Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174897 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andi Sudrajat
"End Stage Renal Desease (ESRD) saat ini menjadi permasalahan global sehubungan dengan prevalensinya yang semakin meningkat, merupakan suatu kondisi dimana ginjal mengalami kerusakan dan tidak bisa menyaring darah seperti ginjal yang sehat sehingga mengharuskan pasien menjalani terapi ginjal salahsatunya melakukan hemodialisis . Dalam terapi hemodialisis evaluasi dalam hal ke efektifan tindakan dikenal dengan adekuasi dialisis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh range of motion dan taichi intradialysis terhadap adekuasi pasien ESRD yang melakukan hemodialisa pada kelompok kontrol dan perlakuan. Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan pendekatan pretest-posttest with control group dan pengambilan sampel dengan metode purposive sampling. Perbedaan adekuasi sebelum dan sesudah dilakukan intervensi digunakan uji Wilcoxon tes dengan hasil (p=0,005) yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna pada adekuasi sebelum dan sesudah dilakukan intervensi range of motion (ROM) dan taichi. begitu juga hasil selisih adekuasi antara kelompok kontrol dan perlakuan dengan menggunakan uji Mann Whitney didapatkan (p=0,045) yang menjelaskan ada perbedaan yang bermakna. Meskipun pada dasarnya baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan adekuasi meningkat namun jika dilihat dari segi jumlah yang lebih banyak peningkatan adalah kelompok perlakuan yang menjalani latihan range of motion (ROM) dan taichi intradialysis lebih efektif dalam meningkatkan adekuasi pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa.

Currently, End Stage Renal Desease (ESRD) bacame a global problem because of its increasing prevalence, ESRD occurs related to kidneys damaged and cannot filter blood so that the patient requires kidney therapy, such as hemodialysis, adequate dialysis is a method of evaluating the effectiveness of hemodialysis. This study aims to determine the effect of range of motion (ROM) and taichi intradialysis on the adequacy of ESRD patients who undergo hemodialysis in the control and intervention groups The design of this study used a quasi experiment with a pretest-posttest control group approach and used purposive sampling method. The results showed that there were differences in adequacy before and after intervention was used Wilcoxon test (p=0,005) which showed that there was a significant effect on adequacy before and after intervention ROM and taichi. The difference betwen the control and intervention groups tested using. Mann Whitney was found to have significant diffference (p=0,045). In conclusion, ESRD patient who underwent ROM and taichi intradialysis exercise were more effective in increasing the adequacy of hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T54083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Dwi Hartanti
"Penilaian keefektifan dari tindakan hemodialisis diketahui dari nilai adekuasi hemodialisis. Exercise intradialisis merupakan latihan fisik dengan pergerakan terencana dan terstruktur, yang dapat meningkatkan bersihan ureum sehingga meningkatkan nilai adekuasi hemodialisis. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh exercise intradialisis terhadap adekuasi hemodialisis pada pasien penyakit ginjal terminal.
Desain penelitian ini menggunakan randomized control trial (RCT) dengan menggunakan rancangan pretest-postest with control group. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode consecutivesamplingdengan randomisasi alokasi menggunakan randomisasi blok. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 26 responden pada kelompok intervensi dan 25 responden pada kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara nilai adekuasi hemodialisis pada kelompok intervensi setelah diberikan exercise intradialisis, (p value = 0,0001). Penelitian ini merekomendasikan penerapan exercise intradialisis untuk membantu meningkatkan nilai adekuasi hemodialisis pada pasien penyakit ginjal terminal dengan hemodialisis.

The assessment of effectiveness of hemodialysis can be identified by measuring adequacy of hemodialysis. Intradialisis exercise is physical exercise with a planned and structured movement, which can increase the clearance of urea thus increasing the value of hemodialysis adequacy. This study aims to determine the effect of exercise intradialisis the adequacy of hemodialysis in patients with end stage renal disease.
