Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161181 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gina Aswari Intan Pertiwi
"Spondilitis tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang tulang belakang. Berdasarkan aturan WHO, pemberian multi-obat anti-tuberkulosis dalam jangka waktu 6 bulan dibutuhkan untuk mengobati tuberkulosis tulang. Kombinasi empat macam obat biasanya menggunakan isoniazid, rifampisin pirazinamid, dan etambutol. Pemberian obat melalui oral dalam jangka waktu yang lama dapat menjadi tidak efektif karena kemampuan obat yang tidak memadai untuk mencapai target, tingkat toksisitas obat yang tinggi dan ketidakpatuhan pasien untuk meminum obat dalam durasi pengobatan yang lama. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pada hidrogel padat PVA yang dimuati obat anti tuberkulosis dengan menyalutnya dengan senyawa PLGA dan PLA sehingga membentuk sistem pelepasan lambat. Hidrogel PVA dipreparasi dengan menggunakan metode freeze-thaw dan pelapisan hydrogel dengan PLGA/PLA dilakukan dengan menggunakan metode dip-coating.
Hasil karakterisasi dengan Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukkan hidrogel terlapis PLGA/PLA memiliki permukaan yang lebih halus seperti tanpa pori jika dibandingkan dengan hidrogel tanpa pelapis. Semakin besar rasio konten LA dalam polimer pelapis, maka permukaan akan semakin halus. Hasil uji rilis in vitro dalam larutan PBS pH 7,4 menunjukkan pelapisan PLGA/PLA mampu memperlambat laju rilis obat antituberkulosis. Pada sistem PVA-obat dengan loading obat 20% yang dilapisi PLGA dan PLA, rilis obat pada 28 hari berturut-turut adalah 72 dan 61% untuk pirazinamid, 72 dan 43% untuk etambutol, dan 66 dan 25% untuk isoniazid. Pada sistem PVA -obat rifampisin yang bersifat hidrofobik dengan loading obat 20% , rilisnya pada 28 hari berturut-turut adalah 4 dan 4%. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak PLA digunakan untuk melapisi hidrogel PVA semakin lambat obat tersebut dilepaskan pada rentang pengamatan 28 hari. Dengan demikian formulasi hidrogel PVA-obat dengan pelapis PLA berpotensi digunakan sebagai sistem penghantar dalam bentuk implan untuk melepaskan obat anti-tuberkulosis dalam rentang waktu lama.

Spondilitis Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis which attacks the spine. Under WHO rules, the provision of multi-drug anti-tuberculosis within a period of 6 months is needed to treat bone tuberculosis. The combination of four types of drugs usually uses isoniazid, pyrazinamide rifampicin, and ethambutol. Prolonged oral administration of drugs can be ineffective due to the inadequate ability of the drug to reach the target, high drug toxicity and patient noncompliance with taking the drug for long duration of treatment. In this study, modifications were made to the solid PVA hydrogels loaded with anti-tuberculosis drugs by coating them with PLGA and PLA compounds to form a slow release system. Hydrogel PVA was prepared using the freeze-thaw method and hydrogel coating with PLGA / PLA was carried out using the dip-coating method. The results of the characterization by Scanning Electron Microscope (SEM) show that PLGA and PLA coated hydrogels have a smoother, non-porous surface compared to uncoated hydrogels. The greater the ratio of LA content in coating polymers, the more smooth the surface will be.
