajemen kesehatan merupakan masalah pada klien dengan gangguan jiwa yang apabila tidak ditangani akan menimbulkan kerugian pada klien, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah. Tujuan dari penanganan kasus ini untuk mengetahui pengaruh terapi Acceptance and Commitment Therapy (ACT) pada ketidakefektifan manajemen kesehatan serta mengidentifikasi kepatuhan, penerimaan, serta komitmen dalam regimen demi mencapai self care yang mandiri. Tindakan keperawatan dilakukan terhadap 5 klien dengan ketidakefektifan manajemen kesehatan. Penulisan karya ilmiah ini berdasarkan pendekatan Case Study. Pengukuran kepatuhan menggunakan kuesioner MARS (Medication Adherence Rating Scale). Hasil yang didapatkan setelah pemberian tindakan keperawatan ners dan ACT terjadi peningkatan kepatuhan sebesar 71% (14 poin), kemampuan penerimaan dan komitmen meningkat sebesar 70% pada kelima klien dengan ketidakefektifan manajemen kesehatan. Tingkat kepatuhan, penerimaan, serta komitmen lebih rendah pada klien yang memiliki usia lebih muda, mendapat stigma dari orang terdekat, dan dukungan  keluarga yang kurang. Studi ini merekomendasikan terapi ACT untuk meningkatkan manajemen kesehatan pada klien gangguan jiwa dan teori Orem sebagai pendekatan dalam meningkatkan kemandirian dalam perawatan.

 

 


Ineffective health management is a problem in mentally ill patient if not handled will harm to clients, families, communities, and even the government.The aim of this study was to identify the effect of Acceptance Commitment Therapy (ACT) on Inefective health management and  identfy adherance, acceptance, and commitment in the regimen to achieve independent self care. The research approach used in this  study was case study conducted on 5 respondents consist of  mentally ill patient with Ineffective health management. Measurement used the MARS (Medication Adherence Rating Scale). The analysis result showed, after the client were given ACT and nursing intervention, the adherence increased 71% (14 points), the acceptance ability and commitment increased into 70% on five clients with Ineffective health management. Medication adherence, acceptance and commitment level were lower on the younger clients, client who gets stigma from family and client with lack of family support. Nursing care and ACT were recommended as the basic management of mentally ill patient with Ineffective health management and Orem's theory as an approach in increasing self care."

Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rifma Ghulam Dzaljad
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan pada penderita gangguan jiwa yang secara sosial terisolasi dan tidak dapat menjalankan peran sosialnya di masyarakat. Asumsi yang dipakai dalam penelitian ini melihat gangguan jiwa bukan sebagai problem psikologis dan medis individu. Kegilaan atau gangguan jiwa merupakan akibat situasi yang dilukiskan Michel Foucault (1988) sebagai ketegangan antara disiplin kuasa governmenfalify masyarakat terhadap individu penderita gangguan jiwa (the dangerous individual). Kondisi yang dilegalkan lewat pendirian Rumah Sakit Jiwa (focal institutions) menurut Goffman (196 I). Penelitian ini menekankan pada tiga masalah pokok, yaitu: Pertama, bagaimana aktifitas keseharian di Rumah Sakit Jiwa Dr. Marzoeki Mahdi Bogor. Kedua, bagaimana masyarakat memaknai pasien Rumah Sakit Jiwa. Dan ketiga, bagaimana masyarakat memandang institusi Rumah Sakit Jiwa dan berlakunya kontroI sosial di dalam masyarakat.
Studi ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr. Marzoeki Mardi Bogor. Informasi diperoleh dari 16 informan. Mereka terdiri dari 2 orang dokter, 2 orang kepala seksi keperawatan dart rehabilitasi RS, 2 orang perawat dan kepala ruangan, 4 orang pasien, 2 pegawai RS; seorang pihak keluarga pasien, seorang warga desa, seorang tokoh masyarakat, dan seorang pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan. Observasi dan wawancara mendalam dilakukan intensif sebagai langkah dalam pengumpulan data.
Studi ini didasarkan pada tesis, bahwa perawatan kedokteran jiwa telah melahirkan adanya label sakit dan status pasien di masyarakat. Akibatnya terjadi proses stigmatisasi dan kontrol sosial terhadap pasien gangguan jiwa di masyarakat. Stigmatisasi bukan hanya terjadi pada pasien, melainkan juga lewat stereotip terhadap Rumah Sakit Jiwa. Lebih dari itu, kontrol tidak hanya terjadi terbatas di Rumah Sakit Jiwa, tetapi telah tersebar luas di masyarakat.
Hasil studi di lapangan menunjukkan, bahwa Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor telah lama menjalankan praktek perawatan kesehatan jiwa kedokteran Barat. Arsitektur Rumah Sakit tetap merepresentasikan bangunan lama yang didesain bersifat tertutup dan berjarak antara satu bangsal dengan bangsal lain, serta dipagar besi sekelilingnya untuk bangsal khusus. Akibatnya Rumah Sakit Jiwa memiliki reputasi buruk di masyarakat. Stereotip sebagai tempat pembuangan, pengumpul, dan. kurungan bagi pasien gangguan jiwa melekat padanya. Sementara itu kondisi pasien jiwa rata-rata acak-acakan, lusuh dan kurang terurus baik. Pasien cenderung menutup dan relatif hanya berinteraksi dalam aktifitas terapi semata. Pasien kebanyakan diidentifikasi memiliki gangguan jiwa akut, kronis, membahayakan lingkungan, dan membutuhkan perawatan intensif jangka panjang kedokteran jiwa. Akibatnya label sakit dan status pasien berpengaruh kuat dalam stigmatisasi di masyarakat.
Di Rumah Sakit Jiwa Bogor, para pasien menjalani aktifitas keseharian dari makan, minum dan injeksi obat, mandi, tidur, dan aktifitas terapi dijalankan secara teratur, terjadwal, dan berada dalam pengawasan perawat selama 24 jam. Relasi dokter dengan pasien menunjukkan relasi yang dominatif, menindas, dan menjadikan pasien sebagai obyek pengobatan. Pasien menjadi individu yang lemah, tidak berdaya, dan menjadi tanggungan individu lain. Praktek perawatan gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa memperlihatkan, bahwa para pasien yang telah masuk akan sukar keluar kembali ke masyarakat. Mereka akan menjadi pasien tetap, yang keluar-masuk Rumah Sakit untuk jangka waktu yang lama. Data menunjukkan, bahwa hampir separuh dari jumlah pasien di beberapa bangsal merupakan pasien lama. Mereka kebanyakan menderita Schizophrenia Paranoid dan Psikotik Reaktif 'Singkat yang sulit, dan belum bisa disembuhkan.
Kondisi ini memperlihatkan, bahwa kontrol sosial terhadap pasien tidak lagi terbatas di Rumah Sakit Jiwa. Pengawasan dalam skala yang lebih luas telah tersebar ke seluruh sektor masyarakat. Praktek penanganan pasien tidak lagi terbatas dilakukan aparat kesehatan, melainkan telah dilakukan oleh semua komunitas dan institusi pemerintah yang ada di masyarakat, mulai dari pihak keluarga, RT, RW, Kepolisian, Dinas Sosial, Dinas Ketertiban, maupun institusi sosial yang lain. Praktek kontrol sosial ini tidak hanya menghasilkan reproduksi kegilaan dalam dunia medis kedokteran, melainkan telah melahirkan kuasa governmentality bersemayam di dalam kesadaran bersama masyarakat. Suatu kesadaran yang membentuk societal regulation di masyarakat, yaitu suatu kontrol sosial yang termanifestasi ke dalam diri masyarakat sebagai tubuh yang patch, sehat, berguna, dan produktif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>