Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aritonang, Devi Anita
"Tesis ini membahas mengenai kewajiban notaris dalam pengesahan surat jual beli. Dalam penanganan proses jual beli maupun pengesahannya, notaris harus selalu mematuhi peraturan perundang-undangan, baik peraturan yang mengatur mengenai jabatan notaris, maupun peraturan lainnya terkait jual beli dan pengesahannya. Banyaknya notaris yang masih menjadi turut tergugat dalam suatu perkara perdata menjadi suatu bukti bahwa masih banyak terdapat notaris yang lalai dalam menjalankan kewajibannya. Permasalahan yang diangkat yaitu mengenai tanggung jawab seorang notaris yang melanggar kewajiban dalam menjalankan jabatannya dengan tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian atas pengesahan surat jual beli berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku serta akibat hukum atas pembatalan surat jual beli yang disahkan oleh notaris. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptis analitis, dimana penulis berusaha untuk menggambarkan secara tepat melalui penjelasan-penjelasan terkait kewajiban yang dimiliki seorang notaris beserta akibat hukum dari pembatalan pengesahan surat jual beli. Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari studi dokumen yang kemudian dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif, Berdasarkan hasil penelitian ini, notaris yang lalai dalam melaksanakan kewajibannya pada proses pengesahan surat jual beli, dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata. Pembatalan pengesahan surat jual beli oleh notaris dapat berakibat hukum terhadap batalnya hubungan hukum yang dilakukan oleh para pihak di dalam surat jual beli tersebut serta pemberian sanksi bagi para pihak terkait jual beli tersebut dan bagi notaris itu sendiri. Sanksi administratif maupun sanksi pidana bagi notaris yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, diharapkan lebih diberikan oleh pihak-pihak terkait, untuk menjaga citra notaris sebagai pejabat umum yang diberikan kepercayaan penuh oleh masyarakat.

This thesis discusses the notarys obligation on legalization of sale and purchase letter. In handling sale and purchase letter and its legalization, the notary must always comply with the laws and regulations, both the regulations governing the incumbency of the notary, as well as other regulations relating to sale and purchase. In fact, there is so many notaries who still being a defendant in a civil case, become a proof that still so many notaries who are negligent in carrying out their obligations. The main problems in this thesis are responsibility of a notary who violates the obligation to carry out his position by not paying attention to the precautionary principle on the legalization of sale and purchase letter based on the applicable legislation and the legal consequences for cancellation of the legalization sale and purchase letter by the notary. The form of this study is normative juridical type of analytical descriptive research, where the author tries to describe correctly through explanations related to the obligations of a notary and the legal consequences of canceling the legalization of the sale and purchase letter. The used data in this thesis is a secondary data, originating from the study of documents which are then analyzed using a qualitative approach. Based on the results of this study, the notary who is negligent in carrying out their obligations in the process of the legalization sale and purchase letter, can be held accountable civilly. The cancellation of the legalization of a sale and purchase letter by a notary may result in a legal cancellation of the legal relations made by the parties in the sale and purchase letter and the imposition of sanctions for the parties related to the sale and purchase of the notary himself. Administrative sanctions as well as criminal sanctions for notaries who are proven to commit acts against the law are expected to be given by related parties, to maintain the image of the notary as public officials who are given full trust by the community."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54716
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziza Adlien Nabila
"Tanah garapan adalah tanah kosong dan kemudian adanya penguasaan secara fisik tanpa adanya dasar hak yang resmi, notaris tidak akan membuat akta mengenai tanah garapan karena penggarap tidak punya hak apa pun terhadap tanah tersebut. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana keabsahan surat pernyataan hak tanah garapan dan kewenangan notaris berkaitan dengan surat pernyataan oper hak atas tanah garapan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 122PK/PDT/2019. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, penelitian ini menggunakan metode analisis data secara deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Berdasarkan bukti kepemilikan tanah yang dimiliki oleh pemegang surat keterangan tanah/surat keterangan penguasaan tanah yang diterbitkan oleh Lurah/Kepala Desa yang disahkan oleh Kecamatan setempat berdasarkan Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat dikategorikan sebagai alas hak yang diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah dan Kewenangan Notaris melakukan waarmerking, merupakan tindakan hukum notaris atau pejabat umum lainnya yang berwenang menurut Undang-Undang, untuk mencatat dan mendaftarkan akta kontrak di bawah tangan yang telah dibuat oleh para pihak dalam daftar buku waarmerking yang disediakan khusus untuk itu sesuai dengan urutan yang ada.

