Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alya Hapsari Nuraini
"Setiap orang bebas untuk memberikan hibah wasiat dengan pembatasan sebagaimana diatur dalam Pasal 966 KUHPerdata yang mengatur bahwa pemberian hibah wasiat atas benda milik orang lain adalah batal. Dalam tesis ini, pewaris dalam wasiatnya turut memberikan hibah wasiat saham milik orang lain kepada ahli waris. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis dan dianalisa dengan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah akta Hibah Wasiat yang isinya mengatur mengenai pemberian seluruh saham PT. LNI batal dan tidak dapat dilaksanakan karena telah memenuhi ketentuan Pasal 966 KUHPerdata, melanggar kewenangan bertindak, dan tidak memenuhi syarat objektif suatu akta. Konsekuensi dari batalnya akta adalah akta dianggap tidak pernah ada sama sekali dan tidak menimbulkan akibat hukum apapun terhadap kepemilikan saham pihak yang dirugikan. Tetapi dalam praktiknya, akta yang batal tetap dimintakan permohonan pembatalan Akta ke pengadilan. Hal ini karena ada hak kebendaan milik pemegang saham lainnya yang melekat pada saham yang turut dijadikan objek hibah wasiat, sehingga pemegang saham PT. LNI dapat melakukan permohonan pembatalan Akta Wasiat yang dibuat oleh Tuan DM ke Pengadilan di wilayah harta peninggalan terbuka.

Every individual is free to create testamentary gifting with restrictions to Article 966 of the Civil Code which stipulates if the testator bestows an object that belongs to another person, such testamentary gifting will be null and void, whether or not he realizes such mistake. In this study, the testator in his will include the other shareholder`s stock to the receiver. This research is in the form of normative juridical with the typology of analytic descriptive research that analyzed qualitatively. The conclusion of the study stated that consisting other shareholder`s stock in a testament nullifies because subject to article 966 of the civil code, violates the authority to act, and doesn`t fulfill the objective requirements. In consequence to the nullification is the deed will have no legal force. However, in practice, it is still required to request for the cancellation to the court towards void testament, because there are property rights belong to the other shareholder attached to the said testaments. Therefore, the rest of the shareholders of PT. LNI has the right to request for the cancellation of the Testament to the court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth
"Objek hibah wasiat atas boedel waris yang belum dibagi seharusnya hanya bagian pembuat wasiat. Hal ini guna mencegah batalnya hibah wasiat karena adanya pemilikan bersama dalam boedel waris yang belum dibagi. Namun dalam kenyataannya, pembuat hibah wasiat menghibah wasiatkan seluruh bagian atas boedel waris yang belum dibagi sebagaimana ditemukan dalam putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor: 65/Pdt.G/2021/PN.Jmr. Terkait hal tersebut maka fokus dari penelitian ini adalah tentang pembatalan akta wasiat yang cacat menurut hukum karena objek yang diwasiatkan melebihi bagian atas boedel waris yang belum dibagi. Guna menjawab permasalahan utama dalam penelitian ini disusun 2 (dua) rumusan masalah yaitu mengenai pembatalan akta wasiat yang cacat menurut hukum yang dibuat di hadapan notaris dan keharusan notaris menjalankan perannya dalam pembuatan akta wasiat secara bertanggung jawab sehingga tidak mengakibatkan cacat menurut hukum. Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian hukum doktrinal dengan mengkaji objek hukum berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Tipologi penelitian bersifat eksplanatoris dan bahan-bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah pembatalan akta wasiat yang cacat menurut hukum yang dibuat di hadapan notaris karena isi wasiat berupa hibah wasiat yang menghibah wasiatkan seluruh bagian atas boedel waris yang belum dibagi. Notaris dalam menjalankan perannya dalam pembuatan akta wasiat seharusnya menerapkan prinsip kehati-hatian, memberikan penyuluhan hukum atas kehendak penghadap yang bertentangan dengan hukum dan menolak untuk membuatkan akta yang bertentangan dengan hukum.

