Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61527 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fauzia Astuti
"Penelitian ini membahas tentang sisi lain kehidupan Ilbongun Wianbu Korea dilihat dari sudut pandang budaya pada masa kolonialisme Jepang. Secara epistemologi, wianbu memiliki makna sebagai pendamping, atau sebagai pekerja perempuan sukarela yang mengikuti para tentara Jepang selama berperang. Namun setelah The Rape of Nanking yang terjadi pada tahun 1937, interpretasi istilah wianbu selalu identik dengan budak seks tentara Jepang. Sementara itu, Laporan Komisi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa Ilbongun Wianbu bukan budak seks, melainkan pekerja yang mendapat bayaran dan fasilitas berupa makanan, pakaian, dan kesehatan di wianso (barak resmi). Penelitian ini menekankan pada dialektika pemakaian istilah Ilbongun Wianbu dan comfort women yang dianalisis berdasarkan fakta kehidupan yang dialami oleh Ilbongun Wianbu asal Korea dengan menggunakan korpus transkrip wawancara Laporan Kesaksian Ilbongun Wianbu oleh Kementerian Kesetaraan Gender Korea tahun 2002. Penelitian ini memakai metode kualitatif eksplorasi yang dipadukan dengan pendekatan diakronis. Hasil penelitian ini menunjukan ada perbedaan makna antara wianbu dan comfort women yang dibuktikan oleh sisi lain kehidupan seorang Ilbongun Wianbu di wianso yang tidak murni hanya menjadi pelayan seks bagi tentara Jepang.

This paper discusses the other side of Ilbongun Wianbu Koreans life from a cultural point of view during the Japanese colonial era. Epistemologically, wianbu means a companion, or a voluntary female worker who follows Japanese soldiers during war. But after The Rape of Nanking which occurred in 1937, the meaning of wianbu was identical to Japanese army sex slaves. Meanwhile, United Nations Commission of Human Rights reported that Ilbongun Wianbu is not sex slaves, but workers who get paid and given food, clothing, and health at wianso (comfort station). This paper focus on the dialectics use of the terms Ilbongun Wianbu and comfort women which analyzed based on the facts of life experienced by Ilbongun Wianbu from Korea using the corpus transcript of the interview of Ilbongun Wianbu Testimony Report by the Korean Ministry of Gender Equality. This paper uses the qualitative exploration method combined with diachronic approaches. The results of this study indicate that there are differences in meaning between wianbu and comfort women as evidenced by the other side of the life of an Ilbongun Wianbu in wianso who is not only becomes sex servants for Japanese soldiers."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Meutia Khaliya
"Pengalaman dijajah Jepang selama 35 tahun sejak 1910 hingga 1945 telah menjadi memori kelam bagi sebagian masyarakat Korea Selatan, khususnya para mantan Ilbongun Wianbu. Terkait dengan permasalahan mantan Ilbongun Wianbu, sudah dilakukan beberapa pembicaraan tingkat pemerintah yang intinya pemerintah Korea Selatan meminta Jepang untuk memberikan kompensasi yang layak bagi para mantan Ilbongun Wianbu. Namun, ketika kompensasi yang diberikan oleh pihak Jepang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Korea Selatan, maka pengalaman kelam yang dialami oleh para mantan Ilbongun Wianbu tidak hanya menjadi pembicaraan publik di tahun 1990-an, tapi juga disajikan dalam bentuk karya sastra. Melihat kenyataan ini, penulis mengangkat permasalahan penelitian dalam artikel ini tentang bagaimana pandangan masyarakat Korea Selatan sekarang terkait dengan pengalaman Ilbongun Wianbu. Penelitian ini menggunakan metode kajian budaya dengan pendekatan memori publik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekonstruksi pandangan dan ingatan masyarakat Korea Selatan yang tinggal di Indonesia dan Korea Selatan, tentang Ilbongun Wianbu yang dikaitkan dengan kebijakan pemerintah Korea Selatan mengenai masalah Ilbongun Wianbu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ilbongun Wianbu dalam memori publik di Korea Selatan telah menjadi potret masa lalu yang kelam yang membangun harapan masyarakat Korea Selatan khususnya terhadap pemerintah Korea Selatan untuk menangani kasus Ilbongun Wianbu dengan seadil-adilnya melelaui pemerintah Korea Selatan.

