Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157284 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fira Rosalina
"ABSTRAK
Verifikasi posisi pasien digunakan untuk memastikan bahwa posisi pasien telah sesuai dengan posisi perencanaan sehingga persebaran dosis yang diterima target sesuai dengan dosis yang direncanakan dalam adaptif planning. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perbandingan distribusi dosis yang dihasilkan antara registrasi citra MVCT dan KVCT dengan maupun tanpa koreksi posisi secara otomatis serta mengevaluasi PTV margin yang digunakan dalam perencanaan maupun penerapan yang dilakukan dalam perlakuan terapi. Verifikasi posisi yang digunakan dalam registrasi citra MVCT dengan citra KVCT terdiri dari koreksi posisi dengan sumbu-X, Y, Z dan Roll pada target tumor. Pada penelitian ini digunakan citra MVCT dari 9 pasien Hepatocellular Carcinoma dengan perlakuan terapi dosis tinggi dalam 4-10 fraksi menggunakan HT di RSUPN Cipto Mangunkusuomo. Penelitian ini menghasilkan nilai deviasi sebesar 0,27% untuk HI dan 0,39% untuk CI, serta nilai Organ at Risk beberapa organ yang masih dalam batas aman. Nilai PTV margin yang dihasilkan antara perencanaan maupun perlakuan terapi memiliki kesetaraan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian menunjukan dengan adanya pergeseran dari verifikasi posisi maupun PTV margin dapat mempengaruhi persebaran dosis yang diterima target tumor.

ABSTRACT
Position verification before the treatment is used to ensure the accordance actual position to the planning position, so the dose distribution received by the tumor target will be in agreement with the planned dose in adaptive planning. The aim of this study was to evaluate the comparison from the dose distribution resulted from MVCT and KVCT image registration with and without automatic position correction as well as evaluating the PTV margin used in planning and implementing the treatment. The position verification used consists of position correction performed with adjustment in four HT degree of freedom (lateral, longitudinal, vertical and rotational direction). Nine MVCT patient images with Hepatocellular Carcinoma were used with high dose therapy in 4-10 fractions using HT at Cipto Mangunkusuomo Hospital. This study resulted in a deviation value of 0.269% for HI and 0.390% for CI, as well as the value of Organ at Risk which is still within safe limits. The PTV value of the margin produced between planning and treatment has equality. Based on the results obtained in the study showed that with a shift from verification of position and PTV margin can affect the distribution of the dose received by the target tumor.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Incidences of pancreatic cancer worldwide have been known to be increased. It is the fifth leading cause of death in United State of America.Seventy percent accourts in the head of the pancreas...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Matheus Jorizal
"ABSTRAK
Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada karsinoma prostat, dengan suatu laporan retrospektif pengeobatan radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit Radioterapi RSCM/FKUI selama periode Januari 1982 sampai dengan Desember 1986.
Kesimpulannya adalah: (1). Penderita karsinoma prostat yang datang berobat ke Subbagian Radioterapi RSCM/FKUI pada umumnya sudah berada pada stadium lanjut, (2). Limfografi penting bukan saja untuk diagnostik tetapi juga dalam hal penanganan terapi, (3). Pengobatan radiasi yang diberikan pada karsinoma prostat umumnya merupakan radiasi pasca bedah, (3). Perlu disusun protokol pengobatan karsinoma prostat.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Karsinoma Hepatoseluer (KHS) masih menjadi masalah kesehatan di dunia, selain karena insidensnya yang tinggi terkait dengan angka infeksi HBV dan HCV, penatalaksanaanya sangat tergantung pada kondisi penderita dan ekstensi tumor. Pembedahan, berupa reseksi hati maupun transplantasi hati adalah pilihan utama untuk mencapai survival yang baik. Namun demikian, reseksi hati mensyaratkan kondisi hati yang sehat dan ukuran tumor yang kecil sedangkan transplantasi hati belum dikerjakan di Indonesia. Kedua hal ini mendorong pemanfaatan modalitas lain dalam penatalaksanaan KHS, antara lain Ablasi tumor per kutan, Trans Arterial Chemo Embolization (TACE), Kemoterapi dan Radioterapi. Radiasi selama ini ditakuti karena efek samping hepatitis radiasi-nya, akan tetapi dengan berkembangnya teknik radiasi konformal, efek samping tersebut dapat diminimalkan. Makalah ini memaparkan satu kasus KHS tipe ikterik yang mendapat radiasi eksterna di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan hasil yang memuaskan berupa hilangnya gejala dan penurunan kadar bilirubin. Penderita direncanakan untuk menjalani reseksi hati.

