Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10301 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nisrina Hanin
"Penelitian ini membahas tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea melalui pendekatan konteks situasi. Empat tata bahasa penanda modalitas intensional bahasa Korea yang dibahas adalah -gess-, -eul geos, -eulge, dan -eullae. Bagi pemelajar bahasa Korea, keempat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut memiliki kerumitan tersendiri saat digunakan dikarenakan kemiripan makna yang dimilikinya. Akan tetapi, belum ditemukan adanya penelitian yang membahas tata bahasa tersebut dalam bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tata bahasa penanda modalitas intensional di dalam korpus drama dan menganalisis konteks situasi yang menggunakan empat tata bahasa penanda modalitas intensional dalam bahasa Korea tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan korpus naskah drama berjudul `Jinsimi Data`. Melalui penelitian ini, dapat diidentifikasi 198 kali kemunculan tata bahasa penanda modalitas intensional, yang dapat diklasifikasikan secara rinci berdasarkan subyeknya. Pada subjek orang pertama, penanda modalitas -gess- muncul sebanyak 66 kali; -eul geos 31 kali; -eulge 64 kali; dan -eullae 4 kali. Sementara pada subjek orang kedua, -gess- muncul sebanyak 16 kali; -eul geos 10 kali; dan -eullae 7 kali. Pada penelitian ini diklasifikasikan 9 konteks situasi menggunakan kalimat deklaratif dan 5 konteks situasi menggunakan kalimat interogatif.
This research discusses intentional modality expressed in Korean grammar through context of situation approach. Four of the Korean grammar that express intentional modality that are being discused here are -gess-, -eul geosi-, -eulge(yo), and -eullae(yo). Korean learners face difficulties in distinguishing these expressions due to their own similar meaning. However, research that discuss intentional modality expressed in Korean grammar has not been conducted in Indonesian. The purpose of this research is to identify Korean grammars that express intentional modality inside the drama script and analyze the contexts of situation which use intentional modality marker. The method used in this research is qualitative descriptive method with literature review. The corpus of this research is a script from drama titled `Jinsimi Data`. Through this research, intentional modality`s frequency is identified 198 times according to its subject. In first person subject, -gess- appears 66 times; -eul geos 31 times; -eulge 64 times; and -eullae 4 times. The frequency of intentional modality in second person subject shows that -gess- appears 16 times; -eul geos 10 times; and -eullae 7 times. This research also classified 9 contexts of situation that appear with declarative sentence and 5 contexts of situation that appear with interrogative sentence."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lityaningrum
"Dalam bahasa Jawa Malang, pemarkah modal kudu dapat mengandung lebih dari satu makna. Kudu dapat digunakan sebagai pemarkah modalitas deontik keharusan ‘harus’ dan pemarkah modal dinamik keinginan ‘ingin’. Gejala ini menarik karena dalam penelitian modalitas bahasa Jawa Paciran dan Semarang yang ditemukan, kudu hanya mengandung makna deontik. Dalam makalah ini, akan dibahas konteks sintaktis dan konteks semantis yang membedakan makna kudu. Data makalah ini berupa kalimat-kalimat yang menggunakan bahasa Jawa Malang dan mengandung kududalam cuitan @pakantono, @DJabrooo, @cak_sugenk, @makmurcafee, dan @nonikmenieszt tahun 2019 hingga Februari 2022. Kalimat-kalimat tersebut selanjutnya dianalisis dengan memeriksa ciri sintaktis dan semantisnya. Dari analisis, jenis kalimat dan jenis agen adalah konteks yang dapat menentukan kudu mengandung makna deontik. Jenis kalimat yang dapat menentukan kudu deontik adalah kalimat deklaratif negatif, interogatif, dan imperatif, sedangkan jenis agen yang dapat menentukan kudu deontik adalah agen insani (pronomina persona kedua, dan ketiga) dan agen noninsai. Terlepas dari konteks kalimat (pragmatik), kudu deontik dapat diprediksi melalui penggabungan dua aspek, yaitu jenis kalimat dan jenis agen.