The object of the testamentary grant on undivided inheritance should only be the share of the will maker. This is to prevent the nullification of the testamentary grant due to joint ownerships of the objects in the undivided inhenritance. However, in some cases, the will maker grants the entire shares of the undivided inheritance as found in Jember Court Verdict Number 65/Pdt.G/2021/PN.Jmr. In relation to that, the focus of this research is about the nullification of legally flawed deed of testament because the object exceeds the will maker's shares of the undivided inheritance. This research will discuss the nullification of legally flawed deed of testament made before a Notary and Notary obligation to be responsible in making deed of testament to prevent any flaws. The method used in this research is doctrinal law research method by examining legal objects in the form of statutory regulations and court verdicts. The research typology is explanatory by using primary, secondary and tertiary legal materals that are relevant to this research. The result of this research will show that the nullification of legally flawed deed of testament made before a Notary is because the content of the testament grants the entire portion of the undivided inheritance. In making a deed of testament, Notary must always apply the precautionary principle, provide legal counseling and refuse to draw up deeds which are contrary to the law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Yustisia
"Hibah merupakan pemberian dari seseorang kepada orang lain yang diberikan pada saat pemberi hibah masih hidup. Hibah muncul sebagai koreksi terhadap hukum adat yang selama ini berlaku di masyarakat, dimana jika seorang ayah meninggal dunia anak-anaknya tidak akan mewarisi harta ayahnya, yang akan mewarisinya adalah kamanakannya. Untuk itulah agar anak-anaknya dapat menikmati harta ayahnya dilakukan dengan cara menghibahkan hartanya, namun yang dapat dihibahkan hanyalah harta pusako randah/harta pencarian.
Harta pusako tinggi tidak dapat dihibahkan karena pengguasaan harto pusako tinggi dilakukan secara bergiliran oleh Mamak dalam suatu kaum, namun hibah dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan dari seluruh kaum atau bila semua keturunan sudah habis. Ada kalanya hibah dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya tanpa persetujuan dari kaum, hal inilah yang dapat menimbulkan sengketa dalam suatu kaum. Bagaimana penyelesaian sengketa hibah tersebut diselesaikan dan bagaimana peran Mamak Kepala Waris untuk menyelesaikan sengketa tersebut serta bagaimana bila Mamak Kepala Waris itu yang melakukan hibah harta pusako tinggi tersebut merupakan permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini.
Bentuk penelitian dalam tesis ini merupakan penelitian hukum normatif dan penelitian empiris, dimana penelitian ini dilakukan dengan sumbersumber tertulis dan juga dilakukan penelitian lapangan. Sumber data diperoleh dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan, sedangkan data primer penulis peroleh dengan melakukan wawancara dengan nara sumber secara langsung, yaitu dengan Datuk/Kepala Adat.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyelesaian dilakukan dengan musyawarah mufakat dengan Mamak Kepala Waris bertindak sebagai penengah dan membantu menyelesaikan masalah. Terhadap Mamak Kepala Waris yang melakukah hibah harta pusako tinggi maka ia dianggap melanggar adat dan akan mendapatkan sanksi sesuai dengan keputusan sidang yang dilakukan oleh para Pemangku adat.

A grant is something that is given by someone to another person while that someone is still alive. A grant is considered as a correction of traditional law that has stayed in the society for many years. The traditional law stated that when father dies then the children will not inherit his wealth but instead his kamanakan will. Therefore, in order for the children to inherit their father wealth one of the ways is by granting the wealth itself, but the only wealth that can be granted are only the wealth that considered in the lower ranks. In another words harta pusako randah or wealth that comes from income.
High rank inherited wealth cannot be granted because it is being controlled in turns by Mamak in the family clan. But nevertheless a grant still can be given only if all the member of the clan has agreed or if there are no more heir or heiress left. There comes a time when a grant can be given by a father to his child without agreement from the clan, if this happen then it can cause a dispute or conflict inside the family clan. What is the best sollution for such dispute or conflicts and what are the roles of Mamak Kepala Waris in order to settle the dispute and what if Mamak Kepala Waris are the ones that are giving the high inherited wealth, these are the problems that will be discussed in this thesis.
The method of research used in this thesis are normatif and empirical. This research is written with the help from various written sources and also being conducted. The sources of data comes by using secondary data which is librarian study and the primary data is collected by the writer from interviewing the chief of the tribe or commonly known as Datuk.
