Ditemukan 129165 dokumen yang sesuai dengan query
Ifa Maulia Shabira
"
Skripsi ini membahas tentang bagaimana pengaturanhukum positif terhadap eutanasia di Indonesia. Indonesia sampai saat ini belum memiliki pengaturan khusus dan instrumen hukum mengenai eutanasia, tetapi karena eutanasia berhubungan dengan nyawa maka dianggap perlu dicari pasal yang cocok dan Pasal 344 KUHP dinilai memiliki unsur-unsur yang sesuai. Dalam kenyataannya, dari awal KUHP dibuat sampai saat ini belum ada kasus terkait Pasal 344 KUHP di muka pengadilan, tetapi saat ini justru terdapat beberapa permohonan ke pengadilan atas eutanasia dan supaya Pasal 344 KUHP diperbolehkan terhadap dirinya. Dalam perumusan Pasal 344 KUHP dinilai terdapat kekurangan, yaitu unsur ‘atas permintaan sendiri dengan sungguh-sungguh’ karena sulit untuk dibuktikan mengingat korban yang meminta sudah meninggal dunia. dengan demikian, dalam rangka ius constituendumhukum pidana, rumusan Pasal 344 KUHP tersebut perlu dirumuskan kembali.
This thesis discusses about the regulation of euthanasia under Indonesia’s criminal law. Indonesia does not have any specific regulation about euthanasia, but since euthanasia is related to someone’s life, therefore, a suitable article is need to be sought and Article 344 of the Criminal Code is the closest one to the definition of euthanasia. Until now, Article 344 of the Criminal Code has never been used in court, but is currently being petitioned by some cases in civil court to legalize the action of euthanasia. The element ‘at the earnest request of the victim's heart’ within Article 344 of the Criminal code assessed to be difficult to prove because the victim who have initiated the murder have passed away. Thus, within the framework of ius constituendum, article 344 of the Criminal Code needs to be reformulated.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizka Adilla
"Anak merupakan amanah dari Allah SWT bagi setiap orang tua, disamping itu anak juga merupakan generasi penerus bangsa. Hal tersebut menjadikan anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan atas hak-haknya. Hak nafkah anak merupakan salah satu hak anak yang berpengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Namun dewasa ini masih ditemukan permasalahan terkait penegakan hukum dan kepastian hukum hak nafkah anak setelah perceraian. Hal ini mengakibatkan banyaknya jumlah anak terlantar khususnya secara ekonomi di Indonesia. Berangkat dari permasalahan tersebut, penelitian ini hendak menjawab, bagaimana hukum positif di Indonesia mengatur dan menjamin terpenuhinya hak nafkah anak dalam hal terjadinya perceraian beserta konsekuensi hukum apabila hak nafkah anak yang telah diputus oleh pengadilan tidak dipenuhi dan upaya hukum yang dapat diambil. Kemudian, analisis terkait implementasi aturan hukum dan pertimbangan hakim dalam memutus nafkah anak, dalam Putusan Nomor 263/Pdt.G/2020/PA.Bkt. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan sumber bahan pustaka atau data sekunder. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari segi instrumen hukum, Indonesia sudah menaruh perhatian khusus terkait jaminan hak nafkah anak dalam hal terjadinya perceraian. Namun masih banyak faktor yang menghambat terpenuhinya hak tersebut, baik dari sisi orang tua, pengadilan, dan pemerintah. Penting sekiranya dibentuk suatu lembaga yang bertanggungjawab secara khusus untuk menjamin bahwa setelah terjadi perceraian, anak dapat menerima hak nafkah sebagaimana mestinya. Pengadilan juga hendaknya melakukan pengawasan terkait pelaksanaan isi putusan oleh para pihak. Kesigapan ibu dalam mengambil tindakan bilamana ayah tidak menunaikan kewajibannya membayarkan nafkah, juga penting demi kesuksesan pemenuhan hak nafkah anak.
