Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162173 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelia Martira
"ABSTRAK
Salah satu urusan pemerintahan dalam rangka mewujudkan negara kesejahteraan dan pemenuhan hak atas kesehatan adalah menyelenggarakan pelayanan publik di bidang kesehatan. Urusan pemerintahan bidang kesehatan ini dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang membentuk hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada dasarnya, hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah berada dalam suatu dinamika antara sentralisasi dan desentralisasi. Sejak berlakunya Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan pada tahun 2014, terjadi perubahan dalam hubungan Pemerintahan Pusat dan Daerah. Menggunakan studi kepustakaan, penulis menjelaskan mengenai hubungan kewenangan dan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah serta kewenangan Daerah dalam penyelenggaraan JKN.
Kesimpulan: Penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan menjadikan hubungan kewenangan dan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi sangat sentralistik dengan terbatasnya kewenangan yang dimiliki Daerah. Dalam penyelenggaraan JKN, Daerah hanya berwenang dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diberikan kepadanya dan tidak turut dalam pembiayaan kesehatan oleh JKN.

ABSTRACT
One of the government functions in order to realize the welfare state and to fulfill the right to health care is by administering health care public service. In Indonesia, the assignment of government function in health care is divided between a central and local government which then manifest in central and local government relation. Basically, the relation of central and local governments is in the dynamic state between centralization and decentralization. Since National Health Security which managed by Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS-Kesehatan) is started in 2014, there are significant changes in the relation between central and local government, especially in health care assignment. Using the literature study, the researcher explained the assignment function and fiscal relation between central and local government, and the authority of local government in the National Health Security administration.
Conclusion: Administration of National Health Security by BPJS Kesehatan has implication to the assignment function and fiscal relation between the central and local government that become highly centralized. The authority of local government is limited to the specified function and has no rule in health financing by National Health Security."
2019
T54419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni Puspita
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang sejarah pengaturan pengawasan pemerintah pusat
terhadap peraturan daerah dari era orde lama hingga orde reformasi serta analisis
terhadap pengawasan peraturan daerah pada periode tahun 2004 sampai dengan
2013 baik dari segi pengaturan maupun pelaksanaan. Penel itian ini tergolong
dalam penel itian yuridis empiris. Hasil penelitian ini menyarankan agar segera
dilakukan perbaikan dan penatan ulang atas sistem norma hukum yang mengatur
tentang pengawasan pemerintah pusat terhadap peraturan daerah agar terwujud
suatu tertib hukum dalam pelaksanaan tugas pemerintahan.

ABSTRACT
This thesis overviews the historical aspect of central government control of local
regulation since the old order to the reform order as well as analysis of central
government control of local regulation in the period year 2004 to 2013 in terms of
both regulation and implementation. This research classified as empirical legal
study. The results of this research suggest an immediate amendment and a
restructuration over legal norms system governing the central government control
mecanism to local regulations in order to form an orderly administration of law
in the performance of duties."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kusumawardani
"ABSTRAK
Pergeseran kewenangan yang lebih luas dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah harus diimbangi dengan pengawasan untuk menjamin efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan atribusi kewenangan kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah APIP untuk melaksanakan pengawasan. Eksistensi APIP diperlukan sebagai akibat dari meningkatnya tingkat korupsi dalam pemerintahan daerah. Penelitian ini mengambil rumusan masalah yaitu bagaimana pengaturan kedudukan, kewenangan dan eksistensi APIP di daerah serta bagaimana upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam penguatan APIP. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan data primer dan sekunder. Dari hasil penelitian didapat bahwa belum terbentuknya Perangkat Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat sebagai amanah UU Nomor 23 Tahun 2014 untuk melakukan pengawasan umum dan teknis pemerintahan kabupaten/kota menjadikan belum efektifnya pengawasan. Kewenangan tersebut dilimpahkan kepada Inspektorat Provinsi yang juga telah mempunyai beban kerja melakukan pengawasan terhadap perangkat daerahnya. Kondisi ini berpotensi luputnya obyek pengawasan apabila tidak didukung koodinasi yang intensif antar APIP. Dengan mengkaji pengaturan kedudukan dan kewenangan APIP daerah, penegakan prinsip independensi dan obyektifitas APIP sangat dipengaruhi oleh komitmen kepala daerah. Eksistensi APIP di daerah yang diteliti belum didukung dengan jumlah SDM auditor yang ideal, anggaran belum memadai, terdapat dualisme jabatan pengawas dalam inspektorat, kapabilitas APIP belum di level 3 serta belum adanya auditor investigatif untuk menjalankan amanah UU Nomor 30 Tahun 2014 dalam melakukan pengawasan penyalahgunaan wewenang. Dari analisis tersebut dikemukakan rekomendasi perlunya membuka akses pelaporan pengawasan oleh APIP daerah kepada jenjang pemerintahan yang lebih tinggi agar terwujud efektifitas pengawasan; independensi APIP diwujudkan dengan pembentukan tim ad hoc dalam pengisian dan pemberhentian jabatan inspektur dan auditor; dan perlunya peningkatan kapabilitas APIP.