The experience of being colonized by Japan for 35 years from 1910 to 1945 is still a dark memory for most of the people of South Korea, especially the former Ilbongun Wianbu. Regarding the former Ilbongun Wianbu issue, several government-level talks have been held, in which the South Korean government asked Japan to provide appropriate compensation for the former Ilbongun Wianbu. However, the compilation of compensation provided by the Japanese was not as expected by South Korea, so the dark experiences experienced by former Ilbongun Wianbu not only became a public conversation in the 1990s, but also helped in the making of literary works. Seeing this reality, the author discusses the problem in this study about how South Korean people`s view is now related to the experience of Ilbongun Wianbu. This study uses a cultural studies method with a public memory approach. The purpose of this study is to reconstruct Ilbongun Wianbu through the views and memories of South Korean people who live in Indonesia and South Korea related to Ilbongun Wianbu and relate it to the South Korea government`s policy regarding Ilbongun Wianbu issue. The results of the research show that Ilbongun Wianbu in the public memory in South Korea has become a dark portrait of the past that builds hopes of the South Korean people, especially towards the South Korean government to handle the Ilbongun Wianbu issue as fairly as possible through the South Korean government."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Clarisca Pintaria
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas perjuangan Ilbongun Wianbu dalam menuntut tanggung jawab Jepang atas isu Ilbongun Wianbu . Ilbongun Wianbu adalah budak seks tentara Jepang. Ilbongun Wianbu mengandung konotasi pemaksaan. Sistem Ilbongun Wianbu terjadi pada ketika Perang Dunia II. Akan tetapi, isu ini baru diangkat pada tahun 1990 lalu menjadi masif sejak tahun 1991. Pemerintah Jepang telah mengeluarkan tindakan formal atas isu ini pada rapat dengar pendapat tahun 1993 dan perundingan Korea-Jepang tahun 2015. Melalui perundingan Korea-Jepang tahun 2015, isu ini dianggap sudah mencapai kesepakatan final oleh pemerintah Korea dan Jepang. Akan tetapi, Ilbongun Wianbu menyatakan bahwa perundingan Korea-Jepang tahun 2015 tidak menyentuh substansi tuntutan Ilbongun Wianbu . Oleh karena itu, perjuangan Ilbongun Wianbu terus berlanjut hingga kini 2018 . Jurnal ini membahas mengapa perjuangan Ilbongun Wianbu menuntut pertanggungjawaban Jepang menempuh waktu 24 tahun 1991 2015 . Tujuan dari jurnal ini adalah menunjukkan komplikasi dari penuntasan isu Ilbongun Wianbu . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan menggunakan sumber sekunder. Penelitian ini menunjukkan bahwa penuntasan isu Ilbongun Wianbu bukan merupakan hal yang sederhana karena adanya ketidakselarasan antara perspektif Jepang dan Ilbongun Wianbu Korea.