This research used randomized control trial (RCT) design with pretest-posttest design with control group. The samples in this study using a consecutive sampling method with randomized allocation using block randomization. The sample size used in this study were as many as 26 respondents in the intervention group and 25 respondents in the control group.
The results showed that there were significant differences between the value of adequacy of hemodialysis in the intervention group after exercise intradialisis given, (p value = 0.0001). The study recommends intradialisis exercise for increase the value of adequacy of hemodialysis in patients end stage renal disease with hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Epi Rustiawati
"Adekuasi hemodialisis tercapai dengan terpenuhinya dosis sesuai kebutuhan pasien untuk mendukung pasien mampu hidup secara optimal. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan dosis dengan adekuasi pada pasien yang menjalani hemodialisis di RSUD Serang Banten.
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi melibatkan 46 pasien hemodialisis dengan tehnik purposive sampling. Variabel penelitian ini meliputi durasi HD, quick of blood, dan adekuasi dengan perhitungan rumus Kt/V.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara durasi HD dengan adekuasi hemodialisis. Rerata adekuasi hemodialisis pasien 1,6. Seluruh pasien menjalani hemodialisis dengan frekuensi 2 kali per minggu dengan durasi HD 4-5 jam, quick of blood 200-265 ml/mt.
Hasil pemodelan menunjukan durasi HD berkontribusi paling besar terhadap adekuasi setelah dikontrol oleh jenis kelamin, ukuran tubuh, lama menjalani terapi, akses vaskuler, dan dialiser pengunaan ulang. Perawat perlu memperhatikan pengaturan durasi HD untuk mencapai adekuasi hemodialisis yang optimal.

The adequacy of hemodialysis can be achieved by meeting the needs of hemodialysis patients given, in order that the patients able to life optimally. The purpose of this research was to identify the correlation between dose with adequacy on patients undergoing hemodialysis at RSUD Serang Banten.
Description correlation involved 46 patients hemodialysis with technical purposive sampling. This study observed the duration of hemodialysis, quick of blood, and adequacy with Kt/V formula.
There was significant corelation between the duration of hemodialysis and adequacy. The average of hemodialysis adequacy patients 1,6, twice per week by 4 - 5 hours, quick of blood 200-265 ml/mt.
The modelling result that duration of hemodialysis the most contributed to the adequacy after being controlled by sex, body size, vintage of hemodialysis therapy, vascular access, and dialyzer reuse. The nurses need to pay attention to the duration to achieve optimal adequacy hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T35282
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Susanti
"Latihan fisik saat hemodialisis dapat meningkatkan sirkulasi sehingga proses difusi ureum dan kreatinin dari ekstravaskuler terutama di otot menuju ke intavaskuler semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan fisik saat hemodialisis terhadap kadar ureum dan kreatinin, dimana desain penelitian ini menggunakan pre test - post test without control dengan jumlah sampel 31 responden. Pengaruh latihan fisik saat hemodialisis terhadap kadar ureum dan kreatinin diuji dengan paired t-test. Rata - rata kadar ureum sebelum latihan fisik 46,84 mg/dl dengan standar deviasi 14,94. Kadar ureum sesudah latihan fisik sebesar 43,23 mg/dl dengan standar deviasi 15,05. Sedangkan rata - rata kadar kreatinin sebelum latihan 4,4 mg/dl dengan standar deviasi 1,49 dan rata - rata kreatinin sesudah latihan sebesar 4,15 mg/dl. Hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah latihan fisik nilai p = 0,000. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan desain penelitian yang berbeda untuk melihat faktor - faktor lain yang mempengaruhi penurunan kadar ureum dan kreatinin setelah diberi latihan fisik.