The results of the in vitro release test in PBS solution pH 7.4 showed PLGA / PLA coating was able to slow the rate of release of antituberculosis drugs. In the PVA-drug system with 20% drug loading coated with PLGA and PLA, drug release on 28 days was 72 and 61% for pyrazinamide, 72 and 43% for ethambutol, and 66 and 25% for isoniazid. In the PVA-rifampicin treatment system that is hydrophobic with a drug loading of 20%, its release on 14 consecutive days is 4 and 4%. These results indicate that the more PLA is used to coat the PVA hydrogel the slower the drug is released in the 28-days observation range. Thus the PVA-drug hydrogel formulation with PLA coatings has the potential to be used as an implant delivery system to release anti-tuberculosis drugs in the long term.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
T54352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranee Devina Rusli Putri
"Diabetes melitus (DM) dapat menyebabkan berbagai komplikasi, salah satunya diabetik retinopati yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Salah satu pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit ini ialah injeksi intravitreal senyawa kortikosteroid yang umumnya hanya bertahan hingga 3 bulan. Injeksi yang cukup sering dapat meningkatkan resiko katarak, pseudo-endophtalmitis dan meningkatkan tekanan intraokular. Sehingga dibutuhkan sistem pelepasan terkendali agar obat dapat memberikan efek terapeutik lebih lama setidaknya hingga 6 bulan. Sistem enkapsulasi senyawa aktif deksametason menggunakan polimer PolyLactic Co-Glycolic Acid (PLGA) 90:10 dengan penambahan surfaktan kationik Dioctadecyldimethylammonium Bromide diharapkan dapat meningkatkan lama tinggalnya obat. Penambahan surfaktan pada nanopartikel dilakukan dengan dua metode. Dalam penelitian ini diperoleh efisiensi enkapsulasi dan pemuatan obat partikel PLGA-PVA-DDAB sebesar 13.47% dan 3.26%, sementara PLGA-DDAB-PVA sebesar 11.54% dan 2.74%. Morfologi partikel sferis dan tidak beragregat. Ukuran partikel yang dihasilkan ialah PLGA-PVA = 2151.2 11.8 nm, PLGA-PVA-DDAB = 1308.2 59.5 nm, PLGA-DDAB = 626.9 nm, dan PLGA-DDAB-PVA = 547.4 87.02 nm. Muatan permukaan partikel ialah PLGA-PVA = -27.7 mV, PLGA-PVA-DDAB = -22.6 mV, PLGA-DDAB = +22.5 mV, dan PLGA-DDAB-PVA = -15.4 mV.

Diabetes melitus (DM) can leads to various of complications, one of those is diabetic retinopathy, the main cause of blindness in adults. The latest common treatment for this disease is corticosteroids intravitreal injection that is generally lasted for only three months. High frequency of injection could increase the risk of cataract, pseudo-endophthalmitis and increasing intraocular pressure. Thus, a controlled release drug system is needed to obtain drug that give a longer therapeutic effect, at least for six months. Encapsulation of dexamethasone using PolyLactic Co-Glycolic Acid (PLGA) 90:10 with addition of Dioctadecyldimethylammonium Bromide as the cationic surfactant is expected to prolong drugs retention time. There are two methods used for addition of cationic surfactant. In this research, we obtained that the encapsulation efficiency and loading capacity of PLGA-PVA-DDAB particles are 13.47% and 3.26%, meanwhile PLGA-DDAB-PVA particles are 11.54% dan 2.74%. The particles? morphology are spheres without aggregation. Particles size are PLGA-PVA = 2151.2 11.8 nm, PLGA-PVA-DDAB = 1308.2 59.5 nm, PLGA-DDAB = 626.9 nm, and PLGA-DDAB-PVA = 547.4 87.02 nm. Surface charge of particles are PLGA-PVA = -27.7 mV, PLGA-PVA-DDAB = -22.6 mV, PLGA-DDAB = +22.5 mV, and PLGA-DDAB-PVA = -15.4 mV."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zumroh Desty Angraini
"Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis dan Indonesia sebagai negara dengan kasus TB tertinggi ketiga di dunia setelah India dan Cina. Infeksi bakteri TB diawali dengan infeksi jaringan paru-paru akibat kemampuan bakteri yang dapat menyebar melalui udara. Bakteri TB dapat menginfeksi jaringan lain seperti pada tulang belakang. Penangangan penyakit TB saat ini dilakukan dengan mengonsuksi empat regimen obat anti tuberculosis (OAT), yang terdiri dari Rifampicin (RIF), Isoniazid (INH), Ethambutol Hidroklorida (ETH), dan Pirazinamid (PZA), yang setidaknya dilakukan selama 4-6 bulan untuk TB Paru-paru dan 9-18 bulan untuk TB Tulang belakang. Keberhasilan pengobatan ini sangat bergantung pada konsentrasi obat anti-tuberkulosis (OAT) dalam jaringan yang terinfeksi bakteri dan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi OAT. Penggunaan implan biodegradable yang dapat melepaskan obat TB secara lambat dalam jangka waktu yang panjang pada lokasi jaringan terinfeksi yang sudah dibersihkan dalam operasi belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, pada penelitian ini memformulasikan implan biodegradable berbahan dasar Polivinil Alkohol (PVA) yang dapat mengenkapsulasi OAT untuk rilis berkelanjutan di sekitar jaringan terinfeksi secara lambat dan berkepanjangan. Namun, PVA bersifat hidrofilik sehingga laju pelepasan obat dapat berlangsung cepat ke dalam darah. Maka, PVA perlu dimodifikasi dengan cara meningkatkan derajat crosslink dan mengurangi ukuran pori. Untuk mendapatkan formulasi yang menghasilkan rilis yang terbaik dilakukan proses optimasi dengan metode Response Surface Methodology (RSM) model Box-Behnken Design dengan software Design Expert. Pada penelitian ini diteliti hidrogel dengan berbagai variasi konsentrasi asam sitrat sebagai penaut- silang pada PVA, persentase muatan obat isoniazid (INH), dan jumlah siklus freeze-thaw yang digunakan. Melalui uji rilis dalam media PBS (Phosphate Buffer Saline) diharapkan dapat diketahui pengaruh penambahan senyawa penaut-silang asam sitrat pada formula hidrogel PVA yang mampu melepaskan obat secara perlahan dan dalam jangka waktu panjang sehingga tidak diperlukan lagi konsumsi obat secara oral tiap hari selama masa pengobatan.

Tuberculosis (TB) is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis and Indonesia as the country with the third highest TB cases in the world after India and China. TB bacterial infection begins with lung tissue infection due to the ability of bacteria that can spread through the air. TB bacteria can infect other tissues such as the spine. Controlling TB is currently done by consuming four anti-tuberculosis drug regimens (OAT), consisting of Rifampicin (RIF), Isoniazid (INH), Ethambutol Hydrochloride (ETH), and Pyrazinamide (PZA), which is carried out for at least 4-6 months. for Lung TB and 9-18 months for Spinal TB. The success of this treatment is highly dependent on the concentration of anti-tuberculosis drugs (OAT) in bacterial infected tissue and patient compliance in taking OAT. With treatment using biodegradable implant that can release TB drugs slowly over a long period of time at the location of infected tissue that has been cleaned in surgery has never been done. Therefore, this research formulates polyvinyl alcohol (PVA) based implant biodegradable which can encapsulate OAT for sustained release around infected tissue in a slow and prolonged manner. However, PVA is hydrophilic so that the rate of drug release can take place quickly into the blood. Thus, PVA needs to be modified by increasing the degree of crosslink and reducing pore size. To get the formulation that produces the best release, the optimization process is carried out using the Response Surface Methodology (RSM) Box-Behnken Design model with Design Expert software. In this study hydrogels with various concentrations of citric acid as crosslinkers in PVA were investigated, the percentage of isoniazid (INH) drug load, and the number of freeze-thaw cycles used. Through the release test in PBS (Phosphate Buffer Saline) media it is expected to know the effect of adding citric acid crosslinking compounds to the PVA hydrogel formula which is able to release the drug slowly and in the long run so that no more oral consumption of the drug is needed daily during the treatment period."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Chadarwati
"ABSTRACT
