Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71361 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Michelle
"Tesis ini membahas mengenai pelanggaran jabatan Notaris yang merangkap sebagai Ketua Program Studi Magister Kenotariatan pada Perguruan Tinggi Swasta. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipologi bersifat deskriptif analitis. Permasalahan dalam tesis ini berkaitan dengan Kepala Program Studi Magister Kenotariatan pada suatu Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Timur yang juga menjabat sebagai Notaris dapat dikategorikan telah melakukan rangkap jabatan dan akibat hukum terhadap akta yang dibuat oleh Notaris tersebut. Hasil penelitian ini adalah Notaris yang merangkap jabatan sebagai Ketua Program Studi Magister Kenotariatan pada Perguruan Tinggi Swasta telah melanggar Pasal 17 ayat (1) huruf f dan Pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 juncto Pasal 3 angka 4 Kode Etik Notaris dan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. Akta yang dibuat oleh Notaris yang merangkap jabatan tersebut tetap merupakan akta autentik selama Notaris tersebut belum diberhentikan oleh Menteri serta tetap memenuhi ketentuan Pasal 38 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014, Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Saran dalam penelitian ini adalah seharusnya apabila Notaris tersebut dibuktikan telah merangkap jabatan sesuai dengan prosedur pembuktian yang berlaku maka Notaris tersebut diberikan sanksi berupa pemberhentian baik pemberhentian sementara atau pemberhentian dengan tidak hormat dan seharusnya terdapat ketentuan bagi siapapun yang akan menjadi Dosen Tetap untuk menyertakan surat keterangan yang menyatakan bahwa dirinya tidak sedang merangkap jabatan yang dilarang dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang berlaku.

This thesis discussed the violation of notarial role whereas a public notary held another position as the Head of Master of Notarial Study Program at a private university. In order to conduct this research, writer used literature research method which was normative-juridical and with a descriptive-analytic typology. The issue within this thesis was the Head of Notarial Study Program at a private university in East Java who was also a public notary, can be categorized as conducting a double role and the legal consequences of the notarial deeds made before such public notary. The result to this research was the public notary which conducted a double role as the Head of Notarial Study Program at a private university has violated Article 17.1.f and Article 16.1.a Law Number 2 Year 2014 juncto Article 3.4 Public Notary Ethic Code and Article 4.2 Law Number 30 Year 2004. Deeds made before public notary who conducted a double role, to be deemed as authentic deeds as long as said public notary has not yet been dismissed by the Minister of Law and Human Rights Republic of Indonesia and to remain compliant to Article 38 Law Number 2 Year 2014, Article 1320 Civil Code, and other prevailing regulations. This research suggested that said public notary should be dismissed whether if it is temporarily or without honor, should the legal procedure shown that the public notary has indeed conducted a double role. Furthermore, it should be regulated for anyone who would like to proceed as a full-time lecturer to submit a declaration letter which mentioned that they do not conduct a double role as specifically prohibited by the laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Eka Pradana
"Tesis ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian doktrinal untuk menganalisis mengenai 2 (dua) hal, yaitu tentang bagaimanakah akibat hukum rangkap jabatan Notaris terhadap keautentikan akta-akta yang telah dibuat oleh Notaris dan bagaimanakah tanggung jawabnya. Sejatinya untuk menjadi seorang Notaris dibutuhkan serangkaian persyaratan yang perlu dipenuhi. Setelah persyaratan tersebut terpenuhi, maka seseorang dapat diangkat menjadi seorang Notaris oleh Negara melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia secara atribusional berdasarkan Undang-Undang. Salah satu persyaratan tersebut adalah tidak sedang mengemban status sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, ataupun jabatan-jabatan lain yang dilarang oleh undang-undang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris. Pada kenyataanya, masih dapat ditemukan pelanggaran seperti halnya simulasi kasus berdasarkan kasus nyata yang digunakan untuk membuat analisa pada tesis ini. Ketika seseorang menjabat sebagai seorang Notaris, orang tersebut memiliki kewenangan untuk membuat sebuah akta Notaris. Akta Notaris ini merupakan akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian absolut dalam sebuah peradilan. Ketika seorang Notaris melakukan rangkap jabatan, maka mereka akan kehilangan kecakapan sebagai seorang pejabat umum dan kehilangan kewenangan untuk membuat akta autentik. Hal ini didasarkan pada Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa sebuah akta hanya dapat diperlakukan sebagai akta autentik jika akta tersebut dibuat oleh pejabat umum yang cakap. Maka dari itu, ketika ada seorang Notaris yang terbukti telah memalsukan persyaratan yang perlu ia lengkapi untuk menjadi seorang Notaris dan tetap diangkat menjadi seorang Notaris serta membuat akta-akta autentik selama Notaris tersebut menjabat, maka akta tersebut hanya memiliki kekuatan dibawah tangan karena Notaris tersebut tidak memiliki kewenangan ataupun kecakapan sebagai seorang pejabat umum yang sah. Serta, dikarenakan telah memalsukan persyaratan yang diperlukan untuk menjadi seorang Notaris dan telah merugikan kepentingan bersama terutama klien-klien Notaris serta mencoreng nama baik Notaris, maka Notaris tersebut harus diberhentikan dengan tidak hormat dan juga mempertanggungjawabkan setiap kerugian yang timbul akibatnya.

