Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148314 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gianina Hakita Hatirangga
"ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang perkembangan sistem pemidanaan anak di Indonesia yang ditandai dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Dalam UU SPPA terdapat suatu sistem yang bernama double track system. Konsep Double Track System adalah mengenai sanksi pidana dan sanksi tindakan yang dapat dikenakan sekaligus. Dalam praktik penjatuhan sanksi pidana dan sanksi tindakan sekaligus, sanksi tindakan yang dijatuhkan cenderung tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum. Pengenaan sanksi tersebut juga seringkali tanpa pertimbangan yang jelas dari hakim. Hal ini karena berbagai faktor seperti program pelatihan kerja yang baik bagi anak, kurangnya fasilitas pemidanaan anak, dan juga kecenderungan penegak hukum untuk hanya berpegang pada hukuman yang diancamkan di pasal tindak pidana terkait. Oleh karena itu, dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana perlu ditinjau lagi mengenai sanksi tindakan untuk anak supaya sesuai dengan fasilitas yang ada, dan para praktisi hukum diharapkan memberikan sanksi sesuai dengan tujuan pemidanaan anak.


ABSTRACT

 


This thesis discusses the development of the juvenile sentencing system in Indonesia. marked by the existence of Law No. 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System, including systems named double track system. The double track system is about enforcing criminal sanctions and treatment that can be imposed at once. In the act of making decision to punish with criminal sanctions and treatment at the same time, the treatment imposed is not in accordance with criminal acts carried out by children in conflict with the law. The tratment choice was also decided without clear consideration from the judge. This is because various factors such as work training programs that are good for children, lack of juvenile sentencing facilities, and also law enforcers tend to only stick to the penalties in the related criminal acts in the law. Therefore, in the Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana, it is necessary to review more about the punishment of actions for children in accordance with existing facilities, and law enfoncers are expected to give decision in accordance with the objectives of juvenile sentencing system.

 

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnianti
Jakarta: UNICEF, 2003
364.38 PUR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Myrna A. Safitri
Jakarta: Epistema Institute, 2011
346.046 UNT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Tirtana
"Tujuan pemidanaan terhadap anak harus disesuaikan dengan keperluan dan kebutuhan anak tersebut demi masa depannya karena anak memiliki ciri-ciri khusus yang melekat pada dirinya yang tidak dapat disamakan dengan pelaku dewasa. Perkembangan mutakhir dalam hukum pidana khususnya yang berkaitan dengan persoalan pidana yang menjadi trend atau kecenderungan internasional adalah berkembangnya konsep untuk mencari alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan dalam bentuknya sebagai sanksi pidana alternatif, khususnya bagi terpidana anak. Hal ini bertolak dari suatu kenyataan bahwa dalam perkembangannya pidana perampasan kemerdekaan semakin tidak disukai baik atas pertimbangan kemanusiaan, pertimbangan filosofi pemidanaan maupun atas pertimbangan ekonomi. Community service order (CSO) atau pidana pelayanan masyarakat merupakan salah satu dari pidana alternatif perampasan kemerdekaan atau penjara bagi anak yang bersifat non-institusional (di luar lembaga) yang direkomendasikan oleh instrumen internasional yaitu United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (Beijing Rules). Pidana pelayanan masyarakat telah dimasukkan dalam konsep pembaharuan hukum pidana anak Indonesia yaitu dalam Konsep atau Rancangan KUHP (RKUHP) dan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (RUU SPP Anak). Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan penelitian lapangan dalam bentuk wawancara dengan informan. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pidana pelayanan masyarakat sangat menunjang tujuan pemidanaan dan pembinaan bagi terpidana anak, baik dilihat dari tujuan pemidanaan secara umum maupun tujuan pemidanaan yang bersifat integratif. Relevansi antara pidana pelayanan masyarakat dengan pembaharuan sistem pemidanaan anak di Indonesia dapat diartikan bahwa pidana pelayanan masyarakat perlu dipahami dalam konteks kebijakan kriminal, dengan demikian pidana pelayanan masyarakat dapat memerankan fungsinya sebagai salah satu kontrol sosial dalam menunjang kebijakan penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh anak di Indonesia. Konsep pengaturan pidana pelayanan masyarakat yang ada dalam Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (RUU SPP Anak) masih perlu disempurnakan lagi karena masih bersifat sangat umum. Pidana pelayanan masyarakat memberikan prospek dan harapan besar untuk dapat diterapkan dalam peradilan pidana anak di Indonesia, mengingat pelbagai keuntungan yang didapat dari pidana pelayanan masyarakat tersebut.

