Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201068 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rafi Aulia Maulana
"Penelitian ini memiliki argumen yang menyatakan bahwa praktik electoral authoritarian regime yang dilakukan oleh rezim pemerintahan Hun Sen dan Cambodia Peoples Party CPP berdampak terhadap persaingannya dengan Cambodia National Rescue Party CNRP. Adapun, klaim tersebut didasarkan pada sejumlah temuan selama pemilu tahun 2013 berlangsung yang menunjukkan bahwa CPP cenderung menerapkan strategi intimidasi politik, penyalahgunaan sumber daya negara serta praktik-praktik kecurangan, seperti vote buying, manipulasi suara, hingga hal yang bersifat administratif seperti hilangnya nama sejumlah masyarakat Kamboja dari daftar pemilih. Hal tersebut yang kemudian turut memengaruhi munculnya persaingan yang tidak berimbang antara CPP dan CNRP. Untuk itu, perspektif teoritis yang digunakan sebagai landasan analisis adalah teori electoral authoritarian regime oleh Andrea Schedler dan teori competitive authoritarianism yang dicetuskan oleh Steven Levitsky dan Lucan Way.

This research argues that the electoral authoritarian regime run by Hun Sen and the Cambodia Peoples Party CPP had an impact on his competition with the Cambodia National Rescue Party CNRP. This argument is based on the findings during the 2013 elections, in which the CPP were guilty of political intimidation, abuse of state resources, vote buying and administrative matters such as the loss of the names of several Cambodian people from the voter list. All these things resulted in an unfair competition between the CPP and the CNRP. The theoretical perspective used in this research is the electoral authoritarian regime theory Andrea Schedler and competitive authoritarianism theory by Steven Levitsky dan Lucan Way.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farizan Fajari
"ABSTRAK
Kamboja merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem pemilu otoriter. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh partai penguasa, Cambodia People's Party (CPP), sebagai sarana untuk mendominasi kursi parlemen Kamboja hingga pemilu tahun 2008. Namun, peta kekuatan partai politik di Kamboja mengalami perubahan pada pemilu tahun 2013. Pada pemilu tersebut, perolehan kursi CPP mengalami penurunan signifikan dan menjadi hasil terburuk bagi mereka sejak pemilu tahun 1998. Penurunan tersebut utamanya dilatarbelakangi oleh kegagalan CPP dalam mendapatkan kursi terbanyak di empat wilayah urban Kamboja: Kampong Cham, Phnom Penh, Prey Veng, dan Kandal, yang memiliki proporsi jumlah kursi terbanyak. Padahal, CPP sebelumnya tidak pernah mengalami kekalahan di keempat wilayah tersebut secara bersamaan. Artikel ini berargumen bahwa kekalahan CPP dalam rezim otoriter disebabkan oleh kondisi-kondisi penting yang terjadi di Kamboja. Dengan mengelaborasi teori Dominant Party Authoritarian Regimes dan konsep pengawas pemilu internasional, artikel ini melihat tiga kondisi penting yang terjadi di Kamboja yang menjadi penyebab menurunnya suara CPP di perkotaan, yaitu: kebijakan pemerintahan Hun Sen yang menyebabkan permasalahan dalam masyarakat, menguatnya partai oposisi dan keberhasilan isu dan strategi kampanye yang digunakan, dan peran pengawas pemilu internasional dalam menurunkan praktik intimidasi politik oleh militer. Dalam mengumpulkan data, artikel ini menggunakan metode kualitatif, dengan cara mengumpulkan data primer melalui wawancara mendalam dan analisis data sekunder dari kajian literatur."
Depok: Departemen Ilmu Politik FISIP UI, 2017
320 JURPOL 2:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nong Ayu Triyanti Utami Hakim
"ABSTRAK
Tesis ini dilatarbelakangi oleh keberhasilan pasangan calon Irna Narulita
dan Tanto Warsono Arban menjadi peserta sekaligus memenangkan pemilukada
Kabupaten Pandeglang tahun 2015. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan
upaya untuk memilih pasangan calon yang tepat dan kendaraan politik yang kuat.
Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana strategi politik Irna Narulita dan
Tanto Warsono Arban dalam menentukan pasangan calon dan bagaimana strategi
untuk mendapatkan dukungan gabungan partai politik sebagai syarat pencalonan
INTAN pada pemilukada tahun 2015.
Teori yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah
pemilu dari Robert Dahl, teori demokratisasi dan teori partisipasi politik dari
Samuel P. Huntington dan teori strategi politik dari Peter Schroder. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai sumber
data primer dan studi kepustakaan serta dokumentasi media massa sebagai sumber
data sekunder.
Temuan dari penelitian ini adalah peran aktor politik sangat penting dalam
mempengaruhi pembentukan pasangan calon dan arah dukungan partai politik.
Dalam penelitian ini, aktor politik sentral melekat pada calon bupati Kabupaten
Pandeglang, yaitu Irna Narulita. Untuk menentukan pasangan calon
pendampingnya, Irna melakukan komunikasi politik dengan para partai politik
pendukung agar tidak terjadi perpecahan. Kemudian dengan pertimbangan
komponen individu, program, kinerja dan kompetensi maka dipilih Tanto
Warsono Arban sebagai calon wakil bupati. Sementara dalam mendapatkan
dukungan gabungan partai politik, Irna melakukan komunikasi politik dengan
mengikuti proses penjaringan setiap partai politik. Disamping itu, peran figur Irna
Narulita menggunakan langkah strategi membuat partai politik berinisiatif untuk
memberikan dukungan.
Implikasi teoritisnya adalah penelitian ini menegaskan dan menunjukkan
teori pemilu dari Robert Dahl, teori demokratisasi dan teori partisipasi politik
Samuel P. Huntington sangat relevan dengan keikutsertaan pasangan calon Irna-
Tanto pada pemilukada di Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini juga
membuktikan bahwa konsep Peter Schroder tentang membentuk produk politik
menjadi strategi yang relevan dalam pencalonan. Serta konsep langkah strategis
efektif untuk mendapatkan dukungan partai politik

ABSTRACT
This thesis is based on the success of the Irna Narulita-Tanto Warsono
Arban in the 2015 regional head elections in Pandeglang. In terms of victory, this
success is related to the effort in selecting the right candidate and in having a
strong political vehicle. There are two questions that will be answered by this
research. First, what was Irna Narulita and Tanto Warsono Arban?s political
strategy in choosing the candidate pair? Second, what was the strategy that
enabled them to receive joint support from political parties as the INTAN
nomination condition in the 2015 regional head election?
The theories used to answer the questions of this research are Robert
Dahl?s theory of election, Samuel P. Huntington?s theory of democratization and
political participation, and Peter Schroder?s theory of political strategy. This
research uses a qualitative approach with an in-depth interview as the primary
data source. As a secondary data source, literary review and mass media
documentation are used.
The principal finding of this research shows that the role of the political
actors is crucial in influencing the formation of a candidate pair and the direction
of the political parties? support. In this research, the political actors are attached to
the Pandeglang regent candidate, Irna Narulita. To select the vice-regent
candidate, Irna used political communication with the supporters to prevent
disunity. Then, with consideration of several components (individual, program,
performance, and competence), Tanto was selected as the vice-regent candidate.
In gaining the joint support from political parties, Irna used political
communication by participating in the recruitment process of each political party.
In addition, Irna Narulita used the political party strategy in order to give support.
The theoretical implication of this research accentuates and shows that
Robert Dahl?s theory of election, Samuel P. Huntington?s theory of
democratization and theory of political participation are relevant to the
participation of the Irna-Tanto pair in the regional head elections in Pandeglang.
This research also proves that the concept of effective strategy and Peter
Schroder?s concept about forming a political product is relevant to the
nomination."