This thesis was created using doctrinal research methods to analyze 2 (two) things, namely the legal consequences of having a Notary's dual position on the authenticity of the deeds that have been made by the Notary and what their responsibilities are. In fact, to become a Notary you need a series of requirements that need to be met. Once these requirements are met, a person can be appointed as a Notary by the State through the Minister of Law and Human Rights in an attributional manner based on the Law. One of these requirements is that you are not currently holding the status of a civil servant, state official, advocate, or other position that is prohibited by law from being concurrently with the position of Notary. In reality, violations can still be found, such as in the reality-based case simulations used to make the analysis in this thesis. When someone serves as a notary, that person have the authority to make a notarial deed. This Notarial Deed is an authentic deed that has absolute evidentiary power in a court of law. When a Notary holds multiple positions, they will lose their skills as a public official and lose their authority to make authentic deeds. This is based on Article 1869 of the Civil Code which states that a deed can only be treated as an authentic deed if the deed is made by a competent public official. Therefore, when a Notary is proven to have falsified the requirements that he needs to complete to become a Notary and is still appointed as a Notary and makes authentic deeds while the Notary is in office, then the deed only has the power under the hand of the Notary. does not have the authority or competence as a legitimate public official. Also, because he has falsified the requirements necessary to become a Notary and has harmed the common interest, especially the Notary's clients and tarnished the Notary's good name, the Notary must be dishonorably dismissed and also be held responsible for any losses that arise as a result."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raissa Anjani
"Keberadaan covernote yang dikeluarkan oleh Notaris pada praktiknya sangat berperan penting dalam pelaksanaan pencairan dana kredit yang diberikan oleh Bank. Hal ini dikarenakan seringkali objek jaminan kredit yang diberikan oleh debitur masih dalam proses yang belum dapat diselesaikan, sehingga diperlukan adanya keterangan dari Notaris yang dapat memberikan kepercayaan kepada bank bahwa proses pengikatan jaminan akan segera dilakukan. Dalam praktek, permasalahan dapat terjadi apabila kredit dicairkan dengan berdasar pada covernote, namun proses pengikatan dengan Hak Tanggungan belum terpenuhi dengan sempurna. Penelitian ini mengangkat kasus yang terjadi dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 5/PDT/2019/PT BJM, dimana bank telah mencairkan dana kredit padahal proses pembebanan Hak Tanggungan belum dilakukan, bahkan proses balik nama sertifikat keatas nama debitur belum selesai. Sehingga penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu mengenai kedudukan covernote sebagai dasar untuk pencairan kredit dan kekuatan covernote untuk pencairan dana kredit yang objek jaminannya belum dibebankan dengan Hak Tanggungan pada putusan Nomor 5/PDT/2019/PT BJM. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan analisis kualitatif, menggunakan data sekunder. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kedudukan covernote hanyalah sebagai salah satu syarat untuk pencairan kredit.Dasar untuk dilakukannya pencairan kredit bukan karena adanya covernote, melainkan setelah bank sudah mendapatkan keyakinan terhadap debiturnya. Kekuatan Covernote hanya sebagai surat keterangan yang tidak mengikat para pihak dan tidak dapat menjadi jaminan dari Notaris, sehingga Bank tidak dapat berlindung begitu saja dibalik covernote untuk dapat melakukan pembenaran dalam pencairan kredit. Sebelum mencairkan kredit, bank harus melakukan penilaian terhadap 5C (Character, Capital, Capacity, Collateral, Condition of Economy)

