Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108948 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ariestya Anggraeni
"Otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri, memberikan warna tersendiri pada dinamika penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah masuknya kesehatan ke dalam kelompok urusan pemerintahan yang bersifat konkuren. Seolah berupaya menjawab tantangan tersebut, Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dalam Lampirannya menyatakan bahwa salah satu kewenangan pemerintah pusat adalah menetapkan stadar kompetensi teknis dan sertifikasi pelaksana urusan pemerintahan bidang kesehatan yang salah satunya adalah Kepala Dinas Kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji gambaran implementasi amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 khususnya terkait penyusunan standar kompetensi teknis Kepala Dinas Kesehatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan melalui Pusat Pelatihan SDMK. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan terpilih. Hasilnya menunjukkan bahwa penyusunan standar kompetensi teknis Kepala Dinas telah dilaksanakan oleh Pusat Pelatihan SDMK namun belum maksimal karena belum menghasilkan rumusan baku yang disahkan dalam bentuk Peraturan Menteri Kesehatan meskipun telah menghabiskan waktu yang relatif lebih lama dari yang sewajarnya. Kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya pemahaman dan kemampuan para pelaksana kebijakan dalam menyusun standar kompetensi teknis yang efektif.  Selain itu, bervariasinya struktur Dinas Kesehatan di berbagai daerah serta sulitnya koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan unit-unit program di lingkungan Kementerian Kesehatan juga menjadi kendala. Hasil penelitian ini merekomendasikan adanya penguatan kapasitas pelaksana penyusunan standar kompetensi teknis Kepala Dinas Kesehatan. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga perlu berani mengambil ketegasan dalam memutuskan hasil konsensus sehingga dapat segera menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur standar kompetensi teknis Kepala Dinas Kesehatan.

Regional autonomy which gives authority to local governments to regulate their own regions, gives its own color to the dynamics of governance. One of the highlights is the entry of health into concurrent government affairs groups. As if trying to answer this challenge, Law 23 of 2014 concerning Local Government in its Attachment states that one of the central government's authorities is to establish the level of technical competence and certification of implementing government affairs in the health sector, one of which is the Head of the Health Office. This research is a qualitative descriptive study that aims to examine the description of the implementation of the mandate of Law Number 23 Year 2014 specifically related to the preparation of the technical competency standards of the Head of the Health Office organized by the Ministry of Health through the HRH Training Center. Data collection is done through in-depth interviews with selected informants. The results show that the formulation of the technical competency standards of the Head of the Service has been carried out by the HRH Training Center but has not been maximized because it has not produced a standard formula that has been ratified in the form of a Minister of Health Regulation even though it has spent relatively longer than normal. The main obstacle faced is the lack of understanding and ability of policy implementers in developing effective technical competency standards. In addition, the varied structure of the Health Office in various regions and the difficulty in coordinating with the Health Office and program units within the Ministry of Health are also obstacles. The results of this study recommend that there be capacity building for implementing compilation of technical competency standards of the Head of the Health Office. In addition, the Ministry of Health also needs to be brave enough to take firmness in deciding the results of consensus so that it can immediately issue a Regulation of the Minister of Health that regulates the technical competency standards of the Head of the Health Office."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prahesti Sekar Kumandhani