Children are a mandate from Allah SWT for every parent. Moreover, children are also the nation's next generation. This makes children entitled to get protection and guarantees for their rights. The livelihood right is one of the rights of children that have a significant effect on children's growth and development. However, currently there are still problems related to the law enforcement and legal certainty of child support rights after divorce. This has resulted in a large number of neglected children, especially in the term of economic in Indonesia. Based on these problems, this study intends to answer, how the positive law in Indonesia regulates and guarantees the fulfillment of child support rights in the event of divorce, along with the legal consequences will be when the right to support the child which has been decided by the court is not fulfilled and the legal effort that can be taken. There is also an analyzes about the implementation of legal rules and judges' considerations in deciding children's livelihoods, contained in Court’s Judgment Number 263 / Pdt.G / 2020 / PA.Bkt. The research method used is juridical normative, using library sources or secondary data. From the result of this research, it is found that in terms of legal instruments, Indonesia has paid special attention to the guarantee of child support rights in the event of divorce. However, there are still many factors that hinder the fulfillment of this right, both in terms of parents, court, and government. It is important if an institution is specifically responsible for ensuring that after a divorce occurs, children can receive the right to support them properly. The court should also supervise implementations of the decisions by the parties. The readiness of the mother in taking action when the father does not fulfill his obligation to pay for the living is also important for the success of fulfilling the right to support the child."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pardede, Sonora Gokma
"Pemulihan aset adalah serangkaian proses penelusuran aset, pengamanan aset, pengelolaan aset, perampasan aset, dan pengembalian aset kepada korban atau negara yang berhak. Pengaturan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia belum sinergis sehingga menghasilkan peraturan yang tidak harmonis dan tumpang tindih. Proses pemulihan aset dilaksanakan oleh beberapa instansi sehingga menimbulkan ego sektoral dan koordinasi yang lama. Hal ini mengakibatkan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia sebagai upaya untuk mengembalikan kerugian dari tindak pidana menjadi tidak optimal. Penelitian ini bertujuan untuk merekomendasikan strategi pemulihan aset tindak pidana di Indonesia agar menghasilkan pemulihan aset yang efisien. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan analisis peraturan perundang-undangan, analisis perbandingan, analisis konsep, dan analisis kasus. Hasil penelitian menemukan bahwa ketidakharmonisan dalam pengaturan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia merupakan kelemahan dalam hukum pidana di Indonesia. Mekanisme pemulihan aset tindak pidana di Amerika Serikat, Inggris, dan Italia yang dinilai efisien dapat diterapkan di Indonesia. Berdasarkan perspektif economic analysis of law (EAL) dengan metode cost benefit analysis (CBA) maka strategi pengaturan pemulihan aset tindak pidana di Indonesia seharusnya bersinergis agar dapat tercapai kesejahteraan sosial dengan standar maksimum melalui RUU KUHAP. Kejaksaan layak menjadi koordinator pemulihan aset tindak pidana di Indonesia karena Kejaksaan merupakan penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan penyidikan, penuntutan, pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan pemulihan aset untuk semua tindak pidana di bidang ekonomi.
General process of asset recovery consists of asset tracing, asset securing, asset management, asset forfeiture, and asset returns to victims or countries that are entitled to them. Regulations of asset recovery on criminal acts in Indonesia are not yet synergistic, resulting in disharmony and overlapped regulations. The asset recovery process was carried out by several agencies, giving rise to sectoral egos and long coordination. It has resulted in the asset recovery of criminal acts in Indonesia as an effort to return losses from criminal act is not optimal. This research aims to recommend asset recovery strategy on criminal acts in Indonesia to produce efficient asset recovery. The research method used is normative juridical by using law analysis, comparative analysis, concept analysis, and case analysis. The results of this study found that disharmony in the regulation of asset recovery on criminal acts in Indonesia is a weakness on criminal law in Indonesia. The mechanisms of asset recovery on criminal acts in the United States, United Kingdom, and Italy that are considered efficient can be implemented in Indonesia. Based on the perspective of economic analysis of law (EAL) and the cost-benefit analysis (CBA) method, the strategy for regulating the recovery of criminal assets in Indonesia should synergize so that maximum social welfare can be achieved through the amendment of KUHAP. The Attorney General's Office of Indonesia deserves to be the coordinator in asset recovery on criminal acts in Indonesia because this institution is a law enforcement agency that has the authority to carry out investigations, prosecutions, execution court decisions that have permanent legal force, and asset recovery for all types of economic crimes."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rompas, Kevin Bryan Simon