Pengobatan tuberkulosis tulang saat ini berupa konsumsi obat oral selama 6 bulan setelah operasi, dimana hal itu menjadi beban berat bagi pasien, menimbulkan efek negatif terhadap hati, dan membuat bakteri kebal terhadap obat. Sistem pelepasan lambat menjadi cara untuk meminimalkan dosis dan mengurangi dampak akibat konsumsi obat tuberkulosis, salah satunya dengan hidrogel polyvinyl alcohol PVA, polimer sintetis yang hidrofilik, biodegradable, non-toksik, dan biokompatibel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan konsentrasi penaut-silang sodium tripolifosfat terhadap efisiensi pemuatan obat dan profil pelepasan obat dari hidrogel PVA, serta mengetahui formulasi yang paling baik. Preparasi sampel dilakukan dengan metode casting/penguapan pelarut, dengan karakterisasi SEM Scanning Electron Microscopy, XRD X-Ray Diffraction, uji efisiensi pemuatan obat, dan uji pelepasan obat dalam larutan PBS phospate buffer solution pH 7,4. Secara keseluruhan, penambahan kitosan menurunkan efisiensi pemuatan obat dan menurunkan laju pelepasan obat. Penambahan sodium tripolifosfat meningkatkan efisiensi pemuatan obat hingga batas tertentu, memperlambat laju pelepasan obat, dan menurunkan jumlah obat yang dilepas. Sehingga untuk mendapatkan matriks dengan efisiensi pemuatan obat maksimal, formulasi tanpakitosana dalah yang terbaik, sedangkan profil pelepasan obat yang paling cocok untuk pengobatan TBC adalah formulasi dengan 40 kitosan dengan 4 sodium tripolifosfat.

ABSTRACT
Current osteoarticular tuberculosis treatment is an oral consumption of drug for 6 months after surgery, causing patient rsquo s inconvenience, liver damage, and potential drug resistent bacteria. Controlled drug release is a way for minimizing drug doses and reduce negative effect from tuberculosis drug consumption, such as polyvinyl alcohol PVA hydrogel, a hydrophilic, biodegradable, non toxic, and biocompatible synthetic polymer. This researchs aim is to find out the effect of chitosan addition and the concentration of sodium tripolyphosphate crosslinker to drug loading efficiency and drug release profile from PVA hydrogel. The method used is casting solvent evaporation method, characterized by SEM Scanning Electron Microscopy, XRD X Ray Diffraction, drug loading efficiency test, and drug release test in PBS phospate buffer solution pH of 7,4. The result of this research shows that chitosan addition will decrease drug loading efficiency. Increasing sodium tipolyphosphate concentration will increase drug loading efficiency until certain concentration, decrease the rate of drug release profile and decrease the amount of drugs being released. Therefore, to get a polymeric matrix with high drug loading efficiency, 0 chitosan formulation is the best, and for the highest drug release, formulation of 40 chitosan with 4 sodium tripolyphosphate is chosen."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Zada Gofara
"

Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit menular yang harus diberikan penanganan oral dengan obat anti-tuberkulosis secara rutin selama 12-24 bulan. Dengan pengobatan menggunakan implan yang dapat melepaskan obat TB secara lambat dalam jangka maka akan lebih efektif, karena obat akan dekat dengan target dan secara langsung masuk ke darah sehingga pengobatan lebih efektif. Pada penelitian ini, formulasi hidrogel PVA/kitosan/STPP yang dimuati 4 jenis obat anti-tuberkulosis (isoniazid, ethambutol, pirazinamid, dan rifampicin) dibuat dengan metode freeze-thaw. Didapatkan hasil bahwa penambahan kitosan hingga 20% dapat menurunkan laju rilis obat dan menahan rilis obat hingga 30 hari, namun efek penambahan STPP tidak terlihat dikarenakan jumlah yang ditambahkan terlalu sedikit yang diperkuat juga oleh hasil dari uji FTIR yang tidak menunjukkan adanya STPP dalam hidrogel. Formulasi hidrogel PVA 80%-Kitosan 20%-STPP 2% mampu melepaskan obat TB paling lambat dan berkepanjangan pada obat Isoniazid, Ethambutol, dan Rifampicin. Hasil dari uji SEM menunjukkan bahwa penambahan kitosan pada hidrogel PVA membentuk larutan homogen, menghasilkan hidrogel dengan permukaan yang terlipat padat, dan lebih rapat. Penambahan STPP 2% menghasilkan morfologi yang lebih halus, lebih homogen, dan menghasilkan pori lebih kecil.