Cultivated land is empty land and then there is physical control without any legal rights basis, the notary will not make a deed regarding the cultivated land because the cultivator does not have any rights to the land. This research raises the problem of how the validity of the statement of cultivated land rights and the authority of a notary in relation to the operative statement on cultivated land based on the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia number 122PK/PDT/2019. To answer this problem, this study uses a normative juridical approach. In this study using secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials, this study used a descriptive data analysis method with a qualitative approach. The results of this study are based on evidence of land ownership owned by the holder of a land certificate/certificate of land tenure issued by the Lurah/Village Head which is legalized by the local District based on Article 7 paragraph (2), and Article 39 of Government Regulation Number 24 of 1997. Regarding Land Registration, it can be categorized as the basis of rights filed as the completeness of the application for land rights and the Notary's Authority to perform waarmerking, is a legal action for a notary or other public official who is authorized according to law, to record and register contract deeds under the hands of those who have made by the parties in the waarmerking book list specially provided for it in accordance with the existing order."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giovanni Leonardo
"Tesis ini membahas mengenai akta otentik yang dibuat oleh seorang Notaris yang merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris UUJN . Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya harus penuh dengan kehati-hatian dan kecermatan agar dapat membuat akta otentik yang tidak bertentangan dengan Undang-undang sehingga tidak mengandung unsur perbuatan melawan hukum. Dalam penelitian ini, Penulis mengangkat 3 permasalahan pokok, yang pertama bagaimana akta jual beli yang dibuat oleh Notaris yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum? Yang kedua bagaimana akibat hukum dari akta yang dibatalkan oleh Pengadilan? Dan yang ketiga, bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibuatnya dan dibatalkan oleh Pengadilan? Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan metode kepustakaan dan analisis kasus dengan mengumpulkan data sekunder. Analisis kasus dilakukan terhadap Putusan Mahkamah Agung Tanggal 25 April 2017 Nomor 598 K/PDT/2017, dimana dalam kasus tersebut akta otentik yang dibuat oleh Notaris dibatalkan oleh Pengadilan karena dibuat dengan tidak hati-hati dan tidak cermat sehingga tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akta yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum dapat dibatalkan dan akibat hukum atas pembatalan tersebut adalah tindakan hukum dalam akta dianggap tidak pernah ada. Sedangkan dari segi tanggung jawab, Notaris bertanggung jawab secara perdata dan juga secara administratif dari segi jabatannya.

This thesis discussed about authentic deed made by Notary which is a public officials who has authority and obligation as regulated in the Law Number 02 Year 2014 concerning Amendment to Law Number 30 Year 2004 about Notary UUJN . A Notary when doing his work, must be with prudence and precision in order to make an authentic deed that did not contradict with the law so that the deed can has a perfect power of proof and does not have an unlawful act element. In this study, the writer raised 3 problem, first, how a sale and purchase deed made by Notary contain an unlawful act element Second, what is the legal consequences of the notary deed which annulled by the court And the third, what is the notary responsibility due to the annulment of the deed which he she made This study uses normative legal research with the literature methode and case analysis with collecting secondary data. Case analysis was conducted on the supreme court dated 25 April 2017 Number 598 K PDT 2017, where in the case an authentic deed made by a notary was canceled by court because the deed made by a Notary who was not carefull and not precise. The result of this study indicates that a deed that contains unlawful act can be cancelled and the law concequences of the cancellation is the lawful act in the deed is considered never happen. In the perspective of responsibilities, Notary have a civil and administrative responsibilities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T49316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Winatasia