ABSTRACT
Journal discussed the Ilbongun Wianbu s struggle in demanding Japan s responsibility over Ilbongun Wianbu . Ilbongun Wianbu means Japanese military sex slaves. Ilbongun Wianbu consists forced connotation. Ilbongun Wianbu system occurred during World War II. However this issue just brought out in 1990 and became massive in 1991. Japanese government already has given a formal action over this issue in 1993 hearings and 2015 Korea-Japan s agreement. Through 2015 Korea-Japan agreement, Korean and Japanese government consider that Ilbongun Wianbu issue has reached its final. Nevertheless, Ilbongun Wianbu declares that and 2015 Korea-Japan s agreement hasn t touched Ilbongun Wianbu s demands. Therefore, Ilbongun Wianbu s fights are still going until now 2018 . Journal discuss about why Ilbongun Wianbu fights in demanding Japan s responsibility take on 24 years 1991 2015 . The purpose is to show the complication in Ilbongun Wianbu s settlement. The method is history research method. The data is obtained secondary. The output is Ilbongun Wianbu s issues settlement is not simple thing for there is inconsistency between Japan and Korean Ilbongun Wianbu s perspective.
"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Wynne Sutedja
"ABSTRAK
Budaya populer Korea menjadi salah satu kekuatan diplomatik yang paling berpengaruh di dunia. Salah satu produk budaya penting yang turut berkembang di samping mendunianya musik K-Pop adalah kuliner Korea, yang kini turut didukung dengan perkembangan teknologi. Emily Kim atau yang dikenal luas dengan nama Maangchi merupakan salah seorang pelaku penting dalam penyebaran budaya kuliner Korea secara daring. Kepopuleran Maangchi dari segi jumlah pelanggan saluran Youtube dan kelengkapan informasi dalam laman daring pribadinya menarik minat penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai strategi budaya yang diterapkannya. Dalam penelitian ini, penulis meneliti mengenai bagaimana interaksi lintas budaya (cross-cultural) melalui media sosial Youtube Maangchi mempengaruhi globalisasi kuliner Korea. Untuk menjawab pertanyaan itu penelitian ini menggunakan metode analisis isi kualitatif Schreier (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi ­cross-cultural dalam saluran Maangchi memberikan pengaruh positif terhadap globalisasi kuliner Korea, seperti mempererat hubungan antara komunitas global peminat kuliner Korea dan memberikan informasi daring terpercaya mengenai kuliner autentik Korea. Selain itu, Maangchi juga mampu menjembatani orang-orang dengan latar belakang budaya yang beragam untuk memahami kuliner Korea melalui penyampaian informasi yang praktis, bersifat adaptif, subtitutif, dan terbuka."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rismawati
"Skripsi ini membahas budaya minum minuman beralkohol dalam kehidupan sosial masyarakat Korea. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami budaya minum minuman beralkohol dari segi sosial kehidupan masyarakat Korea. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah budaya minum minuman beralkohol di Korea adalah sesuatu yang tidak bisa dihilangkan dari kehidupan sosial masyarakat karena budaya ini adalah budaya yang sudah ada sejak zaman dahulu dan memiliki peran penting dalam kehidupan social masyarakat Korea.

The focus of this study is drinking culture in the social life of Korean society. The purpose of this study is to know and understand drinking culture in the social life of Korean society in more detail. This research is qualitative descriptive interpretive. To support this research, the researcher collected a variety of written data sources relevant to the theme of this thesis, ranging from books to articles in the internet.
The results of this study is drinking culture in Korea is something that can not be remove from the social life because this culture is a culture that already exists since ancient times and has an important role in the social life of Korean society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S456
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yosepine Christina
"Klithih merujuk pada aksi kekerasan di jalanan Yogyakarta pada malam hari. Fenomena ini tidak terbatas pada perilaku iseng remaja, namun telah berubah menjadi subkultur yang kompleks di Yogyakarta. Tugas karya akhir ini membahas bagaimana  klithih dilihat masyarakat sebagai perilaku yang bersifat kriminogenik sedangkan klithih dikontestasikan sebagai kegiatan kultural oleh pelaku klithih itu sendiri. Adanya perbedaan pandangan tersebut tidak lepas dari eksistensi konflik budaya. Pengumpulan data diperoleh melalui studi literatur. Pembahasan tulisan ini dibantu dengan perspektif kriminologi budaya dan teori subkultur delinkuen milik Albert Cohen, serta konsep kebudayaan, konfllik budaya dan subkultur. Hasilnya,  konflik budaya antara pelaku klithih dengan masyarakat Yogyakarta terjadi karena adanya perbedaan interpretasi terhadap nilai dan norma yang ada. Konflik budaya menjadi akar dari pembentukan wacana yang cenderung negatif terhadap klithih sebagai