Tuberculosis (TB) is one of the infectious diseases which must be routinely oral treated with anti-tuberculosis drugs performed 12-24 months. With treatment using drug implans that can release TB drugs in a longer time in the target location, it will be more effective, because the drug will be close to the target and go directly into the blood. In this study, the PVA / chitosan / STPP hydrogel formulation loaded with 4 types of anti-tuberculosis drugs (isoniazid, ethambutol, pirazinamide, and rifampicin) made using the freeze-thaw method. It is obtained that chitosan addition up until 20% could reduce drug’s release rate and hold drug’s release until 30 days, but the effect of STPP addition could not be seen because the ammount added is too small which is also shown from FTIR study that there is no STPP in the hydrogel detected. 80% PVA-20% Chitosan-2% STPP hydrogel formulation release TB drugs the slowest and extended on Isoniazid, Ethambutol, and Rifampicin. SEM study shown that chitosan addition in PVA hydrogel resulted a homogen solution, and hydrogel with densely folded surface. 2% STPP addition resulted in smoother, more homogenous, and smaller pores morphology.

"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Megan
"Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular dan mematikan yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan termasuk salah satu dari 10 penyakit yang menyebabkan kematian terbesar di seluruh dunia. Spondilitis TB atau Pott’s Disease merupakan jenis dari TB ekstra paru, di mana 10% dari kasus TB ekstra paru merupakan TB tulang dan 50% dari kasus TB tulang adalah spondilitis TB. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang paling umum digunakan adalah obat lini pertama, salah satunya adalah Rifampisin (RIF). Banyaknya jumlah dan dosis OAT yang harus dikonsumsi menyebabkan kepatuhan pasien TB menjadi rendah. Selain itu, RIF bersifat tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi rifampisin kuinon (RQ) jika terkena paparan oksigen. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem penghantaran obat yang dapat melepaskan obat dalam waktu yang lama. Pada penelitian ini, sistem implan dalam bentuk hidrogel dibuat dengan metode freeze-thaw dengan menggunakan polimer PVA dan pektin yang bersifat hidrofilik, biokompatibel, biodegradable, dan non-toksik serta antioksidan sebagai penstabil RIF (asam askorbat, gingerol, curcumin, dan asam galat). Senyawa antioksidan yang efektif dalam mengurangi degradasi berupa oksidasi RIF menjadi RQ adalah asam askorbat (AA) dan asam galat (AG), sedangkan gingerol (G) dan curcumin (C) tidak mampu mengurangi oksidasi RIF menjadi RQ. Berdasarkan uji pelepasan RIF dan RQ dalam phosphate buffer saline atau PBS (pH 7,4 dan suhu 37°C), urutan pelepasan kumulatif RIF dari yang terbesar ke terkecil adalah RIF-AA > RIF-AG > RIF-0 > RIF-G > RIF-C dan profil pelepasan kumulatif RQ dari yang terkecil ke terbesar adalah RIF-AA < RIF-AG < RIF-0 < RIF-G < RIF-C. Profil pelepasan kumulatif RIF dipengaruhi oleh hidrofilisitas polimer dan antioksidan, swelling hidrogel (derajat crosslinking), kristalinitas PVA berdasarkan hasil uji XRD, dan kekasaran permukaan hidrogel berdasarkan hasil uji FE-SEM. Sedangkan, profil pelepasan kumulatif RQ dipengaruhi oleh kemampuan gugus hidroksil (O-H) antioksidan yang aktif dalam pengikatan radikal oksigen bebas, berat molekul dan sifat kinetika antioksidan, serta pergeseran bilangan gelombang (puncak) serapan O-H dan tajamnya puncak serapan O-H berdasarkan hasil uji FTIR. Seluruh sampel hidrogel menunjukkan kinetika pelepasan orde nol dengan mekanisme pelepasan anomalous (non-Fickian) diffusion untuk RIF-G dan RIF-AG serta super case-II transport untuk RIF-0, RIF-AA, dan RIF-C.