"Dalam negara kesatuan, peraturan daerah sebagai bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan sekaligus wujud aktualisasi penyelenggaraan otonomi daerah perlu diawasi oleh pemerintah pusat. Pasca lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengaturan mengenai pengawasan peraturan daerah semakin ketat dan bervariasi bahkan melibatkan 3 (tiga) cabang kekuasaan di tingkat pusat. Berbagai macam pengaturan yang tidak sinkron pada tingkat pusat menjadi persoalan utama pemerintah daerah dalam menjalankan otonomi daerah dan menghambat perwujudan suatu peraturan daerah yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab ketepatan sporadis pengaturan pengawasan peraturan daerah, menganalisis keterlibatan antar lembaga yang mengawasi peraturan daerah, serta menemukan desain pengawasan peraturan daerah yang komprehensif. Secara normatif, berbagai pengaturan dalam pengawasan peraturan daerah ditemukan problem inkonsistensi hukum yang saling tumpang tindih bahkan melampaui kewenangan. Secara kelembagaan, ego sektoral antar kementerian masih tinggi sehingga koordinasi sulit dijalankan, keterlibatan DPD selaku lembaga legsilatif tingkat pusat dalam mengawasi peraturan daerah tidak tepat, dan kewenangan antara Mahkamah Agung dan pemerintah pusat tidak seharusnya dipertentangkan karena memiliki ranah yang berbeda. Menjawab persoalan tersebut, diperlukan kesatuan pengaturan mengenai pengawasan peraturan daerah dalam bentuk Undang-Undang, pentingnya menegaskan fungsi pengaturan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dengan membentuk suatu pusat pembentukan peraturan perundang-undangan untuk menertibkan peraturan perundang-undangan dari pusat hingga daerah, serta perlu dipertegas tujuan penyelenggaraan negara untuk kepentingan nasional bukan untuk kepentingan daerah atau terbatas untuk kepentingan pusat. Dengan demikan, bandul desentralisasi dan sentralisasi dapat berayun setimbang saling mendukung dan melengkapi sehingga kedua hal tersebut tidak harus dipertentangkan satu sama lain.
.....In a unitary state, regional regulations as part of the hierarchy of laws and regulations as well as the actualization of the implementation of regional autonomy need to be supervised by the central government. After the enactment of Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government, the regulation regarding the supervision of regional regulations has become more stringent and varied, even involving 3 (three) branches of power at the central level. Various kinds of arrangements that are not synchronized at the central level are the main problems for local governments in carrying out regional autonomy and hinder the realization of a quality regional regulation in accordance with the needs of the community. This research is intended to answer the sporadic accuracy of the regulation or supervision of regional regulations, analyze the involvement of institutions that oversee regional regulations, and find a comprehensive design of supervision of regional regulations. Normatively, various arrangements in the supervision of regional regulations are found to be inconsistent in the law that overlaps and even exceeds the authority. Institutionally, the sectoral ego between ministries is still high so that coordination is difficult to carry out, the involvement of the DPD as a legislative institution at the central level in supervising regional regulations is inappropriate, and the authority between the Supreme Court and the central government should not be contested because they have different domains. Responding to this problem, it is necessary to have a unified regulation regarding the supervision of regional regulations in the form of a law, the importance of affirming the regulatory function of the President as the holder of the highest government power by establishing a center for the formation of laws and regulations to regulate laws and regulations from the center to the regions and needs to be emphasized. the purpose of state administration is for the national interest, not for the regional interest or limited to the central interest. Thus, the pendulum of decentralization and centralization can swing in balance to support and complement each other so that the two things do not have to be contradicted with each other."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Setya Putra