Abstract
Hepatocellular Carcinoma (HCC) is still a leading health problem worldwide, due to its correlation with HBV and HCV infection and its management which is strongly dependent on patient?s condition and tumor extension. Surgery, with liver resection or liver transplantation offer a good survival rate as a primary management of such cancer. But since liver resection must consider some aspect of liver function and tumor size, and liver transplantation was not a choice in Indonesia, many treatment modalities has been developed which can be used to overcome this problem, such as tumor ablation, transarterial chemo embolization (TACE), chemotherapy and radiotherapy. With the development of conformal radiotherapy, the hepatitis induced radiation therapy could be minimized. This paper present a case of conformal radiation therapy utilization in icteric type HCC in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Hepatic resection was planned for this patient."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suryo Adityo Pribadi
"Skripsi ini bertujuan untuk merancang, fabrikasi dan menganalisis rangkaian generator sinyal frekuensi radio yang digunakan untuk terapi kanker hepatocellular carcinoma (HCC) dengan menggunakan prinsip bioresonansi. Rangkaian yang dirancang terdiri dari osilator, modulator, dan amplifier. Pada modulator, sinyal yang dihasilkan merupakan sinyal yang berasal dari rangkaian osilator gelombang pembawa dan pemodulasi. Kemudian, output dari modulator akan dikuatkan melalui amplifier agar menghasilkan daya yang lebih besar. Adapun spesifikasi dari rangkaian generator sinyal adalah menghasilkan keluaran dengan tegangan efektif sebesar 125 mV dan 3 Volt setelah hasil penguatan serta frekuensi sebesar 27,12 MHz. Pada simulasi, sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Kemudian, pada tahap fabrikasi, rangkaian generator sinyal menggunakan dua PCB, yaitu untuk rangkaian osilator gelombang pembawa dan komponen generator lainnya (power supply, osilator gelombang modulasi, modulator, dan amplifier). Setelah itu, pengujian generator sinyal menghasilkan keluaran dengan tegangan efektif sebesar 28,28 mV dan 763,56 mV setelah hasil penguatan serta frekuensi sebesar 27,10 MHz. Perbedaan hasil antara hasil simulasi dan fabrikasi disebabkan oleh tidak terintegrasinya rangkaian generator sinyal. Hal ini mengakibatkan adanya penghubung yang digunakan sehingga terjadinya penurunan tegangan dan frekuensi. Selain itu, penggunaan komponen yang tidak sesuai dengan simulasi juga menyebabkan terjadinya penurunan tegangan dan frekuensi.