Tuberculosis (TB) is a contagious and deadly disease caused by Mycobacterium tuberculosis. It is one of the top 10 causes of death worldwide. TB Spondylitis or Pott’s Disease is a type of extrapulmonary TB, where 10% of extrapulmonary TB cases are bone TB and 50% of bone TB cases are TB Spondylitis. The most commonly used Anti Tuberculosis Drugs (ATD) are first-line drugs, such as Rifampicin (RIF). The large amount and dosages of ATD that must be consumed reduce the patient compliance. In addition, RIF is unstable and easily oxidized to rifampicin quinone (RQ) when being exposed to oxygen. Therefore, a drug delivery system with extended (prolonged) release is needed. In this study, the implant system in the form of hydrogel was made using PVA and pectin polymers which are hydrophilic, biocompatible, biodegradable, and non-toxic as well as antioxidants as RIF stabilizers (ascorbic acid, gingerol, curcumin, and gallic acid) by freeze-thaw method. Antioxidant compounds that are effective to reduce RIF oxidation to RQ are ascorbic acid (AA) dan gallic acid (GA), while gingerol (G) and curcumin (C) couldn’t be proven to reduce RIF oxidation to RQ. Based on the release profile of RIF and RQ in phosphate buffer saline solution (pH 7,4 and 37°C), the order of RIF cumulative release profile from the largest to smallest is RIF-AA > RIF-AG > RIF- 0 > RIF-G > RIF-C and RQ cumulative release profile from the smallest to largest is RIF- AA < RIF-AG < RIF-0 < RIF-G < RIF-C. RIF cumulative release profile depends on polymer and antioxidant hydrophilicity, hydrogel swelling (crosslinking degree), PVA crystallinity based on XRD result, and surface roughness of hydrogels based on FE-SEM result. Meanwhile, RQ cumulative release profile depends on the ability of hydroxyl groups in antioxidants to scavenge free oxygen radicals, molecular weight and kinetic behaviour of antioxidants, as well as wavenumber (absorption peak) shifting of O-H groups and the sharpness of O-H absorption based on FTIR result. All hydrogel samples followed the zero-order kinetics with anomalous (non-Fickian) diffusion is the mechanism for RIF-G and RIF-AG and super case-II transport is the mechanism for RIF- 0, RIF-AA, dan RIF-C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Sukma Inggit D.F.
"Penggunaan polimer yang biodegradable dan biocompatible sebagai penghantar obat, memberikan banyak keuntungan. PLGA merupakan kopolimer asam laktat dan asam glikolat, yang memiliki sifat biodegradable dan biocompatible. Pada penelitian ini dilakukan studi pendahuluan pembuatan mikrokapsul diltiazem hidroklorida dengan penyalut PLGA menggunakan metode penguapan pelarut. Etil selulosa digunakan sebagai pembanding. Mikrokapsul diltiazem hidroklorida dibuat dengan perbandingan obat-polimer 1:1, 1:2, dan 1:3. Mikrokapsul kemudian dievaluasi dengan analisis bentuk dan morfologi menggunakan SEM, kandungan obat dan uji disolusi. Uji disolusi secara in vitro dilakukan dengan menggunakan alat tipe I (keranjang) dengan medium asam klorida 0,1 N dan dapar fosfat pH 6,8. Sampel dianalisis secara spektrofotometri.