"Penelitian ini merupakan penilitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder dan data primer yang berasal dari buku-buku atau literatur-literatur hukum, peraturan perundang-undangan. Sejak terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, banyak daerah di Indonesia yang mengajukan pemekaran daerah. hal ini di sebabkan oleh model pemerintahan yang sentralistik di zaman orde baru, pemerintahan yang sentralistik membuat daerah menjadi tidak berkembang karena tidak dapat memaksimalkan potensi daerah yang dimilikinya. Semangat pemekaran ini dilandasi oleh Otonomi Daerah, Otonomi Daerah memberikan hak untuk mengatur, mengurus sendiri urusan pemerintah yang sejalan dengan Negara Kesatuan Indonesia. Seiring dengan pesatnya laju pemekaran daerah disisi lain muncul permasalahan baru yang selama ini tidak menjadi sorotan penting bagi daerah. Pemekaran daerah mengasilkan Daerah Otonom Baru, dimana daearah otonomi baru menetapkan batas wilayah berdasarkan undang-undang pembentukan daerah otonom baru, penetapan batas wilayah baru yang tidak jelas, menyebabkan konflik tapal batas dengan daerah lama. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sengktea tapal batas antara daerah, mulai dari penetapan batas yang tidak jelas dari undang-undang pembetukan daerah otonom baru, perebutan sumber daya alam, Politik, hingga pelayanan pemerintahan. Sehingga bagaimana prosedur penyelesaian sengketa tapal batas antar daerah yang diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

This research is a normative juridical research that uses secondary data and primary data from books or legal literature, laws and regulations. Since the issuance of Law Number 22 Year 1999 concerning Regional Government, many regions in Indonesia have proposed regional expansion. this is caused by a centralized model of governance in the New Order era, a centralized government makes the regions become undeveloped because they cannot maximize the potential of their regions. The spirit of pemekaran is based on Regional Autonomy, Regional Autonomy gives the right to regulate, manage their own government affairs in line with the Unitary State of Indonesia. Along with the rapid rate of regional expansion on the other hand new problems have arisen which have not been an important spotlight for the region. Regional expansion resulted in a New Autonomous Region, where the new autonomous regions set boundaries based on the law on the formation of new autonomous regions, the setting of new territorial boundaries that were unclear, causing boundary conflicts with the old regions. There are several factors that cause the boundary dispute between regions to be established, starting from the unclear boundary stipulation of the law on the establishment of new autonomous regions, the seizure of natural resources, politics, to government services. So what is the procedure for resolving boundary disputes between regions regulated by Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Guwanda
"Penyediaan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau. Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengubah tugas dan wewenang Pemerintah Daerah yang berakibat terhadap pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah tersebut. Penelitian ini membahas kewenangan Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta bentuk pelaksanaan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang disempurnakan dengan perbandingan contoh Badan/Lembaga yang ada di negara lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan kewenangan Pemerintah Daerah akibat pembagian urusan kewenangan konkuren yang dapat menghambat penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Maka dari itu, perlu ada bentuk pelaksanaan untuk melengkapi peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bentuk pelaksanaan tersebut adalah dengan pembentukan dan/atau penunjukan Badan Pelaksana di tingkat Pusat dan Daerah. Tingkat Pusat dilakukan dengan melakukan penunjukan Perum Perumnas oleh Pemerintah Pusat dan di daerah dilakukan pembentukan atau penugasan Badan Pelaksana oleh pemerintah daerah dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah.

Provision of Houses for Low-Income Communities is the responsibility of the Central Government and Regional Governments so that people are able to live and inhabit decent and affordable homes. The enactment of Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government changed the duties and authority of the Regional Government which resulted in the implementation of the Government's responsibilities. This study discusses the authority of the Regional Government before and after the enactment of Law Number 23 Year 2014 and the form of implementation by the Regional Government to carry out its responsibilities. The research method used is a normative legal research method that is refined by comparing examples of agencies/institutions in other countries.