"Penguasaan terhadap harta peninggalan pewaris tidak dapat dilakukan sertamerta oleh para ahli waris sejak kematian pewaris. Hal tersebut harus didahului dengan pembuatan Surat Keterangan Waris. Tujuan utama Surat Keterangan Waris adalah untuk membuktikan subjek yang merupakan ahli waris atas harta peninggalan menurut hukum dan berapa perolehan masing-masingnya. Namun dalam pembuatan Surat Keterangan Waris banyak ditemui berbagai pelanggaran diantaranya manipulasi data ahli waris, bagian perolehan ahli waris bahkan pemalsuan tanda tangan. Berdasarkan penjelasan tersebut, hal yang diteliti dalam artikel ini adalah Akibat hukum terhadap pelanggaran jabatan notaris dalam pembuatan Surat Keterangan Waris atas tanah kaum yang terindikasi memiliki Spurious Signaturedalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 634K/PID/2016. Dalam Putusan tersebut, pemalsuan tanda tangan dilakukan oleh DD, teman dari SS yang merupakan salah satu ahli waris. SS meminta DD untuk menandatangani Surat Keterangan Waris atas Mamak Kepala Waris sebagai pemegang kekuasaan atas tanah kaum dan juga sebagai salah satu ahli waris tanpa persetujuan dari Mamak Kepala Waris tersebut. Sebelumnya SS dan DD membuat Surat Ranji, Akta Pernyataan dengan Notaris yang sama yakni ESP. Pembuatan akta tersebut dilakukan dalam rangka pelepasan hak atas tanah. Notaris dianggap telah mengetahui adanya perbedaan bentuk tanda tangan yang ada dalam kartu identitas Mamak Kepala Waris dengan tanda tangan yang dilakukan oleh DD karena pembuatan akta sebelumnya. Hal tersebut juga dibuktikan dengan Hasil pemeriksaan laboratorium Kriminalistik No. LAB: 1461/DTF/2014 tanggal 4 Maret 2014. Oleh karena itu berdasarkan putusan tersebut penulis ingin menjelaskan bagaimana akibat hukum terhadap pelanggaran jabatan notaris yang dalam Surat Keterangan Warisnya memiliki Spurious Signature.

The control of testator's inheritance cannot be performed necessarily by the heir since the death of the testator. It must be preceded by making legal heir certificate. The main purpose of legal heir certificate is to prove the subject who is the heir of inheritance according to the law and how much each is earned. However, in making legal heir certificate, many violations were found such as heirs data manipulation, part of heirs acquisition even forgery of signature. Based on that explanation, the topic researched in this article is the law consequence of the notary's position violation in making legal heir certificate of the communal land which is indicated has spurious signature in supreme court Indonesian Republic decision No 634K/PID/2016. In that decision, forgery signature done by DD, friend from SS who is one of the heirs. SS asks DD to sign the legal heir certificate as Mamak head of inheritance, holders of power over the communal land and also as one the heir& without consent from Mamak head of inheritance. Previously SS and DD make a ranji letter, deed of declaration with the same notary namely ESP. The making of it was carried in order to release of land rightsThe notary is deemed to be aware of the different forms of signatures that are on Mamak head of inheritance identity card with DD Signature due of previous deed making. This is also proven by criminalistic laboratory investigation No. LAB: 1461/DTF/2014 on 4 march 2014 Therefore, based on the decision the writer wants to explain how the law consequence of the notary's position violation which is in legal heir certificate has spurious signature.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priski Athaya Fatimah
"Setiap orang membutuhkan alat bukti mengenai suatu hak dan peristiwa yang terjadi. Dalam praktik, Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah pejabat yang oleh peraturan pemerintah diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik. Akta autentik adalah alat bukti yang sempurna, lengkap dan mengikat, sehingga kebenaran dari hal-hal tertulis dalam akta tersebut harus diakui kebenarannya. Akta autentik berisikan keterangan-keterangan dari para pihak yang dijadikan dasar pembuatan akta autentik. Masalah timbul ketika isi dari akta tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, dikarenakan terdapat pihak yang memalsukan tanda tangan dalam Akta Jual Beli yang dibuat oleh PPAT. Tesis ini membahas mengenai kasus pemalsuan tanda tangan sebagaimana dimuat dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 898K/Pid/2018. Permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis adalah mengenai Surat Pernyataan berhutang berlanjut menjadi Akta Jual Beli dan pemalsuan tanda tangan dalam Akta Jual Beli. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis, dianalisa dengan metode kualitatif dengan menggunakan studi dokumen dengan pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian ini adalah Surat pernyataan berhutang tidak dapat dijadikan dasar pembuatan Akta Jual beli, karena dalam pembuatannya harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi. Terdakwa dikenakan Pasal 266 ayat (2) KUHP, namun seharusnya Notaris/PPAT juga dapat dikenakan pertanggungjawaban karena ketidakhati-hatiannya dalam membuat Akta Jual Beli.

