Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76223 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erizka Ramdhiani
"Pembangunan infrastruktur dan jalan perlu dilakukan seiring dengan berkembangnya populasi, termasuk di wilayah lahan gambut. Tanah gambut merupakan jenis tanah yang memiliki karakteristik khusus, seperti tingginya kompresibilitas, kadar air, dan kadar organik yang membuatnya memiliki daya dukung yang rendah. Selain itu, karena kadar karbon yang dimilikinya tinggi menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Uji laboratorium dilakukan berdasarkan kondisi tersebut dengan menggunakan fly ash yang berasal dari sisa pembakaran tanah gambut yang digunakan sebagai bahan stabilisasi. Sebuah studi mengenai pengaruh penambahan kadar fly ash pada tanah gambut dengan membandingkan hasil dari pengujian CBR (California Bearing Ratio). Perbedaan kadar fly ash (yaitu 15, 20, dan 25%) ditambahkan pada tanah gambut pada kadar air optimum dengan menambahkan 5% semen Portland untuk setiap sampel dengan variasi masa peram selama 2 jam, 1 hari, 3 hari, dan 7 hari. Perubahan ditinjau dalam specific gravity, tingkat keasaman, dan struktur mikroskopisnya. Hasil CBR menunjukkan bahwa tanah gambut mengalami peningkatan kekuatan seiring dengan penambahan kadar fly ash beserta lamanya masa peram. Nilai CBR tertinggi yang didapatkan adalah sebesar 5.36% untuk kondisi unsoaked dan 6.35% untuk kondisi soaked. Selanjutnya, berdasarkan hasil tersebut, tanah gambut yang sudah distabilisasi dapat digunakan sebagai subgrade.

Due to population growth, it has become necessary to have infrastructure facilities and road construction everywhere, including in the peatland area. Peat has typical characteristics, such as high compressibility, moisture content, and organic content that make it has a low bearing capacity. Moreover, because of its high carbon content, peatland is easily to put on fire. Laboratory tests were carried out according to these conditions by using peat burning remains as fly ash to stabilized peat soil. A study on the influence of fly ash addition in peat soils was done by comparing the result from CBR (California Bearing Ratio). Different percentages of fly ash (i.e. 15, 20, and 25%) were added into peat soil at optimum moisture content amidst 5% of Portland cement for each sample with a variety of curing time of 2 hours, 1 day, 3 days, and 7 days. Changes were observed in specific gravity, acidity, and the microscopic structure. The CBR test results show that the peat gained strength due to the addition of different percentages of fly ash as well as the increase of curing periods. The highest value of CBR is 5.36% for unsoaked condition and 6.35% for soaked condition. Furthermore, according to the results, the peat soil can be used as a subgrade."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yana Sutisna
"Stabilitas tanah dasar memerlukan perhatian yang lebih baik, dimana hal ini panting didalam kondisinya sebagai dasar kontruksi suatu bangunan. Stabilitas tanah dasar dapat ditentukan dari kepadatan dan kekuatannya, dimana sejumlah kriteria dan persyaratannya diterapkan. Salah satu solusi dan alternatif yang dicoba adalah pengujian tanah dasar dengan semen abu terbang (Fly Ash Cement) dan tanah dasar dengan pasir serta rangkaian percobaan di laboratorium.
Hasil penelitian di laboratorium ini menunjukkan bahwa penambahan sejumlah kecil semen abu terbang, pasir dapat menurunkan Indeks Plastisitas, sehingga tanah tersebut lebih baik mutunya, juga diperoleh kekuatan yang makin meningkat dilihat dari pengujian CBR.
Kesimpulan yang didapat bahwa semen abu terbang dan pasir dapat digunakan sebagai bahan campuran stabilitas tanah. Walaupun metode perbaikan tanah ini bukan merupakan konsep baru, namun penggunaannya masih belum lazim digunakan di negara berkembang, khususnya penggunaan semen abu terbang (Fly Ash Cement), tetapi tidak ada salahnya metode ini digunakan sebagai uji coba pemanfaatan semen abu terbang (Fly Ash Cement)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Janitra Hendra P.
