Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186958 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Nur Sabrina
"Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong pengembang swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang berlaku saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 dianggap tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal rendah dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan disimulasikan untuk dua skenario teknologi berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.
ABSTRACT
Tarif energi baru dan terbarukan (EBT) adalah kebijakan yang paling umum dan biasanya digunakan di dunia untuk mendorong swasta memasuki pasar pembangkit listrik EBT. Namun di Indonesia, tarif EBT yang sesuai saat ini berdasarkan Permen ESDM No. 50/2017 respon tidak mencukupi menguntungkan bagi pengembang swasta karena tarif EBT berbasis biaya Pembangkit PLN berbasis daerah (BPP, Harga Pokok Produksi) yang kena flat dengan pembangkit bahan bakar fosil, yang saat ini cenderung lebih mahal dibandingkan dengan biaya investasi pembangkit EBT. Karena itu Dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Fotovoltaik Karena kasusnya, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seperti apa struktur tarif tersebut EBT saat ini sesuai dengan kelayakan finansial dari potensi yang ada Pembangunan PLTS Fotovoltaik tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019 -2028. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Pemodelan keuangan yang disimulasikan untuk dua skenario teknologi yang berbeda yaitu 1) PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa menggunakan sistem baterai dan 2) PLTS Fotovoltaik on-grid menggunakan sistem baterai. Adapun, hasilnya dari studi ini adalah struktur tarif EBT saat ini, hanya sesuai kelayakan finansial 60% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028 dalam skenario PLTS Fotovoltaik on-grid tanpa sistem baterai. Sedangkan pada skenario PLTS Fotovoltaik menggunakan sistem baterai, Tarif EBT hanya sesuai dengan kelayakan finansial 24% dari potensi pengembangan PLTS Fotovoltaik dalam RUPTL 2019-2028.

Tariff policy is important to induce RE developers to enter the market of electricity power plants. In Indonesia, the developers face uncertainty in business they experienced several changes in tariff structure for the last two years. According to MEMR Regulation No.50/2017, the current tariff structure is not the ideal case since the tariff uses mixed energy generation cost per region as the basis instead of renewable energy generation cost. Therefore, using solar PV generation as the case,this study aims to examine how the current tariff structure fits the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028. This research will be conducted using financial modeling to look at two scenarios, which are 1) Solar Photovoltaic on-grid without a battery system, 2) Solar photovoltaic on-grid with a battery system. The result of this study is the current tariff structure is only fits 60% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario without battery system and 24% of the potential development of solar PV power plants based on RUPTL 2019-2028 in a scenario with a battery system. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhityo Nugraha Barsei
"Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal menjadi salah satu instrumen kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Namun, tujuan dari kebijakan ini belum pernah dilakukan evaluasi mengenai bagaimana dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat desa tertinggal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pengelolaan PLTS Komunal terhadap kondisi sosial ekonomi serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan PLTS Komunal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (mix methods). Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik survei (skala likert dan pertanyaan terbuka) dan wawancara mendalam. Pengumpulan data sekunder diambil dari studi dokumentasi dan literature review. Penelitian dilakukan dari 31 Januari 2023 hingga 19 September 2023 dan telah menghasilkan 2 (dua) temuan. Pertama, kebijakan pengelolaan PLTS Komunal berkelanjutan telah berdampak terhadap keterampilan teknis dan manajerial masyarakat, berkembangnya aktivitas social, terciptanya usaha-usaha baru, terbukanya lapangan kerja, peningkatan pendapatan, dan efisiensi rumah tangga. Kedua, faktor yang mempengaruhi pengelolaan PLTS Komunal berkelanjutan adalah faktor ekonomi (listrik murah, usaha berbasis listrik, iuran masyarakat), faktor finansial (komitmen pemerintah, adanya pembiayaan), faktor politik (Kerjasama multipihak, dukungan kepala daerah lokal), faktor regulasi (peraturan, pelatihan dan pendampingan, pengawasan dan pengendalian), dan faktor sosiokultural (sikap gotong-royong, sense of ownership, integritas pengelola PLTS, dan tingkat pengetahuan). Rekomendasi dari hasil penelitian ini antara lain: Mendorong PLTS Komunal di Desa Labuangkallo agar dikelola oleh BUMDes dan mengeluarkan regulasi pemanfaatan PLTS; Mengintegrasikan BUMDes pengelola PLTS Komunal dengan unit-unit usaha berbasis listrik; dan Mendorong kolaborasi dinas terkait dalam mengoptimalkan potensi unggulan desa dikembangkan melalui pelatihan dan pendampingan usaha berbasis listrik.