Everyone needs evidence regarding a right and events that occur. In practice, the Official for Making Land Deeds is an official who is authorized by government regulations to make authentic deeds. Authentic deeds are perfect, complete and binding evidence, so that the truth of the things written in the deed must be recognized as true. The authentic deed contains information from the parties which is the basis for making the authentic deed. Problems arise when the contents of the deed are not in accordance with the reality, because there are parties who falsify the signature in the Sale and Purchase Deed made by PPAT. This thesis discusses the case of signature forgery as contained in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 898K/Pid/2018. The problem that will be researched and analyzed is regarding the Statement of Debt continuing to become the Sale and Purchase Deed and signature forgery in the Sale and Purchase Deed. This study used a normative juridical research method with a descriptive analytical typology of research, analyzed by qualitative methods using document studies with secondary data collection. The result of this research is that a statement that owes money cannot be used as the basis for making a Sale and Purchase Deed, because in the making must be attended by the parties who have committed the legal act concerned and witnessed by at least 2 (two) witnesses. The defendant is subject to Article 266 paragraph (2) of the Criminal Code, but the Notary/PPAT should also be liable for his carelessness in making the Sale and Purchase Deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan A Boenjamin
"Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian yang mengikat para pihak untuk melakukan jual beli dikemudian hari manakala terdapat kondisi yang menghalangi terlaksananya jual beli secara seketika. Perjanjian jual beli seyogyanya dibuat secara notaril untuk dapat lebih menjamin kepastian hukum dan kepastian pembuktian diantara para pihak. Namun pembuatan perjanjian pengikatan jual beli secara notaril menjadi tidak bermanfaat manakala notaris tidak melaksanakan jabatannya dengan seksama dan tidak memenuhi syarat verlijden dalam pembuatan akta. Dari situ maka perlu ditelaah lebih lanjut perihal akibat hukum dan pertanggungjawaban notaris berkaitan dengan autentisitas akta perjanjian pengikatan jual beli yang tidak dibacakan yang selanjutnya dikaitkan dengan kesesuaian putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 351 Pk/Pdt/2018 terhadap pertanggungjawaban notaris atas akta yang tidak dibacakan sesuai dengan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan perundang-undangan. Penulisan tesis ini berbentuk penelitian hukum yuridis normatif yakni dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari penelitian yang telah dilakukan maka diketahui bahwa perjanjian jual beli tetap berlaku sah dan mengikat bagi para sepanjang perjanjian tersebut ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya. Dengan tidak dipenuhinya syarat formil suatu akta autentik, maka hal tersebut akan menyebabkan akta perjanjian pengikatan jual beli menjadi akta dibawah tangan dan kehilangan kekuatan pembuktian sempurna suatu akta autentik. Dalam hal terjadi pelanggaran oleh notaris dalam proses pembuatan akta autentik, maka para pihak dapat mengajukan gugatan kepada notaris untuk meminta pertanggungjawaban secara perdata dan secara adminsitratif. Gugatan kepada notaris sebaiknya dilaksanakan setelah adanya putusan yang menyatakan batalnya akta notaris yang disebabkan karena ketidak telitian notaris didalam pembuatan akta.

A pre-sale agreement is an agreement that binds the parties to make a sale later on while there are conditions that prevent the execution of the sale and purchase for a while. The sale and purchase agreement should be made notarized to be able to better guarantee legal certainty and certainty of proof between the parties. However, the making of a notarial advance purchase agreement becomes useless while the notary does not perform his department properly and does not meet the verlijden conditions in the making of the act. From there, it is necessary to study further on the legal consequences and liability of the notary in relation to the authenticity of the act of sale and purchase agreement, which is further related to the suitability of the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 351 Pk / Pdt / 2018 on the notary's liability with with the Laws of the Notary Department and legislation. The writing of this thesis is in the form of normative juridical law research with qualitative methods to analyze data and types of analytical descriptive research. From the research that has been done, it is known that the sale and purchase agreement remains valid and binding for those as long as the agreement is signed by the parties who made it. By not fulfilling the formal requirements of an authentic act, then it will cause the deed of sale and purchase agreement to be an act under hand and lose the power of perfect proof of an authentic act. In the event of a breach by a notary in the process of making an authentic deed, then the parties may file a lawsuit against the notary to seek civil and administrative responsibility. A lawsuit against a notary should be carried out after a decision stating the annulment of a notary deed caused due to notary scrutiny in the making of the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fadilla Kartadimadja
"Kepemilikan hak atas tanah harus dibuktikan dengan adanya sertifikat hak atas tanah. Mengajukan permohonan sertifikat hak atas tanah yang belum bersertifikat kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), terdapat beberapa syarat yang diperlukan, salah satunya adalah terdapat bukti beralihnya hak atas tanah, seperti apabila perpindahan haknya diakibatkan karena jual beli, maka harus terdapat Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ada kalanya sebelum dibuatkan Akta Jual Beli Tanah, terlebih dahulu dibuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah. Pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 85 K/Pdt/2011, Majelis Hakim menyatakan bahwa kepemilkan Miaw Tjong alias Hartono (Penggugat) didasarkan pada Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 26 tanggal 12 Maret 1993 yang dibuat dihadapan Notaris. Seharusnya yang menjadi bukti kepemilikan hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah sertifikat hak atas tanah. Akan menjadi suatu masalah, khususnya terkait dengan kepemilikan atas tanah jika suatu perjanjian pengikatan jual beli dijadikan sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah.