"Fly ash yang menurut PP No. 18 tahun 1999 tergolong sebagai limbah B3 perlu dimanfaatkan menjadi bentuk lain yang berguna. Fly ash dapat digunakan sebagai bahan konstruksi menggunakan metode stabilisasi/solidifikasi (s/s). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kemampuan produk s/s dalam menahan kuat tekan, kuat tarik, ataupun dalam mengikat kandungan unsur-unsur logam berbahaya yang terdapat pada fly ash, serta menganalisa kandungan unsur-unsur berbahaya yang terlepas ke lingkungan. Produk s/s dibuat dalam bentuk Glassfibre Reinforced Concrete (GRC). Pengujian yang dilakukan meliputi uji XRF, uji TCLP, uji kuat tekan, dan uji kuat tarik. Hasil penelitian menunjukan bahwa produk s/s dengan komposisi 1 semen PC : 1 agregat halus : 0,03 glassfibre dan penambahan fly ash sebesar 15%, 30%, dan 40% dari berat semen memiliki nilai kuat tekan yang semakin tinggi pada hari ke-28, yaitu 34,8 MPa sampai 38,2 MPa. Sedangkan pada nilai kuat tarik tidak terlihat adanya pengaruh signifikan akibat penambahan fly ash, yaitu berkisar antara 4,4 MPa hingga 5,2 MPa. Uji XRF dan TCLP menunjukkan produk s/s berupa Glassfibre Reinforced Concrete (GRC) tidak menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan lingkungan.

Fly ash that categorized as hazardous waste in PP No. 18 tahun 1999 need to be utilized as another useful form. Fly ash could be used as additional contruction material by using stabilization/solidifcation (s/s) method. This study aimed to analyze s/s ability in holding compression strength, tensile strength, also in binding hazardous chemical elements in fly ash, and to analyze the hazardous chemical elements that release from the s/s product. The s/s product was made as Glassfibre Reinforced Concrete (GRC). Several test were carried out, covers XRF test, TCLP test, compression strength test, and tensile strength test. The experiment result shows that composition s/s product of 1 PC cement : 1 fine aggregate : 0,03 glassfibre with the fly ash additional 15%, 30%, and 40 % fly ash additional by the weight of cement tend to increase compressive strength in the age of 28 days, range from 34,8 MPa to 38,2 MPa. While the tensile strength test didn’t show any significant effect in the range of 4,4 MPa to 5,21 MPa. The XRF and TCLP test shows s/s product as GRC didn’t affect any negative impact to health and environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S53089
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Permatasari
"Kebutuhan energi listrik dan ketergantungan sumber energi batubara, sedangkan proses pembakaran batubara tidak terbakar habis sehingga menghasilkan limbah berupa fly ash. Kegiatan pemanfaatan limbah fly ash di industri semen dapat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan berupa pencemaran udara. Oleh sebab itu, diperlukan konsep keberlanjutan pemanfaatan limbah fly ash sebagai alternatif bahan baku di industri semen. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi dampak lingkungan pada pemanfaatan limbah fly ash menjadi semen, menganalisis manfaat finansial bagi industri semen, dan menentukan alternatif keberlanjutan pemanfaatan limbah fly ash berdasarkan konsep produksi bersih. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan metode AHP. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi partikulat pada kegiatan pemanfaatan limbah fly ash di tidak melebihi baku mutu namun berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dengan sebaran periode 24 jam sebesar 219 µg/m3, sedangkan periode tahunan tertinggi sebesar 67,2 µg/m3. Pemanfaatan limbah fly ash dapat mengurangi penggunaan bahan baku gypsum dan trass hingga 3,2 %. Manfaat finansial yang diterima industri semen adalah efisiensi biaya material sebesar Rp6.052.872.369,02 pada tahun 2018 dan Rp32.730.142.087,09 pada tahun 2022. Konsep produksi bersih sebagai alternatif keberlanjutan pemanfaatan limbah fly ash di industri semen PT ABC adalah dengan menerapkan recycle partikulat yang ditangkap oleh DC dan EP.