The existence of covernote issued by Notary in practice plays an important role for disbursement of credit funds provided by the Bank. This is due to the fact that the object of credit gurantees given by debtors is still in the process of being completed, so it is necessary to have a statement from Notary who can give faith to the Bank that the process of binding the guarantee will be carried out soon. There are many problems that can arise from covernoteisuued by Notary. In practice, problems can occur if the credit is disbursed based on the covernote, but the binding process with the Mortgage has not been fulfilled perfectly. This research raises the case that occurred in the High Court Decision Number 5/PDT/2019/PT BJM, where the Bank has disbursed credit funds eventhough the process of transferring the name of the debtor has not been completed. So this research raises issues regarding the position of the covernote for the disbursement of credit funds whose collateral objects have not been charged with Moortgage in High Court Decision Number 5/PDT/2019/PT BJM. This research was analyzed using normative juridical research methods and qualitative analysis, using secondary data. From the results of the research, it was found that the covernote position was only one of the conditions for credit disbursement. The basis for credit disbursement is not because of a covernote, but after the bank has gained faith in the debtor. The power of the covernote is only as a certificate that is not binding on the parties and cannot be a gurantee from a Notary, so that the bank cannot simply hide behind the covernote to be able to justify the disbursement of credit. Before disbursing credit, bank must assess the 5C (character, capital, capacity, collateral, condition of economy). "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lokapita Gusthia
"Tesis ini membahas mengenai Peran Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) Dalam Pelaksanaan Pasal 66 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pasal 66 Undang-Undang jabatan Notaris. Bentuk penelitian yang digunakan adalah preskriptif dengan menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier.Tesis ini membahas lingkup kewenangan dan tata kerja Majelis Pengawas Daerah Notaris yang di maksud dalam Pasal 66 UUJN, Kedudukan MPDN dalam Pasal 66 UUJN dengan Kekuasaan Kehakiman serta Pelaksanaan Pasal 66 UUJN sebelum dan setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 49/PUU-X/2012. Selain itu juga tesis ini menganalisa Putusan MPDN Kota Bogor Nomor: 04/MPDN/Kota Bogor/III/2013. Kewenangan MPDN dalam pasal 66 UUJN adalah kewenangan khusus yang tidak dimiliki oleh Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat. MPDN berwenang memberikan keputusan apakah notaris yang bersangkutan berhak hadir atau tidak. Kewenangan tersebut membuat MPDN sebagai Badan Peradilan non formal, dimana MPDN sebagai panjang tangan dari Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham RI) yang memberikan delegasi fungsi pengawasan nya kepada MPDN. Kemenkumham RI merupakan Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, sehingga hal ini membuat MPDN juga sebagai Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mana Keputusan MPDN dapat dijadikan objek Keputusan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara berada dibawah lingkup kekuasaan kehakiman berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga MPDN disini juga berada dibawah kekuasaan kehakiman namun karena kedudukannya tidak disebutkan atau dijelaskan dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, maka hal tersebut menempatkan MPDN sebagai Peradilan non formal. Keberadaan MPDN sebagai peradilan non formal dihapuskan oleh Keputusan MK Nomor 049/PUU-X/2012 yang mengabulkan uji materil pasal 66 UUJN, yang menyatakan keputusan MPDN tidak berkekuatan hukum tetap dengan mengapus frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah”. Oleh karena itu semenjak dikeluarkannya Putusan MK tersebut penyidik atau penuntut umum dalam hal pemanggilan notaris tidak memerlukan ijin MPDN.