The ownership of the land shall be proven with a title deed. To apply for a land title deed which has not been certified to a National Land Agency (BPN), there are some requirements that needed. One of them is evidence of the tranfers of the land, such as deed of sale-purchase that made to a Land Deed Official known as Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) if the transfer of the land is by selling and purchasing. A Sale-Purchase Commitment Agreement often made beforehand, before making the deed of sale-purchase. On the Indonesian Supreme Court Adjudication Number 85 K/Pdt/2011, the judge said that the ownership of Miaw Tjong alias Hartono (Plaintiff) were based on Sale-Purchase Commitment Agreement No. 26 that made to a notary. But the one that should be proof of land ownership based on Agrarian Law is a Land Title Deed. There will be a problem, particularly those related to land ownership, if a sale-purchase commitment agreement be used as a proof of land ownership."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Elvira
"Penelitian ini membahas mengenai kedudukan akta kuasa menjual pada pengikatan jual beli yang belum lunas sebagai dasar pembuatan akta jual beli hak atas tanah serta tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan akta kuasa menjual. Bentuk penelitian yang digunakan merupakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Alat pengumpulan data yang dipergunakan ialah studi dokumen dengan penggunaan metode analisis data yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan kedudukan akta kuasa menjual pada pengikatan jual beli yang belum lunas tidak sejalan dengan fungsi kuasa jual sebagaimana mestinya yang dicantumkan dalam perjanjian pengikatan jual beli sebagai kepastian hukum terhadap pembeli yang sudah membayar lunas. Sementara itu, bentuk pertanggungjawaban Notaris dalam pembuatan akta kuasa menjual pada pengikatan jual beli yang belum lunas dan telah beralih hak atas tanahnya kepada pihak lain terdiri dari pertanggungjawaban administratif yang merujuk pada UUJN serta pertanggungjawaban secara perdata yang merujuk pada KUH Perdata. Penelitian ini menyarankan sangat dibutuhkan adanya peraturan khusus yang mengatur mengenai kuasa menjual dalam perjanjian pengikatan jual beli untuk menentukan batasan benar atau tidaknya pembuatan kuasa menjual khususnya dalam pengikatan jual beli yang belum lunas serta Notaris sebagai pejabat yang berwenang untuk membuat alat bukti autentik berupa akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, semestinya harus dilandaskan pada tindakan yang saksama dan menjaga kepentingan para pihak dalam pembuatan akta sebagaimana kewajiban Notaris pada Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN.

This research discusses the position of a power of attorney deed in sales and purchase agreements that have not been paid in full as the basis for making a sale and purchase deed of land rights as well as the Notary's responsibility for making the power of attorney deed. The form of research used is doctrinal research with an explanatory research typology. The data collection tool used is document study using qualitative juridical data analysis methods. The results of this research conclude that the position of the power of attorney deed in sales and purchase agreements that have not been paid in full is not in line with the function of the power of sale as stated in the sale and purchase agreement as legal certainty for buyers who have paid in full. Meanwhile, the form of responsibility of a Notary in making a power of attorney deed for a sale and purchase agreement which has not been paid off and whose land rights have been transferred to another party consists of administrative responsibility which refers to the UUJN and civil responsibility which refers to the Civil Code. This research suggests that there is a great need for special regulations governing the power of attorney in sales and purchase agreements to determine its validity, especially in sales and purchase agreements that have not yet been paid off, as well as a Notary as an official authorized to produce authentic evidence in the form of a deed that has the strength of perfect proof must be based on careful actions and safeguarding the interests of the parties in making the deed as per the Notary's obligations in Article 16 paragraph (1) letter a UUJN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisya Nadine Immanuela
"Proses jual beli seringkali didasari dengan pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum dilanjutkan dengan Akta Jual Beli. Para pihak tidak menyadari adanya ketentuan yang juga mengikat akibat pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli walaupun belum terjadinya peralihan hak. Penulisan ini terdiri dari dua rumusan masalah, yaitu mengenai akibat hukum terhadap perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Pemberian Hak Tanggungan, perbuatan melawan hukum, dan juga kredit, sedangkan bahan hukum sekunder yang terdiri dari buku, jurnal, dan internet. Penulisan ini juga melakukan wawancara baik terhadap Notaris dan PPAT serta juga kepada Bank. Penulis menyimpulkan bahwa akibat adanya perbuatan melawan hukum setelah dilakukan penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, maka Akta Pemberian Hak Tanggungan dapat batal demi hukum karena tidak dibuat atas dasar sebab yang halal. Selain itu, pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan perkara perbuatan melawan hukum setelah penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli kurang tepat karena tidak mempertimbangkan mengenai hak dan kewajiban yang timbul akibat Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Majelis hakim juga seharusnya mempertimbangkan tentang perbuatan Bank. Hal ini karena Bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian Bank dalam pemeriksaan sebelum pemberian kredit.