2016
T46370
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Arindra Kusuma
"Penelitian ini membahas mengenai strategi penolakan hasil pemilu Kamboja pada tahun 2013 oleh oposisi Cambodia National Rescue Party. Strategi ini dilakukan dengan cara-cara yang memicu kemarahan Cambodia People’s Partysebagai partai penguasa di Kamboja. Sehingga berdampak terhadap pelemahan oposisi Cambodia National Rescue Partyyang merupakan satu-satunya partai oposisi terbesar di Kamboja sejak pemilu 2013. Dengan menggunakan teori opposition party modesoleh Anthony King penulis melihat peristiwa yang terjadi sejak pemilu 2013 hingga menjelang pemilu 2018 sebagai konflik antara legislatif dengan eksekutif. Penelitian ini memiliki argumentasi bahwa pembubaran oposisi Cambodia National Rescue Partymenjelang pemilu 2018 merupakan tujuan utama Cambodia People’s Party dalam reaksinya menanggapi strategi penolakan hasil pemilu 2013 di Kamboja oleh oposisi Cambodia National Rescue Party.

This study discusses the strategy of rejecting the results of the Cambodia elections in 2013 by the opposition Cambodia National Rescue Party. This strategy was carried out in ways that sparked the anger of the Cambodia People’s Party as the ruling party in Cambodia. So it has an impact on the weakening of the Cambodia National Rescue Party opposition which is the single largest opposition party in Cambodia since the 2013 elections. Using the theory of opposition party modes by Anthony King the authors see events that took place from the 2013 elections until the 2018 elections as conflicts between the legislative and executive. This research has the argument that the dissolution of the opposition Cambodia National Rescue Party ahead of the 2018 elections is the main goal of the Cambodia People's Party in its reaction to responding to the strategy of rejecting the 2013 election results in Cambodia by the opposition Cambodia National Rescue Party."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farizan Fajari Wardana
"Penelitian ini membahas mengenai fenomena kekalahan CPP di wilayah urban Kamboja pada pemilu tahun 2013. Pertanyaan penelitian ini adalah mengapa CPP mengalami kekalahan di wilayah urban Kamboja pada pemilu tahun 2013. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan teori Dominant Party Authoritarian Regimes dari Kenneth Greene dan konsep International Election Observation dari Thomas Carothers. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan cara mengumpulkan data primer melalui wawancara mendalam dan analisis dan data sekunder dari kajian literatur. Hasil pembahasan dan analisis tulisan ini menemukan tiga kondisi yang melatarbelakangi kekalahan CPP di wilayah urban pada pemilu tahun 2013. Pertama, penurunan kinerja dan permasalahan dalam pemerintahan Hun Sen. Kedua, perbedaan isu dan strategi kampanye yang digunakan oleh CPP dan CNRP. Ketiga, penurunan praktik intimidasi politik oleh militer.

This thesis discusses about CPP rsquo s defeat in Cambodia rsquo s urban areas on 2013 general election. In particular, this thesis questions why CPP was defeated in Cambodia rsquo s urban areas on 2013 general election. To answer this question, this thesis uses Dominant Party Authoritarian Regimes from Kenneth Greene and International Election Observation concept from Thomas Carothers. This thesis uses qualitative method, by gathering primary data from indepth interview and secondary data analysis from literature review. This thesis finds that there are three main conditions that lead to the defeat of CPP in urban areas on 2013 general election. First, the decreasing performance and problems in Hun Sen Regimes. Second, differences of issues and campaign strategies used by CPP and CNRP. Third, the decrease of political intimidation practice by the military.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S68999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfadhilah Arini
"Represi merupakan salah satu strategi efektif yang dapat dimanfaatkan oleh suatu rezim untuk mempertahankan kekuasaannya. Namun, pemanfaatan represi sebagai strategi mempertahankan kekuasaan memiliki biaya (cost) yang tinggi khususnya terhadap legitimasi bagi rezim. Oleh karena itu, represi umumnya dijadikan sebagai sebuah strategi paling akhir yang dimanfaatkan oleh rezim. Penelitian ini berusaha menjelaskan mengapa suatu rezim akhirnya memilih untuk memanfaatkan represi sebagai strategi mempertahankan kekuasaan. Pemaparan terhadap hal tersebut akan dilakukan melalui kasus di Kamboja pada konteks pemilu tahun 2018. Pada konteks pemilu tahun 2018, rezim berkuasa Cambodia Peoples Party (CPP) memanfaatkan represi untuk memenangkan pemilu dalam rangka mempertahankan kekuasaannya. Hal tersebut terlihat ketika dalam menghadapi pemilu tahun 2018, rezim melakukan penutupan dan penjualan paksa media independen, membubarkan partai oposisi utama Cambodia National Rescue Party (CNRP), serta membatasi hak politik dan sipil masyarakat dengan mengamandemen Konstitusi Kamboja dan UU Hukum Pidana pada awal tahun 2018. Merujuk kepada teori represi yang dipaparkan oleh Joshua dan Edel, penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan kondisi yang melatarbelakangi penggunaan represi oleh suatu rezim; karakteristik rezim, karakteristik negara, dan karakteristik tantangan.
