Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanda Oktavia
"Indonesia dan Malaysia dikenal sebagai negara bertetangga yang memiliki banyak kesamaan. Meski begitu, kedua negara memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal sistem hukum yang dianut. Adanya perbedaan tersebut tentu memengaruhi pengaturan hukum yang ada di masing-masing negara, termasuk peraturan perkawinan, di mana di Indonesia di atur di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, sedangkan di Malaysia diatur di dalam Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 (Act 164) yang berlaku bagi penduduk Non-Muslim di seluruh Malaysia, dan Islamic Family Law (Federal Territories) Act 1984 (Act 303) yang berlaku bagi penduduk Muslim di Wilayah Persekutuan. Oleh karena itu, menarik untuk memperbandingkan mengenai pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, mengingat pembatalan perkawinan masih kurang dikenal oleh masyarakat secara umum, karena perceraian masih menjadi pilihan utama untuk mengakhiri perkawinan. Dalam penelitian ini, akan ditinjau mengenai pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, yang kemudian akan dianalisis perbandingan masing-masing peraturan untuk melihat perbedaan dan persamaannya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, pendekatan sejarah, dan pendekatan konsep. Dari hasil pembahasan, persamaan utama yang didapatkan adalah baik Indonesia dan Malaysia sama-sama mengatur bahwa pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perkawinan. Sementara banyak sekali perbedaan yang ada di dalam pengaturan pembatalan perkawinan di Indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengaturan, sebab-sebab, prosedur, dan akibat hukum pembatalan perkawinan. Hasil penelitian menyarankan baik bagi pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia untuk meninjau kembali pengaturan pembatalan perkawinan agar lebih jelas dan lengkap pengaturannya.

Indonesia and Malaysia are known as neighbourhood countries that have many similarities. Even so, the two countries have significant differences in terms of the legal system adopted. The existence of these differences certainly affects the regulation in each country, including the marriage regulations, which in Indonesia are regulated in Law No. 1 of 1974 on Marriage and Compilation of Islamic Law, while in Malaysia it is regulated in the Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 (Act 164) which applies to Non-Muslim populations throughout Malaysia, and the Islamic Family Law (Federal Terriories) Act 1984 (Act 303) which applies to Muslim residents in the Wilayah Persekutuan. Therefore, it is interesting to compare the regulations of marriage annullment in Indonesia and Malaysia, since the annulment of marriage is still not well known by people in general, because divorce is still the main choice for dissolving marriages. In this study, the regulation of marital cancellation in Indonesia and Malaysia will be reviewed, which will then be analyzed for comparison of each regulation to see the differences and similarities. The method used in this study is normative juridical by using a statute approach, comparative approach, historical approach, and conceptual approach. From the results of the discussion, the main similarity obtained is that both Indonesia and Malaysia regulate that the marriage annullment can be submitted if the marriage does not meet the legal requirements of a marriage. While there are many differences that exist in the regulation of the cancellation of marriage in Indonesia and Malaysia, especially in terms of regulation, causes, procedures, and the consequences of the law of marriage annullment. The results of the study suggest to both the Indonesian government and the Malaysian government to review the regulation of marriage annullment to make it clearer and more complete."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Tiladaini
"Fenomena perkawinan beda agama di Indonesia dapat menimbulkan masalah dari segi hukum yaitu terkait dengan keabsahan perkawinan beda agama tersebut. Di Indonesia tidak terdapat aturan yang tegas mengenai perkawinan beda agama. Sebagai perbandingan mengenai pengaturan hukum perkawinan beda agama, Penulis bandingkan dengan negara Malaysia yang mayoritas penduduknya juga beragama Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakan dan dengan Pendeketan Perbandingan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Di Indonesia, mengenai perkawinan beda agama, dikembalikan kepada hukum agama dan kepercayaan masing-masing sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Di Malaysia, terdapat ketentuan mengenai perkawinan beda agama di dalam peraturan perundang-undangan bagi yang beragama Islam dan bagi yang beragama non Islam. Setelah adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dapat dimungkinkan pasangan yang berbeda agama dicatatkan perkawinanya melalui Penetapan Pengadilan. Di Indonesia, pada praktiknya perkawinan beda agama meskipun melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dapat dicatatkan. Sedangkan di Malaysia, perkawinan beda agama yang melanggar ketentuan perundang-undangan tidak dapat didaftarkan.