Hasil penelitian menunjukkan pembuatan mikrokapsul salut PLGA belum optimal. Secara fisik, mikrokapsul salut PLGA menunjukkan hasil yang lebih halus dibandingkan etil selulosa. Selain itu, didapatkan bahwa jumlah polimer mempengaruhi laju pelepasan diltiazem hidroklorida dari mikrokapsul, di mana penghambatan pelepasan obat yang terbesar diperoleh pada perbandingan obat-polimer = 1:3."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2007
S32631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musdalifah
"Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama pemberian antiretroviral (ARV) setelah Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dimulai terhadap kegagalan perbaikan CD4 pasien ko-infeksi TB-HIV. Penelitian dilakukan pada mei-juni 2016 di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso. Design penelitian yang digunakan adalah kohort restrospektif dengan follow-up selama satu setengah tahun. Populasi studi adalah pasien Ko-infeksi TB-HIV yang naive ART dan tercatat pada rekam medis periode Januari 2010 - November 2014. Kriteria inklusi sampel adalah pasien usia ≥15 tahun, mendapat OAT minimal 2 minggu sebelum ART dimulai, dan memiliki data hasil pemeriksaan CD4 sebanyak dua kali dengan total sampel adalah 164 orang. Probabilias kumulatif kegagalan perbaikan CD4 pasien ko-infeksi TB-HIV sebesar 14,43%. Hazard rate kegagalan perbaikan CD4 pada pasien yang memulai terapi ARV 2-8 minggu setelah OAT dibandingkan dengan yang menunda terapi ARV 8 minggu setelah OAT masing-masing 767 per 10.000 orang tahun dan 447 per 10.000 orang tahun (p=0,266). Analisis multivariat dengan menggunakan uji cox regresi time independen menunujukkan rate kegagalan perbaikan CD4 pada pasien yang memulai ART >8 minggu setelah OAT lebih rendah dibandingkan pasien yang memulai ART pada 2-8 minggu setelah OAT (Adjusted HR=0,502 ; 0,196-1,287 ; p value=0,151) setelah dikontrol oleh jenis regimen ARV dan klasifikasi pengobatan TB.

This study was aim to assess the effect of time to Antiretroviral Treatment (ART) on CD4 response failure in TB-HIV coinfection patients. This study was conducted from May to June 2016 at Infectious Disease Hospital Sulianti Saroso. This study used cohort restrospective design with one and half year time to follow up. Study population were TB-HIV coinfected patients, noted as a naive ART patient in medical records from january 2010-november 2014. A total 164 patients ≥ 15 years old, had Anti Tuberculosis Treatment (ATT) 2 weeks before ART and had minimum 2 CD4 sell count laboratorium test results. The cumulative probability of CD4 response failure among TB-HIV co-infected patients was 14,43%. Hazard rate of CD4 response failure was 767 per 10.000 person year in early ART (2-8 weeks after ATT) versus 474 per 10.000 person year in delayed ART (8 weeks after ATT) arm (p=0,266). In multivariate analysis using time independent cox regression test, rate of CD4 responses failure was lower in patients with delayed ART until 8 weeks after ATT than early ART 2-8 weeks after ATT. (Adjusted HR=0,502 ; 0,196-1,287 ; P value=0,151) controlled by types of ARV regiments and classification of TB cure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Labibah
"Latar Belakang: Skabies merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh tungau Sarcoptes scabiei varietas homonis. Penyakit skabies sering terjadi pada lingkungan yang berpenghuni padat seperti pondok pesantren. Kejadian skabies selain mengganggu kesehatan santri namun akan berdampak kepada performa santri untuk menjalankan kegiatan sehari-hari.
Tujuan: Mengetahui hubungan faktor lingkungan dan personal hygiene dengan kejadian skabies pada santri di pesantren X di Kota Bogor pada Tahun 2022.
