Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159723 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vini Aliya Yusriya
"Peraturan multilateral mengenai perdagangan jasa keuangan diatur oleh World Trade
Organization (WTO) dalam General Agreement on Trade in Services (GATS) semenjak
berakhirnya Uruguay Round pada tahun 1995. TKA ini bertujuan untuk memetakan perkembangan debat liberalisasi jasa keuangan yang diatur oleh GATS dalam perspektif negara maju dan berkembang, yang sering kali memiliki kepentingan berbeda. Adapun periode yang digunakan yaitu semenjak dimulainya negosiasi liberalisasi jasa keuangan pada Putaran Uruguay tahun 1993 hingga tahun 2016. Pengelompokkan literatur ini dilakukan melalui metode kronologi yang dibagi menjadi tiga periode yakni Periode I(Negotiation Period, 1993-1997), Periode II (Adaptation Period, 1998-2008), dan Periode III (Development Period, 2009-2016). Dengan metode taksonomi, penulis mengklasifikasikan 6 isu yang muncul dalam literatur, yaitu tata kelola GATS, kesiapan negara, komitmen negara, pandangan negara, kepentingan negara, dan perubahan pada
GATS. Dari keenam isu tersebut, isu komitmen negara dan kepentingan negara merupakan isu dominan di setiap periode. Debat terkait komitmen negara menunjukkan bahwa upaya meningkatkan komitmen negara berdasarkan ketentuan GATS menjadi debat yang terus muncul terutama dalam 15 tahun sejak awal negosiasi GATS (1993-2008). Sementara terkait isu kepentingan negara didasari oleh kentalnya negosiasi dalam hal tata kelola GATS atas dasar kepentingan negara maju dan berkembang. Pada intinya, negara berkembang mendukung prinsip-prinsip GATS dengan komitmen yang minim dan tetap mengutamakan regulasi domestik, sementara negara maju mendukung prinsip liberalisasi di GATS dengan minim regulasi.

The multilateral regulation on financial trade is regulated by the World Trade
Organization (WTO) in the General Agreement on Trade in Services (GATS) since the end of the Uruguay Round in 1995. This paper aims to map the development of the financial services liberalization debate provided by GATS in the perspective of developed and developing countries which often have different interests. The period used is since
the commencement of financial service liberalization negotiations in the Uruguay Round of 1993 to 2016. This grouping of literature is done through chronological methods which are divided into three periods which are Period I (Negotiation Period, 1993-1997), Period II ( Adaptation Period, 1998-2008), and Period III (Development Period, 2009-2016). With the taxonomy method, the author classifies 6 issues that appear in the literatures, namely GATS governance, state readiness, state commitment, state views, state interests, and changes to GATS. Of the six issues, the issue of state commitment and state interests are the dominant issues in each period. Debates related to state commitment show that efforts to increase state commitment based on GATS provisions have become debates that continue to emerge, especially in the 15 years since the beginning of the GATS negotiations (1993-2008). While the issue of state interests is based on the thickness of negotiations in terms of GATS governance on the basis of the interests of developed and developing countries. In essence, developing countries support the GATS principles with minimal commitment and continue to prioritize domestic regulations, while developed countries support the principle of liberalization at GATS with minimal regulation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nadiella Shilma Nugrianti
"This study explores the relationship between the digital financial ecosystem and cashless transaction adoption in 10 ASEAN countries over the period 2003–2023. Using panel data analysis, this study examines the influence of financial literacy, availability and quality of access to financial services, and digital infrastructure on cashless transaction adoption. The results of this study aim to provide valuable insights for policymakers and industry stakeholders to develop effective strategies to foster digital financial ecosystems in 10 ASEAN countries, ultimately driving economic growth and development. The results show that each independent variable, namely financial literacy, availability and quality of access to financial services, and digital infrastructure, has a positive effect on cashless transaction adoption. Therefore, it is recommended to the government as a policy maker and other stakeholders to develop a digital financial ecosystem in an effort to optimize cashless transaction adoption in 10 ASEAN countries.