"Penelitian ini membedah tentang sewa pacar, dengan memulai dari sejarah dan perkembangan konsep dari pacaran sebagai objek yang disewakan dalam sewa pacar, lalu melanjutkan pada praktik sewa pacar itu sendiri dengan menggunakan ilmu kriminologi sebagai pisau bedahnya, kemudian melihat hasil dari pembedahan tersebut dengan menggunakan lensa politik hukum pidana dan lensa hukum pidana, juga menyarankan metode yang tepat untuk menanggulangi sewa pacar. Penelitian ini menggunakan gabungan dari metode penelitian non-doktrinal dan metode penelitian doktrinal. Sewa pacar dalam pembedahan secara kriminologis menghasilkan bahwa sewa pacar adalah kriminogen atau sesuatu yang menciptakan adanya tindak-tindak pidana dan menempatkan pemberi jasa sewa pacar sebagai pihak yang rentan terhadap kejahatan. Dalam pandangan lensa politik hukum pidana, sewa pacar telah bertentangan dengan tujuan dari politik hukum pidana yang selaras dengan tujuan dari keseluruhan politik kriminal Indonesia. Keseluruhan politik kriminal Indonesia atau disebut juga social defence planning merupakan bagian yang terintegrasi dengan politik sosial negara Indonesia. Politik sosial negara Indonesia diatur dalam Rencana Pembangunan Nasional (UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional), sehingga tujuan dari politik kriminal ini juga selaras dengan tujuan pembangunan nasional yang memperhatikan semua bidang kehidupan bangsa Indonesia. Sewa pacar menjadi bertentangan dengan politik hukum pidana karena keberadaan dari sewa pacar mengancam bidang kehidupan bangsa Indonesia. Dalam pandangan lensa hukum pidana, sewa pacar secara kualifikasi bukan merupakan tindak pidana, oleh sebab tidak adanya delik yang secara khusus mengatur tentang sewa pacar. Akan tetapi secara konseptual, unsur-unsur yang terkandung dalam sewa pacar seperti: menawarkan, menyepakati dan memberikan jasa seksual, itu ada diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama dan baru maupun peraturan perundang-undangan lain di luar KUHP, khususnya delik yang berhubungan dengan bidang kesusilaan masyarakat. Proses untuk menghubungkan antara sewa pacar dan tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dilakukan dengan menggunakan metode penemuan hukum, yaitu penafsiran hukum.
This research dissects the phenomenon of renting a boyfriend/girlfriend starting from the history and development of the concept of dating as an object that is being rented out in said phenomenon, then continuing to the practice of renting a boyfriend/girlfriend itself using criminology as a scalpel to further looking at the results through the lenses of criminal law and political criminal law while also suggest appropriate methods for dealing with boyfriend/girlfriend rent. This research uses a combination of doctrinal and non-doctrinal research methods. Renting a boyfriend/girlfriend analysed through criminological perspective resulting in it being a criminogen, something that concoct criminal acts and subjecting the perpetrator of renting a boyfriend/girlfriend as a party vulnerable to crime. From the perspective of political criminal law, renting a boyfriend/girlfriend is contrary to the objectives of criminal legal politics which are in line with the objectives of the entire Indonesian criminal politics. The entire Indonesian criminal politics or also known as “social defence planning” is an integrated part of the social politics of the Indonesian state. The social politics of the Indonesian state are regulated in the National Development Plan (Law Number 25 of 2004 concerning the National Development Planning System), so that the goals of criminal politics are also in line with national development goals which pay attention to all areas of the life of the Indonesian nation. Renting a girlfriend is in conflict with criminal law politics because the existence of renting a boyfriend/girlfriend threatens the areas of life of the Indonesian. From a criminal law perspective, renting a boyfriend/girlfriend is not a criminal offence because there are no offences specifically regulating renting a boyfriend/girlfriend. However, conceptually, the elements contained in renting a boyfriend/girlfriend, such as: offering, agreeing to and providing sexual services, are regulated by the old and new Criminal Code (KUHP) as well as other laws and regulations outside the Criminal Code, in particular offences related to the field of public morality. The process of connecting between renting a girlfriend and criminal acts in criminal law is carried out using the legal discovery method, namely legal interpretation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadya Dwinagusnita