ABSTRACT
The shift of wider authority to regional governments in the implementation of regional autonomy requires scrutiny to ensure the efficiency and effectiveness of local governance. Law Number 23 Year 2014 on Regional Government provides attribution of authority to the Government Internal Supervisory Apparatus APIP to exercise oversight. The formulation of this research problem is how to regulate the position of authority existence of APIP in some regions to the success of supervision of local government administration and how the effort have been made by the government in strengthening APIP. This research is normative law by using primary and secondary data. The result of the study shows that the regulation of APIP authority extension in conducting supervision of the city district government so that the potential overlap and miss the object if not supported by the intensive, sustainable and meticulous between APIP. By examining the position and authority of APIP area, the enforcement of the principle of independence and objectivity of APIP is influenced by the commitment of the head of region and on the other hand, the existence of APIP in the region has not been supported by the ideal number of HR auditors, inadequate budget, there is dualism in inspectorate position and the capability of APIP is still not reaching level 3. From the analysis, it was submitted a recommendation to open access monitoring reporting to higher level of government, in the form of ad hoc team for charging and dismissing inspectors and auditor so that it is not directly in the control of the regional head and the need to increase the capability of APIP"
2018
T51661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, R. Kemala
"Skripsi ini membahas mengenai pola pengusahaan panas bumi berdasarkan peraturan perundangan sebelum tahun 2003, UU No. 27 Tahun 2003 dan UU No. 21 Tahun 2014. Analisis dalam skripsi ini berfokus pada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pemanfaatan tidak langsung panas bumi menurut kedua undang-undang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desentralisasi urusan di bidang panas bumi menjadi salah satu penghambat optimalisasi pemanfaatan panas bumi sebagai sumber energi listrik. Oleh sebab itu, pengaturan bahwa pengelolaan panas bumi kembali dilakukan oleh pemerintah pusat berdasarkan UU No. 21 Tahun 2014 adalah suatu langkah yang tepat.