This thesis discusses the role of Notary Local Supervisor Council in the implementation of Article 66 of Law on Notarial Position. As a part of normative law research with emphasizes on descriptive analysis, this project aims to provide an overview of the implementation of Article 66 of Law on Notarial Position. Prescriptive method is used by obtaining secondary data source consisting of primary, secondary, and tertiary law materials. This thesis discusses the scope of authority and governance of Notary Local Supervisor Council as stated in Article 66 of Law on Notarial Position, the Council‟s position within the judiciary power according to the Article 66 of Law on Notarial Position, and the implementation of Article 66 of Law on Notarial Position following the issuance of Constitutional Court‟s Decision No. 49/PUU-X/2012. Furthermore, this thesis also analyses the City of Bogor‟s Notary Local Supervisor Council‟s Decision No. 04/MPDN/Kota Bogor/III/2013. Notary Local Supervisor Council‟s authority, as stated in the Article 66 of Law on Notarial Position, possesses a special authority not shared by Regional Supervisor Council or Central Supervisor Council. Notary Local Supervisor Council reserves the right to decide the eligibility of a notary to attend the Council, which practically makes the Council a non-formal judiciary institution and therefore a representative of the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia. The Ministry reserves the right to delegate its supervisory function to Notary Local Supervisor Council. The Indonesian Ministry of Law and Human Rights is a State Administration Institution/Office, so the Notary Local Supervisor Council is also considered as a State Administration Institution/Office. This position implies that the Council‟s decisions might also be considered objects of State Administration Decision. The State Administrative Court is under the auspices of national judiciary power according to Law No. 48 of 2009 on Judiciary Power. This Law thus places Notary Local Supervisor Council under the auspices of national judiciary power. However, because its position is not specifically stated or elaborated in the Law, the Notary Local Supervisor Council falls under the category of non-formal judiciary institution. Notary Local Supervisor Council‟s role as a non-formal judiciary institution was ended by Constitutional Court‟s Decision No. 049/PUU-X/2012. The Court passed the judicial review of the Article 66 of Law on Notarial Position, which rules that the Council‟s decisions are not legally binding, by omitting the phrase “subject to the approval of Local Supervisor Council”. Following the issuance of the Constitutional Court‟s Decision, public prosecutors and investigators thus no longer need the Council‟s approval to summon notaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Gempita Padama
"Penelitian ini membahas mengenai pelanggaran pelaksanaan jabatan yang dilakukan oleh seorang notaris dengan melakukan rangkap jabatan yang dilarang oleh UUJN dalam Pasal 3 dan Pasal 17. Pelanggaran pelaksanaan jabatan ini diketahui oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD) Papua tetapi tidak ditindak lanjuti dengan tegas. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan ketentuan larangan rangkap jabatan dalam Undang-Undang; mengenai optimalisasi pelaksanaan tugas Majelis Pengawas Daerah; dan kekuatan akta autentik yang dibuat oleh Notaris yang melakukan rangkap jabatan. Metode penelitian berupa yuridis-normatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan didukung dengan wawancara dengan informan. Analisis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil analisis dalam penelitian ini adalah pelaksanaan ketentuan larangan rangkap jabatan dalam prakteknya masih dilanggar oleh notaris dan menimbulkan terjadinya benturan kepentingan antara jabatan notaris dengan jabatan yang dirangkapnya; Optimalisasi kinerja pengawasan dan pembinaan dari Majelis Pengawas Daerah masih kurang karena alasan administratif mutasi jabatan, dan akta autentik yang dibuat oleh notaris yang melakukan rangkap jabatan aktanya terdegradasi. Temuan penelitian bahwa diperlukan mekanisme yang tepat dalam pemilihan organ Majelis Pengawas Notaris dan diperlukan landasan penegakkan hukum yang kokoh dalam pengawasan sehingga kinerja MPD dalam pengawasan lebih baik lagi dan penuh tanggung jawab; MPD perlu meningkatkan kinerja pengawasan dan pemeriksaan rutin terhadap notaris dan bagi notaris hendak memiliki kesadaran penuh bahwa jabatan notaris adalah jabatan yang mulia sehingga Notaris harus menjalankan tugas jabatannya dengan penuh tanggung jawab.