Communal Solar Power Plants (PLTS) are one of the government's policy instruments in improving the welfare of rural communities and creating new jobs. However, the aim of this policy has never been to evaluate its impact on the socio-economic conditions of underdeveloped rural communities. This research aims to analyze the impact of Communal PLTS management on socio-economic conditions and the factors that influence the management of Communal PLTS. This research uses a qualitative and quantitative approach (mix methods). Primary data collection was carried out using survey techniques (Likert scale and open questions) and in-depth interviews. Secondary data collection was taken from documentation studies and literature reviews. The research was conducted from 31 January 2023 to 19 September 2023 and has produced 2 (two) findings. First, the policy of sustainable Communal PLTS management has had an impact on the technical and managerial skills of the community, the development of social activities, the creation of new businesses, the creation of employment opportunities, increased income, and household efficiency. Second, the factors that influence the sustainable management of Communal PLTS are economic factors (cheap electricity, electricity-based businesses, community contributions), financial factors (government commitment, availability of financing), political factors (multi-party cooperation, support from local regional heads), regulatory factors (regulations), training and mentoring, supervision and control), and sociocultural factors (mutual cooperation attitude, sense of ownership, integrity of PLTS managers, and level of knowledge). Recommendations from the results of this research are: Encouraging Communal PLTS in Labuangkallo Village to be managed by BUMDes and issuing regulations for the use of PLTS; Integrating BUMDes managing Communal PLTS with electricity-based business units; and Encouraging collaboration with related agencies in optimizing the superior potential of villages developed through training and assistance for electricity-based businesses."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helen Fifianny
"Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan perekonomian, maka kebutuhan masyarakat akan energi listrik juga meningkat. Negara Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa, memiliki potensi energi surya yang sangat besar. Sinar matahari yang dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan. Indonesia mempunyai potensi sumber energi surya yang besar dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8 kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia. Radiasi matahari yang diterima permukaan bumi merupakan parameter penting dalam menghitung potensi energi listrik yang dihasilkan dari panel PLTS yang terpasang. Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran potensi energi listrik yang dapat dihasilkan dari PLTS pada beberapa kota terletak pada 3 pembagian wilayah di Indonesia. Dari data intensitas radiasi matahari yang didapat dari BMKG tahun 2011 – 2020 maka ada beberapa kota yang memiliki intensitas radiasi matahari yang cukup tinggi yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makasar, Kupang, Ambon dan Jayapura. Dalam penelitian ini terdapat variasi sudut kemiringan terhadap potensi energi listrik. Sehingga didapat energi listrik yang maksimum apabila modul surya diarahkan dengan sudut kemiringan sebesar lintang lokasi PLTS tersebut yang berada antara 3,5 LU dan 2,3 LS – 10,10 LS.