The results of this study indicate that there is a change in the authority of the Regional Government due to the distribution of concurrent authority functions that can hinder the provision of housing for Low-Income Communities. Therefore, there needs to be a form of implementation to complement the role of the Regional Government in providing housing for Low-Income Communities. The form of implementation is the establishment and/or appointment of Implementing Agency at the Central and Regional levels. The Central Level is carried out by the appointment of Perum Perumnas by the Central Government and in the regions the establishment or assignment of the Implementing Agency by the regional government in the form of Regional Owned Enterprises."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Quraisi Sifhan
"Penelitian tesis ini difokuskan pada konsep dan pola hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang mendukung pencapaian tujuan bernegara menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Bentuk peneliitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dan tipologi penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian yakni terdapat perubahan secara konseptual baik dilihat dari perspektif norma maupun nomenklatur hukum dalam pengaturanya sejalan dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi daerah namun dalam hubungan keuangan ini terlihat menonjolnya keterlibatan pusat dalam segala unsur penggunaan dana yang mereduksi kebebasan daerah otonom untuk menggunakan anggaran yang telah diberikan, terlebih keterlibatan pusat ini akan menimbulkan posisi yang paradoksial mengingat dalam urusan kebijakan penggunaan anggaran ditentukan secara rinci oleh pusat sedang didapati masalah di kemudian hari, yang bertanggung jawab adalah pemerintah daerah. Pola hubungan keuangan saat ini menggambarkan kedudukan sentralis dari pusat sebagai sumber perumus kebijakan yang merinci dengan kompleks pengaturanya sehingga daerah hanya diberikan ruang pada kewenangan pelaksanaan, demikian terlihat bahwa penekanan terhadap sinergi kebijakan fiskal nasional sangat kuat. Hal ini menandakan telah ada perubahan dari paradigma serta sistem hubungan keuangan yang dimaksudkan dapat mencapai tujuan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dicapai namun mengorbankan prinsip otonomi itu sendiri dan menjadi persoalan baru dalam implementasi kebijakan anggaran dengan terlihatnya desentralisasi yang melemah dan sentralisasi yang menguat, kebijakan hukum dalam Undang-Undang hubungan keuangan ini sudah final tetapi kedepanya harus ditata kembali hal-hal yang lebih prinsipil yakni eksistensi kedudukan daerah (desentralisasi) yang tidak sepatutnya direduksi oleh kebijakan dari pemerintah pusat.

This thesis research is focused on the concept and pattern of financial relations between the center and the regions that support the achievement of state goals according to Law number 1 of 2022 concerning financial relations between the center and the regions. The research forms used are juridical-normative and explanatory research typology. The results of the study are that there is a conceptual change, both from the perspective of norms and legal nomenclature in its regulation in line with the demands for regional reform and democratization, but in this financial relationship, the central involvement in all elements of the use of funds reduces the freedom of autonomous regions to use the budget that has been given. Moreover, the involvement of the center will lead to a paradoxical position considering that in matters of policy the use of the budget is determined in detail by the center, while problems are found in the future, which is responsible for the regional government. The current pattern of financial relations illustrates the centralist position of the center as a source of policy formulation detailing the complex arrangements so that regions are only given space for implementing authority, it can be seen that the emphasis on national fiscal policy synergies is very strong. This indicates that there has been a change from the paradigm and system of financial relations which is intended to achieve the goal of welfare for all Indonesian people but sacrifices the principle of autonomy itself and becomes a new problem in the implementation of budget policies with the visible weakening of decentralization and strengthening of centralization, legal policies In this Law, financial relations are final, but in the future, more principal matters must be reorganized, namely the existence of regional positions (decentralization) which should not be reduced by policies from the central government.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revia Adini