From this research it can be concluded that the settlement in the family clan is conducted by having a discussion that will lead to agreement with Mamak Kepala Waris playing the role as a middle person between two sides in order to solve the dispute. To Mamak Kepala Waris that grants the high inherited wealth without an agreement, then this is considered as a violation to the culture law. The person that conducts this violation will get the proper sanction or punishment that has been decided in a meeting with Pemangku Adat
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T38074
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ijmatul Murtika
"Dalam proses pembuatan akta wasiat umum di hadapan notaris berlaku ketentuan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 (UUJN) dan juga ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer). Dalam kedua peraturan tersebut bisa saja terdapat ketentuan yang berbeda, salah satunya ketentuan syarat saksi dalam sebuah proses pembuatan akta. Dalam KUHPer karyawan notaris dilarang untuk menjadi saksi dalam proses pembuatan akta wasiat, sedangkan dalam UUJN tidak ada larangan tersebut. Pelanggaran terhadap kedua ketentuan tersebut mempunyai akibat yang berbeda. Jadi, harus dipahami ketentuan manakah yang berlaku dalam pembuatan akta wasiat di hadapan notaris. Salah satu kasus yang berkaitan adalah dalam kasus Putusan Mahkamah Agung No. 400K/Pdt/2018 dimana akta wasiat dalam kaus tersebut telah dibatalkan dengan alasan melanggar ketentuan KUHPer. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana keabsahan saksi dalam proses pembuatan akta wasiat yang dilakukan di hadapan notaris dan bagaimana akibat terhadap pelaksana wasiat atas akta wasiat yang dibatalkan oleh Pengadilan dalam kasus Putusan No. 400K/Pdt/2018. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian berbentuk yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa saksi akta dalam pembuatan akta wasiat dalam Kasus di atas tidaklah sah karena tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KUHPer dan hanya memenuhi syarat dalam UUJN. Padahal KUHPer merupakan lex specialis dari ketentuan dalam UUJN sehingga pelanggaran ketentuan tersebut menyebabkan akta wasiat tersebut menjadi batal. Akibat hukum dari pembatalan tersebut adalah pengangkatan pelaksana wasiat di dalamnya juga menjadi batal sehingga pelaksana wasiat tersebut tidak mempunyai kewenangan lagi untuk mengurus harta pewaris. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah notaris harus selalu memperhatikan peraturan perundang-undangan lainnya selain UUJN dikarenakan bisa saja terdapat peraturan lain yang berlaku sebagai lex specialis dari ketentuan dalam UUJN.

In the process of making a general testament deed in front of a notary public, the provisions in Law No. 2 of 2014 jo. Law No. 30 of 2004 (UUJN) and also provisions in the Civil Code (KUHPer). There might be different provisions in both regulations, one of which is the provision of witness conditions in a process of making a deed. In the Criminal Code, notary employees are prohibited from being witnesses in the process of making a testament, while in the UUJN there is no such prohibition. Breach on both, of the two provisions have different consequences. So, it must be acknowledged which provision apply in making a testament in front of a notary. One of the related cases is in the case of the Supreme Court Decision No. 400K/Pdt/2018 where the testament of the case has been canceled for the reason that it violates the provisions of the KUHPer. Therefore, the questions raised in this study are how the witness's validity in the process of testament making is carried out in front of a notary and how the consequences of the testament executor of the court-canceled testament (refer to the case of Decision No. 400K / Pdt / 2018)This research is conducted using a normative juridical research method with analytical descriptive research type.
The conclusion of this study is that the deed's witness in making the deed in the case above is not valid because it does not meet the conditions set out in the Criminal Code and only meets the requirements in the UUJN. Even though the KUHPer is a lex specialis of the provisions in the UUJN so that the violation of these provisions cause the testament to be canceled. The legal effect of the cancellation is that the appointment of the executor in it also becomes null and void so that the executor of the testament does not have the authority to take care of the property of the heir. Suggestions that can be given from this research are notaries must always pay attention to other laws and regulations besides UUJN because there may be other regulations that apply as lex specialis from the provisions in UUJN."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Abdullah
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhilah Rosa Masyhur
"Keberadaan akta autentik sebagai suatu alat bukti adalah kebutuhan utama dalam interaksi di masyarakat, namun dalam pembuatan akta autentik mungkin saja terjadi peristiwa dimana isi akta autentik yang saling berentangan. Misalnya sebagaimana dalam studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2194 K/PDT/2017 terhadap akta pendirian perusahaan dagang, adanya dua akta pendirian perusahaan dagang yang isinya bertentangan dan mengakibatkan seolah perusahaan dagang tersebut dimiliki oleh dua orang yang berbeda. Penelitian ini menjawab permasalahan mengenai bagaimana kekuatan autentik pada dua akta notaris yang saling bertentangan tersebut dan tanggung jawab notaris yang bersangkutan terhadap hal itu. Selain itu, penelitian ini juga membahas akibatnya terhadap keabsahan suatu perusahaan dagang sebagai sutu boedel waris tersendiri. Metode penelitian tesis ini adalah yuridis normatif, dengan data sekunder baik yang diperoleh dengan studi kepustakaan serta dengan melakukan wawancara kepada narasumber. Hasil simpulan dari penelitian ini ialah bahwa kekuatan autentik dari akta notaris yang saling bertentangan mengharuskan hakim untuk mencari kebenaran materil maupun formil dari kedua akta yang bertentangan tersebut. Kebenaran yang ditemukan nantinya akan mempengaruhi keabsahan alas hak boedel waris, yakni pemilik yang sebenarnya dari suatu perusahaan dagang. Selain itu akta pendirian perusahaan dagang itu sendiri akan menjadi acuan bagaimana menentukan perusahaan dagang sebagai suatu boedel waris tersendiri yang terpisah dari harta warisan pribadinya.