Exercise during hemodialysis can improves circulation, so the process of diffusion of urea and creatinine from extravascular especially in muscles leading to intavaskuler can be increased. This study aimed to determine the effect of physical exercise during hemodialysis on urea and creatinine levels. The design was pretest - post test without control with 31 respondents. Effect of physical exercise during hemodialysis on urea and creatinine levels the were tested by paired t-test. Mean urea levels before physical exercise was 46.84 mg / dl, with a standard deviation of 14.94. Urea levels after exercise was 43.23 mg / dl with a standard deviation of 15.05. Mean creatinine levels before exercise 4.4 mg / dl with a standard deviation of 1.49 and mean creatinine after exercise of 4.15 mg / dl. Statistical test results showed a significant difference between urea and creatinine levels before and after physical exercise with p value = 0.000. This results could be used as a basis for further research with different research designs looking for other factors affecting the decreased levels of urea and creatinine after being given physical exercise.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T34817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Putri Sulistyaningrum
"Fatigue salah satunya akibat akumulasi sampah metabolik yang mengganggu sistem kerja korteks serebri dan mengakibatkan penurunan aktivitas fisik. Range of motion ROM intradialisis bermanfaat dalam meningkatkan perfusi dan pembuangan sampah metabolik. Namun belum ada penelitian yang mengkaji pengaruh ROM intradialisis untuk meningkatkan aktivitas fisik pada pasien hemodialisa yang mengalami fatigue. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh ROM intradialisis terhadap aktivitas fisik pasien hemodialisa yang mengalami fatigue.
Penelitian ini menggunakan quasi experiment, dengan pre ndash; post test with control group melibatkan total34 responden yang dipilih dengan teknik consecutive sampling. Analisis statistik penelitian ini menggunakan uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh ROM intradialisis terhadap aktivitas fisik pada pasien hemodialisa yang mengalami fatigue p = 0.000; ? = 0.05 . Rekomendasi pada penelitian ini adalah perawat hemodialisa perlu menerapkan intervensi ROM intradialisis pada asuhan keperawatan pasien hemodialisa yang mengalami fatigue untuk meningkatkan aktivitas fisik pasien hemodialisa.

Fatigue occurs because of accumulation of metabolic waste and disrupting work of cerebral cortex system. It effectson decreasing in physical activity. Intradialysis range of motion ROM is useful in improving perfusion and disposal of metabolic waste. However, there has been no research have reviewed the effect of intradialysis ROM to increase physical activity in hemodialysis patients who experience fatigue. This study aimed to identify the effect of intradialysis ROM to physical activity of hemodialysis patients who experience fatigue.
This study used quasi experiment, with pre post test with control group involving a total of 34 respondents selected by consecutive sampling technique. Analysis statistical this study using Mann Whitney test. The results showed there was influence of intradialysis ROM to physical activity hemodialysis patients who experience fatigue p 0.000 0.05 . Recommendation in this research is nurses should apply intradialysis ROM intervention as nursing care in patient with fatique hemodialysis to increase their physical activity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48401
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasmiati
"Pasien yang menjalani hemodialisis akan mengalami beban gejala (syndrome burden) yang salah satunya adalah kesulitan tidur. Kondisi ini tentunya akan berpengaruh terhadap kualitas tidur pasien. Kejadian kualitas tidur yang buruk lebih tinggi ditemukan pada pasien yang menjalani hemodialisis dibandingkan dengan populasi umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi Benson terhadap peningkatan kualitas tidur pasien hemodialisis. Penelitian ini merupakan quasi eksperimen pre dan post test desain with control group, yang melibatkan 44 orang responden. Selama 4 minggu kelompok intervensi mendapatkan intervensi relaksasi Benson dan pada kelompok kontrol mendapatkan intervensi standar. Kualitas tidur dinilai sebelum dan setelah pemberian intervensi menggunakan instrumen Pittsburgh Sleep Quality Indeks. Hasil pengukuran diperoleh nilai median skor kualitas tidur pada kelompok intervensi setelah pemberian relaksasi Benson adalah 4, sedangkan pada kelompok kontrol setelah pemberian intervensi standar adalah 10. Hal ini berarti terdapat pengaruh pemberian relaksasi Benson terhadap skor global kualitas tidur pada kelompok intervensi dibandingkan dengan skor global kualitas tidur pada kelompok kontrol (p value 0,000, α= 0,05). Dengan demikian, relaksasi Benson secara klinis dan statistik memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas tidur pasien. Relaksasi Benson diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan terapi komplementer keperawatan dalam meningkatkan kualitas tidur pasien yang menjalani hemodialisis rutin.