This research aims to design, fabricate and analyze the circuit of radio frequency signal generator that is used for hepatocellular carcinoma (HCC) with bioresonancy method. The circuit consists of an oscillator, modulator, and amplifier. On the modulator, the resulted signal is a signal derived from both carrier wave oscillator and modulation wave oscillator. Then, the output will be amplified in order to generate greater power. After that, the specification of signal generator is a circuit that can be producing an output voltage of 125 mV and 3 V after amplification at 27.12 MHz. Then, simulation has been approved. In its implementation, the generator circuit consists of two circuits which combines the oscillator circuit and a modulation of the carrier wave. From the test shows that the modulator circuit produces output voltage of 28.28 mV and 763.56 mV after amplification at 27.10 MHz. The difference between simulation and fabrication is caused by separated part of the generator so needing a connector which produces losses. Besides that, there is a changing component which is caused a decrement output voltage and frequency."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55839
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Lailyshofa
"ABSTRACT
MVCT merupakan modalitas pencitraan yang diintegrasikan dengan pesawat Tomoterapi menggunakan energi 3.5 MV yang memiliki andil cukup besar untuk memberikan tindakan terapi yang optimal pada Tomoterapi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kualitas citra, estimasi dosis, serta verifikasi posisi pada pencitraan MVCT. Dalam penelitian ini, evaluasi MVCT dilakukan dengan tiga variasi mode slice thickness yaitu fine, normal, dan coarse. Pengujian kualitas citra dilakukan menggunakan phantom Cathpan 600. Estimasi dosis dan verifikasi posisi dilakukan menggunakan phantom Rando pada tiga area yang ditentukan, yaitu head neck, thorax, dan pelvic. Verifikasi posisi dilakukan dengan memberikan beberapa marker eksternal di beberapa titik pada setiap area dan dihitung dengan bantuan dua perangkat lunak, yaitu software Tomoterapi dan 3D Slicer. Hasil evaluasi kualitas citra yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh variasi mode slice thickness pada MVCT masih berada dalam batas toleransi sesuai dengan AAPM TG 148. Estimasi dosis yang diperoleh menunjukkan bahwa dosis terbesar diperoleh pada mode fine. Secara umum, nilai estimasi dosis yang diperoleh berada pada rentang 1-4 cGy untuk semua area pada setiap titik OAR yang diukur. Pergerakan posisi yang diperoleh untuk seluruh variasi mode slice thickness menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan, dengan besar le; 0.5 mm. Perbedaan hasil pergerakan posisi yang diperoleh antara dua software yang digunakan tidak lebih dari 0.5 mm.

ABSTRACT
MVCT is an imaging modality which is integrated by Tomotherapy using 3.5 MV energy that has a large enough contribution to provide an optimal therapeutic in Tomotherapy. The purpose of this study is to evaluate the image quality, dose estimation, and verification of the position on MVCT imaging. In this study, MVCT evaluation was performed with three variations of the slice thickness mode that is fine, normal, and coarse. Image quality testing was performed using Catphan 600 phantom. Dose estimation and position verification were performed using Rando phantom in three areas, there were head neck, thorax, and pelvic. Verification of the position was performed by providing several external markers at several points in each area and calculated with the help of two software, namely Tomotherapy software and 3D Slicer. The result of image quality evaluation obtained shows that all variations of slice thickness mode in MVCT are still within tolerable limits in accordance with AAPM TG 148. Estimated dose obtained shows that the largest dose was obtained in fine mode. In general, the estimated dose value which was obtained is in the range of 1 4 cGy for all areas at each measured OAR point which was measured. Movement of position obtained for all variations of slice thickness mode shows insignificant difference, with value le 0.5 mm. The difference of result obtained between the two software used is no more than 0.5 mm."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaidir Aulia
"Adenoid cystic carcinoma is an extremely rare case of the esophagus. We present a female patient, aged 76 years who present with dysphagia and weight loss for tire last three month. On endoscopy there was a luminal narrowing in the middle third of the esophagus. Diagnosis was challenging due to the stenosis and the tumor size. Histopathological confirmation was obtained by subcarinal fine-needle aspiration biopsy. This type of cancer is very aggressive with short survival time. Further studies are needed to define optimal treatment."
Jakarta: The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 2006
IJGH-7-2-Agt2006-51
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hafidz Muhammad Prodjokusumo
"Latar Belakang: Kanker hati adalah penyebab paling umum kedua kematian akibat kanker di seluruh dunia, dan kejadian keganasan hati 'primer' telah meningkat secara signifikan, terutama Hepatocellular Carcinoma/ HCC. Karakteristik jaringan pada keganasan biasanya lebih padat/ kaku dibandingkan jaringan normal. Ultrasonografi dengan teknologi shear wave (gelombang geser) adalah metode perhitungan kekakuan jaringan, saat ini terdapat dua tipe; elastografi gelombang geser titik (pSWE) dan elastografi gelombang geser dua dimensi (2D-SWE). Belum ada studi yang menggunakan dua tipe gelombang geser tersebut pada lesi HCC yang sama untuk melihat kesesuaian antara nilai keduanya.
Tujuan: Mengetahui derajat korelasi antara nilai USG pSWE dan nilai USG 2D-SWE pada HCC.