The existence of authentic certificates as a means of evidence is the main requirement in the course of interaction between communities, but in making authentic deeds, especially notary deeds, there are contents of authentic deeds that prove conflicting events, for example on a deed of incorporation of an individual company. The proof of authentic deed the establishment of an individual company is important in terms of proving the legitimacy of a boedel inheritance and how the real form of a trading company is inherited. Writer is do a case study on Cassation Decision Number 2194 K / PDT / 2017 in its analysis, to find out how the authentic power of two notary deeds concerning the establishment of conflicting individual companies and the notary's responsibility for them and their consequences for their inheritance. This study uses a normative juridical research method, with secondary data both from library searches and interviews with resource persons. The conclusion of this study is that the authentic power of conflicting notary deeds requires the judge to seek material truth from the notary deed, so that the truth is not fixed on what is written in a deed but the actual fact. This certainly results in the validity of the boedel inheritance, if the basis of the rights of the inheritance is still questionable as well as how to determine the trading company as an inheritance."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T53607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muhammad Fatih
"Akta Hibah yang dibuat tanpa sepengetahuan pemilik atas tanah yang sah merupakan perbuatan melawan hukum.Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maupun Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang membuat suatu akta seperti akta hibah tanpa memperhatikan kedudukan penghadap yang berhak melakukan perbuatan hukum dalam akta, dianggap sebagai perbuatan melawan hukum dan berkaitan dengan akta tersebut menjadi batal demi hukum karena melanggar syarat materiil hibah dalam akta tersebut. Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah sementara terhadap akta hibah yang dibuat tanpa persetujuan pemilik atas tanah yang sah berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 95/K/Pdt/2021 dan keabsahan akta hibah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Keterbaruan dalam penelitian ini yaitu pada kasus yang diangkat mengenai pembuatan jenis aktanya, yaitu akta hibah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut tanpa sepengetahuan pemilik atas tanah yang sah, berbeda dengan beberapa tesis yang lain di mana kasus-kasunya membahas jenis akta jual beli. Hasil dari penelitian ini adalah akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut batal demi hukum, dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara tersebut dapat dikenakan pertanggungjawaban administrasi dan pidana sebagai jalan terakhir (ultimum remedium)

The Deed of Grant made without the knowledge of the owner of the legal land is against the law. Land Deed Making Officials (PPAT) and Temporary Land Deed Making Officials (PPATS) who make a deed such as a grant deed without regard to the position of the appearers who are entitled to take legal actions in the deed , is considered an unlawful act and related to the deed becomes null and void because it violates the material terms of the grant in the deed. This study raises the issue of the responsibility of the temporary land deed official for the grant deed made without the consent of the owner of the legal land based on the Supreme Court's decision No. 95/K/Pdt/2021 and the validity of the grant deed made by the Temporary Land Deed Official. To answer these problems, this research uses a normative juridical approach. The novelty in this research is the case raised regarding the making of the type of deed, namely the deed of grant by the Temporary Land Deed Official without the knowledge of the owner of the legal land, in contrast to several other theses where the cases discuss the type of deed of sale and purchase. The result of this research is that the deed made by the Temporary Land Deed Official is null and void, and the Temporary Land Deed Official can be subject to administrative and criminal liability as a last resort (ultimum remedium)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yovita Pradita Abimanyu
"Tesis ini membahas mengenai pembuatan akta wasiat oleh notaris seharusnya memperhatikan ketentuan asas legitime portie yang berlaku sebagai dasar dalam pembuatan akta wasiat tersebut. Hal ini karena setiap ahli waris harus menerima bagian mereka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan tanpa ada yang merasa dirugikan sehingga dapat memberikan kepastian bagi para ahli waris dan menghindarkan dampak tuntutan hukum yang dapat timbul dikemudian hari. Permasalahan dalam tesis ini adalah implikasi hukum terhadap bagian mutlak ahli waris legitimaris dari adanya suatu akta wasiat yang dibuat berdasarkan akta kesepakatan bersama dimana isinya melanggar bagian mutlak (legitieme portie) dan notaris yang membuat akta wasiat tersebut dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa akta wasiat yang isinya melanggar bagian mutlak (legitime portie) ahli waris legitimaris tidak serta merta langsung batal atau batal demi hukum, melainkan dapat diajukan gugatan dari ahli waris untuk menuntut bagian mutlaknya sehingga akta wasiat tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan dan bagian mutlak ahli waris legitimaris yang terlanggar akan dikembalikan sesuai dengan besarnya bagian mutlak yang dimiliki oleh ahli waris legitimaris yang menuntut tersebut sedangkan sisanya akan diberikan kepada ahli waris yang sesuai dengan akta wasiat tersebut. Selain itu, dalam pembuatan akta wasiat tersebut, Notaris tidak terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum karena pembuatan akta wasiat tersebut telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sahnya suatu akta sehingga notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban mengenai gugatan tersebut.