The buying and selling process is often based on the making of a Sale and Purchase Binding Agreement before proceeding with the Sale and Purchase Deed. The parties are not aware of the existence of provisions that are also binding due to the making of the Sale and Purchase Binding Agreement even though there has not been a transfer of rights. This writing consists of two problem formulations, namely regarding the legal consequences of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement and regarding the judge's considerations in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement. This writing uses a normative juridical method and an explanatory research typology. The legal materials used are primary legal materials in the form of laws and regulations relating to the Sale and Purchase Binding Agreement, Deed of Granting Mortgage Rights, unlawful acts, and also credit, while secondary legal materials consist of books, journals, and the internet. This writing also conducts interviews with both Notaries and PPAT as well as to Banks. The author concludes that as a result of an unlawful act after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement, the Deed of Granting Mortgage may be null and void because it was not made on the basis of a lawful cause. In addition, the consideration of the panel of judges in deciding cases of unlawful acts after the signing of the Sale and Purchase Binding Agreement is not appropriate because it does not consider the rights and obligations arising from the Sale and Purchase Binding Agreement. The panel of judges should also consider the actions of the Bank. This is because the Bank does not apply the prudential principle of the Bank in the examination before granting credit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Astrid Wangarry
"PPAT adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah. Sebagai akta otentik, akta PPAT harus memenuhi tata cara pembuatan akta PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Dalam hal ini PPAT telah membuat akta jual beli dengan dasar blanko kosong yang telah ditandatangani para pihak di dalam rumah tahanan yang merupakan perbuatan melawan hukum dan penyimpangan terhadap syarat materil dan syarat formil tata cara pembuatan akta jual beli. Berdasarkan hal ini, penulis bermaksud untuk mengkaji dan memahami lebih dalam mengenai tanggung jawab PPAT dan keabsahan pembuatan Akta Jual Beli oleh PPAT. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang menitikberatkan pada penelitian data sekunder yaitu norma hukum tertulis.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap analisis kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tanggal 6 September 2011 Nomor : 982 K/Pdt/2011 yaitu akibat hukum dari tata cara pembuatan dan penandatanganan akta jual beli yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku maka PPAT harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang dapat dikenakan sanksi administratif, sanksi perdata, bahkan sanksi pidana serta mengakibatkan akta tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan akta jual beli tersebut dapat dibatalkan.

PPAT is a public official who is authorized to make authentic act on certain legal actions regarding land rights. As an authentic deed, deed of PPAT must meet PPAT deed procedures as determined by the laws and other regulations. In this case PPAT has made a deed of sale on the basis of who has signed a blank form of the parties in the house prisoners is an unlawful act and the deviation of the material terms and conditions of formal procedures for the manufacture of the deed of sale. Based on this, the author intends to examine and understand more about the responsibilities of PPAT and validity of the making of sale and purchase by PPAT. This study uses normative juridical approach, the research focuses on the study of secondary data is written legal norms.
Based on the results of the analysis of the case of Supreme Court of the Republic of Indonesia On 6 September 2011 Number: 982 K / Pdt / 2011 of the legal consequences of the procedure of making and signing the deed of sale that does not comply with the applicable regulations, the PPAT should be responsible for his actions that may be subject to administrative sanctions, civil penalties, and even criminal sanctions as well as lead to the certificate becomes invalid and legal defects that have no binding legal force and the deed of sale may be canceled.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>