The demand for electrical energy and dependence on coal energy sources, while the coal combustion process does not burn out, resulting in waste in the form of fly ash. The utilization of fly ash waste in the cement industry can potentially cause environmental impacts in the form of air pollution. Therefore, the concept of sustainability of fly ash waste utilization as an alternative raw material in the cement industry is needed. The objectives of this study are to analyze the potential environmental impacts on the utilization of fly ash waste into cement, analyze the financial benefits for the cement industry, and determine alternative sustainability of fly ash waste utilization based on the concept of clean production. The research method used is quantitative method with AHP method. The results showed that particulate concentrations in fly ash waste utilization activities did not exceed quality standards but had the potential to cause environmental impacts with a 24-hour period distribution of 219 µg/m3, while the highest annual period was 67.2 µg/m3. Utilization of fly ash waste can reduce the use of gypsum and trass raw materials by up to 3.2%. The financial benefits received by the cement industry are material cost efficiency of Rp6,052,872,369.02 in 2018 and Rp32,730,142,087.09 in 2022. The concept of clean production as an alternative to the sustainability of fly ash waste utilization in the cement industry of PT ABC is to implement the recycle of particulates captured by DC and EP."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditiya Putra Karisma
"Indonesia memiliki lahan gambut yang sangat besar. Menurut Soekardi dan Hidayat (1988) lahan gambut di Indonesia diperkirakan seluas 18,4 juta hektar. Sifat daya dukung tanah gambut sangat rendah sehingga potensi ketidakmanfaatan tanah gambut untuk kemampuan menahan beban yang lebih besar. Oleh sebab itu dilakukan upaya untuk mestabilkannya. Telah banyak upaya untuk menstabilkan tanah dengan menambahkan campuran oleh peneliti-peneliti sebelumnya yaitu dengan dengan semen dan aspal. Bahan stabilisasi yang diberikan adalah campuran kimia sehingga akan merusak lingkungan baik dalam skala besar ataupun kecil. Pada penelitian dilakukan pencampuran dengan pupuk urea (EM4) dengan upaya lebih ramah lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan penelitian sebelumnya (Siti Muslikah, 2011) yang telah melakukan upaya stabilisasi dengan mikroorganisme asli, EM4, dan p2000z tetapi hanya sebatas pada parameter konsolidasi. Sehingga pada penelitian ini akan dilihat perubahan pada parameter CBR dan triaksial CU tetapi hanya dengan campuran urea (EM4).
Tujuan penelitian ini yaitu melihat pengaruh pada parameter properti fisik (specific gravity dan atterberg limit) dan properti mekanik (compaction, CBR, dan triaksial CU) sebelum diberikan tambahan mikroorganisme dan setelah dilakukan penambahan dengan campuran 20% urea (EM4) berdasarkan berat keringnya. Kadar 20% yang diambil berdasarkan berat kering tanah gambut tersebut, sehingga sebelum proses pencampuran dilakukan pencarian kadar air natural pada tanah gambut tersebut. Pencampuran pada kadar air natural ini dimaksudkan dikondisikan seperti sesuai kondisi lapangan. Kadar air natural pada penelitian ini adalah 220%. Setelah dilakukan pencampuran kemudian dilakukan pemeraman selama 1 bulan agar terjadi aktivitas mikroorganisme. Setelah 1 bulan dilakukan pengeringan udara agar kadar air pada tanah gambut tersebut sesuai dengan kondisi pengujian yang akan dilakukan. Kemudian untuk penelitian uji pemadatan dilakukan pada beberapa titik kadar air. Pada pengujian uji pemadatan standard proctor untuk tanah gambut asli dicari pada titik dengan kadar air dari range 40%, sampai 140%. Sedangkan untuk tanah gambut setelah dilakukan pencampuran urea (EM4) dilakukan pada titik kadar air 35% sampai 90%. Pengujian compaction ini dilakukan untuk mendapatkan kadar air optimum. Pengujian CBR soaked dan unsoaked untuk tanah gambut tanpa campuran dilakukan pada kadar air pada setiap uji pemadatan. Sedangkan untuk pengujian CBR tanah gambut setelah dilakukan pencampuran urea (EM4) hanya dilakukan pada kadar air optimum hasil dari pengujian uji pemadatan yaitu pada kadar air 68%. Kemudian pengujian selanjutnya adalah triaksial CU untuk mendapatkan parameter tahanan geser dan kohesi. Pengujian triaksial CU dilakukan pada 3 sampel setiap serinya dengan tegangan isotropis 100 kPa, 200 kPa, dan 300 kPa. Pengujian triaksial CU untuk tanah gambut asli dilakukan pada kadar air 77% yaitu kadar air optimum dari hasil peneltian uji pemadatan. Sedangkan untuk penelitian triaksial CU untuk tanah gambut setelah dilakukan pencampuran dilakukan pada kadar air optimum 66% dari hasil penelitian uji pemadatan. Kurva yang didapatkan dari pengujian triaksial CU ini memperlihatkan kurva overconsolidated karena sampel tanah gambut dilakukan pemadatan terlebih dahulu. Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa telah terjadi perubahan properti fisik tetapi tidak signifikan, khsusunya bertambahnya jumlah total mikroorganisme akibat aktivitasnya dan jumlah kadar serat yang menurun karena seratnya telah termakan oleh aktivitas mikroorganisme, sedangkan untuk properti mekaniknya tidak terjadi perubahan.