The phenomenon of inter religious marriage in Indonesia can cause problems in terms of law that is related to the validity of the inter religious marriage. In Indonesia there are no strict rules regarding to the inter religious marriage. In comparison to the legal arrangement of inter religious marriage, the author compares the Malaysian state with the majority of the population are Muslims. This research used literature research methods and with the Comparative Approach. Data analysis method used qualitative analysis method. In Indonesia, concerning the inter religious marriage, it is returned to the religious law and beliefs in accordance with Article 2 Paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974. In Malaysia, there are provisions on inter religious marriage in the legislation for Muslims and for non Muslims. After the existence of Act No. 23 of 2006, it is possible for inter religious marriage couples to register their marriages through the Court Decision. In Indonesia, in practice, inter religious marriage even though violating Article 2 paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974 can be registered. While in Malaysia, inter religious marriage that violate statutory provisions can not be registered.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Kartika Sari
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah mengenai syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi dan dihindari untuk dapat melaksanakan perkawinan yang sah dihadapan negara. Di Indonesia, perkawinan diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kemudian di Malaysia, perkawinan diatur berdasarkan wilayah federasi masing-masing yang berjumlah 14 (empat belas) khusus untuk orang yang beragama Islam dan Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 untuk orang Non Islam diseluruh Malaysia. Dalam penelitian yang berbentuk tinjauan normatif studi perbandingan hukum ini menjelaskan syarat sahnya perkawinan di Indonesia dan Malaysia yang kemudian dibahas persamaan dan perbedaan syarat sahnya perkawinan yang berlaku di kedua negara.

The discussion of this academic thesis is about any terms that must be completed and avoided to be able to perform a legal marriage before the state. In Indonesia, the marriage is regulated in Law No. 1 Year 1974 about marriage. Then in Malaysia, marriage is governed by the respective federation of 14 (fourteen) specifically for people who are Muslims and Law Reform (Marriage and Divorce) Act 1976 to the Non Muslims all over Malaysia. In the form of survey research normative legal comparative study describes the legal conditions of marriage in Indonesia and Malaysia, which are then discussed the similarities and differences in terms of the validity of the marriage which took place in both countries.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Maura Rezky
"Perkawinan adalah ikatan yang kokoh bertujuan untuk membangun dan mewujudkan keluarga yang bahagia dan kekal. Namun, dalam berjalannya perkawinan dapat terjadinya  hal-hal yang mengakhiri ikatan perkawinan, seperti Pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan dalam penelitian ini terjadi atas dasar penipuan atau salah sangka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan-alasan pembatalan perkawinan, para pihak yang berhak mengajukan, jangka waktu, dan akibat dari pembatalan perkawinan di Filipina dan Indonesia dan membandingan hukum pembatalan perkawinan kedua negara tersebut. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan maka Pembatalan perkawinan merupakan salah satu cara untuk memutus ikatan perkawinan dengan cara mengajukan pembatalan dan perkawinan tersebut dianggap batal sejak perkawinan tersebut berlangsung atau tidak pernah ada. Alasan yang dapat menjadi dasar untuk mengajukan pembatalan perkawinan adalah salah sangka atas identitas dan terjadi perkawinan di bawah ancaman. Dalam pembatalan perkawinan pihak yang dapat mengajukan pembatalan adalah suami, istri, dan keluarga garis lurus, serta petugas yang memiliki kewenangan.

Marriage is a strong bond that aims to build and create a happy and eternal family. However, in the course of the marriage, things can happen that end the marriage bond, such as an annulment of marriage. The annulment of marriages in this study occurred   on the basis of fraud or misjudgement. This study aims to find out the reasons for annulment of marriages, the parties entitled to apply, the time period, and the consequences of annulment of marriages in the Philippines and Indonesia and to compare the laws of annulment of marriages of the two countries. Based on the results of the research and discussion, the annulment of a marriage is one way to break the marriage bond by submitting an annulment and the marriage is considered null and void since the marriage took place or never existed. The reasons that can be the basis for submitting an annulment of the marriage are mistaken assumptions about identity and the marriage taking place under threat. In an annulment of a marriage, the parties that can apply for an annulment are the husband, wife, and straight-line family, as well as officers who have authority. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lili Rasjidi
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991
346.016 LIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Indah Rahmawati
"Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai ketentuan perkawinan secara khusus yang diwujudkan lewat Undang-Undang Perkawinan yang telah disahkan pada tahun 1974. Undang-Undang Perkawinan mendefinisikan perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia, baik lahir maupun batin berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang Perkawinan mengatur mengenai batas usia minimal perkawinan untuk laki-laki dan perempuan adalah 19 (sembilan belas) tahun. Perkawinan bukan merupakan bagian dari hukum perikatan, melainkan bagian dari hukum keluarga. Setiap orang yang akan menikah tetapi berumur kurang dari 19 (sembilan belas) tahun, harus membuat permohonan dispensasi perkawinan kepada Pengadilan. Malaysia merupakan salah satu negara yang juga mempunyai pengaturan mengenai perkawinan secara umum, yang dituangkan dalam Akta Undang-Undang Keluarga Islam Tahun 1984 (Akta 303). Akta 303 memberikan batasan usia perkawinan untuk laki-laki apabila telah mencapai usia 18 (delapan belas) tahun, dan untuk perempuan apabila telah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Malaysia juga mengenal tentang dispensasi perkawinan yang dikenal dengan sebutan discretion of judge (kewenangan hakim). Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Artikel ini akan menganalisis hukum perkawinan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku dan melakukan perbandingan dua negara yaitu Indonesia dan Malaysia.