In Malang Javanese, kudu can contain more than one meaning. Kudu can be used as deontic modality of ‘must’ obligative and dynamic modality of ‘want’ volitive. These phenomena offer fascinating research because kudu only contains a deontic meaning in the previous studies of Paciran and Semarang Javanese. This article discusses the syntactic and the semantic context that distinguishes the meaning of kudu. The data is in the form of sentences that use Malang Javanese and contain kudu. Moreover, the data were taken from Tweets 2019 until February 2022 of @pakantono, @DJabrooo, @cak_sugenk, @makmurcafee, and @nonikmenieszt. The sentences were further analyzed by identifying their syntactic and semantic features. From the analysis, types of sentences and agents are contexts that can determine kudu contains deontic meanings. The types of sentences that can determine deontic kudu are negative declarative, interrogative, and imperative sentences. The types of agents that can determine deontic kudu are human agents (the second and third person pronouns) and non-human agents. Regardless of the context of the sentence (pragmatic), the deontic kudu can be predicted by combining the type of sentences and agents."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rheza Rivana
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan modalitas interpersonal yang ada pada setiap ujaran yang disisipi partikel final ze. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisis deskriptif. Data diambil dari novel Botchan. Data diklasifikasikan atas ujaran kepada petutur superior dan ujaran kepada petutur inferior. Berdasarkan analisis yang dilakukan, partikel final ze cenderung digunakan untuk memperlihatkan sikap solidaritas atau kedekatan hubungan dengan petutur. Temuan pada data menunjukan bahwa unsur solidaritas tidak mempengaruhi pilihan ujaran terhadap petutur superior.

ABSTRACT
The purpose of this research is to explain interpersonal modality on each speech which attached by sentence final particle ze. The method used by this research is qualitative method with descriptive analytic. Data taken from Novel of Botchan. Data on this research divided by superior audience aim speech and inferior audience aim speech. Based from the study of research indicated that the sentence final particle ze shows solidarity attitude or intimate relationship with audience. The result of data indicates that the solidarity elemental cannot influenced the speech option to superior audience."
2017
S68622
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardilla Dinaresty
"ABSTRACT
Gelombang budaya Korea Hallyu dewasa ini merupakan fenomena yang telah menyebar di dunia, khususnya di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Hal ini membawa dampak yang cukup signifikan dalam berbagai bidang, salah satunya bahasa. Skripsi ini memberikan gambaran mengenai konteks sosial yang berperan terhadap individu yang belajar bahasa Korea. Dengan menggunakan metode kualitatif berupa wawancara mendalam dan observasi, penelitian ini dilakukan kepada individu pembelajar bahasa Korea di Lembaga Korean Cultural Center KCC Indonesia dan Konsa Korea-Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konteks sosial perkembangan kebudayaan Korea di Indonesia berperan pada keputusan individu untuk belajar bahasa Korea. Keputusan individu ini juga termasuk dalam proses komodifikasi, konsumerisme dan komoditas fetishisme.

ABSTRACT
The Korean Culture Wave Hallyu nowadays is a spreading phenomenom around the world, especially in Southeast Asia Indonesia included. This phenomenom brought significant influence in many fields, including language. This research describes the social contexts that affect individual taking Korean language course. Using qualitative methods which are in depth interview and observation, this study uses sample from students from Korean Cultural Center KCC Indonesia and Konsa Language Course Institute as participant. Result from this study shows that social contexts, such as Korean culture development in Indonesia, influences the participant rsquo s decision also get affected by other factors such as commodification process, consumerism, and commodity fetishism."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Zahid Abiduloh
"ABSTRAK
Penulis akan mendiskusikan kritik dari John Searle dan Hilary Putnam terhadap fungsionalisme komputasional, dan mencoba untuk mempertahankan akuntabilitas fungsionalisme komputasional tentang fitur intensional dari mind di hadapan eksperimen pikiran Chinese Room dan Twin Earth. Kritik Searle dan Putnam sama-sama menyasar akuntabilitas fungsionalisme komputasional tentang fitur intensional dari mind dalam kasus propositional attitude. Penulis akan mengajak para pembaca untuk sampai pada permasalahan mental content, beserta dua nosi konten yang ada didalamnya: narrow content dan wide content. Secara konten, penelitian ini dibagi menjadi dua: mendiskusikan kecukupan sistem komputasional dalam menghasilkan intensionalitas, serta mendiskusikan keabsahan penjelasan holistik-internal terhadap propositional attitude. Dengan perhatian pada input dan output, fungsionalisme komputasional membuka diri atas pembacaan non-individualistik tentang konten yang mana kesebandingan konten bahasa-natural dan computational content dilandaskan pada penyelidikan empiris tentang ketepatan perilaku suatu sistem komputasional dengan lingkungan normalnya. Dalam hal ini, semantik kausal mengindikasikan semantik denotasional.

ABSTRACT
The author will discuss the criticisms of John Searle and Hilary Putnam on computational functionalism, and try to maintain accountability of computational functionalism about the intentional features of mind before the 39 Chinese Room 39 and 39 Twin Earth 39 thought experiments. Searle and Putnam criticisms both target the accountability of computational functionalism about the intentional features of the mind in the case of propositional attitudes. The author will invite readers to arrive at mental content issues, along with two content noses inside narrow content and wide content. By content, this study is divided into two discussing the adequacy of computational systems in generating intentionality, as well as discussing the validity of the holistic internal explanation of the propositional attitudes. With attention to input and output, computational functionalism opens up to non individualistic readings of content in which the compatibility of natural language contents and computational contents are based on empirical investigations of the precise behavior of a computational system with its normal environment. In this case, causal semantics denotes denotational semantics."