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara ekosistem keuangan digital dan adopsi transaksi non-tunai di negara-negara ASEAN-10 selama periode 2003–2023. Dengan menggunakan analisis data panel, penelitian ini menguji pengaruh literasi keuangan, ketersediaan dan kualitas akses terhadap layanan keuangan, dan infrastruktur digital terhadap penggunaan transaksi non-tunai. Hasil penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan berharga bagi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan industri untuk mengembangkan strategi efektif guna mengembangkan ekosistem keuangan digital di negara-negara ASEAN-10, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing variabel independen yaitu literasi keuangan, ketersediaan dan kualitas akses terhadap layanan keuangan, dan infrastruktur digital berpengaruh positif terhadap penggunaan transaksi non-tunai. Maka disarankan kepada pemerintah selaku pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengembangkan ekosistem keuangan digital dalam upaya mengoptimalkan penggunaan transaksi non-tunai di negara-negara ASEAN-10.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Altuti
"Tulisan ini membahas tiga rumusan masalah utama, yaitu: pertama, apakah penyidikan dalam tindak pidana khusus dapat dilakukan penyidik sebagaimana disebutkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP); kedua, apakah penyidikan pada sektor jasa keuangan yang bersifat khusus dapat dilakukan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian; dan ketiga, bagaimana akibat hukum Putusan MK Nomor 59/PUU-XXI/2023 terhadap kewenangan Penyidik Pejabat Kepolisian dan Penyidik Pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang bersifat kualitatif, dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan penyidikan berdasarkan ketentuan KUHAP, terdapat dua jenis penyidik yaitu Penyidik Pejabat Polisi dan Penyidik PNS. Namun, setelah adanya UU P2SK, muncul permasalahan yang diajukan oleh Para Pemohon dalam permohonan ke MK Nomor 59/PUU-XXI/2023. Lebih lanjut, hasil penelitian menemukan bahwa putusan tersebut menghalangi tujuan pembentukan Penyidik OJK untuk mengembangkan perekonomian nasional, khususnya di sektor jasa keuangan. Penelitian ini juga menemukan bahwa penyidikan dalam tindak pidana khusus dapat dilakukan oleh penyidik sebagaimana disebutkan dalam KUHAP, tetapi penyidikan yang bersifat khusus tidak dapat dilakukan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian berdasarkan ketentuan Pasal 49 Ayat (5) UU PPSK. Akibat hukum dari Putusan MK Nomor 59/PUU-XXI/2023 adalah perubahan frasa dalam Pasal 49 ayat (5) dari "hanya dapat" menjadi "dapat," yang berdampak pada kewenangan penyidikan oleh Penyidik Pejabat Kepolisian dan Penyidik Pejabat OJK.

The paper discusses three main problems, namely: first, whether investigations in special criminal offenses can be carried out by investigators as stated in the Criminal Procedure Code; second, whether investigations in the financial services sector which are special in nature can be carried out by Police Officer Investigators; and third, what are the legal consequences of Constitutional Court Decision Number 59/PUU-XXI/2023 on the authority of Police Officer Investigators and Financial Services Authority Officer Investigators. This research uses a qualitative doctrinal research method, with data collection through literature study. Secondary data in this study consists of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results showed that in conducting investigations based on the provisions of the Criminal Procedure Code, there are two types of investigators, namely Police Officer Investigators and Civil Servant Investigators. However, after the existence of the P2SK Law, problems arose that were raised by the Petitioners in the petition to the Constitutional Court Number 59/PUU-XXI/2023. Furthermore, the research found that the decision hinders the purpose of establishing Financial Services Authority Officer Investigators. Investigators to develop the national economy, especially in the financial services sector. This research also found that investigations in special criminal offenses can be carried out by investigators as mentioned in the Criminal Procedure Code, but special investigations cannot be carried out by Police Officer Investigators based on the provisions of Article 49 Paragraph (5) of the PPSK Law. The legal effect of the Constitutional Court Decision Number 59/PUU-XXI/2023 is a change in the phrase in Article 49 paragraph (5) from "can only" to "may," which has an impact on the authority to investigate by Police Officer Investigators and OJK Officer Investigators."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Arfianty
"Tujuan dari tugas karya akhir ini adalah untuk mengetahui tingkat likuiditas, tingkat solvabilitas dan tingkat profitabilitas untuk menilai kinerja keuangan pada PT. Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) periode tahun 2008-2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif terhadap data sekunder berupa laporan keuangan tahunan untuk periode tahun 2008-2012. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis time-series dan analisis perbandingan dengan menggunakan industri asuransi kerugian Indonesia sebagai benchmark penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi likuiditas PT. Jasindo kurang likuid dan posisi likuiditas PT. Jasindo berada dibawah posisi likuiditas industri asuransi umum di Indonesia. Kemudian, kondisi solvabilitas PT. Jasindo tergolong solvable karena mampu melebihi batas tingkat solvabilitas minimum perusahaan asuransi umum. Namun jika dibandingkan dengan posisi solvabilitas industri asuransi umum di Indonesia posisi solvabilitas PT. Jasindo berada diatas posisi solvabilitas industri asuransi umum di Indonesia. Sedangkan untuk
kondisi profitabilitas PT. Jasindo mampu menghasilkan pendapatan positif tiap tahunnya meskipun berada
dibawah posisi profitabilitas industri asuransi umum di Indonesia.