Indonesia is one of the countries that has specific marriage provisions which are realized through the Marriage Law which was passed in 1974. The Marriage Law defines marriage as a physical and mental bond between a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy family, both physically and mentally based on God Almighty. The Marriage Law regulates the minimum age of marriage for men and women is 19 (nineteen) years. Marriage is not part of the law of engagement, but part of family law. Any person who wishes to marry but is less than 19 (nineteen) years of age, must make an application to the Court for dispensation of marriage. Malaysia is one of the countries that also has a general regulation on marriage, which is outlined in the Islamic Family Law Act 1984 (Act 303). Act 303 limits the age of marriage for men to 18 (eighteen) years of age, and for women to 16 (sixteen) years of age. Malaysia also recognizes marriage dispensation which is known as the discretion of judge. This research uses the normative juridical method, which is collected through a literature study. This article will analyze marriage law based on the applicable legislation and make a comparison of two countries, namely Indonesia and Malaysia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbanraja, Indira Sarah
"Perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran adalah fenomena yang marak terjadi di masyarakat dunia. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, tulisan ini menjelaskan peranan HPI dalam pengaturan dan keberlakuan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran oleh karena adanya interaksi antara dua atau lebih stelsel hukum. Berdasarkan pembahasan perjanjian-perjanjian perkawinan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masing-masing negara memiliki pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran yang berbeda dan para pihak diharapkan memperhatikan hal tersebut sebelum menyusun perjanjian.

Prenuptial agreement in mixed marriage is a worldwide phenomenon. With the research methodology of normative law, this writing explains the role of Private International Law/PIL in regulation and enforcement of prenuptial agreement because of the interaction between two or more laws. Based on the discussion of the prenuptial agreements, it can be concluded that each country has different regulation on prenuptial agreement in mixed marriage and it is best for the parties to pay attention on this matter before getting into agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viola Annisa Ikhsan
"Selain dari penegakan hukum yang dilakukan oleh KPPU dan pengaturan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 maka untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dibutuhkan suatu efek jera. Efek jera yang efektif akan menyebabkan pelaku usaha tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan efek jera adalah sanksi berupa denda. Yang menjadi fokus pada skripsi ini adalah Pengaturan Pedoman dan Penerapan denda dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Serta sebagai bahan komparasi akan digunakan Pedoman dan Pengaturan denda Hukum Persaingan Usaha yang ada di Negara Malaysia dan Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Dalam menjatuhkan putusan yang didalamnya terdapat sanksi administratif berupa denda KPPU seringkali tidak mencantumkan penjelasan perhitungan denda dan juga seringkali tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Berbeda dengan Malaysia Competition Commision dan European Commision yang ketika menjatuhkan putusan dengan sanksi berupa denda selalu mencantumkan mengenai langkah dan penjelasan perhitungan denda yang dikenakan. Perlu dilakukan perubahan pengaturan dan pedoman penjatuhan denda dalam Hukum Persaingan Usaha Negara Indonesia karena selama ini pengaturan dan pedoman penjatuhan denda yang diterapkan sudah tidak efektif dan tidak sesuai dengan keadaan yang ada.