"Pada tahun 2016 Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 dengan memperberat sanksi pelaku kekerasan seksual salah satunya adalah kebiri kimia. Kemudian, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2020 sebagai peraturan pelaksana. Salah satu Putusan yang memutus terkait kebiri kimia adalah Putusan Nomor 695/PID.SUS/2019/PT.SBY. Penerapan hukuman kebiri kimia hanya berfokus pada tujuannya sebagai efek jera tanpa memikirkan kondisi Terpidana yang akan dikebiri kimia, seperti keselamatan dan keamanannya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan penerapan hukuman tambahan kebiri kimia di Indonesia, penerapan pidana tambahan kebiri kimia dalam Putusan a quo ditinjau dari perspektif hukum kesehatan Indonesia dan Hak Asasi Manusia. Penerapan pidana tambahan kebiri kimia dalam putusan a quo, ditinjau dari perspektif hukum kesehatan ternyata tidak aman dilakukan terhadap Terpidana karena memberikan efek negatif terhadap tubuh dan psikologis Terpidana. Hukuman kebiri kimia ditinjau dari segi Hak Asasi Manusia melanggar hak atas kesehatan dan hak bebas dari penyiksaaan karena proses kebiri kimia yang dapat melumpuhkan fungsi organ dengan cara pemberian zat untuk menurunkan kadar hormon testosteron. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2020 sebagai peraturan pelaksanaan belum secara rinci menjelaskan tata cara pelaksanaan kebiri kimia. Maka dari itu perlu adanya sinkronisasi antara Hukum Pidana dan Hukum Kesehatan melalui peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam konteks kebiri kimia. Selain itu, perlu dilakukan screening atau pemeriksaan awal terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak oleh dokter untuk melihat penyebab dari tindakan tersebut.
In 2016 the Government issued Law no. 17 of 2016 by increasing sanctions for perpetrators of sexual violence, one of which is chemical castration—then issued Government Regulation No. 70 of 2020 as an implementing regulation. One of the decisions related to chemical castration is Appeal Decision Number 695/PID.SUS/2019/PT.SBY. The application of chemical castration punishment only focuses on the goal as a deterrent effect without the safety of the conditions of prisoners who will be chemically castrated, such as and their safety. The research was conducted using a normative juridical method to answer problems related to applying additional punishment of chemical castration in Indonesia and further punishment to chemical castration in a quo decision in terms of the perspective of Indonesian health law and human rights. The application of additional punishment for chemical castration in the a quo decision, viewed from the standpoint of health law, is not safe for prisoners because it harms the body and psychology of prisoners. Chemical castration punishment in terms of human rights violates the right to health and the right to be free from torture because the chemical castration process can disable organ function by offering substances to lower testosterone. Government Regulation No. 70 of 2020 has not detailed the procedures for implementing chemical castration as an implementing regulation. Therefore, there is a need for synchronization between Criminal Law and Health Law through legislation issued by the Government in the context of chemical castration. In addition, it is necessary to conduct an initial examination or examination of the perpetrators of sexual violence against children by a doctor to see the cause of the action."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Agung Dhedy Dwi Handes
"Tesis ini membahas tentang Peranan Kejaksaan dalam pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara dan pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama yang diatur dalam Pasal 30 ayat (3) huruf d dan e Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang merupakan lingkup tugas, wewenang serta fungsi Kejaksaan di bidang Intelijen Yustisial (law Intellegence) yang mengarah pada kegiatan Penyelidikan, Pengamanan dan Penggalangan untuk melakukan pencegahan tindak pidana, yang selanjutnya oleh Jaksa Agung dibentuk Tim Pakem (Pengawasan Kepercayaan Dalam Masyarakat) yang memiliki peran penting terhadap status penilaian apakah kepercayaan atau agama yang dianut seseorang dianggap sesat/menyimpang atau tidak. Ditemukan kendala-kendala yang dihadapi antara lain Tim Pakem tidak memiliki metode untuk menilai sebuah aliran kepercayaan maupun ajaran agama. Tim Pakem tidak memiliki Standard Operational Procedure (SOP) yang dapat dijadikan pedoman dalam mengambil suatu tindakan, dan kemampuan personil yang kurang professional, sehingga mengakibatkan gerak pengawasan kurang cepat dalam menghadapi ulah aliran kepercayaan menyimpang. Sementara itu kedudukan Undang-Undang No.1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dalam mengatasi masalah penodaan agama masih tetap dibutuhkan sebagai pengendali ketertiban umum dalam rangka kerukunan umat beragama. Undang-Undang No.1/PNPS/1965 semula adalah Penetapan Presiden yang dikeluarkan pada tahun 1965 dan kemudian pada tahun 1969 diangkat menjadi undang-undang dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1969. Sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang No.1/PNPS/1965 pada butir 3 dan 4, salah satu tujuan penerbitan UU itu adalah agar ketentraman beragama dapat dinikmati oleh segenap rakyat di seluruh wilayah Indonesia, dan untuk melindungi ketentraman beragama tersebut dari penodaan atau penghinaan. Dengan kata lain, UU ini diterbitkan dengan tujuan antara lain untuk memelihara kerukunan umat beragama, baik kerukunan internal umat beragama maupun antarumat beragama.