Penelitian ini berkesimpulan bahwa represi merupakan strategi yang dibutuhkan dan efektif bagi rezim CPP. Represi dibutuhkan oleh rezim ketika strategi alternatif yang tersedia berdasarkan karakteristik rezim CPP tidak lagi berfungsi efektif. Sementara itu rezim juga dihadapkan pada tantangan keberadaan CNRP dalam arena pemilu. Memiliki kedekatan dengan angkatan bersenjata, rezim akhirnya memanfaatkan represi untuk memenangkan pemilu tahun 2018 dalam rangka mempertahankan kekuasaannya. Penggunaan represi tersebut juga didasari oleh kesatuan angkatan bersenjata atas dasar hubungan personal dengan pemimpin rezim, Hun Sen, serta kapasitas angkatan bersenjata yang luas menjadikan represi sebagai strategi efektif.

Repression is one of the most effective strategy that can be used by a regime to stay in power. Yet, using repression as a strategy to stay in power would be too costly especially for regimes legitimacy. Hence, repression mostly seen as the last option for a regime. This research aims to understand why regime choose repression as a strategy to stay in power, using the case of Cambodia in the context of 2018 general election. In the context of 2018 general election, the regime in power Cambodia Peoples Party (CPP) used repression to win 2018 Cambodia National Election. The use of repression could be seen when the regime: closed and sold independent media; dissolved the main opposition party, Cambodia National Rescue Party (CNRP); and restricted peoples political and civil right by amending Cambodia Constitution and Penal Code in early 2018. Using Joshua and Edels Theory of Repression, this research explains all the circumstances that lead to the use of repression by a regime: regime characteristics, state characteristics, and challenge characteristics.
This research concludes by arguing that repression is needed and effective for CPP to win 2018 Cambodia National Election in order to stay in power. Repression is needed especially when all of alternative strategies were no longer effective for CPP Regime. Regime also faced a challenge in the presence of CNRP in election arena. In addition, CPP Regime has a close ties with armed forces. Therefore, CPP regime used repression to win 2018 National Election. In addition to that circumstances, Cambodia armed forces has a cohesion determined by personal ties with Hun Sen and a large capacity to repress.  
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Andra Madusila
"Skripsi ini membahas mengenai faktor-faktor penyebab penurunan kursi parlemen Cambodian People's Party pada Pemilihan Umum Nasional Kamboja Tahun 2013. Skripsi ini menggunakan teori Personalisasi Politik yang dan teori Pilihan Rasional. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor penyebab penurunan kursi parlemen Cambodian People's Party pada Pemilihan Umum Nasional Kamboja Tahun 2013 adalah persoalan kepemimpinan Hun Sen dan kinerja pemerintahan, menguatnya gerakan pro-demokrasi, perubahan kekuatan politik kelompok oposisi, dan tekanan internasional. Kesimpulan yang didapat adalah otoritarianisme yang ada di Kamboja tidak akan dapat bertahan lama karena meningkatnya gerakan pro-demokrasi di Kamboja.