As the population and economic activity increased, the population's demand for electricity also increased. Indonesia, which is located on the equator, has enormous solar energy potential. Sunlight is used as a clean and sustainable renewable energy source. Indonesia has large solar energy potential with an average solar radiation intensity of about 4.8 kWh/m2 per day throughout Indonesia. The solar radiation received from the Earth's surface is an important parameter in calculating the electrical energy potential generated by the installed PLTS panels. The objective of this research is to provide an overview of the potential electricity that can be produced from PLTS in some cities located in the three regional divisions in Indonesia. From the data of the intensity of solar radiation obtained from BMKG for 2011 – 2020, there are several cities that have a fairly high sun radiation intensity, such as Medan, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Kupang, Ambon and Jayapura. In this study there is a variation of the angle of inclination of the potential of electrical energy. So, the maximum electricity is obtained when the solar module is directed with an angle of inclination of the latitude of the PLTS location which is between 3.5 (North Latitude) and 2.3 (South Latitude) – 10.10 (South Latitude)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasri Hatomi
"Bertambahnya kebutuhan energi listrik di IKN akan berdampak pula pada bertambahnya penggunaan pembangkit listrik. Pengembangan energi listik kedepannya di IKN diharapkan akan menggunakan lebih banyak energi terbarukan. Untuk dapat menekan penggunaan energi fosil, salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi listrik terbarukan. Pada penelitian ini akan membahas terkait dengan pengembangan energi terbarukan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 50 MW dengan skema KPBU-AP dan IPP di Ibukota Negara (IKN). Dalam menetapkan skema yang sesuai, dilakukan penilaian proyek dengan mempertimbangkan parameter penilaian keuangan yang terdiri dari Net Present value (NPV), Internal rate Return (IRR), dan Payback Period (PP) sebagai dasar dan pertimbangan dalam kelayakan finansial project investasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema KPBU-AP lebih menguntungkan dari sisi investor dalam hal stabilitas pendapatan dan memperoleh jaminan dari pemerintah sehingga dapat meminimalisir resiko, sementara skema IPP bergantung pada jumlah listrik yang dihasilkan dan dijual yang memiliki potensi ketidakpastian. Dengan parameter yang sudah ditentukan dan regulasi, skema KPBU-AP dapat memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan skema IPP dengan menghasilkan nilai IRR sebesar 11,26%, NPV sebesar 163.472 (juta rupiah) dan payback period selama 8 tahun dibandingkan dengan skema IPP diperoleh IRR sebesar 8,61%, NPV sebesar 33.973 (juta rupiah) dan payback period selama 9 tahun.

The increasing demand for electrical energy in the New National Capital (IKN) will lead to a rise in the use of power plants. Future development of electrical energy in IKN is expected to utilize renewable energy sources. To reduce the use of fossil energy, one approach is to harness solar energy as a renewable electrical energy source. This study discusses the development of a 50 MW solar power plant (PLTS) using the PPP-AP and IPP schemes in IKN. In determining the appropriate scheme, a project assessment was conducted by considering financial evaluation parameters including Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), and Payback Period (PP) as the basis and consideration for the business entity. The results show that the KPBU-AP scheme is more advantageous for investors regarding income stability and government guarantees, thereby reducing risks. In contrast, the IPP scheme depends on the amount of electricity generated and sold. With the specified parameters and regulations, the KPBU-AP scheme provides greater benefits compared to the IPP scheme, yielding an IRR of 11.26%, an NPV of 163,472 million rupiahs, and a payback period of 8 years. In contrast, the IPP scheme yields an IRR of 8.61%, an NPV of 33,973 million rupiahs, and a payback period of 9 years."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adit Hinantho
"ABSTRAK
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Babelan dengan luas lahan 54 hektar area.Total 18,02 hektar lahan rencana pengembangan penambahan pembangkit di masa depan didalam area PLTU memiliki potensi sebagai pembangkit listrik energi bersih dan terbarukan. Penelitian ini bertujuan untuk mencari analisis akan kelayakan investasi dengan metode Capital Budgeting. Opsi pembangkit yang dipilih berdasarkan pertimbangan mempunyai porsi energi bersih dan terbaruka, meminimlaisir modifikasi infrastruktur dan penanganan bahan bakar. Didapatkan opsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bahan bakar campuran batubara dan Palm Kernel Shell (PKS) dan Pembangkit Listrik Biomassa (PLTBm) Palm Kernel Shell (PKS) dengan biaya investasi.PLTS sebesar US$ 2.680.920,96/MW dengan payback period ditahun ke 1, BCR 0,14, NPV US$ -624193,36, IRR -0,21, PI 0,98 Biaya investasi. PLTU bahan bakar campuran batubara dan palm kernel shell (PKS )sebesar US$ 940.419,74/MW dengan payback period di tahun ke 7, BCR 1,88, NPV US$ 96.820.090,27, IRR 8%, PI 1,74, discounted payback period ditahun ke 5,55. Biaya investasi PLTBm palm kernel shell (PKS) US$ 1.565.751,02/MW dengan payback period ditahun ke 11, BCR 0,21, NPV US$ -230.902.577,68, IRR -1%, PI -0,05, discounted payback period ditahun ke 9,94.