Klithih refers to violent acts on the streets of Yogyakarta at night. This phenomenon is not limited to juvenile fad behavior, but has turned into a complex subculture in Yogyakarta. This final project discusses how klithih is seen by the community as criminogenic behavior while klithih is contested as a cultural activity by the klithih actors themselves. The existence of these different views cannot be separated from the existence of cultural conflicts. Data collection was obtained through literature study. The discussion of this paper is assisted by the perspective of cultural criminology and delinquent subculture theory by Albert Cohen, also the concept of culture, cultural conflict and subculture. As a result, cultural conflicts between klithih actors and the people of Yogyakarta occur because of different interpretations of existing values and norms. Cultural conflict is the root of the formation of discourse that tends to be negative towards klithih as a reactive subculture in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yosepine Christina
"Klithih merujuk pada aksi kekerasan di jalanan Yogyakarta pada malam hari. Fenomena ini tidak terbatas pada perilaku iseng remaja, namun telah berubah menjadi subkultur yang kompleks di Yogyakarta. Tugas karya akhir ini membahas bagaimana klithih dilihat masyarakat sebagai perilaku yang bersifat kriminogenik sedangkan klithih dikontestasikan sebagai kegiatan kultural oleh pelaku klithih itu sendiri. Adanya perbedaan pandangan tersebut tidak lepas dari eksistensi konflik budaya. Pengumpulan data diperoleh melalui studi literatur. Pembahasan tulisan ini dibantu dengan perspektif kriminologi budaya dan teori subkultur delinkuen milik Albert Cohen, serta konsep kebudayaan, konfllik budaya dan subkultur. Hasilnya, konflik budaya antara pelaku klithih dengan masyarakat Yogyakarta terjadi karena adanya perbedaan interpretasi terhadap nilai dan norma yang ada. Konflik budaya menjadi akar dari pembentukan wacana yang cenderung negatif terhadap klithih sebagai reactive subculture di masyarakat.

Klithih refers to violent acts on the streets of Yogyakarta at night. This phenomenon is not limited to juvenile fad behavior, but has turned into a complex subculture in Yogyakarta. This final project discusses how klithih is seen by the community as criminogenic behavior while klithih is contested as a cultural activity by the klithih actors themselves. The existence of these different views cannot be separated from the existence of cultural conflicts. Data collection was obtained through literature study. The discussion of this paper is assisted by the perspective of cultural criminology and delinquent subculture theory by Albert Cohen, also the concept of culture, cultural conflict and subculture. As a result, cultural conflicts between klithih actors and the people of Yogyakarta occur because of different interpretations of existing values and norms. Cultural conflict is the root of the formation of discourse that tends to be negative towards klithih as a reactive subculture in society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mufidah Li Silmi
"Menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia tidak sebanding dengan tingkat kesadaran masyarakat Korea Selatan yang masih rendah dalam budaya donasi. Munculnya ketidakpercayaan terhadap organisasi amal menjadi salah satu hambatannya. Sementara Korea Selatan merupakan negara yang sangat kental dengan ajaran Konfusianisme yang telah menjadikan masyarakatnya memiliki jiwa altruistik. Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk menjelaskan fenomena budaya donasi di dalam masyarakat Korea. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif analisis. Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan ini berdasarkan pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan rendahnya tingkat partisipasi masyarakat Korea dalam berdonasi bukan karena budaya donasi belum mengakar di Korea, melainkan masyarakat Korea telah mempunyai cara tersendiri dalam melakukan donasi.

Being one of the fastest growing economies countries in the world is not comparable to the level of Korean society awareness that has been low on donation culture. Lack faith in charitable organization is one of the obstacles. Meanwhile, South Korea is a country that is very thick with Confucian thought that make Koreans have altruistic soul. The purpose of this journal is to explain the cultural phenomenon of donating in Korean society. This journal applies descriptive analysis method by collecting secondary data. The result of this research shows the low level of Korean society participation in donating not because donation culture is has not taken root in Korea, but Korean society has its own way of making donation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Cahaya Aanisah
"Haenyeo adalah penyelam perempuan yang berasal dari Pulau Jeju, Korea Selatan. Mereka bekerja menyelam lautan dengan menahan napas untuk mengumpulkan berbagai hasil laut. Sebagai salah satu bagian dari Pulau Jeju yang memperlihatkan keunikan budayanya, terdapat berbagai karya sastra yang mengangkat tema tentang haenyeo. Salah satu contohnya adalah drama yang berjudul Urideurui Beulluseu (Our Blues). Penelitian ini bertujuan untuk menelaah representasi kehidupan haenyeo melalui isu-isu yang terlihat pada kisah haenyeo dalam drama Our Blues. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori semiotika John Fiske dengan metode penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi kehidupan haenyeo dalam drama Our Blues terlihat melalui isu modernisasi, budaya kolektif, homogenitas, hierarki, dan individualisme. Isu modernisasi memperlihatkan dampak positif dan negatif dari modernisasi terhadap haenyeo. Sementara itu, budaya kolektif dan homogenitas pada kisah haenyeo memperlihatkan nilai dan aturan yang ada dalam komunitas haenyeo. Kisah haenyeo juga memperlihatkan isu hierarki melalui tokoh Chun-Hui sebagai seorang sanggun haenyeo yang dihormati oleh haenyeo lainnya. Di sisi lain, tokoh Yeong-Ok memperlihatkan isu individualisme dari sikapnya yang tidak mengikuti aturan dan hanya berfokus pada dirinya sendiri.