Burden of symptoms will be experienced by patients undergoing hemodialysis, which one of them is difficulty of sleeping. This condition affect on the quality of the patient's sleep. The incidence of poor quality of sleep among hemodialysis patients are higher than general population. This study aims to determine the effect of Benson's relaxation on improving the quality of sleep of HD patients. This study was a quasi-experimental pre-test and post-test design with control group, which involved 44 respondents. The intervention was conducted for 4 weeks, where the intervention group received Benson's relaxation and the control group received standard intervention. Sleep quality assessed before and after providing the intervention using the Pittsburgh Sleep Quality Index instrument. The measurement results obtained that the median score of sleep quality in the intervention group after giving Benson relaxation was 4, while in the control group was 10. This means that there is an effect of giving Benson relaxation on the global score of sleep quality in the intervention group compared to the global score of sleep quality in the control group (p value of 0.000, α= 0,05). It can be concluded that Benson's relaxation has clinically and statistically effect on increasing the patient's sleep quality. Expectedly, Benson's relaxation can be used as a complementary nursing therapy to overcome problems related to sleep quality in patients undergoing hemodialysis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Yasmine Wardoyo
"Pendahuluan: Kekakuan arteri merupakan prediktor mortalitas pasien hemodialisis. Hemodialisis merupakan proses yang menginduksi inflamasi, ditandai dengan peningkatan penanda inflamasi, Pentraxin 3 (PTX3), intradialisis. Rerata kekakuan arteri pada pasien HD dua kali seminggu di Indonesia menunjukkan hasil yang lebih rendah daripada literatur.
Tujuan: Mengetahui faktor risiko kekakuan arteri pada pasien hemodialisis kronik dengan berfokus pada frekuensi hemodialisis dan PTX3.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang di RS Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati, dan RS Medistra pada pasien yang menjalani hemodialisis minimal 1 tahun dengan frekuensi dua dan tiga kali seminggu. Kekakuan arteri diukur dengan carotid-femoral pulse wave velocity. Pemeriksaan PTX3 dilakukan sebelum hemodialisis dimulai.
Hasil: Penelitian dilakukan pada 122 subjek, 82 subjek diantaranya menjalani hemodialisis dua kali seminggu. Tidak ada perbedaan kekakuan arteri antara pasien HD 2x dan 3x seminggu. PTX3 > 2,3 ng/ml berhubungan dengan kekakuan arteri (p=0,021). Pada analisis multivariat, PTX3 berhubungan dengan kekakuan arteri (adjusted OR 5,18; IK 95% 1,07-24,91), demikian juga penyakit kardiovaskular (adjusted OR 3.67; IK 95% 1.40-10.55), kolesterol LDL (adjusted OR 3.10; IK 95% 1.04-9.24), dan dialysis vintage (adjusted OR 2.72; IK 95% 1.001-7.38).
Simpulan: PTX >2,3 ng/ml berhubungan dengan kekakuan arteri. Tidak terdapat perbedaan kekakuan arteri antara pasien HD dua kali dan tiga kali seminggu.

Introduction: Arterial stiffness is a mortality predictor in hemodialysis patients. Hemodialysis induces inflammation, marked by intradialysis increment of inflammatory marker, Pentraxin 3 (PTX3). The mean arterial stiffness in twice-weekly hemodialysis patients in Indonesia is lower than studies done in thrice-weekly patients.
Objective: To determine factors associated with arterial stiffness in hemodialysis patients, focusing on the role of hemodialysis frequency and PTX3.
Methods: This study is a cross-sectional study conducted in Cipto Mangunkusumo Hospital, Fatmawati Hospital, and Medistra Hospital Jakarta in twice- and thrice-weekly hemodialysis patients. Arterial stiffness is measured by carotid-femoral pulse wave velocity.