ABSTRACT
Babelan Coal-fired Power Plant with an area of ​​54 hectares of area. A total of 18.02 hectares of land planned for the future development inside the area of ​​the PLTU has the potential for clean and renewable energy power plant. This study aims to find an analysis of the analysis of investment with the Capital Budgeting method. The power plant options selected are considered to have a portion of clean and renewable energy, minimizing infrastructure modification and fuel handling. Options are Solar Power Generation (PLTS), Co-firing coal and biomass palm kernel shell (PKS) Power Plant (PLTU) and Palm Kernel Shell (PKS) Biomass Power Plants (PLTBm) with an investment cost for PLTS US $ 2.680.920,96/MW with a payback period in the first year, BCR 0.14, NPV US $ -624193.36, IRR -0.21, PI 0.98 Investment costs for co-firing coal and biomass palm kernel shell (PKS) US $ 940,419.74/MW with a payback period in year 7, BCR 1.88, NPV US $ 96,820,090.27, IRR 8%, PI 1.74 , discounted payback period in the year 5.55. Investment costs for PLTBm palm kernel shell (PKS) US $ 1,565,751.02/MW with a payback period in the 11th year, BCR 0.21, NPV US $ -230,902,577.68, IRR -1%, PI -0.05 , discounted payback period in the year 9.94."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marini Altyra Fakhri
"Indonesia dikenal dengan negara yang berada pada garis khatulistiwa yang memiliki potensi sinar matahari yang besar sehingga bisa di manfaatkan sebagai salah satu sumber energi baru terbarukan di Indonesia, yaitu PLTS Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Guna meningkatkan perkembangan energi baru dan terbarukan, maka diperlukan pihak swasta untuk dapat menjalin kerjsama dan bersedia menanamkan modalnya atau investasi dalam pengembangan energi baru dan terbarukan. Penelitian ini secara umum secara analisis keekonomian menggunakan metode NPV, IRR, Payback Periode, dan WACC terhadap tiga skenario yang berbeda, skenario pertama sesuai dengan harga yang sesuai power purchase agreement PPA pada tahun 2014, skenario kedua melakukan financing scheme dengan diberikannya isentif terhadap perubahan harga beli listrik oleh pemerintah pada tahun 2017, dan skenario ketiga melakukan penyesuain terhadap teknologi solar panel terhadap fluktuatif itensitas radiasi matahari.
Berdasarkan hasil perhitungan keekonomian diperoleh untuk skenario pertama didaptakan IRR sebesar 14,47 dan NPV sejumlah 2.821.177 dengan masa pengembalian selama 6,37 tahun, skenario kedua IRR sebesar 12,27 dan NPV sejumlah 1.304.373 dengan masa pengembalian selama 7,65 tahun, dan skema ketiga dengan IRR sebesar 14,89 dan NPV sejumlah 3.056.457 dengan masa pengembalian selama 6,23 tahun. Untuk Analisis risiko menggunakan metode analisis sensitivitas dan teridentifikasi risiko yang berpotensi dapat menggangu parameter resiko investasi IRR, NPV, dan Payback Periode adalah political risk dan natural and climate risk.

Indonesia is known as a country that is on the equator which has great sunlight potential so that it can be utilized as one of renewable energy source in Indonesia, that is Solar Power Plant. This study is generally analyzed economically using the NPV, IRR, Payback Period, and WACC methods against three different scenarios, the first scenario corresponds to the appropriate power purchase agreement PPA price in 2014, the second scenario financing scheme with the incentive Changes in electricity purchase price by the government in 2017, and the third scenario is adjusting the solar panel technology to fluctuating solar radiation itensity.