The purpose of this study is to find out the liquidity, solvency, and profitability for assesing the financial performance of PT. Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) during the years 2008 until 2012. This study used a quantitative research and
using secondary data obtained from the financial statement of PT. Jasindo for the period of 2008 to 2012. In this paper, we used time-series analysis and the comparative analysis by using the general insurance industries in Indonesia as the benchmark. The result of this study shows that the liquidity of PT. Jasindo was illiquid, and the liquidity position of PT. Jasindo was lower than the general insurance industries in Indonesia. Then, the solvability condition of PT. Jasindo
classified as solvable because they were able to surpass the regulation of minimum level of general insurance solvency in Indonesia. However, if it is compaed with the solvability position of the general insurance industries in Indonesia, the solvability position of PT. Jasindo is higher than the general insurance industries in Indonesia. Meanwhile, for the profitability condition of
PT. Jasindo is able to earn positive profit anually. Although the profitability of PT. Jasindo is still lower than the position of general insurance industries in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gayoh Fajri Kuswara
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh berbagai faktor pada Fintech Product-Service System (FPSS) terhadap intensi rekomendasi pelanggan (recommendation intention) dalam industri keuangan non-bank di Indonesia, dengan fokus pada pengguna generasi milenial dan Z yang memiliki tingkat adopsi fintech tinggi. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisis SEM-PLS, penelitian ini melibatkan 220 responden untuk menguji hubungan antara variabel FPSS quality, FPSS assessment, trust, satisfaction, social value, conditional value, utilitarian value, dan recommendation intention. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FPSS quality secara signifikan memengaruhi FPSS assessment, satisfaction, dan trust, sementara trust memiliki pengaruh positif langsung terhadap intensi rekomendasi pelanggan. Satisfaction tidak menunjukkan pengaruh langsung terhadap intensi rekomendasi, tetapi utilitarian value dan conditional value memberikan pengaruh signifikan pada elemen-elemen FPSS tertentu, sementara social value tidak menunjukkan pengaruh berarti. Temuan ini memberikan panduan strategis bagi penyedia layanan keuangan non-bank untuk meningkatkan kualitas layanan, kepercayaan, dan kepuasan pelanggan guna mendorong intensi rekomendasi secara efektif.

This study aims to analyze the influence of various factors within the Fintech Product-Service System (FPSS) on recommendation intention in the non-bank financial industry in Indonesia, focusing on millennial and Gen Z users who exhibit a high adoption rate of fintech services. Using a quantitative approach and SEM-PLS analysis, this research involves 220 respondents to examine the relationships between FPSS quality, FPSS assessment, trust, satisfaction, social value, conditional value, utilitarian value, and recommendation intention. The findings reveal that FPSS quality significantly impacts FPSS assessment, satisfaction, and trust, while trust directly influences recommendation intention. Satisfaction does not directly affect recommendation intention, but utilitarian value and conditional value have a significant impact on certain FPSS elements, whereas social value shows no significant influence. These findings provide strategic guidance for non-bank financial service providers to enhance service quality, trust, and customer satisfaction to effectively drive recommendation intention."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refani Anwar Azis
"Perbedaan pandangan dan keraguan mengenai independensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) apakah merupakan suatu lembaga yang independen atau tidak, dapat menganggu pelaksanaan tugas dan fungsi OJK sebagai pengatur dan pengawas industri jasa keuangan sektor perbankan di masa depan. Keraguan ini timbul karena eksistensi wakil pemerintah dan BI di dalam susunan anggota Dewan Komisioner OJK serta anggaran OJK yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Penelitian ini mengkaji mengenai bagaimanakah independensi OJK dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan dan bagaimanakah tanggung jawab hukum OJK sebagai lembaga yang independen dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya melakukan pengaturan dan pengawasan perbankan.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menganalisis teori-teori dalam hukum perbankan dan menganalogikan independensi OJK terhadap BI sebagai bank sentral, maka dapat disimpulkan bahwa OJK memiliki independensi yang terbatas karena secara institusi, fungsi, keuangan dan organisasi masih ada keterkaitan dengan Pemerintah dan parlemen (DPR) dan juga tanggung jawab OJK sebagai lembaga yang independen adalah bahwa OJK wajib dengan penuh tanggung jawab dalam menjalankan setiap tugas, wewenang, dan anggarannya secara transparan serta memenuhi akuntabilitas publik.