"Implikasi lahirnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan perubahan kewenangan pemerintah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan. Adanya perubahan kewenangan tersebut menimbulkan suatu kemungkinan terjadinya kesalahan dari pejabat pemerintah dalam melakukan kegiatan pengaturan dan pengurusan di sector pertambangan. Oleh karenanya, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana kewenangan gubernur dalam hal pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) setelah berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan menganalisis keabsahan dari pencabutan IUP PT Sebuku Batubai Coal (PT Sebuku) oleh Gubernur Kalimantan Selatan. Hasil dari penelitian penulis menunjukkan bahwa kewenangan gubernur dalam hal pencabutan IUP setelah berlakunya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengalami perluasan. Gubernur memiliki wewenang untuk mencabut IUP yang wilayah pertambangannya berada di 1 (satu) daerah provinsi termasuk juga terhadap IUP yang telah diterbitkan oleh bupati/walikota Selain itu, pencabutan IUP PT Sebuku telah tidak sah karena mengandung cacat prosedur dan cacat substansi. Untuk mencegah timbulnya kesewenang wenangan pemerintah dalam mencabut IUP dikemudian hari, diperlukan adanya peningkatan pengawasan dari pemerintah pusat terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksankan oleh pemerintah provinsi. Disamping itu, diperlukan juga adanya sanksi bagi bupati/walikota apabila melalaikan kewajibannya untuk menyerahkan dokumen IUP dalam rangka melakukan evaluasi dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, dan menggunakan bahan bahan kepustakaan seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

The implications of Law 23 of 2014 concerning Regional Government led to changes in government authority in carrying out government affairs in the mining sector. The change in authority has created a possibility of errors from government officials in conducting regulatory and management activities in the mining sector. Therefore, this thesis aims to analyze how the governors authority in terms of revoking a mining permits (MP) after the enactment of Law 23/2014 and analyzing the validity of the revocation of PT Sebuku Batubai Coal (PT Sebuku) MP by South Kalimantan Governor. The results of the authors research indicate that the governors authority in terms of revocation of MP after the enactment of Law Number 23 of 2014 concerning Regional Government has undergone expansion. The Governor has the authority to revoke the MP whose mining area is in 1 (one) provincial area including the MP that has been issued by the regent or mayor. In addition, revocation of PT Sebukus MP has been invalid because it contains procedural and substance defects. To prevent the arising of arbitrariness of the government in revoking MPs in the future, it is necessary to increase supervision from the central government on the implementation of mining business management carried out by the provincial government. Besides that, there is also a need for sanctions for regents or mayors if they neglect their obligation to submit MP documents in order to evaluate the Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 43 of 2015. The research method in writing this thesis is juridicalnormative research, and uses library materials such as primary, secondary and tertiary legal materials."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayuda Agusvianto
"Magang merupakan salah satu syarat bagi calon Notaris magang untuk dapat diangkat menjadi seorang Notaris, dan dengan magang maka dapat mengetahui seluk beluk dunia Notaris serta mengaplikasikan ilmu-ilmu yang diperoleh saat menempuh perkuliahan di Magister Kenotariatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi dari pasal 16A ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, bagaimana sanksi yang diterima oleh calon Notaris magang apabila tidak melaksanakan ketentuan pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dan bagaimana peran Notaris serta bentuk perlindungan yang diberikan Notaris kepada calon Notaris magang saat melaksanakan magang.
Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa calon Notaris saat melaksanakan magang haruslah diajarkan atau dibina untuk berpegang teguh kepada Kode Etik Notaris, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Sumpah Jabatan Notaris, selain itu sampai sekarang belum diatur mengenai sanksi terhadap calon Notaris Magang apabila tidak melaksanakan kewajiban menurut Undang-Undang Jabatan Notaris, dan dalam proses magang peran Notaris sangat penting untuk mengajarkan calon Notaris magang serta memberikan perlindungan hukum baik antara Notaris dengan calon Notaris Magang dengan membuat Perjanjian tertulis mengenai Magang.

Internship is one of the requirements for Candidate Notary apprentice to be appointed as a Notary, in addition to the Candidate Notary, apprentice can find out the ins and outs of the world Notary and apply knowledge that has been obtained by lectures in masters of law. The purpose of this study was to know about Implementation Article 16A paragraph (1) of Law Number 2 Year 2014 concerning the Amendment to Law Number 30 Year 2004 on Notary, about how the sanctions adopted by the Candidate Notary apprentice if not carrying out the provisions of article 16A (2) of Law Number 2 Year 2014 concerning the Amendment to Law Number 30 Year 2004 on Notary, and how the role of the Notary and the form of protection that given to Candidate Notary apprentice when carrying out an internship.