Metode: Sebanyak 17 subjek penelitian dengan diagnosis HCC dilakukan pemeriksaan USG pSWE dan dilanjutkan dengan 2D-SWE (pada hari yang sama atau maksimal tujuh hari setelahnya) pada lesi HCC untuk menentukan nilai kekakuan jaringan (dalam satuan kPa dan m/s). Setelah itu dilakukan analisis korelasi antara nilai USG pSWE dengan USG 2D-SWE, dan dilanjutkan dengan mencari formula regresi di antara kedua nilai tersebut.
Hasil: Pada lesi HCC terdapat korelasi positif kuat yang signifikan antara hasil USG pSWE dengan 2D-SWE pada perhitungan dengan kPa (R = 0,882 / p < 0,01) dan m/s (R = 0,875 / p < 0,01) , didapatkan pula formula regresi nilai kPa pSWE = 2,99 + 0,75 x kPa 2D-SWE dan nilai m/s pSWE = 0,31 + 0,82 x m/s 2D-SWE.
Kesimpulan: Pada lesi HCC, dapat dilakukan pemeriksaan nilai kekakuan jaringan menggunakan pSWE maupun 2D-SWE, baik menggunakan satuan kPa maupun m/s dengan hasil yang setara.

Background: Liver cancer is the second most common cause of cancer death worldwide, and the incidence of 'primary' liver malignancies has increased significantly, particularly Hepatocellular Carcinoma / HCC. Characteristics of tissue in malignancy are usually denser / stiffer than normal tissue. Ultrasound with shear wave technology is a method of calculating tissue stiffness, currently there are two types; point shear wave elastography (pSWE) and two-dimensional shear wave elastography (2D-SWE). There have not been studies using these two types of shear waves in the same HCC lesions to see the congruence between the two values.
Objective: To determine the degree of correlation between the USG pSWE value and the 2D-SWE USG value on HCC.
Methods: A total of 17 study subjects with a diagnosis of HCC were subjected to pSWE ultrasound examination and followed by 2D-SWE (on the same day or a maximum of seven days thereafter) on HCC lesions to determine the value of tissue stiffness (in kPa and m/s units). After that, a correlation analysis was carried out between the USG pSWE and USG 2D-SWE values, and continued by looking for the regression formula between the two values.
Results: In HCC lesions, there was a significant positive correlation between pSWE ultrasound results and 2D-SWE in the calculation with kPa (R = 0.882 / p <0.01) and m / s (R ​​= 0.875 / p <0.01), also obtained the regression formula for the kPa pSWE value = 2.99 + 0.75 x kPa 2D-SWE and the m/s pSWE value = 0.31 + 0.82 xm / s 2D-SWE.
Conclusion: In HCC lesions, tissue stiffness values ​​can be examined using pSWE and 2D-SWE, using either kPa or m / s units with equivalent results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Maria Loho
"Hepatocellular carcinoma (HCC) is the second most common cause of cancer-related death worldwide. This is due to the heterogeneity of the tumor biology and lack of curative treatment options. The most significant prognostic factor is detection at early stage and thus, surveillance strategies are of high importance. High-risk patients should undergo ultrasound and tumor marker tests at six-month interval in order to detect HCC at the earlier stage. However, in real-life practice, ultrasound has several limitations and the adherence to HCC surveillance is suboptimal due to various provider, patient, and health-care system factors. In this paper, we will address current methods of HCC surveillance and obstacles found in real-life practice.