Indonesia has great numbers of peatland. According to Soekardi and Hidayat (1988), peatland in Indonesia is estimated to be 18.4 million hectares. Its soil bearing capacity is so low that it is unable to bear massive loads; therefore, the stabilized activity is indispensable. There have been many attempts by previous researchers to stabilize the soil by adding a mixture of cement and asphalt. This stabilized materials are chemical agents that will harm environment either in large or small scale. To be more environmentally friendly, This study used urea fertilizer (EM4) as the mixture. It is an continued research of Muslikah (2011) in which she developed mixture of pristine microorganisms, EM4, and p2000z but limited to the consolidation parameter. Thus, this study focused alteration of the strength of peat soil on another parameters due to the addition of urea fertilizer (EM4) with CBR and triaxial CU test.
The purpose of this study is to investigate the differences of physical properties (specific gravity and atterberg limit) and mechanical properties (compaction, CBR, and triaxial CU) in two conditions: without and with additive mixture of 20% urea (EM4) based on dry weight). The concentration of 20% is based on the dry weight of peat; therefore, prior to mixing process, it is important to determine the natural water content of peat. Mixing in natural water content is intended to practice as similar as possible to its the actual field condition. The natural water content for peat in this study is 220%. Once mixing process finished, the curing was then performed for 1 month allow microorganisms activity. Thereafter, peat was dried to make water content in accordance with the condition of the test. Compaction test was then performed at some points of water content. Standard proctor compaction test was conducted at the range of moisture content of 40% to 140% for original peat soil, and 35% to 90% for urea (EM4) mixed-peat soil. The aim of this compaction test is to obtain optimum moisture content. Soaked and unsoaked CBR test for original peat soil was performed to each water content of compaction test; on the contrary, The CBR test for urea (EM4) mixed-peat soil was conducted only to the optimum moisture content, that is 68%. The subsequent test is CU triaxial test to obtain shear resistance and cohesion parameters. The CU triaxial test was performed on three samples of each series with isotropic stress of 100 kPa, 200 kPa and 300 kPa. This test was conducted at optimum moisture content from compaction test, that is 77% and 66% for original peat soil and urea (EM4) mixed-peat soil, respectively. The curve obtained from CU triaxial test shows an overconsolidated curves, as samples were compacted in the beginning of the test. This study found that there is alteration of physical properties though insignificant : the increasing number of microorganisms because of their activities and the decreasing amount of fiber content as was consumed by microorganisms. However, there is no change in mechanical properties.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S42812
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Test triaxial adalah salah satu pengujian kekuatan geser dan yang paling sering digunakan untuk semua jenis tanah. Ada beberapa keuntungan yang didapatkan dari pengujian triaxial ini yaitu : kondisi pengaliran yang dapat dikontrol, tekanan air pori yang dapat diukur dan bila diperlukan tanah jenuh dengan permeabilitas rendah dapat dibuat terkonsolidasi. Pada pengujian triaxial dapat dilakukan dengan 3 metoda pengujian, yaitu takterkonsolidas-takterdrainasi (Unconsolidated Undrained/UU), terkonsolidasi-takterdrainasi (Consolidated Undrained/CU, terkonsolidasi-terdrainasi (Consolidated Drained/CD). Pada penelitian ini yang dilakukan adalah test triaxial dengan kondisi terkonsolidasi terdrainasi pada tanah gambut yang telah dipadatkan dan dicampur dengan peat solid, dimana pengaliran pada contoh tanah masih diperbolehkan di bawah tekanan tertentu sampai konsolidasi selesai. Kemudian