Different views and doubts about the independence of the Authorities Financial Services (OJK) is an independent institution or not, may interfere with the duties and functions of OJK as the regulator and supervisor of the banking sector of the financial services industry in the future. Doubt is arises due to the existance of government and central bank representatives in the composition of the OJK Board of Commissioners and the OJK budget which sourced from the national budget (APBN) and/or collection fees from the parties conducting activities in the financial services sector.
This study examines how the OJK independence implement its functions and duties to conduct regulation and supervision of banking and OJK legal responsibilities as an independent institution implement its functions and duties do the regulation and supervision of banks.
This research is legal normative research which analyze theories in banking law and analogize OJK independence to BI as the central bank, it can be concluded that the OJK has a limited independence due to its institution, function, finance and organization are still related with the Government and the Parliament (DPR) and also OJK responsibility as an independent institution is that OJK responsible in carrying out every duties, authority, and budgets in a transparent and meet the public accountability.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norman Subiyako Sumadi
"Sektor keuangan krusial bagi pembangunan nasional Indonesia dan penguatannya esensial untuk peningkatan ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 untuk mengatur dan mengawasi sektor keuangan, menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan. Namun, wewenang luas OJK menimbulkan kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan. Pembentukan Badan Supervisi OJK melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 diperlukan untuk meningkatkan kinerja, akuntabilitas, dan transparansi OJK, membantu DPR mengawasi OJK, dan memperkuat sektor keuangan nasional. Dengan menggunakan metode penilitan doktrinal, tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan, fungsi, dan efektivitas pelaksanaan fungsi BS OJK terhadap OJK dan di bandingkan dengan Badan Supervisi yang ada di Belanda dikaitkan dengan kewenangannya. hasil penelitian menunjukan kinerja BS OJK dalam melakukan pengawasan terhadap OJK berpotensi kurang efektif dikarenakan BS OJK hanya mempunyai wewenang "pengawasan intern". Yang artinya, pengawasan yang dilakukan terbatas pada aspekaspek internal dan administratif, tanpa adanya kemampuan untuk campur tangan dalam mengintervensi atau menindaklanjuti sendiri hasil penilian yang dilakukannya sendiri. Namun, efektivitas BS OJK belum dapat dinilai sepenuhnya karena masa kerja BS OJK itu sendiri belum genap satu tahun, dengan penunjukan anggota BS OJK baru dilakukan pada Desember 2023. maka penulis ingin memberikan saran kepada Kepada Badan Legislatif untuk mempertimbangkan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada BS OJK, khususnya kewenangan dalam pembahasan dan penyusunan program satu tahun ke depan bersama DPR. Kewenangan ini mencakup kesesuaian implementasi pelaksanaan pengawasan program, memberikan ulasan terhadap hasil pengawasan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan ulasan tersebut. Hal ini diperlukan untuk lebih memaknai keberdaan BS OJK terhadap fungsi pengawasan terhadap OJK itu sendiri.