Karsinoma sel hati (KSH) adalah penyebab kematian akibat kanker yang kedua tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh heterogenitas biologis tumor dan terbatasnya pilihan pengobatan kuratif. Faktor prognostik yang paling signifikan adalah deteksi kanker pada stadium awal. Oleh karena itu, strategi surveilans sangat penting. Pasien yang berisiko tinggi terkena kanker hati harus menjalani pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan pemeriksaan penanda tumor setiap enam bulan sekali untuk mendeteksi KSH pada stadium awal. Akan tetapi, dalam praktik sehari-hari, USG memiliki beberapa keterbatasan. Di samping itu, kepatuhan terhadap surveilans KSH juga tidak optimal karena berbagai alasan, baik dari sisi penyedia layanan kesehatan, pasien, maupun sistem pelayanan kesehatan. Pada artikel ini, kami akan membahas mengenai metode surveilans KSH terkini dan hambatan yang didapatkan dalam praktik sehari-hari"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:4 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Kharisma Wangsaputra
"Karsinoma hepatoseluler merupakan penyebab utama keempatkematian akibat kanker di dunia pada tahun 2018. Namun, kebanyakan pasien baru didiagnosis pada stadium lanjut. Satu-satunya kemoterapi oral untuk karsinoma hepatoseluler stadium lanjut adalah sorafenib, suatu inhibitor multikinase. Salah satu mekanisme yang berkontribusi terhadap resistensi sorafenib adalah modulasi transporter obat. Studi melaporkan efek kemosensitisasi dari alfa-mangostin, suatu xanton yang diekstrak dari Garcinia mangostana Linn., yang memungkinkan penggunaannya sebagai terapi adjuvan. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh alfamangostin terhadap ekspresi mRNA transporter obat pada galur sel HepG2 yang tahan terhadap sorafenib. Sel HepG2 pada awalnya dilakukan pemberian sorafenib 10 μM. Sel yang tahan sorafenib tersebut kemudian dibagi menjadi empat kelompok perlakuan, yaitu dengan DMSO, sorafenib (SOR) 10 μM, alfa-mangostin (AM) 20 μM, dan kombinasi SOR 10 μM-AM 20 μM. Ekspresi mRNA dari transporter obat ABCB1 (P-gp), ABCG2, MRP2, MRP3, OCT1, dan OATP1B3 diperiksa dengan qRT-PCR setelah isolasi RNA dan sintesis cDNA yang dilakukan sebelumnya. Penurunan ekspresi mRNA transporter P-gp diamati pada kelompok SOR+SOR dibandingkan dengan kelompok SOR+DMSO. Sebaliknya, transporter efluks lainnya menunjukkan ekspresi yang lebih tinggi pada kelompok SOR+SOR. Menariknya, dua kelompok yang ditambahkan perlakuan alfa-mangostin (SOR+AM dan SOR+SORAM) menunjukkan ekspresi mRNA MRP2, MRP3, OCT1, dan OATP1B3 yang secara signifikan lebih tinggi (p <0,05) dibandingkan dengan kelompok SOR+DMSO. Secara umum, pemberian alfa-mangostin menyebabkan peningkatan ekspresi mRNA dari semua transporter obat pada penelitian ini. Penafsiran secara cermat tetap diperlukan meskipun terdapat efek akhir pada transporter influks yang cukup besar pada studi ini.

Hepatocellular carcinoma (HCC) is the fourth leading cause of cancer mortality worldwide in 2018. Most patients unfortunately are diagnosed at advanced stage. Hence, the only oral chemotherapy for advanced unresectable HCC is sorafenib, a multikinase inhibitor. One of the mechanisms contributing to sorafenib resistance is drug transporters modulation. Studies reported chemosensitizing effect of alphamangostin, a xanthone extracted from Garcinia mangostana Linn., leading to its use as adjunctive treatment. This study aimed to analyse the impact of alpha-mangostin towards drug transporters’ mRNA expression in sorafenibsurviving HCC HepG2 cell line. HepG2 cells were initially treated with sorafenib 10 μM. The sorafenib surviving cells later were divided into four groups of treatment, namely with vehicle (DMSO), sorafenib (SOR) 10 μM, alpha-mangostin (AM) 20 μM, and combination of SOR 10 μM-AM 20 μM. The mRNA expressions of P-gp, ABCG2, MRP2, MRP3, OCT1, and OATP1B3 drug transporters were examined with quantitative reverse transcriptase-polymerase chain reaction following the RNA isolation and cDNA synthesis. Decreased mRNA expression of P-gp was observed in SOR+SOR group as compared to SOR+DMSO group. In contrast, other efflux transporters showed higher expression in SOR+SOR group. Interestingly, two groups treated with alpha-mangostin (SOR+AM and SOR+SOR-AM groups) showed statistically significant (p<0.05) higher mRNA expression of MRP2, MRP3, OCT1, and OATP1B3 compared to SOR+DMSO group. Generally, alpha-mangostin treatment increased the mRNA expression of all the drug transporters in the present study. Cautious interpretation was nonetheless required despite the considerable net effect on uptake transporters.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>