In addition to law enforcement carried out by KPPU and regulation regulated by Law Number 5 Year 1999, In order to facilitate a fair business competition, a deterrent effect is needed. Effective detterent effect will cause persons to not do things that cause unfair business competition. One of the factors that can cause a deterrent effect to businesses is sanctions in the form of fines. The focus of this paper is Regulation, Guidelines and Application of fines in Indonesian Competition Law. As a comparison, Regulations and Fining Guidelines of Competition Law in Malaysia and the European Union will be used. This study uses a normative juridical method which carried out by library research. Sometimes KPPU in its decision, which contained administrative sanctions in the form of fines do not include an explanation of the calculation of fines and sometimes the fine imposed is not in accordance with existing provisions. It is very different from Malaysia and the European Union. Malaysia Competition Commision and European Commision when imposing a decision with sanctions in the form of fines always include the steps and explanation of the calculation of fines imposed. Changes in regulation and guidelines for the imposition of fines in Indonesian Competition Law need to be made, because so far the regulations and guidelines for imposing fines applied have been ineffective and not in accordance with existing conditions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adjie Darmosakti
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan dan mekanisme pengangkatan anak di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Dengan semakin meningkatnya praktek pengangkatan anak di Indonesia, maka dirasakan perlunya ada perbandingan dengan negara lain seperti singapura dan Malaysia agar menjadi bahan komparasi agar terciptanya pengaturan pengangkatan anak di Indonesia yang baik dan melindungi anak itu sendiri. Secara yuridis, regulasi yang mengatur mengenai pengangkatan anak di Indonesia terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak dan Peraturan Menteri Sosial No. 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak sedangkan Singapura mengaturnya didalam Adoption of Children Act dan Malaysia memiliki dua macam pengaturan yaitu Adoption Act dan Registration of Adoption Act. Dengan berbedanya pengaturan pengangkatan anak diantara ketiga negara, maka Dapat dilihat perbedaan dan persamaan dalam ketiga negara tersebut yang mana dapat di analisis secara rinci dan menyeluruh. Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif yang mana menggunakan peraturan-peraturan terkait dengan topik pembahasan.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap topik yang diangkat dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan seperti hukum yang berlaku, syarat usia calon orang tua angkat, syarat agama calon orang tua angkat dan calon anak angkat, hubungan dengan orang tua biologis, pengawasan pengangkatan anak, dan ada pula persamaan yang bisa dilihat seperti tujuan dilakukannya adopsi, batas usia anak yang akan diadopsi, pemeriksaan terhadap calon orang tua angkat, perlunya penetapan dari Pengadilan yang berwenang terhadap adopsi, adanya penempatan sebelum pengangkatan anak disetujui. Terhadap hal tersebut maka penulis menyarankan bahwa memerlukan suatu pengaturan yang lebih komprehensif untuk mengatur lebih lanjut dan membuat mekanisme dari pengangkatan anak lebih baik lag demi kepentingan dan perlindungan terhadap pengangkatan anak di Indonesia.

This thesis discusses the arrangement and mechanism of adoption in Indonesia, Malaysia, and Singapore. With the increasing adoption of children in Indonesia, there is a need for comparisons with other countries such as Singapore and Malaysia to be a comparative tool in order to create good adoption arrangements for children in Indonesia and to protect the children themselves. Juridically, the regulations governing the adoption of children in Indonesia are contained in Government Regulation no. 54 of 2007 on the Implementation of the Appointment of Children and the Regulation of the Minister of Social Affairs No. 110 of 2009 on Requirements for Adoption of the Child while Singapore regulates it in the Adoption of Children Act and Malaysia has two kinds of arrangements the Adoption Act and the Registration of Adoption Act. With different arrangements for adoption of children between the three countries, it can be seen the differences and similarities in the three countries which can be analyzed in detail and thoroughly. The research used in the writing of this thesis is the normative juridical method which uses the rules related to the topic of discussion.
From the research conducted on the topic raised it can be concluded that there are similarities and differences such as applicable law, age requirements of prospective adoptive parents, religious requirements of prospective adoptive parents and adoptive children, relationships with biological parents, supervision of adoption, and there as well as identifiable similarities such as the purpose of adoption, the age limit of the adopted child, the examination of the prospective adoptive parent, the necessity of determination of the competent Court of adoption, the placement before the adoption of the child is approved. To that end, the authors suggest that it requires a more comprehensive arrangement to further regulate and make the mechanism of adoption better for the benefit and protection of adoption in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mufty Putratama Sumarto
"Untuk mengatasi isu lingkungan hidup, Indonesia menargetkan bagian energi terbarukan pada bauran energi primer sebesar 23% pada 2025 dan 31% pada 2050. Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), target kapasitas terpasang dari energi tenaga surya adalah 6,5 GW pada tahun 2025 dan 45 GW pada tahun 2050. Salah satu negara tetangga Indonesia, Malaysia, memiliki pertumbuhan energi tenaga surya yang signifikan karena kerangka kebijakan, peran perusahaan listrik nasional-nya, dan kondisi industri PV. Oleh karena itu, skripsi ini akan memprojeksikan ketercapaian Indonesia pada target tenaga surya di RUEN menggunakan strategi Malaysia & inisiatif Tenaga Nasional Berhad (TNB) dan strategi Business as Usual (BAU), dan hasilnya menunjukan bahwa ketercapaian pada target RUEN masih di bawah 22% untuk kedua strategi.

To address environmental issues, Indonesia aims to achieve a 23% renewable energy share by 2025 and 31% by 2050. According to National Energy Plan (RUEN), the target for solar energy installed capacity is 6.5 GW by 2025 and 45 GW by 2050. Looking at one of Indonesia neighbouring country, Malaysia, have a significant growth on solar energy as a result from their policy framework, role of national electricity company, and the PV industry condition. Therefore, this thesis will be projecting Indonesia's progress on solar energy target in RUEN using Malaysia's approach & Tenaga Nasional Berhad (TNB) initiatives and using Business as Usual (BAU) scheme, in which the result shows that achievement on RUEN target still below 22% for both schemes.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>