This thesis using normative juridical research method with qualitative data analysis. From the discussion of this thesis can be concluded that when Candidate Notary apprentice doing apprentice must taught or nurtured to adhere to the Code of Conduct Notaries, Notary Law and Oath Notary, until now there is no sanctions has to be set to Candidate Notary apprentice if no obligations Internship according to Law Notary, and when in the process of apprenticeship role of the Notary is very important to teach Candidate Notary internships and provide better legal protection between the Notary and Candidate Notary apprenctice by making a written agreement regarding Intern.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frieschika Atshiilah
"Skripsi berikut membahas tentang energi dan sumber daya yaitu mineral dan pertambangan batubara yang merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan dan membutuhkan pengelolaan yang baik. Dasar pengelolaan sumber daya alam diamanatkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa hak menguasasi Negara dan bertujuan ldquo;manfaat terbesar untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan didasari asas otonomi daerah tersebut maka adanya pembagian atas urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasca pemerintah mengeluarkan Undang-undang 23 Tahun 2014 terjadi pengalihan kewenangan yang sebelumnya pengelolaann sumber daya alam pada Pemerintah daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan provinsi sedangkan Undang-undang 4 Tahun 2009 masih memberikan kewenangan pemberian izin pada pemerintah kabupaten/kota. Hal ini menunjukan bahwa terjadi disharmonisasi antar undang-undang yang mengatur kewenangan pengelolaan sumber daya daya pertambangan mineral dan batubara khususnya dalam kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan. Untuk itu, Pemerintah disarankan untuk mempercepat penyelesaian pembahasan RUU Minerba dan segera menindaklanjuti kelembagaan yang berubah setelah beralihnya kewenangan ke Pemerintah Provinsi.

The following thesis is discussing about energy and natural resources especially mineral and coal mining sector are the non renewable energy and requiring attention to managing. Basic managing the natural resources basis which is mandated by Article 33 paragraph 3 of the 1945 Indonesian Constitution which are the state control ldquo hak menguasai Negara rdquo and the goal of ldquo The largest benefit for the peoples prosperity. In term of the management by central government authority distributed the management of mineral and coal based on the principles of local autonomy. Based on the principle autonomy with the area hence the Division Government Affairs who became the authority between the central government and local government. Since government issuing Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government there has been a transfer of authority to grant Mining Business Permit from the district city government to the provincial government while Law Number 4 Year 2009 concerning Mineral and Coal still gives the authority to grant Mining Business Authority to the district city government. This situation shows that there is horizontal disharmony between the governing legislation in the licensing mining authority. Thus, government should to accelerate the completion coal and mineral bill immediately follow up the institutional changes after the transfer of authority to central government. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sholihah
"ABSTRAK
Penelitian ini didasarkan pada putusan pengadilan tata usaha negara nomor 20/G/2016/PTUN.JBI yang secara tidak konsisten menyebutkan dasar wewenang Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI Perwakilan Povinsi Jambi dalam menerbitkan Keputusan BPK tentang Laporan Hasil Pemeriksaan LHP dengan siapa yang bertanggungjawab atas LHP tersebut. Penelitian ini membahas tiga permasalahan, antara lain Kedudukan BPK dalam sistem Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan, Tata hubungan kewenangan BPK RI dengan BPK RI Perwakilan Provinsi, dan Implikasi hukum terhadap keputusan BPK tentang LHP yang tidak memenuhi syarat norma mandat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yuridis normatif yang bertumpu pada data sekunder dan disajikan deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPK dikategorikan sebagai penyelenggara negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang pemeriksaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara/daerah. BPK RI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya memperoleh wewenang secara atribusi melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang UU Nomor 15 Tahun 2004 dan UU Nomor 15 Tahun 2006. Kemudian, BPK Perwakilan RI Provinsi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan atas pelimpahan wewenang secara mandat atas nama BPK RI. Implikasi hukum terhadap Keputusan BPK tentang LHP yang tidak memenuhi syarat noma mandat berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 akan mengakibatkan keputusan tersebut menjadi tidak sah dan segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada.