dengan pengaliran yang masih diperbolehkan digunakan selisih tegangan utama dengan kecepatan sedang untuk membuat kelebihan tekanan air pori tetap nol. Kekuatan geser pada kondisi terkonsolidasi terdrainasi dinyatakan dalam parameter-parameter tegangan efektif c' dan f'. Metode lintasan tegangan digambarkan oleh lambe (1967) adalah sebagai pendekatan yang sistimatis pada masalah-masalah yang berkaitan dengan stabilitas dan deformasi dalam mekanika tanah. Lintasan tegangan adalah suatu lintasan atau garis yang menghubungkan serangkaian titik-titik yang mengalami tegangan pada suatu tanah. Contoh tanah yang dibunakan pada penelitian ini adalah tanah gambut yang berasal dari Bereng Bngkel, Palangkaraya, Kalimantan. Tanah gambut merupakan tanah yang masih menjadi masalah karena kadar airnya yang tinggi, daya dukung tanahnya rendah serta kompresibilitas yang besar. Salah satu cara untuk memperbaiki tanah gambut ini adalah dengan melakukan pemadatan dan pencampuran peat solid."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S34831
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandy Sanjaya
"Dalam perkembangan daerah yang memiliki jenis lapisan tanah gambut, perkembangan di daerah-daerah tersebut tergolong lambat karena areal gambut tersebut kurang diperhatikan karena tidak menarik secara ekonomi dan dalam pekerjaan konstruksinya tergolong pekerjaan sulit. karena tanah gambut memiliki kandungan air yang tinggi dengan kapasitas dukung tanah yang rendah dan harus menggunakan metode yang khusus dalam pekerjaan konstruksinya. . Stabilisasi tanah adalah upaya memperbaiki mutu tanah yang tidak baik ataupun meningkatkan mutu dari tanah tersebut. Stabilisasi yang kini sedang dalam tahap perkembangan adalah penggunaan metode bioremediasi yaitu dengan menggunakan mikroorganisme alami. Pada studi ini dilakukan analisis terhadap jenis cairan mikrorganisme EM4 yang berhasil digunakan untuk industri pertanian dalam pengomposan/penguraian.

A developmental city that has peat soil mostly has slower development if we compare with another city. It is because peat soil do not has attention enough on economic and the construction work at peat soil dificult to build. It is because peat soil contain a lot of water with low bearing capacity. As for that, peat soil has particular method for construction. Soil stabilitation is one of method that can fixing soil capacity or improve low soil capacity. Soil stabilitation that has developed now is using bioremediation method that is use natural microorganism. In this study conducted analysis of EM4 microorganism fluid that already use for agriculture industry for composting decompotition. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S70316
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Fauzia
"ABSTRAK
Di Indonesia, tanah gambut menutupi daerah yang cukup luas di daerah-daerah Irian. Kalimantan dan Sumatera. Dengan semakin berkembangnya kota-kota di Indonesia, termasuk di daerah Kalimantan maka pemerintah merencanakan untuk membangun jalan penghubung antara kota-kota di kalimantan tersebut.
Pada tugas akhir ini penulis menggunakan contoh tanah gambut di daerah Kalimantan Tengah tepatnya di tepi ruas jalan Palangkaraya - Kuala Kapuas Km 3.5, Desa Bereng Bengkel. Hal ini dihubungkan dengan Proyek Peningkatan Jalan Bereng Bengkel - km 35.
Hal yang sangat penting diperhatikan dari suatu kegiatan kontruksi, baik itu bangunan maupun jalan adalah kondisi dari tanah tempat bangunan tersebut berada. yaitu bagaimana kekuatan tanah pada lokasi tersebut. Sebagai bagian dari jenis tanah yang ada di alam semesta ini, tanah gambut tidak dapat dilepaskan dari sifat-sifat ilmu mekanik tanah. Dalam hal ini karena sifat tanah gambut yang memiliki kadar air yang tinggi, memiliki daya susut yang besar dan kompresibilitas yang tinggi menyebabkan daya dukung tanah gambut ini rendah. Untuk memperbaiki daya dukung yang rendah itu, maka dapat dilakukan perbaikan kondisi tanah gambut tersebut. Perbaikan yang dilakukan yaitu dengan metode pemadatan tanah dan metode stabilisasi.