2017
S69953
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizar Ayu Putri
"Salah satu pembunuhan yang menjadi sorotan publik pada tahun 2009 adalah kasus pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Baekuni alias Babeh terhadap empat belas orang anak jalanan berusia 8sampai 12 tahunpada periode1993-2009. Diketahui bahwa terdapat konteks situasional tertentu yang membawa korban dan pelaku dalam peristiwa kejahatan.Oleh karenanya perlu dilihat konteks situasional, dibatasi pada aspek spasial dan temporal, yang memungkinkan terjadinya pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh. Crime event perspective untuk memahami bahwa kejahatan terjadi karena adanya pelaku, korban, dan konteks situasional.Crime pattern theory digunakan untuk memahami bahwa kejahatan tidak terdistribusi secara acak dalam tempat dan waktu, melainkan terpola.Rational choice theory kemudian digunakan untuk memahami bahwa pembunuh berantai dalam melakukan kejahatannya juga didasarkan pada pertimbangan yang rasional. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan para narasumber dan observasi secara langsung di lokasi kejahatan dan data sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi pustaka berupa artikel jurnal, hasil penelitian, dan data lain yang relevan. Temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah bahwa Baekuni alias Babeh melakukan tahapan pembunuhannya di beberapa tempat berbeda, yakni victim encounter site, point of first encounter, murder site, body dump site, dan vehicle drop site.Baekuni dan korban bertemu di tempat dan waktu dimana mereka melakukan aktivitas rutin.Korban diserang oleh Bakeuni di tempat dan waktu korban melakukan aktivitas rutin.Pembunuhan terjadi di tempat dan waktu ketika tidak ditemukan adanya social deterrent of crime.Jasad korban dibuang oleh Baekuni di tempat yang jauh dari rumah pada waktu malam dan dini hari ketika tidak ada social deterrent of crime. Pada situasi tertentu, Baekuni menggunakan kendaraan umum untuk memindahkan jasad korban dari lokasi pembunuhan dan turun di tempat tidak jauh dari tempat ia membuang jasad korban pada saat ada social deterrent of crime. Kesimpulannya, pembunuhan berantai oleh Baekuni alias Babeh tidak terdistribusi secara acak dalam ruang dan waktu melainkan terpola dengan jelas pada ruang dan waktu tertentu.
One of murder cases that became the public spotlight in 2009 is a case of serial murder committed by Baekuni aka Babeh to fourteen street children aged 8 to 12 years in the period 1993-2009. It is known that there are specific situational contexts that bring victims and perpetrators in the crime scene. Therefore situational context should be examined, restricted on the spatial and temporal aspects, which enables the serial killings by Baekuni aka Babeh. Crime event perspective is used to understand that the crime occurred because of the offender, the victim , and the situational context . Crime pattern theory is used to understand that crime is not randomly distributed in space and time, but patterned. Rational choice theory is then used to understand that the serial killer in doing crime is also based on rational considerations. This study is a qualitative research . The data used in this research is primary data obtained from interviews with the speakers and direct observations at the crime scene and secondary data obtained by studying the literature in the form of journal articles, research, and other relevant data. The finding from the research is that Baekuni aka Babeh do stages murder in several different place, which are victim encounter site, the point of first encounter , murder site , body dump site , and vehicle drop site . Baekuni and his victims met at a place and time where they did their routine activities. The victims were attacked by Baekuni in place and time where victims did their routine activities . The killings took place in a place and time when there was no social deterrent of crime. The bodies were disposed by Baekuni in a place away from home during the night and early morning when there was no social deterrent of crime. In certain situations, Baekuni used public transportation to transport the bodies from the murder scene and got off at a place not far from where he dumped the bodies of victims where there was no social deterrent of crime. It is necessary to conduct further researches using the data obtained from this study to enrich the study of the situational context of serial murder, especially the spatial and temporal aspect."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theodora Prabarini
"Penelitian mengenai interferensi pada pemilihan kata sapaan orang kedua tunggal bahasa Jerman dilakukan di FSUI, Jakarta, pada bulan Oktober 1987 sampai Januari 1988. Penelitian ini dilakukan guna melihat kecenderungan interferensi yang dilakukan responden dalam memilih bentuk kata sapaan orang kedua tunggal Bahasa Jerman. Selain itu juga diteliti pengaruh latar belakang sosial budaya seorang penutur yang mempelajari bahasa asing, terutama segi-segi semantis. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner/angket yang disebarkan baik secara langsung maupun tak langsung. Dari penyusunan kuesioner, penarikan sampel sampai pengolahan data juga dijelaskan.
Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa responden memang sering merancukan pemilihan kata sapaan orang kedua tunggal bahasa Jerman. Interferensi tersebut terlihat ketika responden bertutur sapa baik dalam situasi resmi maupun tidak resmi kepada kawan bicara yang status sosialnya bervariasi. Penyebab terjadinya interferensi tersebut karena (1) Latarbelakang sosial budaya yang berbeda (2) Kemultibahasaan responden (3) Kurang mengenalnya sistem budaya bahasa asing yang dipelajari (4) Masih sedikitnya pemahaman bahasa asing yang dipelajari."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S14734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riani Yulihana
"Penelitian ini menganalisis bentuk direktif bahasa Jepang langsung dan tidak langsung yang terjadi di perusahaan Jepang, yang diamati dari drama Hanzawa Naoki secara kualitatif yang didasari oleh tindak tutur tidak langsung Searle, batasan dari skala ketidaklangsungan Takahashi, dan dihubungkan dengan konsep Ie dan unsur-unsur sosial yang terkandung di dalamnya. Hasil menunjukkan bahwa pada perusahaan Jepang, direktif langsung lebih banyak digunakan daripada direktif tidak langsung. Akan tetapi karena dilatari oleh sistem sosial Ie, seorang subordinat tidak seperti superior, tidak memiliki bermacam pilihan pola direktif langsung untuk digunakan terhadap superior.

The focus of this study is Japanese directive forms, both direct and indirect that take place in workplaces in Japan, observed qualitatively from Japanese drama Hanzawa Naoki using Searle’s indirect speech act as the main reference, Takahashi's indirectness scale, and the concept of Ieincludes social norms consist in the concept of Ie. The result shows that in workplace in Japan direct directive is used more frequent than indirect directive. However, because of the social system of Ie, a subordinate cannot be like an superior, he/she doesn't have any direct directive form option except Ie kudasai to be expressed to his/her superior.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56198
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Izzatunnisa
"Proyek akhir ini membahas mengenai penggunaan modalitas epistemik makna ‘keharusan’ jenis intraklausal, yaitu harus, perlu, wajib, mesti, dan patut, dalam korpus berita daring. Modalitas dimaknai sebagai ‘unsur leksikal yang pemakaiannya menggambarkan sikap pembicara terhadap proposisi’. Adanya tumpang-tindih makna dari setiap jenis modalitas menyebabkan perlunya pemahaman lebih mendalam mengenai jenis penggunaannya sehingga maksud tuturan dapat lebih mudah tercapai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan ranah penggunaan, perilaku sintaktis, dan kecenderungan penggunaan modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan desain deskriptif. Data yang digunakan berasal dari laman Leipzig Corpora Collection pada bagian news 2020. Melalui analisis kolokasi, penelitian ini menggambarkan bahwa ranah penggunaan pengungkap modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal cenderung berada pada ranah kebijakan pemerintah. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab pengungkap modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal cenderung digunakan secara deontis daripada secara epistemis. Adanya sumber deontik dan risiko kuat dan lemah atas perintah yang diberikan kepada pelaku aksi menguatkan bahwa pengungkap modalitas epistemik ‘keharusan’ intraklausal pada korpus berita daring lebih dekat maknanya dengan modalitas deontik ‘perintah’ daripada dengan modalitas epistemik ‘keharusan’.

This final project discusses the use of intraclausal ‘keharusan’ epistemic modalitiy, such as harus, perlu, wajib, mesti, dan patut, in the online news corpus. Modality is defined as a ‘lexical element that describes the speaker’s attitude towards the proposition’. The overlapping meaning of each type of modality causes the need for a deeper understanding so that the meaning of the utterance can be more easily achieved. The purpose of this study is to describe the domain, syntactic behavior, and the tendency towards the use of intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality. The method used in this research is a qualitative method with a descriptive design. The data comes from the Leipzig Corpora Collection news 2020 section. Through collocation analysis, this study describes that the domain of using intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality is in the government policy. This is one of the reasons why the intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality tends to be used deontically rather than epistemically. The existence of deontic sources and the strong and weak risks confirm that the intraclausal ‘keharusan’ epistemic modality in the online news corpus is closer meaning to the ‘perintah’ deontic modality rather than ‘keharusan’ epistemic modality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Park, Kil Su
Seoul: Jimoondang, 2009
KOR 495.78 PAR r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>