This thesis discusses the making of a will by a notary who should pay attention to the provisions of the legitime portie principle that apply as the basis for making the will. This is because each heir must receive their share in accordance with statutory provisions without anyone feeling disadvantaged so as to provide certainty for the heirs and avoid the impact of lawsuits that may arise in the future. The problem in this thesis is the legal implications for the absolute part of the legitimacy of the heirs from the existence of a will made based on a deed of mutual agreement where the contents violate the absolute part (legitieme portie) and the notary who made the will is declared to have committed an unlawful act. The research method used is doctrinal by using secondary data in the form of literature studies and qualitative approaches. The results of this study reveal that wills whose contents violate the absolute part (legitime portie) of legitimacy heirs are not immediately null and void, but a lawsuit can be filed from the heirs to demand their absolute part so that the will becomes unenforceable and part absolute legitimacy heirs who are violated will be returned in accordance with the size of the absolute share owned by the legitimacy heirs who claim it while the rest will be given to the heirs in accordance with the deed of will. In addition, in making the will, the Notary was not proven to have committed an unlawful act because the making of the will had fulfilled the formal and material requirements for the validity of a deed so that the notary could not be held responsible for the lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Yustisia Setiarini
"Hibah sejatinya dilakukan saat pemberi dan penerima hibah masih hidup, namun ada kalanya terdapat hambatan untuk membuat akta hibah sehingga dibuat perjanjian pendahuluan hibah, atau biasa dikenal dengan akta pengikatan hibah. Akta pengikatan hibah menjadi masalah ketika pada perjalanannya, penghibah sudah meninggal saat terjadinya hibah. Di lain pihak, akta wasiat merupakan kehendak bebas seseorang terhadap harta peninggalannya ketika ia meninggal kelak. Meski akta wasiat merupakan kehendak bebas dari seseorang, namun undang-undang memberikan batasan-batasan terhadap akta wasiat termasuk kepada istri dari perkawinan kedua. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kekuatan akta perjanjian pengikatan diri untuk melakukan penghibahan sebagai dasar pembuatan akta hibah apabila penghibah meninggal dunia dan bagaimana kedudukan akta wasiat yang melebihi perolehan istri dari perkawinan kedua. Agar dapat menjawab permasalahan tersebut digunakanlah metode penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil analisis adalah akta perjanjian pengikatan diri untuk melaksanakan penghibahan tidak dapat dijadikan dasar pembuatan akta hibah setelah penghibah meninggal dunia karena tidak sesuai dengan prinsip hibah itu sendiri dan akta wasiat yang isinya melebihi bagian yang seharusnya diperoleh istri dari perkawinan kedua menjadi tidak dapat dilaksanakan. Hendaknya pihak yang akan melepaskan haknya, atau penghibah, melampirkan surat pernyataan persetujuan dari para ahli waris atas hibah yang dilakukan olehnya. Notaris diharapkan dapat turut aktif memberikan penyuluhan hukum terkait Legitieme Portie dan batasan-batasan dalam pemberian wasiat.