Stabilisasi dapat dilakukan dengan mencampur tanah gambut dengan stabilisatornya. Dalam hal ini dicobakan sebagai stabilisatornya adalah peat solid. Pencampuran stabilisator ini diharapkan dapat menaikkan daya dukung dari tanah gambut, sehingga dapat digunakan sebagai lapisan tanah dasar untuk bangunan-bangunan teknik sipil.
Dalam rekayasa geoteknik, konsolidasi merupakan salah satu aspek terpenting selain tegangan dan daya rembes, terutama jika media tanahnya merupakan tanah yang lunak seperti gambut.
Konsolidasi merupakan proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempuma dengan permeabilitas rendah akibat terdisipasinya air pori yang merupakan fungsi dari koefisien permeabiliti, beban dan waktu. Tekanan air pori tersebut secara bertahap akan naik sesuai dengan kenaikan tegangan total yang ada dan kemudian air pori tersebut akan terdisipasi sampai mendekati nol yang disertai dengan bertambahnya tegangan efektif. Konsolidasi pada gambut sangat kompleks dan lama, karena gambut memiliki kandungan bahan organik yang tinggi.
Dalam penelitian ini, akan di analisa pengaruh stabilisasi dengan menggunakan peat solid pada perilaku konsolidasi tanah gambut yang diselidiki dengan serangkaian uji konsolidasi menggunakan alat Rowe Cell.
Analisa yang digunakan untuk pengujian ini merupakan model reologi Gibson dan Lo yang telah diadopsi oleh Edil dan Dhowian untuk mendapatkan karakteristik konsolidasi gambut. Parameter yang dianalisa yaitu parameter pemampatan primer, pemampatan sekunder, dan faktor kecepatan pemampatan sekunder. Dilakukan pula analisa terhadap kompresibilitas dan prilaku pemampatannya.

"
2001
S35513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Agung Pamungkas
"Pemanfaatan fly ash hasil insinerasi sampah sebagai bahan subtitusi agregat halus paving block merupakan solusi sebagai upaya menekan jumlah produksi limbah sampah yang dapat merusak lingkungan. Pada penelitian ini, limbah sampah dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi agregat halus untuk paving block dan dilakukan pengujian kuat tekan, uji penyerapan air dan ketahanan aus dengan mengacu terhadap SNI 03-0691-1996. Pada penelitian ini, konsentrasi penggunaan fly ash hasil insinerasi sampah yang digunakan adalah 0, 10, 30, 50, 60, 80 dan 100%. Pada penelitian ini benda uji yang dibuat dengan ukuran paving block 21x10.5x5.5 cm. Tujuan Penelitian ini adalah membuat sebuah produk berupa paving block sesuai dengan standar mutu yang diatur didalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dan guna menekan jumlah limbah hasil pembakaran sampah. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan eksperimen yang meliputi perencanaan, trial mix, analisis kebutuhan material, pembuatan benda uji, pengujian paving block, dan analisis hasil terhadap SNI 03-0691-1996 serta analisis terhadap hasil uji XRF dan XRD. Hasil kuat tekan tertinggi terdapat pada variasi FA 10% dengan nilai 5.20 Mpa, Penyerapan air terbaik pada variasi FA 0% dengan nilai penyerapan 12.53%, dan Nilai ketahanan aus terbaik dengan nilai 5,32 mm/menit terdapat pada variasi FA 100%.