This thesis discussing about geothermal resources management under the regulation before 2003, under the Law Number 27 of 2003 and the Law Number 21 of 2014. The focus of the analysis is the division of authority between the central government and local governments related to the utilization of geothermal in indirect use. The result of this analyisis shows that the decentralization of geothermal resources management to the local goverments has become one of the obstacles of its optimalization. Therefore, it will be better if the central government hold the authorithy of geothermal management, as already regulated by the Law Number 21 of 2014."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S64855
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusna Melianti
"ABSTRAK
Penetapan UU No. 22 tahun 1999 pada tanggal 4 Mei 1999 dan resminya baru
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001, yang memberi kewenangan amat besar
kepada daerah. Undang-Undang ini juga memberikan perubahan mendasar mengenai
prinsip-prinsip otonomi daerah, sebab UU No. 22 tahun 1999 adalah merupakan,
otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab dengan menekankan pada prinsip
pnnsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan serta memperhatikan
potensi dan keanekaragamanan daerah, dengan tujuan untuk pemberdayaan dan
partisipasi rakyat. Pemberian kewenangan otonomi seluas mungkin kepada daerah
kabupaten/kota karena pelaksanaannya lebih dekat dengan rakyat, sedangkan kedudukan
Kepala Daerah semata-mata hanya sebagai alat daerah dan bertanggung jawab kepada
DPRD, demikian juga dalam UU No. 22 tahun 1999 adanya pemisahan yang tegas
antara DPR dan eksekutif, agar fungsi kontrol DPR dapat berjalan dengan baik.
TAPINo.TVIMPRI2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan
Otonomi Daerah, selain itu Sidang Tahunan MPR tahun 2000 path tanggal 18 Agustus
2000 telah menetapkan perubahanlmenambah Pasal 18 TJIJD 1945, sehingga menjadi
Pasal 18 baru, Pasal 1 8A clan Pasal I 8B. Selain itu U1.J No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah juga bersamaan diberlakukan dengan UU No.
22 tahun 1999. Kesiapan untuk meimplementasikan kedua Undang-Undang ini harus
mampu memperhatikan hak-hak masyarakat di daerah, agar dapat mencapai hasil yang
maksimal. Khusus bagi Pemerintahan Propinsi DKI Jakarta yang menjadi fokus dalam
penelitian penulisan tesis ini, kesiapan upaya yang dilakukan adalah; Melakukan
penelitian dan pengkaijian terhadap beberpa kemungkinan penggalian sumber
pendapatan daerah yang baru, karena propinsi DKI Jakarta hanya mengandalkan potensi
jasa dan perdagangan, juga adanya penataan kelembagaan antara lain jumlah Biro,
Dinas, Lembaga Teknis yang selama ini ditangani oleh instansi vertikal. Penataan atau
pengalihan personil sampai Desember 2000 telah berhasil diproses 2.301 pegawai dan
eks 6 kanwil, path tahun 2001, 47.285 pegawai dan 9 kanwil hal ini merupakan suatu
kendala/hambatan karena merupakan beban yang cukup berat bagi APBI) propinsi DKI
Jakarta. Sedangkan faktor-faktor pendukung kesiapan implementasi dan Undang
Undang ini adalah tidak terlepas dan menusia yang harus baik, keuangan yang cukup,
peratatan, organisasi dan manajemen yang balk serta peningkatan kesadaran dan
partisipasi aktif masyarakat.
"
2001
T4380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Australia: Information , 1983
R 352.094 NAT
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Eldi Rahmadan
"Salah satu usaha pemerintah sebuah negara untuk memperbaiki tingkat kesehatan penduduknya adalah melalui pengalokasian belanja dalam fungsi kesehatan. Hasil dari studi terdahulu mengenai pengaruh dari belanja kesehatan pemerintah terhadap indikator kesehatan yang berbeda-beda menimbulkan dugaan adanya keterlibatan dari korupsi. Penelitian ini menguji hipotesis mengenai signifikansi pengaruh belanja kesehatan pemerintah serta tingkat korupsi terhadap angka morbiditas sebagai representasi indikator kesehatan di Indonesia. Studi ini menggunakan metode regresi panel berdasarkan data tingkat kabupaten/kota di Indonesia tahun 2008 dan 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja kesehatan pemerintah secara signifikan mempengaruhi angka morbiditas, sementara tingkat korupsi belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap angka morbiditas.

One of the efforts made by the government to increase a country’s health indicators is by the allocation of health function expenditure. Different arguments from previous studies regarding the relationship between government health expenditure and health indicators results in a presumption of the involvement of corruption. This research tries to analyze the impact of government health expenditure and the level of corruption on morbidity rate as a representation of health indicator in Indonesia. Using panel regression method based on the district/municipality level data from 2008 and 2010, this research shows that there is a significant impact of government health expenditure on morbidity rate. On the other side, the level of corruption doesn’t show a significant impact on morbidity rate.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S55393
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sad Dian Utomo
"Selama 40 tahun terakhir, kecamatan mengalami perubahan seiring perubahan kebijakan mengenai pemerintahan daerah. Perubahan kebijakan makro ini memerlukan penyesuaian pada tingkat organisasi dan operasional. Namun belum direspon baik oleh Pemerintah Pusat, dan gamang dalam memosisikan kecamatan, dengan tidak jelasnya bentuk organisasi kecamatan, camat diberi tugas urusan pemerintahan umum yang merupakan kewenangan kepala wilayah, dan tidak ada pedoman pengukuran kinerja kecamatan. Timbul masalah konseptual, yaitu bagaimana memosisikan kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, apakah bagian unit kewilayahan yang diperluas perannya melalui desentralisasi dalam kota (Norton, 1994); unit yang menjalankan fungsi tertentu dalam rangka dekonsentrasi (Leemans, 1970); ataukah dipandang tidak relevan lagi dalam pengelolaan kota terpadu (Smith, 1985)? Hal ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, yaitu: bagaimana dinamika kelembagaan kecamatan, mengapa itu terjadi, dan bagaimana kelembagaan kecamatan diposisikan. Penelitian ini menggunakan teori desentralisasi, pemerintahan daerah, pemerintahan wilayah, dan kelembagaan sebagai panduan. Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktifis dengan teknik kualitatif melalui studi kasus di Kecamatan Cikulur, Tulakan, Jatiuwung dan Bubutan. Hasil penelitian memperlihatkan dinamika kelembagaan kecamatan lebih banyak disebabkan faktor eksogen daripada endogen. Selanjutnya, dilakukan reposisi kelembagaan kecamatan dalam tiga model, yaitu model kelembagaan kecamatan kawasan perkotaan, perdesaan dan hybrid.