The financial sector is crucial to Indonesia's national development and its strengthening is essential for economic improvement. The Financial Services Authority (OJK) was established through Law 21-year 2011 to regulate and supervise the financial sector, maintain the stability of the national financial system, and ensure regulatory compliance. However, OJK's broad powers raise concerns of abuse of power. The establishment of the OJK Supervision Agency through Law No. 4 year 2023 is necessary to improve OJK's performance, accountability, and transparency, help Parliament oversee OJK, and strengthen the national financial sector. By using the doctrinal research method, this paper analyzes how the regulation, function, and effectiveness of the implementation of the BS OJK function on the OJK and compares it with the existing Supervision Board in the Netherlands in relation to its authority. the results show that the performance of the BS OJK in supervising the OJK is potentially less effective because the BS OJK only has the authority of "internal supervision". This means that supervision is limited to internal and administrative aspects, without the ability to intervene or follow up on the results of its own assessments. However, the effectiveness of the BS OJK cannot be fully assessed because the BS OJK's working period itself is not even one year old, with the appointment of BS OJK members only being made in December 2023. Therefore, the author would like to provide advice to the Legislative Body to consider giving greater authority to the BS OJK, especially the authority to discuss and prepare the next one-year program with the DPR. This authority includes the suitability of the implementation of program supervision, providing reviews of the results of supervision, and providing recommendations based on these reviews. This is necessary to give more meaning to the existence of the BS OJK to the supervisory function of the OJK itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Sinta Martha Lovanya Sipayung
"Dalam situasi pandemi COVID-19 di Indonesia, terjadi penurunan aktivitas perekonomian di Indonesia. Kegiatan usaha yang semakin rendah berdampak pada keuangan negara yang memungkinkan untuk terjadinya krisis sistem keuangan. Dengan demikian, dibentuklah UU No. 2 Tahun 2020 tentang Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU 2/2020) sebagai langkah luar biasa untuk menangani krisis sistem keuangan akibat COVID- 19, yang memuat kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka penyesuaian dengan kondisi COVID-19. Skripsi ini membahas bagaimana kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan UU 2/2020 dan implikasinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa kewenangan Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan diberikan sesuai dengan kedudukan tiap lembaga, dan UU 2/2020 mengakibatkan berbagai perubahan kewenangan. Saran yang diberikan adalah lembaga terkait perlu untuk memberikan rasionalisasi mengenai perubahan kewenangan tersebut, serta KSSK untuk menginformasikan indikator kesuksesan dalam pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan pandemi COVID-19.

In COVID-19 pandemic, economic activities in Indonesia has taken a downfall and can lead to a financial system crisis. Therefore, Law Number 2 of 2020 concerning Perppu Number 1 of 2020 on State Finance Policy and Financial System Stability for the Handling of Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) and/or in the Framework of Dealing with Threats Endangering National Economy and/or Financial System Stability (Law 2/2020) is ratified as an extraordinary step to handle the financial system crisis due to COVID-19, which includes the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in order to adapt to the conditions of COVID-19. This paper discusses the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority according to Law 2/2020 and the implications. This research used normative legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. From this research it can be concluded that the authority of Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation and Financial Services Authority in preventing and handling financial system crisis is given according to their functions, and Law 2/2020 resulted in various changes in authority. The suggestions given are that related institutions need to provide a rationalization regarding the changes of authority, as well as KSSK needs to inform the indicators of success in preventing and handling financial system crisis due to COVID-19."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desta Arisandi
"Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan pada Lembaga X atas penerapan rerangka tata kelola data berdasarkan Data Management Body of Knowledge (DMBOK) yang diterbitkan oleh The Data Management Association pada tahun 2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis permasalahan pengelolaan data sektor jasa keuangan (SJK) terintegrasi dan memberikan rekomendasi perbaikan program tata kelola data dalam mendukung tugas dan fungsi Lembaga X. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dalam mendeskripsikan rerangka tata kelola data SJK terintegrasi berdasarkan aktivitas tata kelola data dalam DMBOK. Instrumen penelitian yang digunakan berupa interviu, kuesioner, dan analisis konten dari beberapa dokumen yang dikumpulkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat permasalahan terhadap pengelolaan data SJK terintegrasi yang disebabkan oleh faktor-faktor terkait tata kelola data: peraturan, proses operasional, sumber daya manusia, dan teknologi. Lembaga X dapat menggunakan pedoman tata kelola data berdasarkan DMBOK dalam mengatasi permasalahan atas pengelolaan data SJK terintegrasi. Secara keseluruhan, program tata kelola data yang dibangun oleh Lembaga X masih memerlukan perbaikan pada aktivitas tata kelola data: perencanaan, operasional, dan pengendalian. Saran perbaikan program tata kelola data SJK terintegrasi pada Lembaga X adalah pembuatan dan penetapan piagam tata kelola data, penyesuaian roadmap, penilaian tingkat kematangan kapabilitas pengelolaan data secara teratur, pendefinisian rerangka operasional tata kelola data, pembentukan tim manajemen perubahan, pembuatan mekanisme dan prosedur penanganan permasalahan data, penyelesaian pembuatan aturan pengelolaan data, pengembangan tools dan teknik yang mendukung keseluruhan program tata kelola data, serta pengembangan matriks pengelolaan data SJK terintegrasi