The thesis discusses the role of the District Attorney?s Office in supervising any beliefs which may be harmful for the society and the state and in preventing the misuse and/or the disgrace of a religion governed in Article 30 clause (3) letters d and e of the Law No. 16 of the year 2004 on the District Attorney?s Office of the Republic of Indonesia, which includes the scope of duty, authority, and functions of the District Attorney?s Office in law intelligence specializing in Investigation, Security, and Support to prevent criminal acts; in order to do those, further, the DA (District Attorney) has formed a team, namely Tim Pakem, which supervises any beliefs in society and has significant roles in evaluating whether a belief or a religion followed by someone is considered misleading/deviating or not. It is discovered that there have been some problems faced by Tim Pakem; for example, it does not have a method to evaluate a belief or a religion teaching. It does not have SOP (Standard Operational Procedure) which may become guidance to act, and its personnel are not yet professional, so the supervision movement is not fast enough to deal with any deviating belief. Meanwhile, the function of the Law No. 1/PNPS/1965 on the Misuse and/or the Disgrace of a Religion in overcoming the problems of the disgrace of a religion is still needed as the control of public order to have harmony among religious followers. The Law No. 1/PNPS/1965 was a President Decree issued in 1965, and then in 1969 it was enacted to become a law with the Law No. 5 of the year 1969. As referred to in the General Explanation of the Law No. 1/PNPS/1965 in points 3 and 4, one of the purposes to issue that law is to ensure that the harmony among religious followers can be enjoyed by all the people in Indonesia, and to protect that harmony from a disgrace or an insult. In other words, this law is issued in order to maintain the harmony among religious followers, either the harmony in the same religion followers or the harmony among different religion followers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28922
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Arya Putera Nugraha
"United State Patent and Trademark Office menerbitkan laporan yang mengkaji bahwa adanya praktik Trademark Bullying yang merupakan penggunaan serta penegakan Hak atas merek sebagai aset tak berwujud dari suatu perusahaan seringkali diinterpretasikan secara berlebihan atau diperkeras sehingga bersifat mengintimidasi dan membahayakan perusahaan lain dalam menjalankan usahanya. Tidak sedikit pengusaha – pengusaha kecil di Indonesia yang memiliki merek sebagai aset mereka, usaha-usaha ini memiliki sumber daya finansial yang tidak banyak sehingga ketika usaha-usaha ini harus berhadapan dengan proses litigasi merek yang ternyata mengintimidasi, keuangan dari usaha-usaha ini akan terganggu. Hal tersebut tentu mengganggu jalannya kegiatan usaha-usaha ini. Untuk menganalisis masalah tersebut, digunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa praktik tersebut tidak ditemukan, tetapi jika ada Undang-Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis (“UU No. 20 Tahun 2016”) serta Undang-Undang Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No. 5 Tahun 1999”) sudah memberikan perlindungan hukum yang cukup untuk menghadapi permasalahan tersebut
United State Patent and Trademark Office issuing a report that studied that thereis a Trademark Bullying practice which is use and enforcement of its Trademark right as an intangible assets from a company frequently being excessively misinterpreted or being hardened until its become intimidating and harass another company in running their businesses. In Indonesia There is not a few small businesses that have a trademark as their assets, these small businesses has insufficient financial resources, so when these small businesses have to deal with litigation proceeding that intimidating their businesses, their financial resources will be hampered, and such conduct will disrupt these small businesses activity. Normative research with descriptive-analysis method will be used to analyse this matter. The results of the research shows that such practice (Trademark Bullying Practice) not found in Indonesia, but if such practice appear, Indonesian Trademark Law and Indonesia Business Competition Law already provide legal protection to face the Trademark Bullying Practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Abdurachman Ramadhan