Metode: Studi cross sectional yang dilakukan pada 1 pesantren di Kota Bogor.
Hasil: Sebanyak 65 orang (77,4%) mengalami skabies, dan 19 orang (22,6%) tidak mengalami skabies. Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban dengan kejadian. Sedangkan faktor personal hygiene seperti kebersihan tangan, kebersihan kuku, kebersihan kulit, kebersihan handuk dan kebersihan pakaian memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian skabies.

Background: Scabies is an infectious disease caused by the mite Sarcoptes scabiei homonis variety. Scabies disease often occurs in densely inhabited environments such as Islamic boarding schools. The incidence of scabies in addition to disturbing the health of students but will have an impact on the performance of students to carry out daily activities.
Objective: To determine the relationship between environmental factors and personal hygiene with the incidence of scabies in students at Islamic boarding school X in Bogor City in 2022.
Method: Cross sectional study conducted at 1 Islamic boarding school in Bogor City.
Results: As many as 65 people (77.4%) had scabies, and 19 people (22.6%) did not experience scabies. There is no significant relationship between environmental factors, namely temperature and humidity with the incidence. Meanwhile, personal hygiene factors such as hand hygiene, nail hygiene, skin hygiene, towel hygiene and clothing hygiene have a significant relationship with the incidence of scabies.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deandria Nabila Fernanda Putri
"Spondilitas tuberkulosa atau Pott’s Disease merupakan infeksi tuberculosis extrapulmonal yang mengenai satu atau lebih tulang belakang. Spondilitas tuberkulosa memiliki 50% kasus yang terjadi dari kasus TB tulang. Penanganan penyakit ini dilakukan dengan terapi medikamentosa dan pembedahan. Namun, saat ini terapi medikamentosa lebih diutamakan. Terapi medikamentosa merupakan metode penanganan TB dengan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama yaitu rifampisin (RIF), isoniazid (INH), pirazinamid (PZA), dan etambutol (ETH). Terapi menggunakan obat ini dilakukan dengan oral selama kurang lebih 6 bulan. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan penderita dan menyebabkan terjadinya resistensi OAT akibat konsumsi obat yang tidak teratur. Pada penelitian ini dilakukan enkapsulasi terhadap OAT ke dalam mikropartikel PLGA untk mengetahui pengaruhnya terhadap profil rilis. Enkapsulasi dilakukan dengan metode emulsifikasi dan penguapan pelarut, kemudian dikeringkan dengan freeze dry sehingga menghasilkan butiran-butiran mikropartikel. Kemudian ditambahkan pula asam askorbat untuk mengetahui pula pengaruhnya terhadap profil rilis OAT. Pada penelitian ini dilakukan uji SEM untuk mengetahui karakteristik dari mikropartikel dan uji HPLC untuk mengetahui profil rilis OAT dalam satu bulan.

Tuberculosis Spondility or Pott's Disease is an extrapulmonal tuberculosis infection that hits one or more of the spine. Tuberculosis spondilitas has 50% of cases occurring from bone TB cases. Treatment of this disease is carried out with medical therapy and surgery. However, nowadays medikamentosa therapy takes precedence. Medikamentosa therapy is a method of handling TB using first-line Anti Tuberculosis Drug (ATD), namely rifampicin (RIF), isoniazid (INH), pyrazinamide (PZA), and ethambutol (ETH). Therapy using this drug is done orally for approximately 6 months. This causes discomfort of the sufferer and causes the occurrence of ATD resistance due to irregular consumption of the drug. In this study, encapsulation of ATD into PLGA microparticles to determine its effect on release profile. Encapsulation is done by emulsification and evaporation methods of solvent, then dried with freeze dry resulting in microparticle granules. Then added ascorbic acid to know also the effect on the profile of ATD release. In this study, SEM test was conducted to find out the characteristics of microparticles and HPLC test to find out ATD release profile in one month."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>