Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116821 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Destya Puspita Darmawan
"Belt and Road Initiative (BRI) merupakan inisiatif ambisius Tiongkok pada masa pemerintahan Xi Jinping. TKA ini akan mengkaji berbagai pandangan literatur mengenai sikap negara-negara ASEAN terhadap BRI. Pengelompokan literatur dalam TKA ini didasarkan pada respon negara-negara dalam menyikapi perilaku great power di kawasan. TKA ini memetakan sikap yang berbeda-beda dari negara-negara ASEAN terhadap BRI sebagai perilaku dari Tiongkok sebagai great power. Sebagai kawasan utama dalam implementasi BRI, sikap tersebut menentukan keberlangsungan dan keberhasilan BRI di masa datang. Sikap yang ditunjukkan negara-negara ASEAN tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan pembuatan kebijakan terkait BRI bagi negara-negara ASEAN dan Tiongkok.

The Belt and Road Initiative (BRI) is China's ambitious initiative during the Xi Jinping administration. This paper reviews various literary views on the attitudes of ASEAN countries towards BRI. This grouping of literature in this paper is based on the response of countries in addressing the great power behavior in the region. This paper also mapped the different attitudes of ASEAN countries towards BRI as the behavior of China as great power. As the main area in the implementation of BRI, this attitude determines the sustainability and success of BRI in the future. The attitude shown by ASEAN countries can be used as a consideration for making policies related to BRI for ASEAN countries and China."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Claudya
"ABSTRAK
Hubungan Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dahulu merupakan hubungan bilateral yang problematik. Normalisasi hubungan kedua negara menjadi bukti kesiapan kedua negara untuk kembali bekerja sama tanpa mengungkit peristiwa di masa lalu. Sejak saat upaya itu bergulir, kerja sama antarnegara terus berkembang dan menguat, dibuktikan dengan adanya Kemitraan Strategis hingga One Belt One Road (OBOR) pada saat ini. Hubungan kerja sama kedua negara kembali ditingkatkan lagi dengan adanya Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia-Tiongkok tahun 2013 yang meliputi kerjasama di bidang politik dan keamanan, ekonomi dan pembangunan, sosial budaya, dan kerjasama lainnya. Dalam lingkup yang lebih luas, sejak tahun 2015, hubungan Indonesia-Tiongkok juga terjalin dalam inisiatif OBOR. Hal-hal itu merupakan latar belakang dibuatnya tugas akhir dengan topik Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia-Tiongkok dalam rangka One Belt One Road (OBOR). Dari hasil analisis tugas akhir ini, dapat disimpulkan bahwa keuntungan besar yang diperoleh RRT dari Kemitraan Strategis tahun 2005 dan adanya inisiatif OBOR menjadi faktor pendorong diadakannya Kemitraan Strategis Komprehensif pada tahun 2013. Selain untuk meraup keuntungan yang lebih besar, RRT memanfaatkan hubungan tersebut untuk mempromosikan OBOR melalui pendekatan soft power.

ABSTRACT
"
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Asshafiya Khairunisa
"Tugas Karya Akhir (TKA) ini meneliti respon Indonesia, Vietnam, dan Filipina, terhadap aktivitas militer Tiongkok di Laut Cina Selatan antara tahun 2014-2020. Berdasarkan kerangka analisis teori kerja sama, penelitian ini berpendapat bahwa ketiga negara merespon aktivitas militer Tiongkok dengan cara yang kooperatif. Menurut beberapa penelitian sebelumnya, respon negara di wilayah Laut Tiongkok Selatan bergantung kepada jumlah dana bantuan Belt and Road Initiatives (BRI) yang diterima. Penelitian ini menyarankan untuk memasukkan konteks nasional negara-negara penerima BRI, dengan melibatkan motives dan power dalam menganalisis respon. Tulisan ini adalah penelitian kualitatif dan penulis menggunakan metode perbandingan. Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang persamaan pola respon antara Indonesia, Vietnam, dan Filipina terlepas dari perbedaan jumlah BRI yang diterima.