This research is a case study conducted at the Institution X on the application of a data governance framework based on the Data Management Body of Knowledge (DMBOK) published by The Data Management Association in 2017. The purpose of this research is to analyze problems with the integrated financial services sector (FSS) data management and provide recommendations for improving data governance programs in support of Institution X's duties and functions. This study used a qualitative approach in describing the integrated FSS data governance framework based on data governance activities in the DMBOK. The research instruments used were interviews, questionnaires, and content analysis of several documents collected. The results showed that there were problems with the integrated FSS data management caused by factors related to data governance: regulations, operational processes, human resources, and technology. Institution X can use data governance guidelines based on DMBOK in overcoming problems with integrated FSS data management. Overall, the data governance program developed by Institution X still requires improvements in data governance activities: planning, operational, and control stages. Suggestions for improving the integrated FSS data governance program at the Institution X are the creation and establishment of a data governance charter, roadmap adjustments, regular assessment of data management capability maturity levels, defining data governance operational frameworks, forming a change management team, establishing mechanisms and procedures for handling data problems, completing data management rules, developing tools and techniques that support the overall data management program, and developing an integrated FSS data governance matrix."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rezki Amalia Aliyas
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan otoritas jasa keuangan dalam pengajuan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan Pelrindungan terhadap kepentingan para pihak. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan metode eksplanatoris dengan pendekatan konsep dan peraturan perundang-undangan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Kewenangan OJK dalam mengajukan permohonan PKPU haruslah dimaknai sebagai bagian dari fungsi pengawasan kepada Perusahaan asuransi, untuk itu kewenangan OJK dalam pengajuan permohonan PKPU harus pula dimaknai hanya untuk dan atas nama Perusahaan asuransi. OJK tidak bisa membatasi hak para kreditur untuk mengajukan permohonan PKPU karena melanggar prinsip kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHP; Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945; Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Baik pengawasan preventif maupun pengawasan represif yang dilakukan oleh OJK dalam industri asuransi hingga saat ini belum berjalan optimal. Hal tersebut ditandai dengan munculnya berbagai persoalan gagal bayar dari berbagai perusahaan asuransi di tanah air. Hal ini membuktikan OJK telah gagal melaksanakan pengawasan secara optimal. Untuk itu, dalam pengajuan permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi, OJK tidak boleh membatasi hak para Kreditur di dalam mengajukan permohonan PKPU karena permohonan PKPU merupakan cara terbaik didalam menyelesaiakan persoalan hukum khususnya berkenaan dengan pembayaran klaim asuransi para nasabah yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.Hal ini penting guna mewujudkan pengawasan yang seimbang baik untuk kepentingan Kreditor maupun untuk kepentingan Debitur, yang pada akhirnya dapat mewujudkan keadilan bagi para pihak dalam perjanjian asuransi.

This study aims to analyze the authority of the financial services authority in submitting a postponement of debt payment obligations associated with the supervisory function of the Financial Services Authority and the protection of the interests of the parties. This research is a normative juridical research that uses an explanatory method with a conceptual approach and laws and regulations that are analyzed qualitatively. The results of the study show that the authority of the OJK in submitting a PKPU application must be interpreted as part of the supervisory function to insurance companies, for that the OJK's authority in submitting a PKPU application must also be interpreted only for and on behalf of the insurance company. OJK cannot limit the rights of creditors to apply for PKPU because it violates the principle of freedom of contract as regulated in Article 1338 of the Criminal Code; Article 27 paragraph (1) jo. Article 28 D paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia; Article 17 of Law no. 39 of 1999 concerning Human Rights. Both preventive and repressive supervision carried out by OJK in the insurance industry have not yet run optimally. This is marked by the emergence of various problems of default from various insurance companies in the country. This proves that OJK has failed to carry out optimal supervision. For this reason, in submitting a PKPU application to an insurance company, OJK may not limit the rights of creditors in submitting a PKPU application because a PKPU application is the best way to resolve legal issues, especially with regard to payment of insurance claims for customers who are due and can be billed. This is important in order to realize balanced supervision both for the benefit of Creditors and for the interests of Debtors, which in the end can achieve justice for the parties in the insurance agreement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>