Based on the economic calculations obtain for the first scenario is obtain IRR of 14.47 and NPV of 2,821,177 with a payback period of 6.37 years, the second scenario is obtain IRR of 12.27 and NPV of 1,304,373 with a payback period of 7.65 years and the third scenario is obtain IRR of 14.89 and NPV of 3,056,457 with a payback period of 6.23 years.For risk analysis using sensitivity analysis methods and identified risks that could potentially disrupt investment risk parameters IRR, NPV, and Payback Period are political risk and natural and climate risk."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S66805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Azra Fatimah
"

Energi listrik adalah salah satu energi yang sangat dibutuhkan demi keberlangsungan hidup manusia dengan peningkatan penggunaan setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, sebagian besar sumber energi pembangkitan listrik masih berasal dari batu bara, sehingga pemerintah menargetkan pengembangan PLTS atap hingga 3,6 GW pada tahun 2025. Demi mendukung program tersebut, PLTS eksisting tetap harus dijaga kinerjanya, di mana salah satu cara untuk menguji keandalan sistem tersebut adalah dengan melakukan evaluasi kinerja mengacu pada standar IEC 61724, yaitu standar untuk mengukur kinerja fotovoltaik. Penelitian ini melakukan studi mengenai implementasi PLTS Atap On-Grid 90 kWp di Gedung Energi 625 Pusat Penelitian Ilmu Penerapan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, Tangerang Selatan. Gedung ini merupakan pusat pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis penelitian. Sebagai data acuan, akan dilakukan simulasi data seharusnya menggunakan perangkat lunak PVsyst. Berdasarkan simulasi, dihasilkan energi keluaran PLTS tahunan sebesar 130.451 kWh dengan  performance ratio sebesar 81,30% dan capacity factor sebesar 16,21%. Sedangkan, hasil pengukuran menghasilkan energi keluaran tahunan sebesar 102.491 kWh dengan rasio performa sebesar 73,51% dan capacity factor sebesar 13%. Rata-rata penurunan produksi energi tahunan sebesar 6,32% dengan energy performance index yang diperoleh adalah 80,21%.


Electrical energy is one of the most important energies for human life and sustainability with a constant increase in usage every year. In Indonesia, most of the electricity generated comes from coal, resulting in the government targeting solar power plant development up to 3,6 GW by 2025. To support the initiative, all the existing solar power plants have to sustain their performance, and one of the methods is to evaluate the system's performance according to the IEC 61724 standard, which is a standard to measure the performance of photovoltaic. This research is studying the implementation of a 90 kWp On-Grid Rooftop Solar Power Plant in the Energy Building of Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong, South Tangerang. This government-owned building is used as a center for the development and application of science and technology based on research. For data reference, a simulation with PVsyst software was conducted. Based on simulation, the yearly output energy yielded 130.451 kWh with a performance ratio of 81,30% and a capacity factor of 16,21%. While the measured data obtained a yearly energy output of 102.491 kWh with a performance ratio of 73,51% and a capacity factor of 13%. The average output energy degradation is 6,32% with an acquired energy performance index of 80,21%.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwipayana
"Permintaan energi listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 10,1 per tahun, sementara pengembangan sarana dan prasarana ketenagalistrikan hanya dapat memenuhi pertumbuhan listrik sekitar 7 per tahun. Pada tahun 2017, masih terdapat 7,2 rumah tangga di Indonesia yang belum mendapatkan akses listrik. Pemerintah terus melakukan pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan, khususnya di daerah terpencil untuk meningkatkan rasio elektrifikasi serta sebagai salah satu upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca GRK . Namun demikian, sejak tahun 2011, 10 dari total unit PLTS yang telah dibangun pemerintah pusat mengalami kerusakan. Tujuan dari riset ini adalah untuk menganalisis keberlanjutan PLTS di daerah terpencil sebagai energi ramah lingkungan serta memberikan rekomendasi pengelolaan yang sesuai. Metode yang digunakan dalam riset ini adalah kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Jumlah sampel sebanyak 88 Kepala Keluarga KK dihitung dengan menggunakan rumus Slovin. Pemilihan KK menggunakan metode pemilihan sampel secara acak. Metode analisis keberlanjutan dalam riset ini adalah analisis multi dimensi atau Multi Dimensional Scaling MDS yang terdiri atas dimensi lingkungan, teknis, sosial, dan ekonomi. Penilaian keberlanjutan dilakukan melalui wawancara dengan lima orang pakar, yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Bappeda Kabupaten Bogor, Sekretaris Desa Sukaraksa, Ketua RW, dan ketua pengelola PLTS. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan multi dimensi adalah 51,14. Nilai masing-masing dimensi yaitu 61,78 untuk dimensi lingkungan, 47,93 dimensi teknis, 49,14 dimensi sosial, dan 45,73 dimensi ekonomi. Hasil analisis menggunakan perangkat RapRE menunjukkan atribut yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi lingkungan, teknis, sosial, dan ekonomi berturut-turut adalah dampak terhadap lingkungan dan kesehatan, pelaksanaan pelatihan operator, kesediaan organisasi pengelola, ketersediaan subsidi pemerintah. Berdasarkan hasil riset, dapat disimpulkan bahwa PLTS di Desa Sukaraksa masuk dalam dalam kategori cukup berkelanjutan. Pengelolaan PLTS di daerah terpencil perlu mendapat dukungan seluruh pihak, khususnya pemerintah daerah baik agar dapat berkelanjutan.

Electricity demand in Indonesia increases by 10.1 per year, while the development of electric infrastructure only raises by 7 per year. In 2017, there were 7.2 of household in Indonesia that has not been electrified. Government has continously develop renewable energy power plant, especially in remote area to increase electrification ratio and to reduce Green House Gasses Emission. However, since 2011, about 10 of total solar power plant unit built by government were broken. Aim of this research is to analyze sustainability of solar power plant in remote area as environmental friendly energy and to provide recommendation in managing its solar power plant. This research use mixed method between quantitative and qualitative. Number of responden were 88 household based on simple random sampling using Slovin Formula. Method of sustainability analysis in this research is Multi Dimensional Scaling MDS which consist of environmental, technical, social and economic dimensions. Sustainability assessment was conducted through interviews with five experts, including Environmental Agency of Bogor Regency, Regional Planning Agency of Bogor Regency, Head of Sukaraksa Village, Head of community, and Head of solar power plant management. The results shows that sustainability index of solar power plant in remote area is 51.14. Value of each dimension is 61.78 for environmental dimension, 47.93 for technical dimension, 49.14 for social dimension, and 45.73 for economic dimension. Analysis using RapRE shows the most influential attributes to environmental sustainability, technical, social and economic dimension are environmental and health impact, operator training implementation, organizational capacity, and availability subsidy from government. Based on research, it can be concluded that solar power plant in Sukaraksa village is considered as quite sustainable. Management of solar power plant in remote areas needs support from all parties, especially local governments, in order to be sustainable. "
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Ramadhani
"Saat ini, pertumbuhan populasi dan aktifitas bisnis di dalam suatu kota menciptakan permasalahn baru, yaitu pergerakan dari penduduk itu sendiri. Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT), yang termasuk di dalam transportasi public dengan jalur khusus terus membuktikan bahwa transportasi umum jenis ini sangat efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah tersebut dengan mengurangi tingkat kemacetan serta menciptakan lingkungan yang lebih hijau. Akan tetapi, MRT membutuhkan daya listrik dalam jumlah yang relative besar. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan menciptakan lingkungan yang lebih hijau, sebuah studi dibuat. Studi ini memiliki metode dengan melakukan simulasi seberapa besar potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat dibangun dalam fasilitas MRT Jakarta dan melakukan analisis dari aspek keteknikan, ekonomi, regulasi, dan strategi dari perusahaan tersebut. Hasilnya adalah PLTS sebesar 451,2 kWp dapat dibangun di atas Bangunan Workshop MRT Jakarta, memiliki Net Present Value (NPV) sebesar Rp 648.247.150. Adapun Biaya Kapasitas akibat instalasi PLTS dapat dihindarkan dengan melakukan skema Business to Business (B2B) dengan Perusahaan Utilitas Listrik Indonesia.