This study examines the responses of Indonesia, Vietnam, and Philippine, toward China`s military activities at the South China Sea between 2014-2020. Based on the logic of cooperation theory analytical framework, this paper argues that those countries reacted to China`s military activities in a cooperative way. As some scholars predicted if those responses depend on the amount of the Belt and Road Initiatives (BRI) assistance fund. This paper suggests to include the national context of BRI recipient countries, by describing the different motives and power, in examining those responses. This paper
used qualitative framework and comparative methods. This paper may enhance the understanding of the similar pattern of responses between Indonesia, Vietnam, and Philippine despite the differences of the BRI amount received.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Republic of Indonesia: Departement of Information, 1989
R 060 IND f
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Taryana Soenandar
Jakarta: Sinar Grafika, 2007
346.048 TAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Khadijah Putri
"Artikel ini membahas perkembangan Impian Cina (Zhongguomeng) dan Impian Asia (Yazhoumeng) sebagai sebuah landasan dari lahirnya gagasan Inisiatif Sabuk dan Jalan (One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI)). Artikel ini berfokus pada peran gagasan Zhongguomeng dan Yazhoumeng terhadap BRI, yang diiniasi oleh Xi Jinping. BRI dicanangkan Xi Jinping pada tahun 2013 dengan tujuan untuk memperkuat ekonomi Beijing dan memacu pertumbuhan ekonomi negara tetangga Cina melalui pembangunan infrastruktur. Dengan metode penelitian kualitatif berbasis pendekatan historis, penelitian ini memaparkan asal usul Zhongguomeng, dasar kelahiran Yazhoumeng, perkembangan BRI hingga saat ini, serta menganalisis keterkaitan antara Zhongguomeng, Yazhoumeng, dan BRI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BRI adalah sebuah alat untuk mewujudkan dan melanjutkan Zhongguomeng yang ingin mencapai Yazhoumeng. Sementara itu, Zhongguomeng adalah dasar untuk mencapai Kebangkitan Besar Bangsa Cina pada tahun 2021 dan 2049, dan Yazhoumeng adalah inisiatif konsep keamanan bersama yang dapat menyokong dan membantu negara tetangga Cina di kawasan Asia.

This article discusses the development of the Chinese Dream (Zhongguomeng) and Asian Dream (Yazhoumeng) as a groundwork of the One Belt One Road (OBOR) or Belt and Road Initiative (BRI). This article focuses on the role of Zhongguomeng and Yazhoumeng towards BRI, which was initiated by Xi Jinping. BRI was launched by Xi Jinping in 2013 to strengthen Beijings economy and spur economic growth in neighbouring China through infrastructure development. With a historical approach, the study presents the origin of Zhongguomeng and Yazhoumeng, the development of BRI to date, as well as analyzing the relationship between Zhongguomeng, Yazhoumeng, and BRI. The results of the study show that BRI is a tool for realizing and continuing Zhongguomeng to reach Yazhoumeng. Meanwhile, Zhongguomeng is the basis for achieving the Great Awakening of the Chinese Nation in 2021 and 2049, and Yazhoumeng is a joint security concept that supports and help Chinas neighbour countries in Asia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Djalinus Sjah
Indonesia: Kreasi Jaya Utama, 1984
327.59 Sya m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djalinus Sjah
Sapdodadi, Jakarta: Kreasi Jaya Utama, 1984
327.59 DJA m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Toelle, Samantha Antoinette Fedora
"Pada tahun 2018, pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan pemerintah Tiongkok yang menandakan peresmian kerja sama Indonesia-Tiongkok dalam kerangka kerja Belt and Road Initiative (BRI). Inisiatif ini digagas oleh pemerintah Tiongkok untuk memberi insentif ekonomi (pendanaan, faktor produksi, tenaga kerja dan ahli, asistensi) guna mendukung pembangunan infrastruktur negara mitra dan memperkuat konektivitas di sepanjang jalur BRI (Silk Road Economic Belt dan 21st Century Maritime Silk Road). Kendati sokongan yang disediakan untuk merealisasikan agenda Global Maritim Fulcrum (GMF) Indonesia, terdapat berbagai risiko multisektoral yang mengikuti penerimaan BRI. Terlebih lagi, latar belakang persaingan geopolitis yang menjadi preseden kemunculan BRI semakin menambah daftar ancaman pada tingkat nasional, regional dan internasional. Keresahan tersebut menghadirkan pertanyaan yang diangkat dalam skripsi ini; mengapa Indonesia tetap melakukan penerimaan Belt and Road Initiative Tiongkok? Dengan menggunakan kerangka analisis economic statecraft, penulis menemukan terdapat beberapa faktor yang mendorong sebuah negara untuk menerima economic statecraft, yakni; tingkat stateness Indonesia yang tinggi sehingga mampu merumuskan kebijakan yang sesuai kepentingan eksekutif dan mengabaikan risiko dan/atau penolakan pada tingkat domestik; keterbatasan fiskal Indonesia dalam memenuhi ekspektasi pembangunan dalam negeri; keselarasan antara kepentingan pembangunan Indonesia dengan benefit yang dapat BRI sediakan; kekuatan Tiongkok sebagai emerging major power yang meningkatkan kredibilitas BRI; dan adanya ancaman geopolitis yang lebih besar apabila Indonesia menolak sebagai konsekuensi dari relasi asimetris antara Tiongkok-Indonesia.