This thesis discusses Cambodian People's Party's parliamentary seats decline factors in Cambodia National Election 2013. This thesis is using Personalisaton of Politics theory and also Rational Choice theory. The research methodology is qualitative through literature study. The research found that there are a few Cambodian People's Party's parliamentary seats decline factors in Cambodia National Election 2013. Those factors are Hun Sen's leadership and government issues, changes in oposition political power, increasement in pro-democracy movement, and international pressure. The conclusion is authorianism in cambodia is will not last long because of increasement of pro-democracy movement in Cambodia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Dyva Soubirous
"Kemenangan Abdul Fattah al-Sisi dalam pemilihan presiden Mesir pada tahun 2014 dan 2018 menimbulkan dugaan adanya tindak manipulasi. Dalam teori otoritarianisme elektoral, manipulasi pemilu digunakan untuk mengendalikan hasil substantif dari kompetisi elektoral dan permainan reformasi institusional. Faktor ketidakpastian pemilu merupakan hal utama yang berupaya dihindari oleh penguasa, termasuk Abdul Fattah al-Sisi. Sebagaimana dikemukakan Andreas Schedler (2002), manipulasi pemilu dilakukan melalui berbagai taktik yang mengarah pada masyarakat sipil maupun oposisi politik. Al-Sisi mengandalkan militer serta kaum borjuasi untuk membantu melakukan strategi manipulasi. Penelitian ini berupaya untuk mengidentifikasi strategi manipulasi yang dilakukan Abdul Fattah al-Sisi dalam memperoleh kemenangan pada pemilihan presiden Mesir tahun 2014 dan 2018. Dengan menggunakan teori otoritarianisme elektoral, penelitian ini berusaha untuk menggambarkan strategi manipulasi yang digunakan al-Sisi untuk memperoleh kemenangan elektoral. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik studi kasus. Penelitian akan diakhiri dengan bagian kesimpulan.

Abdul Fattah al-Sisi's victories in Egypt's presidential elections in 2014 and 2018 led to allegations of manipulation. In electoral authoritarianism theory, electoral manipulation is used to control the substantive outcomes of electoral competition and the game of institutional reform. The election uncertainty factor is the main thing that the authorities, including Abdul Fattah al-Sisi, are trying to avoid. As stated by Andreas Schedler (2002), election manipulation is carried out through various tactics that lead to civil society and political opposition. Al-Sisi relied on the military as well as the bourgeoisie to help and carry out the manipulation strategy. This study seeks to identify the manipulation strategies used by Abdul Fattah al-Sisi to achieve victory in the 2014 and 2018 Egyptian presidential elections. Using the theory of electoral authoritarianism, this study seeks to describe the manipulation strategies used by al-Sisi to obtain electoral victory. The research method used is qualitative with case study techniques. The research will end with a conclusion section."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursal Maherul
"Skripsi ini menjelaskan mengapa faksionalisme terjadi di Partai Aceh pada Pilkada 2012 dan 2017 dilihat dari relasi antara partai dengan pemilih. Penelitian ini juga menjelaskan bagaimana relasi yang terjalin antara partai dengan pemilih hingga mendorong terjadinya faksionalisme di level elite. Pada Pilkada 2012, muncul dua faksi dari internal Partai Aceh dalam pencalonan Gubernur – Wakil Gubernur, yaitu faksi Irwandi Yusuf dan faksi Zaini Abdullah – Muzakir Manaf. Pada Pilkada 2017, muncul tiga faksi dari internal Partai Aceh yaitu faksi Muzakir Manaf, faksi Zaini Abdullah, dan faksi Zakaria Saman serta faksi Irwandi Yusuf dari eksternal. Penelitian ini menggunakan teori faksionalisme dari Francoise Boucheck untuk menganalisis faksionalisme yang didorong oleh kondisi di pasar pemilih (electoral market) yaitu elastic demand dan inelastic demand. Penelitian ini juga menggunakan konsep the new cleavage dari Pippa Norris dan electoral market change (crisis of party) and party responses dari Peter Mair untuk menganalisis perubahan kondisi di electoral market antara Pilkada 2012 dan 2017. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa Pilkada 2012 terjadi karena kondisi elastic demand, dimana pemilih masih memiliki kepercayaan terhadap Partai Aceh karena mesin politik pada saat itu bekerja maksimal. Sehingga, Irwandi Yusuf sebagai faksi penentang kalah dalam Pilkada dan Partai Aceh yang mengusung Zaini Abdullah – Muzakir Manaf memenangkan Pilkada. Pada Pilkada 2017, faksionalisme terjadi secara tajam akibat kondisi inelastic demand, dimana relasi antara Partai Aceh dengan pemilih mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan oleh dua hal yang terjadi pasca 2012 yang melemahkan mesin politik Partai Aceh. Pertama, adanya kegagalan dan ketidakadilan alokasi sumber daya dari Partai Aceh kepada para mantan kombatan GAM sehingga mereka meninggalkan Partai Aceh. Kedua, krisis kader di dalam Partai Aceh karena perpindahan beberapa kader dan tidak diimbangi dengan kaderisasi secara efektif. Hasil Pilkada 2017 menunjukkan kekalahan Partai Aceh yang mengusung Muzakir Manaf.