Criminal sentencing of a juvenile offender should be adjusted to the special need and requirement of a juvenile or a minor, because despite being an offender, s/he is still a child, hopefully with a future and hence s/he has a special characteristic that is inherent to him/her that is not found in an adult offender. The recent development in criminal law reveals a growing international trend to seek an alternative to replace the more common method of incarceration, specifically in cases involving juvenile offender. This conviction stemmed from the notion that the concept of imprisonment is getting less popular, whether it is viewed from humane consideration, sentencing philosophy or economic consideration. Community service order (CSO) is one of the alternatives to incarceration to a juvenile offender that is non-institutionalized and it is recommended in an international instrument the United Nation Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice (Beijing Rules). The concept of community service sentencing for juvenile offender has been entered into the draft reform of the Indonesian Criminal Code (RKUHP) and the draft for the Law for Juvenile Criminal Procedure System (RUU SPP Anak). This study is a judicial normative research supported by a field research in the form of interviews with competent respondents. From the result of the study, the author concludes that community service is highly supportive to the objectives of sentencing and education of a juvenile offender both from the perspective of sentencing in general or sentencing objectives that are integrative in nature. The relevance between community service sentencing and the juvenile criminal system reform may be interpreted that community service sentencing is perceived within the context of a policy on managing criminal offenders; therefore, community service sentencing may play its intended role as a social-control instrument to support the policy of managing criminal acts committed by juveniles in Indonesia. The existing draft on community service sentencing as contained in the draft for the Law for Juvenile Criminal Procedure System (RUU SPP Anak) still needs to be improved since it is still too broad in nature. Community service sentencing has the prospect and possibility to be applied in Indonesia?s juvenile criminal court, considering the huge benefits that may be reaped from such application."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29213
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sjohirin
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19208
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anas Anwar Nasirin
"Tesis ini mengkaji Konflik ajengan dalam menyikapi Gerakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII) di Priangan Timur tahun 1949-1962. Ajengan sebagai tokoh yang memiliki pemahaman dan pengamalan mumpuni tentang agama Islam mencipta pengaruh yang kuat di masyarakat Priangan Timur. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan konflik yang dihadapi ajengan selama berlangsung hingga berakhirnya Gerakan DI/TII Kartosoewirjo di Priangan Timur. Kajian ini menggunakan metode penelitian sejarah dan pendekatan teori kewibawaan tradisional untuk menjelaskan pengaruh kewibawaan ajengan selama berlangsungnya gerakan DI/TII di Priangan Timur. Kewibawaan ajengan dan konflik yang dihadapinya selama berlangsung Gerakan DI/TII di Priangan Timur disebabkan oleh tiga faktor: Pertama, kewibawaan ajengan diikat oleh aspek ‘keberkahan’ sehingga seorang santri atau masyarakat jika ingin mendapat keberkahan harus hormat (takzim) kepada ajengan. Kewibawaan ajengan melebihi batas dalam kehidupan duniawi, tetapi menyangkut aspek ibadah, suatu perbuatan yang membuahkan keselamatan di dunia dan di akhirat; Kedua, ajengan pihak yang dibutuhkan oleh DI/TII sebagai penasehat dan penegak syariah Islam; Ketiga, ajengan menghadapi dilema dan ancaman dari kedua kelompok, yaitu DI/TII dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) jika diketahui memihak salah satu kelompok. Gerakan DI/TII telah menyebabkan konflik atas sikap ajengan yang bergabung dengan DI/TII, mendukung TNI, dan ajengan yang tidak menentukan sikap baik terhadap DI/TII maupun TNI. Gerakan DI/TII berakhir setelah ditetapkan Keputusan Mahader Djawa dan Madura Nomor KPTS-X/III/8/1962 Tanggal 15 Agustus 1962 tentang vonis hukuman mati terhadap Panglima Tertinggi DI/TII Krtosoewirjo. Gerakan itu telah menimbulkan dampak terhadap sosial ekonomi masyarakat di Priangan Timur (1949-1962).