Nowadays, the growth of population and business activities in a city is creating a new problem, which is the movement of the people itself. Mass Rapid Transit (MRT), which included in public transportation with a dedicated lane continues to prove that this kind of public transportation is effective and efficient to solve that problem by reducing congestion and creating a greener environment. However, MRT requires electrical power in a relatively big number. To meet this requirement and support a greener environment, a study is conducted. The method of this study is to simulate on how much potentially a solar power plant can be built on Jakarta MRT facility and conduct an analysis on engineering, economic, regulation, and strategic of the Company itself. The result is a 451.2 kWp Solar Power Plant could be built on the Workshop Building on Jakarta MRT, has NPV of Rp 648.247.150. The Cost of Capacity Charge could be avoided by giving the Power Utility Company of Indonesia a Business to Business (B2B) scheme."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafa Tasya Aulia Putri
"Perkembangan teknologi yang terus-menerus membuat penggunaan energi listrik menjadi hal krusial dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Penggunaan energi listrik yang tiada hentinya membuat sumber energi fosil yang terbatas semakin sedikit. Oleh sebab itu, transisi energi berkelanjutan menjadi isu penting untuk menjaga ketersediaan energi di masa mendatang. Pemerintah Indonesia telah menetapkan taget pencapaian bauran energi nasional sebesar 23% pada tahun 2025 dengan tujuan dapat mempercepat transisi energi berkelanjutan. Bentuk upaya untuk mencapai target bauran nasional adalah dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Penelitian ini membahas mengenai penerapan sistem PLTS atap on-grid tanpa baterai pada gedung pabrik PT. CT untuk mengetahui sistem PLTS atap yang optimal dan potensi penggunaan listrik PLN yang lebih efisien. Sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11°mampu memproduksi energi sebesar 1969890 kWh/tahun, sedangkan sudut kemiringan 15°hanya dapat memproduksi sebesar 1949709 kWh/tahun. Dalam 25 tahun, sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11° memiliki potensi penghematan sebesar 34,29%, sedangkan sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 15° memiliki potensi penghematan sebesar 33,94%. Dengan perbedaan modal awal sebesar Rp436.792.000,00 diperoleh payback period dari kedua sistem PLTS atap selama 9 tahun. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, sistem PLTS atap on-grid tanpa baterai pada PT.CT yang lebih optimal untuk digunakan adalah sistem PLTS atap dengan sudut kemiringan 11°.

The continuous development of technology makes the use of electricity a crucial part of our daily life. The endless consumption of electricity leads to a decrease in limited fossil energy sources. Therefore, sustainable energy transition becomes an important issue to ensure energy availability in the future. The Indonesian government has set a national energy mix target of 23% by 2025 to accelerate the transition to sustainable energy. One effort to achieve this target is by building a Solar Power Plant. This research discusses the implementation of an on-grid rooftop solar power plant system without batteries in the factory building of PT. CT to determine the optimal rooftop solar power plant system and potential for more efficient use of PLN electricity. The rooftop rooftop solar power plant system with an 11° tilt angle can produce energy of 1969890 kWh per year, while the 15° tilt angle can only produce 1949709 kWh per year. In 25 years, the rooftop solar power plant system with an 11° tilt angle has a potential cost savings of 34.29%, while the system with a 15° tilt angle has a potential cost savings of 33.94%. With a difference in initial capital of IDR436,792,000.00, the payback period for both rooftop solar power plant systems is 9 years. Based on these factors, the more optimal on-grid rooftop solar power plant system without batteries to be used in PT.CT is the system with an 11° tilt angle."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>