Haenyeo is a female diver who originated from Jeju Island, South Korea. They work by diving into the ocean by holding their breath to collect various seafood. As part of Jeju Island which shows its unique culture, several literary works brought a theme about haenyeo. One of the examples is a drama called Urideurui Beulluseu (Our Blues). This research aims to analyze the representation of haenyeo’s life in the Korean drama Our Blues through issues that seen in haenyeo’s story in the Our Blues drama. In this research, the author used John Fiske’s semiotic theory with qualitative descriptive research methods. The result of this research shows that the representation of haenyeo’s life in Our Blues drama seen through the issues of modernization, collectivist culture, homogeneity, hierarchy, and individualism. The modernization issue shows the positive and negative impact of modernization on haenyeo. Meanwhile, collectivist culture and homogeneity in the haenyeo’s story show the value and rules in the haenyeo community. The haenyeo’s story also shows the hierarchy issue from the figure of Chun-Hui as a sanggun haenyeo who is respected by other haenyeo. On the other hand, the figure of Yeong-Ok shows the individualism issue from her attitude that doesn’t follow the rules and only focus on herself."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Allya Shafira
"K-POP merupakan salah satu media yang efektif dalam menjalankan diplomasi budaya Korea Selatan dengan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam 5 tahun terakhir, beberapa e-commerce indonesia menghadirkan acara yang menampilkan para artis K-POP, sehingga masyarakat indonesia semakin akrab dengan hal-hal yang berkaitan dengan K-POP dan Korean Wave. Penelitian ini menjelaskan peran e-commerce Indonesia dalam memperluas keefektifan diplomasi budaya Korea Selatan di Indonesia. Dengan memfokuskan pada kehadiran para artis K-POP di Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran E-commerce, khususnya Shopee Indonesia dan Tokopedia, dalam diplomasi budaya Korea Selatan di Indonesia. Metode penelitian yang diterapkan adalah deskriptif-analisis. Penelitian ini menemukan bahwa E-commerce Indonesia berkontribusi penting dalam pembentukan persepsi positif masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan dengan memfasilitasi kegiatan diplomasi budaya dan mengemasnya dalam kegiatan yang dapat menghibur masyarakat Indonesia. Ditemukan juga bahwa tingkat penggunaan media sosial di Indonesia memiliki pengaruh dalam memicu fenomena keterlibatan e-commerce Indonesia dalam pelaksanaan diplomasi budaya Korea Selatan di indonesia.

K-POP is one of the leading media used by the South Korean government to implement cultural diplomacy with countries in the world, including Indonesia. In the last 5 years, several Indonesian e-commerce companies have presented events featuring K-POP artists, which made K-Pop and Korean Wave became increasingly familiar to the Indonesian public. This study aims to explain the role of Indonesian e-commerce in enhancing the effectiveness of South Korean cultural diplomacy in Indonesia. By focusing on the presence of K-POP artists in events held by Shopee Indonesia and Tokopedia, this research aims to analyze their role in South Korean cultural diplomacy in Indonesia. The research method applied is descriptive-analysis. The findings show that Indonesian e-commerce have made significant contributions to the Indonesian public's positive perceptions of South Korea by facilitating cultural diplomacy activities and packaging them in activities that Indonesian people would find entertaining. Statistics on social media usage in Indonesia also have an influence on the phenomenon of Indonesian e-commerce involvement in the implementation of South Korean cultural diplomacy in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>