Grants are actually made when the giver and recipient of the grant are still alive, but there are times when there are obstacles to making a grant deed so that a preliminary grant agreement is made, or commonly known as a grant binding deed. The deed of grant binding became a problem when on its way, the grantor had died during the grant. On the other hand, a will is a person's free will for his inheritance when he dies later. Even though a will is the free will of a person, the law places limitations on wills including wives from second marriages. The issues raised in this study are regarding the strength of the deed of binding agreement to make a grant as the basis for making a grant deed if the grantor dies and how the position of the will deed exceeds the acquisition of the wife from the second marriage. In order to be able to answer these problems, normative juridical research methods are used with analytical descriptive research types. The result of the analysis is that the deed of binding agreement to carry out the gift cannot be used as the basis for making the deed of grant after the grantor dies because it is not in accordance with the principle of the grant itself and the will deed whose contents exceed the portion that should have been received by the wife from the second marriage cannot be implemented. The party that will relinquish his rights, or the grantor, should attach a statement of approval from the heirs for the grant made by him. Notaries are expected to be able to actively participate in providing legal counseling related to Legitieme Portie and limitations in granting wills."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
F. Sekar Widiarini
"Pemisahan dan pembagian harta warisan merupakan bagian penting dalam sebuah pewarisan. Seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sebuah objek waris tidak haruslah berada dalam keadaan terbagi untuk para Ahli Warisnya. Hal inilah yang membuah pemisahan dan pembagian harta warisan penting, karena para Ahli Waris haruslah segera melakukan pemisahan dan pembagian harta waris tersebut ketika terbukanya pewarisan. Agar pemisahan dan pembagian harta waris tersebut memiliki sebuah kepastian, maka dibuatlah sebuah akta autentik mengenai pemisahan dan pembagian tersebut. Akta autentik ini dibuat oleh seorang Notaris yang merupakan seorang pejabat umum yang memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawab Notaris dalam memperhitungkan bagian harta waris sebagai dasar pembuatan akta pemisahan dan pembagian harta waris. Dalam menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang mengkaji hukum sebagai konsep norma atau kaidah yang berlaku di masyarakat serta menjadi pedoman dalam bertingkah laku masyarakat. Dalam melakukan analisis,  penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif bertujuan untuk mengungkap kebenaran dan memahami kebenaran tersebut berdasarkan bahan hukum yang berkualitas. Dalam Putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 178/Pdt.G/2018/PN Yyk menyatakan bahwa Akta Pemisahan dan Pembagian Harta Waris yang dibuat oleh Notaris yang tidak memperhitungkan dan mencantumkan bagian yang seharusnya didapatkan oleh seluruh Ahli Waris merupakan akta yang sah. Namun dibalik itu, salah satu Ahli Waris tidak mengetahui berapa bagian yang seharusnya ia dapatkan, sehingga mengakibatkan ia menerima harta waris jauh dibawah yang seharusnya ia dapatkan. Maka perlu sebuah perhitungan bagian yang seharusnya didapatkan seluruh Ahli Waris sebelum dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Notaris diharapkan melaksanakan seluruh tahapan sebelum maupun ketika dilakukannya pemisahan dan pembagian harta waris. Hal tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk Ahli Waris dalam memberikan persetujuannya atas objek waris yang akan dipisahkan dan dibagikan.

Separation and division of inheritance is an important part in an inheritance. As stipulated in the Civil Code, an object of inheritance does not have to be in a state of division for its heirs. This is what makes the separation and distribution of inheritance important, because the heirs must immediately separate and distribute the inheritance when the inheritance is opened. In order for the separation and distribution of the inheritance to have a certainty, an authentic deed is made regarding the separation and distribution. This authentic deed is made by a Notary who is a public official who has the authority to make an authentic deed and other authorities regulated in the Notary Position Act. The problem raised in this study is the role and responsibility of the Notary in calculating the share of inheritance as the basis for making the deed of separation and distribution of inheritance. In answering these problems, a normative juridical legal research method is used which examines law as a concept of norms or rules that apply in society and becomes a guide in people's behavior. In conducting the analysis, this study uses qualitative analysis methods aimed at revealing the truth and understanding the truth based on quality legal materials. In the Decision of the Panel of Judges at the Yogyakarta District Court Number 178/Pdt.G/2018/PN Yyk, it is stated that the Deed of Separation and Distribution of Inheritance made by a Notary that does not take into account and include the portion that should be obtained by all the Heirs is a valid deed. But behind that, one of the heirs did not know how much part he should get, thus causing him to receive an inheritance far below what he should get. So it is necessary to calculate the share that should be obtained by all the heirs before the separation and distribution of inheritance is carried out. Notaries are expected to carry out all stages before and during the separation and distribution of inheritance. This can be a consideration for the heirs in giving their approval for the object of inheritance to be separated and distributed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>