Results: The study is conducted in 122 subjects, 82 of them undergo twice-weekly hemodialysis. There is no difference in arterial stiffness between twice- and thrice-weekly subjects. PTX3>2.3 ng/ml is associated with arterial stiffness (p= 0.021). In multivariate analysis, PTX3 is associated with arterial stiffness (adjusted OR 5.18; 95% CI 1.07-24.91), as well as cardiovascular disease (adjusted OR 3.67; 95% CI 1.40-10.55), LDL cholesterol (adjusted OR 3.10; 95% CI 1.04-9.24), and dialysis vintage (adjusted OR 2.72; 95%CI 1.001-7.38).
Conclusions: Predialysis PTX3 level above 2.3 ng/ml is associated with arterial stiffness. There is no difference in arterial stiffness between twice- and thrice-weekly hemodialysis patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Susanti Papuke
"Pasien yang menjalani hemodialisis sering mengalami stres fisiologis ataupun ketakutan akibat nyeri saat kanulasi fistula. Pengembangan intervensi dengan metode sederhana dan aman perlu dilakukan untuk mengontrol nyeri secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh relaksasi Benson terhadap intensitas nyeri kanulasi hemodialisis. Penelitian menggunakan desain quasi eksperimen dengan kelompok intervensi dan kontrol masing-masing 16 responden dengan cara consecutive sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon dan Mann Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi Benson pada kelompok intervensi p: 0.001, ada perbedaan signifikan intensitas nyeri kanulasi antara kelompok intervensi dan kontrol p: 0,001. Hasil ini membuktikan bahwa relaksasi Benson efektif menurunkan nyeri kanulasi hemodialisis. Disarankan agar teknik ini dapat diterapkan sebagai salah satu penanganan nyeri non-farmakologis bagi pasien yang mengalami nyeri kanulasi hemodialisis.

Patients undergoing hemodialysis often experience physiological stress or fear from pain during fistula cannulation. The effective simple and safety method intervention to control pain should be developed. This study aimed to analyze the effect of Benson relaxation on the intensity of hemodialysis cannulation pain.The research used a quasi experimental design with intervention and control groups with 16 respondents in each group selected by consecutive sampling method. Statistic analysis used wilcoxon and Mann Whitney test.
The result showed that there was a significant difference pain intensity before and after conducting Benson relaxation in the intervention groups p 0.001, there was significant difference of pain intensity during canulation between intervention and control groups p 0.001. This result confirms that Benson relaxation is effective in reducing pain hemodialysis cannulation. It is recommended that the technique could be applied as non pharmacologic pain management for patients with pain on hemodialysis cannulation."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujiwati
"Latar Belakang. Prevalensi malnutrisi energi-protein (MEP) tinggi pada pasien penyakit ginjaI kronik yang menjalani hemodialisis (PGK-HD), dan MEP merupakan penyebab meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi MEP pada pasien PGK-HD, antara lain dengan pemberian nutrisi parenteral intradialisis (IDPN). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan didapatkan basil yang masih kontroversial mengenai manfaat IDPN.
Tujuan. Menilai efek IDPN terhadap konsentrasi albumin dan prealbumin serum selama prosedur HD; menilai efek IDPN terhadap indeks masa tubuh (IMT), konsentrasi albumin dan prealbumin serum setelah pemberian IDPN 2 kali seminggu selama 6 minggu, dan efek IDPN terhadap konsentrasi albumin dan prealbumin serum 3 minggu setelah pemberian IDPN dihentikan.
Metodologi. Studi intervensional-prospektif selama 9 minggu dilakukan pada pasien PGK-HD usia 20-65 tahun yang telah menjalani HD minimal satu tahun, konsentrasi albumin serum < 3,5 g/dL, tidak menderita penyakit infeksi berat, keganasan, sirosis had, diabetes melitus tidak terkontrol, atau gagal jantung berat, di unit HD RS Ciptomangunkusumo, RS Islam Cempaka Putih, dan RS PGI Cikini Jakarta. Subyek penelitian diberikan IDPN 2 kali seminggu selama 6 minggu, dan diukur konsentrasi albumin, prealbumin, c-reactive protein (CRP) sebelum dan setelah HD+IDPN pertama dan HD+IDPN keduabelas. IMT diukur sebelum dan setelah 6 minggu pemberian IDPN. Konsentrasi albumin, prealbumin serum 3 diukur kembali 3 minggu setelah pemberian IDPN dihentikan. Dilakukan uji-t berpasangan atau uji Wilcoxon sesuai dengan tujuan penelitian.