ABSTRACT
This thesis based on the decision of the state administrative court number 20 G 2016 PTUN.JBI which is inconsistent when mentions the basis of BPK Jambi Province Representatif authority in issuing a BPK decision on Investigation Report with whom it is responsible. This research will focus on three main problems, that is, The position of the BPK in the Government system based on laws and regulations, The relationship between the authority of BPK RI with BPK RI Provincial Representatif, The legal implications of BPK decision on Investigation Report which does not include the mandate norm requirement. The method used in this research is judicial normative which has its baerings on secondary data, this research will also presented in the form of descriptive analytical. The result of this research shows the fact that BPK is categorized as a state organizer bestuur organ in order to government affairs in the field of examination the management and responsibility of state regional finances. BPK RI in carrying out its duties obtain authority by attribution through UUD NRI 1945, The Law No.15 2004 and The Law No. 15 2006. Then, BPK RI Provincial Representatif in carrying out its duties based on mandate of authority in the name of BPK RI. The legal implications of BPK decision on Investigation Report which does not include the mandate norm requirement based on The Law No 30/2014 will result in the decision being invalid and all all legal consequences incurred are considered never existed."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenni Haristia
"Besarnya ancaman epidemi tembakau pada masyarakat Indonesia khususnya bagi anak dan remaja, menginisiasi pemerintah Indonesia untuk mengadopsi dan mengimplementasikan kebijakan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok bagi kesehatan, salah satunya melalui implementasi Kawasan Tanpa Rokok. Namun, penelitian pada berbagai daerah di Indonesia menunjukkan masih lemahnya tingkat kepatuhan masyarakat terhadap aturan dalam kawasan tanpa rokok tersebut. Implementasi yang lemah dan kepatuhan yang buruk dapat mengurangi efektivitas dari kebijakan. Berdasarkan hal tersebut, dirasa perlu untuk melakukan penelitian yang menganalisis bagaimana kebijakan Kawasan Tanpa Rokok diimplementasikan di Kota Depok melalui penerapan Perda Depok No. 2/2020. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat implementasi Perda tersebut. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada aspek pelaksanaan implementasi (descriptive of policy implementation). Dimensi yang dikaji pada penelitian ini adalah aspek sumber daya, sikap pelaksana, pengawasan DPRD, dukungan masyarakat, komunikasi, dan struktur birokrasi. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan desain studi kasus dan pendekatan deskriptif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini berupa wawancara mendalam dan telaah dokumen. Informan dalam penelitian ini berasal dari unsur pelaksana kebijakan dan kelompok sasaran kebijakan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi KTR di Kota Depok masih belum optimal yang ditandai dengan yang ditandai dengan belum optimalnya aspek-aspek implementasi Perda Depok No. 2/2020, yaitu aspek penetapan, pembinaan dan pengawasan, penegakan dan kinerja KTR. Belum optimalnya implementasi Perda Depok No. 2/2020 berkaitan dengan kompetensi sumber daya masnusia, fasilitas dan pendanaan yang belum memadai, sikap dan komitmen Kepala Daerah, serta belum adanya aturan teknis mengenai penyelenggaraan KTR.

The significant threat of the tobacco epidemic to the Indonesian population, particularly children and adolescents, has prompted the Indonesian government to adopt and implement policies aimed at protecting the public from the health hazards of smoking, one of which is through the implementation of Smoke-Free Areas (SFA) policy. However, research in various regions of Indonesia indicates a persistent weakness in public compliance with the rules within these smoke-free zones. Poor implementation and compliance can diminish the effectiveness of the policy. Given this, it is deemed necessary to conduct research analyzing how the SFA policy is implemented in Depok City through the enactment of Depok Regulation No. 2/2020. The purpose of this study is to identify the factors that support and hinder the implementation of this regulation. The scope of the research is limited to aspects of policy implementation (descriptive of policy implementation). The dimensions examined in this study include aspects of resources, implementers' attitudes, DPRD supervision, community support, communication, and bureaucratic structure. This research was conducted using qualitative methods with a case study design and descriptive approach. Data collection methods in this study consisted of in-depth interviews and document review. Informants in this study came from policy implementers and the target policy group. The results of this study indicate that the implementation of SFA policy in Depok City is still suboptimal. This is evidenced by deficiencies in various aspects of implementing Depok Regional Regulation No. 2/2020, including establishment, guidance and supervision, enforcement, and performance of SFA policy implementation. The suboptimal implementation of Depok Regulation No. 2/2020 is related to the competence of human resources, inadequate facilities and funding, attitudes and commitment of the Regional Head, and the absence of technical regulations regarding the implementation of SFA policy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>