Local government has changed sub-district status over 40 years. This macro policy alters operations and organization. The Central Government must improve, and placing the sub-district is giddy. The sub-district head manages regional government and does not assess performance. Then a conceptual problem arises: how to position the sub-district in local government administration—as part of a local government unit whose role is expanded through decentralization within cities (Norton, 1994), as a unit that performs specific functions in deconcentration (Leemans, 1970), or as a unit no longer relevant in integrated city management (Smith, 1985). This is formulated in research questions, namely: how are the dynamics of sub-district institutions in the administration of local government, why does it happen, and how are sub-district institutions positioned? Rebuilding sub-district institutions needs knowing their dynamics and causes. Decentralization, local self-governance, local state government, institutional theory, and institutional dynamics drive this research. Four sub-districts—Cikulur, Tulakan, Jatiuwung, and Bubutan—are studied using constructivist case studies. The research found that exogenous factors caused the sub-district institutional dynamics more than endogenous ones. Three models—urban, rural, and hybrid—reposition sub-district institutions."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susiati B. Hirawan
"The changes in sectors and linkages in Indonesian economy have been changing thus affecting the structure. This study aims to evaluate the changes in the nation's economic structure by focusing on the development of intra/inter sectors and intra/inter regions linkage using interregional Input-Output (IRIO) model in 1995 and 2000 data. The model analyzes the changes by applying the concept of technical coefficient stability, testing changes on the coefficients, and exploring the basic IRIO model. The study found that there has been a significant decrease of relative relationship between sectors and regions in Indonesian economy albeit of seemingly insignificant. Further, the analysis in intro and inter regions showed that an increase in intra regions relationship has not been significant meanwhile the decrease of inter regions relationship has been significant. The studies also revealed that industry was a high potential sector in national development priorities not only because of its high multiplier but also its role in strengthening and increasing the interactions of intra/inter sectors and intra/inter regions. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
JEPI-8-1-Jul2007-35
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Febrian Jufril
"Penelitian ini membahas mengenai Inspektorat Pengawasan dan Pemeriksaan Khusus Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam melaksanakan Investigasi pemeriksaan khusus, penegakan kode etik dan disiplin pegawai di lingkungan BNN dalam rangka Good Governance. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Inspektorat Pengawasan dan Pemeriksaan Khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta menganalisis bagaimana upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi. Penelitian ini menggunakan teori Good governance dan konsep Sistem Pengendalian Internal (SPIP). Metode penelitian yang digunakan adalah melalui pendekatan kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa Inpektorat Pengawasan dan Pemeriksaan Khusus melalui tugas dan fungsinya berperan dalam mengatasi tiga dari sembilan kendala dalam mewujudkan good governance yaitu pelanggaran kode etik dan disiplin, pengalahgunaan wewenang, dan praktik Kolusi Korupsi dan Nepotisme yang diimplementasikan melalui pelaksanaan Audit Investigasi/Pemeriksaan Khusus, Audit Dengan Tujuan Tertentu (ADTT) serta Penegakan Kode Etik dan Disiplin. Disamping itu ditemukan pula kendala-kendala yang harus segera diatasi Inspektorat Pengawasan dan Pemeriksaan Khusus yaitu belum memiliki Standard Operational Procedure (SOP), dukungan pegawai masih sedikit dan belum memiliki kompetensi yang memadai, belum mengusulkan Daftar Susunan Pegawai, dan belum mengajukan rencana kebutuhan anggaran, rencana program kegiatan, serta belum dirumuskannya Indikator Kinerja Utama.

This study discusses about the Inspectorate of Special Supervision and Inspection of the National Narcotics Agency (BNN) in carrying out special investigation, code of ethics enforcement and discipline of BNN employees in the context of Good Governance. This study aims to analyze the Inspectorate of Special Supervision and Examination in carrying out its duties and analyzing how efforts to overcome the obstacles faced. This study uses the Good Governance and SPIP theory. The research method used a qualitative approach. The conclusion of this study is the Inpectorate of Special Supervision and Inspection through its duties plays a role in overcoming three of the nine obstacles in realizing good governance, namely violations of the code of ethics and discipline, abuse of authority, and practices of Collusion, Corruption and Nepotism. Besides that, there are also obstacles that must be addressed immediately by the Inspectorate of Special Supervision and Examination, which does not yet have a Standard Operational Procedure (SOP), employee support is still small and does not have adequate competence, has not proposed a List of Employee Arrangements, and has not yet proposed a budget plan. planned program activities, as well the formulation of the Main Performance Indicators."
Jakarta: Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>