Hasil. Selma periode Februari 2005-Maret 2006 terkumpul 14 subyek, 1 subyek meninggal setelah mendapat IDPN selama 6 minggu. Didapatkan peningkatan tidak bermakna konsentrasi albumin serum (3,24 ± 0,38 menjadi 3,34 ± 0,56 g/dL, P 0,341-dan 3,26 ± 0,40 menjadi 3,47 ± 0,55, P = 0,053), dan peningkatan bermakna prealbumin (18,76 ± 7,92 menjadi 22,37 ± 10,24 mg/dL, P = 0,033 dan 16,94 ± 7,81 menjadi 23,16 + 17,21 mgldL, P = 0019), berturut-turut setelah HD+IDPN pertama dan keduabelas. Setelah HD+IDPN 2 kali seminggu selama 6 minggu, didapatkan peningkatan tidak bermakna IMT (21,75 + 2,98 menjadi 21,95 ± 3,27, P = 0,139), konsentrasi CRP serum (38,46 + 54,92 menjadi 60,04 ± 86,54 mg/L, P = 0,826), konsentrasi albumin serum, baik dibandingkan sebelum HD+IDPN pertama dengan keduabelas (3,24 ± 0,38 menjadi 3,26 ± 0,40 gldL, P = 0,795), maupun dibandingkan setelah HD+IDPN pertarna dengan keduabelas (3,34 ± 0,56 menjadi 3,47 ± 0,55 gldL), tetapi didapatkan penurunan tidak bermakna prealbumin jika dibandingkan sebelurn HD+IDPN pertarna dengan keduabelas (18,76 ± 7,92 menjadi 16,94 ± 7,81 mg/L, P = 0,109), dan peningkatan tidak bermakna jika dibandingkan setelah HD+IDPN pertama dengan keduabelas (22,37 + 10,24 menjadi 23,16 + 17,21 mgfL). Tiga minggu setelah IDPN dihentikan, didapatkan peningkatan tidak bermakna konsentrasi albumin serum (3,26 ± 0,40 menjadi 3,30 ± 0,31, P = 0,699), penurunan tidak bermakna prealbumin (16,94 ± 7,81 menjadi 16,65 ± 6,72, P = 0,552).
KesimpuIan. Pemberian IDPN dapat meningkatkan konsentrasi prealbumin serum dan mencegah menurunnya albumin dalam setiap sesi HD. Pemberian IDPN 2 kali seminggu selama 6 minggu dapat menstabilkan kecenderungan menurunnya IMT dan konsentrasi albumin serum, tetapi tidak dapat menstabilkan prealbumin, dan konsentrasi albumin serum dapat bertahan selama 3 minggu setelah IDPN dihentikan.

Backgrounds. In chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis (CKDHD), prevalence of protein-energy malnutrition (PEM) is high, and it is associated with increased morbidity and mortality. Many interventions to improve PEM in CKD-HD patients have been conducted, one of them is intradialytic parenteral nutrition (IDPN). Data from many studies showed that beneficial effect of IDPN to improve PEM in CKD-HD patients is still controversial.
Objectives. To assess effect of IDPN on serum albumin and prealbumin concentration during each HD procedure, effect of IDPN on body mass index (BMI), serum albumin and prealbumin concentration after administration twice a week for 6 weeks, and effect of IDPN on serum albumin and prealbumin concentration 3 weeks after IDPN was discontinued.