This thesis explains about the factionalism that occurred in the Aceh Party on 2012 and 2017 elections in terms of the relationship between the party and voters. This research also explains how the relations between parties and voters encourage factionalism at the elite level. Two factions from the Aceh Party internally appeared in the 2012 elections in the nomination of the Governor - Deputy Governor, namely the Irwandi Yusuf faction and the Zaini Abdullah - Muzakir Manaf faction. In the 2017 elections, three factions from the Aceh Party emerged, namely Muzakir Manaf faction, Zaini Abdullah faction, and Zakaria Saman faction and Irwandi Yusuf faction from the external. This research uses factionalism theory from Francoise Boucheck to analyze factionalism that driven by conditions in the electoral market called elastic demand and inelastic demand. This research also uses the new cleavage concept from Pippa Norris and electoral market change (crisis of party) and party responses from Peter Mair to analyze changes in conditions of the electoral market between the 2012 and 2017. This research uses a qualitative method with the results of the study showing that the 2012 local election caused by elastic demand, which that voters still had confidence in the Aceh Party because the political machinery at that time worked optimally, so that Irwandi Yusuf, as an opposing faction, was defeated in the Pilkada and the Aceh Party that carried Zaini Abdullah - Muzakir Manaf won the elections. Factionalism occurs sharply due to the inelastic demand conditions in the 2017 elections, where relations between the Aceh Party and voters has changed. The change was caused by two things that occurred after 2012 which weakened the Aceh Party political engine. First, there was a failure and injustice in the allocation of resources from the Aceh Party to former GAM combatants so that they left the Aceh Party. Second, the cadre crisis within the Aceh Party was due to the displacement of several cadres and was not matched with effective regeneration. The results of the 2017 elections showed the defeat of the Aceh Party which carried Muzakir Manaf."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Imam Nasef
"Penelitian tesis ini bertujuan untuk menganalisis problematika hukum pengaturan penyelesaian sengketa dan perselisihan hasil pemilihan umum oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia dan kemudian merumuskan ulang formula pengaturan yang berbasis electoral justice system. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa problematika hukum dimaksud diantaranya berkaitan dengan miskonsepsi tentang sengketa Pemilu dan perselisihan hasil Pemilu, desain institusional bawaslu, hukum acara baik untuk penyelesaian sengketa Pemilu maupun untuk perselisihan hasil Pemilu yang tidak kompatibel dengan karakteristik Pemilu, dan ambiguitas tafsir mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam penyelesaian perselisihan hasil Pemilu. Problematika tersebut dalam beberapa kasus telah melahirkan dualisme putusan pengadilan yang saling bertentangan, sehingga mendistorsi prinsip negara hukum yang diamanatkan oleh konstitusi. Oleh karena itu, pengaturan penyelesaian sengketa dan perselisihan hasil pemilihan umum oleh kekuasaan kehakiman di Indonesia perlu direformulasi berbasis pada prinsip-prinsip electoral justice system agar lebih memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.

The research aims to analyze the problems regarding the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia. The research also aims to reformulate the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia based on electoral justice system principles. This study found that the problems are about the misconception concerning electoral dispute and election result dispute, institutional design of Bawaslu, the procedural law for the settlement of electoral disputes as well as for the election result dispute are not compatible with the characteristics of the election, and the ambiguity of constitutional court's interpretation regarding its authority in the election result dispute settlement. These problems in some cases led to the duality of conflicting court rulings, thus distorting the rule of law as mandated by the constitution. Therefore, the regulation of electoral dispute and election result dispute settlement by judicial power in Indonesia needs to be reformulated based on electoral justice system principles in order to embody legal certainty in the election process in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>