"
ABSTRAKSaat ini dengan majunya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang medis memungkinkan pasien berada dalam keadaan terminal dan mengalami sakit yang sangat parah atau dalam keadaan tidak sadar yang berkepanjangan, sehingga mati dengan bantuan dokter adalah salah satu jalan yang terbaik euthanasia untuk mengakhirinya. Jika euthanasia ditinjau dari Hak Hidup sebagai Hak Asasi Manusia seharusnya terdapat konsekwensi logis dari adanya sebuah hak yaitu kebolehan untuk tidak memakai hak itu sendiri yang berarti tidak memakai hak untuk hidup adalah memilih untuk mati saja, dan dalam sebuah tindakan euthanasia terdapat pihak yang turut terlibat seperti dokter dan rumah sakit. Perdebatan mengenai pro dan kontra tindakan euthanasia apakah tindakan tersebut bisa dibenarkan berdasarkan hak hidup sebagai hak asasi manusia menjadi sesuatu yang masih menggantung saat ini. Meskipun tindakan euthanasia illegal dibanyak negara tetapi terdapat negara seperti Belanda, Negara Bagian Amerika Serikat Oregon, dan Australia Negara Bagian Nothern Territory yang melegalkan tindakan euthanasia.
ABSTRACTNowadays with advanced science especially in the medical field may leave the patient to be in terminal state and experience very severe illness or in a long time unconscious state, because of that die with the help of a doctor is one of the best ways to end it euthanasia . If euthanasia is viewed from the right to life as a human right perspective, there should be a logical consequence of the existence of a right, that is, the permissibility of not using the right itself which means not to use the right to life it self and choose to die , and in an act of euthanasia there are parties involved such as doctors and hospitals. The debate over the pros and cons of euthanasia actions whether the acts can be justified based on the right to life as a human right becomes something that still obscure today. Despite the act of illegal euthanasia in many countries but there are countries such as the Netherlands, Oregon United States and Nothern Territory Australia that legalize the act of euthanasia. "
2017
S70040
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sihotang, Djuan Dennis
"Kewenangan Yurisdiksi Ekstrateritorial menjadi semakin penting untuk dimiliki oleh Lembaga Persaingan Usaha; ditengah Globalisasi Ekonomi yang semakin pesat. Kebijakan Indonesia yang saat ini terbuka bagi penanam modal, posisi Indonesia sebagai bagian dari Masyarakat Ekonomi Asean, dan keterlibatan dalam ASEAN Free Trade Agreement menjadikan kewenangan tersebut juga penting bagi Indonesia. KPPU sebagai lembaga persaingan usaha Indonesia butuh memiliki kewenangan Yurisdiksi Ekstrateritorial untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, akan tetapi tidak jelas apakah KPPU dapat menerapkan Yurisdiksi Ekstrateritorial atau tidak. Maka, Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tersebut, dengan cara menganalisis peraturan mengenai Yurisdiksi Ekstrateritorial dalam hukum positif dan kasus preseden.
The authority of Extraterritorial Jurisdiction is becoming increasingly important for Competition Authorities to have; amid the increasingly rapid economic globalization. Indonesia's policy that is currently open to investors, Indonesia's position as part of the ASEAN Economic Community, and involvement in the ASEAN Free Trade Agreement made it also important for Indonesia. KPPU as the competition authorities of Indonesia needs to have the authority of Extraterritorial Jurisdiction to create fair business competition however, it is unclear whether KPPU can apply extraterritorial jurisdiction or not. Hence, this thesis aims to solve this issue by analyzing the provision of Extraterritorial Jurisdiction in positive law and case law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sutarno
Malang: Setara press, 2014
344.04 SUT h
Buku Teks Universitas Indonesia Library