Methods. Prospective-interventional study for 9 weeks was conducted in CKD patients undergoing maintenance HE) at least for 1 years, age 20-65 years old, not suffering severe infection disease, malignancy, cirrhosis hepatis, severe heart disease, acute coroner syndrome, and serum albumin concentration < 3.5 gldL, at HD unit Ciptomangunkusumo hospital, Islamic Cempaka Putih hospital, and PGI Cikini hospital, Jakarta. The subjects received IDPN consisting of 9% essential and non essential amino acids, 40% glucose, and 20% fat emulsion, twice a week for 6 weeks. Before and 2 hours after the HD+151 IDPN and HD+12th IDPN, serum albumin, prealbumin, c-reactive protein (CRP) concentration were measured. BMI was measured before and after subjects received IDPN for 6 weeks. Serum albumin, prealbumin were measured again 3 weeks after IDPN discontinued. Dependent sample t-test or Wilcoxon test was used to analyse the data.
Results. During February 2005 - March 2006, 14 patients were included into subjects of this study. There were no significant increase in serum albumin concentration (3.24 ± 0.38 to 3.34 ± 0.56 g/dL, P = 0.341 and 3.26 + 0.40 to 3.47 ± 0.55, P = 0.053), and significant increase in prealbumin (18.76 + 7.92 to 22.37 + 10.24 mg/dL, P = 0.033 and 16.94 + 7.81 to 23.16 + 17.21 mgldL, P = 0.019), respectively after the HD+15tIDPN and HD+12thIDPN. After IDPN administration twice a week for 6 weeks, there were no significant increase in BMI (21.75 + 2.98 to 21.95 + 3.27, P = 0.139), serum CRP (38.46 + 54.92 to 60.04 + 86.54 mg/L, P = 0.826), and albumin concentration, when it was compared before the HD+15`IDPN and HD+12tIDPN (3.24 ± 0.38 to 3.26 + 0.40 gldL, P = 0.795), and when it was compared after the HD+1$`IDPN and HD+12thIDPN (3.34 ± 0,56 to 3.47 + 0.55 g/dL,), but there was no significant decrease in prealbumin when it was compared before the HD+15`IDPN and HD+12'hIDPN (18.76 + 7.92 to16.94 + 7.81, P = 0.109), and there was no significant increase when it was compared after the HD+15tIDPN and HD+12thIDPN (22,37 + 10,24 to 23,16 + 22,10 mg/L). Three weeks after IDPN discontinued, there were no significant increase in serum albumin concentration (3.26 + 0.40 to 3.30 + 0.31 gldL, P = 0.699), but no significant decrease in prealbumin (16.94 + 7.81 to 16.65 + 6.72 mgldL, P = 0.552).
Conclusions. IDPN administration during each HD session could increase serum prealbumin concentration and prevent the decrease of albumin, whereas IDPN administration twice a week for 6 weeks could stabilize the downward trend in BM1 and serum albumin concentration, but couldn't stabilize prealbumin, the serum albumin concentration could be stabilized for 3 weeks after IDPN administration discontinued."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Herlina
"Fatigue merupakan keluhan utama pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang, yang memiliki nilai yang tinggi, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh PMR terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment pendekatan pretest-posttest control group. Jumlah responden dalam penelitian adalah 32 pasien dibagi 2 kelompok yaitu 16 kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat fatigue pada kelompok intervensi antara sebelum dan sesudah dilakukan PMR dengan nilai p = 0,000. Disarankan latihan PMR dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan mandiri dalam menurunkan fatigue pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa.

Fatigue is a major complaint of patients undergoing long-term hemodialysis, which has a high value, so it will affect the quality of life of patients. The purpose of this study was to determine the influence of PMR on the level of fatigue in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. This study used a quasi experiment design approach pretest-posttest control group. The number of respondents in the study were 32 patients divided into 2 groups: the 16 intervention group and 16 control group.
The research concludes that there are significant differences on the level of fatigue in the intervention group between before and after PMR with p = 0.000. Suggested training PMR can be used as an independent nursing intervention in reducing fatigue in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T32699
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>