In 2018, the Indonesian government signed a Memorandum of Understanding (MoU) with the Chinese government which marked the inauguration of Indonesia-China cooperation within the framework of the Belt and Road Initiative (BRI). This initiative was initiated by the Chinese government to provide economic incentives (funding, production factors, labor and experts, assistance) to support partner countries' infrastructure development and strengthen connectivity along the BRI route (Silk Road Economic Belt and 21st Century Maritime Silk Road). Despite the support provided to realize Indonesia's Global Maritime Fulcrum (GMF) agenda, there are multisectoral risks that follow BRI's acceptance. Moreover, the background of geopolitical rivalry that precedes the emergence of the BRI further adds to the list of threats at the national, regional and international levels. This unrest presents the question raised in this thesis; why does Indonesia continue to accept China's Belt and Road Initiative? By using the economic statecraft analysis framework, the author finds that there are several factors that encourage a country to accept economic statecraft, namely; Indonesia's high level of stateness so that it is able to formulate policies that suit executive interests and ignore risks and/or rejection at the domestic level; Indonesia's fiscal limitations in meeting domestic development expectations; alignment between Indonesia's development interests and the benefits that BRI can provide; China's strength as an emerging major power that increases the credibility of BRI; and the existence of a greater geopolitical threat if Indonesia refuses as a consequence of asymmetrical relations between China-Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reine Taqiyya Prihandoko
"ABSTRAK
Penelitian ini mencari korelasi antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina terkait inisiatif ASEAN dalam menangani isu sengketa wilayah Laut Cina Selatan. Dengan menggunakan enam variabel pengukur kohesi institusi regional berdasarkan teori eksternalisasi neo-fungsionalis ala konstruktivis, penelitian ini menemukan bahwa sejak tahun 1992 hingga pertengahan tahun 2017 tren kohesi ASEAN secara umum tergolong sebagai caucus. Semakin rendah kohesi ASEAN, maka ASEAN semakin sulit untuk mencapai posisi bersama dan memengaruhi sikap yang di ambil Cina. ASEAN dalam kondisi yang tidak kohesif juga rentan terhadap pengaruh Cina. Sebaliknya, kohesi ASEAN yang meninggi menunjukkan peningkatan ketahanan institusional ASEAN, sehingga semakin sulit bagi ASEAN untuk terpengaruh oleh pihak ketiga, terutama Cina. Kohesi yang tinggi bahkan memungkinkan ASEAN untuk mengajak Cina agar lebih terlibat secara aktif dalam mekanisme manajemen sengketa wilayah Laut Cina Selatan yang diinisasikan oleh ASEAN. Penelitian ini menyimpulkan bahwa repetisi interaksi ASEAN-Cina telah menjadi mekanisme kausal atas hubungan pengaruh resiprokal antara kohesi ASEAN dan keterlibatan Cina, sebagai bagian dari suatu konfigurasi kausal terkait inisiatif ASEAN untuk menangani sengketa wilayah Laut Cina Selatan.

ABSTRACT
This study examines the correlation between ASEANs cohesion and Chinas involvement in the initiatives issued by ASEAN to address the South China Sea disputes. Based on six cohesion variables in the constructivist reinterpretation of the neo functionalist externalization thesis, this study found that from 1992 to mid 2017 ASEANs cohesion trend is generally categorized as caucus. The lower ASEANs cohesion is, the more difficult for ASEAN to reach a common position and to affect China s attitude towards ASEANs initiatives. ASEAN in non cohesive conditions is also more vulnerable to Chinese influence. On the other hand, the heightened ASEANs cohesion shows an increase in ASEANs institutional resilience, making it increasingly difficult for ASEAN to be influenced by third party, including China. High level of cohesion allows ASEAN to influence China to be more actively involved in the mechanisms to address the South China Sea dispute initiated by ASEAN. This study concludes that the repetitive ASEAN China interaction has been the causal mechanism for the reciprocal relationship between ASEANs cohesion and Chinas involvement, which exists in a causal configuration vis vis ASEANs initiatives to address the South China Sea disputes."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>