This thesis examines the conflict in responding to the Darul Islam Movement (DI) and the Indonesian Islamic Army (TII) in East Priangan in 1949-1962. Ajengan as a figure who has a qualified understanding and practice of Islam creates a strong influence in the people of East Priangan. The purpose of this study is to explain the conflicts faced by the participants during the period until the end of the DI/TII Kartosoewirjo Movement in East Priangan. This study uses historical research methods and traditional authority theory approaches to explain the influence of authority during the DI/TII movement in East Priangan. The authority of the ajengan and the conflicts it faced during the DI/TII Movement in East Priangan were caused by three factors: First, the authority of the ajengan was tied by the aspect of 'blessing' so that a student or the community if he wanted to receive blessings must respect (takzim) to the ajengan. The authority of the world exceeds the limit in worldly life, but it concerns the aspect of worship, an act that brings salvation in this world and in the hereafter; Second, the support of parties needed by DI/TII as advisors and enforcers of Islamic sharia; Third, they face dilemmas and threats from both groups, namely DI/TII and the Indonesian National Army (TNI) if they are known to take sides with one of the groups. The DI/TII movement has caused conflicts over the attitude of the people who joined the DI/TII, supported the TNI, and the people who did not determine the attitude of both the DI/TII and the TNI. The DI/TII movement ended after the Mahader Decree of Java and Madura Number KPTS-X/III/8/1962 dated August 15, 1962 concerning the death sentence against the Supreme Commander of DI/TII Krtosoewirjo. The movement had an impact on the socio-economy of the people in East Priangan (1949-1962)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Prayogo
"ABSTRAK
Conflicts between corporations and local communities in mining industries become phenomenal after political reformation took place in 1998. Based on an analytical framework, which are developed from previous field research, the pattern of corporate-local community conflicts can be formulated into three different dimensions, those are dynamics of conflict, causes of conflict and state's roles. The dynamic dimension consist of seven variables: escalation and form of conflict, fluctuation of conflict, intensity of conflict, the roles of actors and institution and local characters. in the dynamics of conflict, the magnitude of conflicts is set by the intensity of conflicts, that is the conflicts violence. the causes of conflict dimension consist of political changes, inequality, domination, exploitation, empowerment and economic distress, and demographical variables; with inequality as the most important variables; the role of state extends within the dynamics and causes dimensions, that is how the role of state (i.e. the government) in the causes and the dynamics of conflict. deductively, based on the above mentioned analytical framework, the purpose of this study is to analyze the corporate-local communities conflicts that taking place in the geothermal industry in pangalengan, West Java. The method of data collection is qualitative with in-depth interviewing as the primary instrument used in the study. The findings show that the problem lies within the three sectors mentioned above (corporate, local communities and the government) with different substance and weight for each sector. However, the improvement should begin from the government or state sector."
Depok: LabSosio, Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
301 MAS 13:2 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djedje Wachyudin
"ABSTRAK
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, disamping merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa juga didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Keinginan luhur tersebut ingin dicapai dengan membentuk pemerintah negara Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Dengan demikian keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan itu, bukan hanya sekedar cita-cita untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas tetapi "berkehidupan yang bebas dalam keteraturan" atau kehidupan yang bebas dalam suasana tertib hukum.
Hal tersebut di atas dapat berarti bahwa kemerdekaan seperti yang terungkap dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan juga usaha-usaha pembaharuan hukum di Indonesia.
Amanat untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum itu akan lebih konkrit bila kita menelaah ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945, antara lain membebankan bangsa Indonesia untuk melakukan pembaharuan terhadap peraturan-peraturan bekas pemerintahan jajahan (Hindia Belanda dan Bala Tentara Jepang), yang terpaksa masih diberlakukan pada periode transisi hukum.