Utilization of fly ash resulting from waste incineration as a substitution material for paving block fine aggregate is a solution as an effort to reduce the amount of waste production which can damage the environment. In this study, the waste was used as a substitution material for fine aggregate for paving blocks and was tested for compressive strength, water absorption and wear resistance tests with reference to SNI 03-0691-1996. In this study, the concentrations of fly ash from waste incineration used were 0, 10, 30, 50, 60, 80 and 100%. In this study, the test specimens were made with a paving block size of 21x10.5x5.5 cm. The purpose of this research is to make a product in the form of paving blocks in accordance with the quality standards set out in the Indonesian National Standard (SNI) and to reduce the amount of waste from incineration. This study used a quantitative method with experiments which included planning, trial mix, analysis of material requirements, manufacture of specimens, testing of paving blocks, and analysis of the results of SNI 03-0691-1996 and analysis of the results of the XRF and XRD tests. The highest compressive strength results were found in the 10% FA variation with a value of 5.20 Mpa. The best water absorption was in the 0% FA variation with an absorption value of 12.53%, and the best wear resistance value with a value of 5.32 mm/minute was found in the 100% FA variation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Afrianto
"Tanah gambut dengan ketebalan yang bervariasi, memiliki daya dukung yang sangat rendah (Extremely Low Bearing Capacity), sifat permeabilitas yang tinggi dan sifat pemampatan (konsolidasi) yang besar. Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi konstruksi yang harus dibangun di atas lapisan tanah gambut. Geosynthetics sebagai material perkuatan tanah dicoba untuk diaplikasikan pada tanah gambut agar kekuatan tanah gambut yang lemah dapat ditingkatkan. Jenis Geosynthetics yang digunakan dalam penelitian adalah woven geotextile. Pemilihan material tersebut karena memiliki kekuatan tarik tinggi, anti lumut dan jamur, tahan terhadap panas dan bahan kimia yang terdapat di tanah, dan pelaksanaan pemasangan material yang relatif mudah.
Analisis yang dilakukan adalah meneliti kekuatan geser antara tanah gambut dan lapisan woven geotextile, dan untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah gambut setelah diberi woven geotextile. Tanah gambut yang digunakan berasal dari Palangkaraya-Kalimantan Tengah. Kadar air yang digunakan sebesar 100 %, 120 %, dan 140 %. Woven geotextile merupakan bahan yang tidak aktif atau bahan non-kimia, sehingga penambahan woven geotextile pada tanah gambut tidak menyebabkan perubahan struktur material dari tanah gambut. Penggunaan woven geotextile dapat meningkatkan kekuatan geser tanah gambut. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari meningkatnya nilai Ultimate Compression Strength (qu) sebesar 27,36 % dari 10,174 KPa (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 12,958 KPa (gambut dengan woven geotextile).
Penggunaan woven geotextile dapat meningkat nilai CBR unsoaked dari 3,56 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 5,01 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 40,73 %. Sedangkan nilai CBR soaked meningkat dari 2,94 % (gambut tanpa woven geotextile) menjadi 4,91 % (gambut dengan woven geotextile) peningkatan yang terjadi sebesar 67 %. Woven geotextile berpengaruh besar bila diletakkan dibagian atas atau mendekati dasar piston CBR. Bila Piston CBR dianalogikan sebagai pondasi dangkal, maka penggunaan woven geotextile memberikan peningkatan yang besar dalam tegangan geser bila diletakkan dekat dengan dasar pondasi.

Peat Soil with various thickness, has Extremely Low Bearing Capacity, high permeability and high compressibility (consolidation). As a result the generate a lot of problems for construction above peat soil. Geosynthetics as reinforcement material of soil is applied to peat soil so that the strength of peat soil can be improved. Type of geosynthetics used in this research is woven geotextile. The selection of material based on high at strength tensile, anti mushroom and moss, resistance to the chemicals and heat in the soil, and installation of the material relative easy to use.
Analysis taken is checking shear strength between peat soil and woven geotextile, and knowing influence of density of peat soil after woven geotextile given. Peat soil used come from Palangkaraya- Central Kalimantan. The water content used are 100 %, 120 %, and 140 %. Woven geotextile is inactive materials or nonchemicals materials, so that the addition of woven geotextile to the peat soil do not cause change of material structure from peat soil. Usage woven geotextile can improve shear strength the peat soil. The improvement visible from the increasing of value Ultimate Compression Strength (qu) equal to 27,36 % from 10,174 KPa (peat without woven geotextile) become 12,958 KPa (peat with woven geotextile).
Usage woven geotextile can increase the value of CBR unsoaked from 3,56 % (peat without woven geotextile) become 5,01 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 40,73 %. Mainwhile the value of CBR soaked increase from 2,94 % (peat without woven geotextile) become 4,91 % (peat with woven geotextile) improvement that happened equal to 67 %.Woven geotextile give a big influence if it puts down on the top or come near the piston base of CBR. If Piston CBR analogy as shallow foundation, hence usage woven geotextile give the big improvement in shear tension if it puts down close to the foundation base.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35795
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>