1) Garis kebijaksanaan umum pembaharuan hukum tersebut secara operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan M.P.R. RI. Nomor II/MPR/1988), khususnya mengenai Wawasan Nusantara (Bab II huruf E) dalam Pola Pembangunan Nasional dan Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah dan kebijaksanaan Pembangunan Umum (Bab IV huruf D) pada butir bidang hukum.
2)
Di Dalam Pola Pembangunan Nasional, khususnya mengenai Wawasan Nusantara ditegaskan antara lain bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu Kesatuan Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.
Dalam Pola Umum Pelita Kelima, khususnya mengenai arah Kebijaksanaan Pembangunan Bidang Hukum, ditegaskan :
a. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, diarahkan untuk meningkatkan kesadaran hukum, menjamin penegakkan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional.
b. Pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberi dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata, serta menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat. Disamping itu, hukum benar-benar harus menjadi pengayom masyarakat, memberi rasa aman dan tertib, menciptakan lingkungan dan iklim yang mendorong kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
c. Dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kodifikasi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang-undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan diberbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan, serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam masyarakat.
d. Dalam rangka meningkatkan penegakkan hukum perlu terus dimantapkan kedudukan dan peranan badan-badan penegak hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya masing-masing, serta terus ditingkatkan kemampuan dan kewibawaannya dan dibina sikap, perilaku dan keteladanan Para penegak hukum sebagai pengayom masyarakat yang jujur, bersih, tegas dan adil.
e. ????? dan seterusnya.
Garis kebijaksanaan umum yang kemudian secara lebih operasional dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara itulah yang menjadi landasan dan tujuan dari setiap usaha pembaharuan hukum, termasuk pembaharuan hukum pidana dan kebijaksanaan penanggulangan kejahatan di Indonesia.
Perlu disadari bahwa pembangunan hukum pidana, pada dasarnya tidak hanya terbatas pada pembangunan yang bersifat struktural yakni pembangunan lembaga-lembaga hukum yang bergerak di dalam suatu mekanisme, akan tetapi mencakup pula pembangunan substansial yang berupa produk-produk hukum dalam bentuk peraturan-peraturan hukum pidana dan keputusan-keputusan pengadilan, dan yang bersifat kultural, yakni sikap-sikap dan nilai-nilai baik di kalangan aparat penegak hukum maupun di masyarakat yang dikehendaki oleh suatu sistem hukum pidana. 1)
Mengingat judul yang penulis ungkapkan dalam tesis ini adalah "Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak di Masa Datang? maka yang menjadi permasalahan di sini yakni bagaimana?"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damayanti Athiah Wardana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembinaan anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual di dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Tangerang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Lembaga yang melakukan pembinaan bagi anak yang terpidana melakukan tindak pidana kekerasan seksual ialah Lembaga Pembinaan Khusus Anak dan dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Pembinaan anak di LPKA Kelas I Tangerang tidak sepenuhnya dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Serang dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan kebijakan internal LPKA Kelas I Tangerang. Pembinaan bagi anak yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual juga tidak dibedakan dari anak yang melakukan tindak pidana lain, dan pembinaan khusus hanya akan diadakan ketika muncul hal yang sifatnya darurat.

This study aims to determine the rehabilitation development of juvenile sex offenders in the Youth Correctional Center (LPKA) Tangerang. The results showed that the criminal prosecution of juvenile sex offenders should be referred to the Law No. 11 Year 2012 on Children Criminal Justice System. Institutions which are providing supervision for children who are convicted of a criminal act of sexual violence is the Agency is assisted by the Special Child and Community Advisors.
Rehabilitation development of children in LPKA Tangerang is not fully accompanied along by Social Counsellor (Pembimbing Kemasyarakatan) from The Central Penitentiary (Bapas) Serang due to limitation of human resources and internal policies of LPKA Tangerang. Guidance for juvenile sex offenders inside LPKA Tangerang is no different from children who commit other crimes, and special guidance will only be held when it appeared the nature of the issue a child has is an emergency.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Hamzah
Jakarta: Akademika Pressindo, 1983
345.598 HAM s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>