This study discusses about the contravention of a notary who does multiple positions prohibited by UUJN in Article 3 and Article 17 and Ethical Code of Notary. This Violation known by the MPD but they don’t followedup the case. The main concern of the study is to discuss about the implementation of the prohibition of multiple positions in UUJN; the optimalization of Majelis Pengawas Daerah and and the power of authentic deeds made by a Notary who holds multiple positions. The study uses a normative juridical method, secondary data and supported by interviews with informants. The study also uses a qualitative analysis. The result shows that in practical, there is still contravention by a notary and causing a conflict of interest between the notary position and other positions he occupies. Optimalization of supervision and development from MPD is still minimum hence administrative reasons, and authentic deeds made by notaries who carry out concurrent positions are degraded.  This study founds that a precise mechanism is needed in choosing the MPN component/members, thus a strong foundation of law enforcement in supervising the MPD performance is needed. MPD needs to improve their supervising perfomance and routine investigation of notary, while a notary needs to fully alert that he must carry his duty with full responsibility."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
R 378.15 Uni p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Universitas Indonesia, 1993
R 378.598 Buk
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Grahadita Imas Utami
"ABSTRAK
Notaris adalah profesi yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
membuat akta autentik. Dalam pembuatan akta autentik tersebut, Notaris harus
tidak boleh memihak, mandiri, seksama, dan cermat. Selain itu, untuk membatasi
kewenangannya, maka Notaris diberikan batas untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya. Salah satu pembatasannya adalah dengan larangan untuk
merangkap jabatan. Seperti yang telah terjadi dalam Putusan Majelis Pengawas
Wilayah Notaris Nomor :10/PTS/Mj.PWN.Prov.DKI.Jakarta/XII/2014 dalam
perkara antara N. melawan H. Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta telah memeriksa dan memutuskan perkara
mengenai adanya rangkap jabatan yang dilakukan oleh H yakni seorang Notaris
Pengganti sekaligus Komisaris dan Direktur sebuah perseroan. Proses
pemeriksaan yang terjadi, serangkaian acara pemeriksaan, penjatuhan sanksi pada
Notaris yang merangkap jabatan dalam pelanggarannya terhadap UUJN
menunjukkan adanya kerapuhan dalam rohani manusia diikuti dengan kurangnya
wawasan hukum.

ABSTRACT
Notary as public officials run an authority to legitimize deeds as given by the
government stated in the Law of Notary Position. On the authoring process, a Notary
should be independent, thourough, impartial and careful. To run their essential duties,
government, as ordered by the law, a Supervisory council have to be established. To limit
their power of authoring deeds, the law strictly prohibited a Notary having concurrent
positions. Case Study Analysis Over Decision of Territorial Examiner Council January 14th
2015 Number 10/PTS/MJ.PWN.Prov.DKI.Jakarta/XII/2014 concluded that a Notary will
grounded after proven violating the law related to having concurrent positions. In the
case, it is told that H is a Notary who have concurrent positions as a locally-owned
enterprises or private entities. An examination conducted upon the report of the case
subsequently followed by a verdict. Concurrent positions in the Law of Notary Position is
a violation of the law and merely not only because they deliberate to commit, but also
there was a lack of knowledge."
2017
T48140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Fatima Zahra
"Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Notaris dan PPAT dalam praktik jual beli tanah hak milik dan bagaimana penyelesaian masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan jual beli tanah hak milik yang aktanya dibuat di hadapan Notaris yang merangkap jabatan sebagai PPAT di luar wilayah jabatan Notaris. Khususnya mengenai kewenangan seorang Notaris dan PPAT dalam membuat aktanya sesuai dengan wilayah jabatannya, dan akibat hukum terhadap Notaris dan PPAT terhadap pribadi dan akta yang dibuatnya. Dalam penulisan tesis ini metode penelitian yang dipakai adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif melalui pengumpulan data sekunder berupa bahan-bahan kepustakaan dan juga melakukan wawancara secara tertulis untuk mengetahui kejelasan mengenai akibat hukum terhadap pelanggaran wilayah jabatan oleh Notaris dan PPAT selaku pejabat umum.

Method research that were using in this thesis is a literature method which has a normative jurisdiction through secondary data collection that contains of literature materials and conducting in written interview in order to learn the clarification of causal law of office breaking area by notary and PPAT as general public, The purpose of this research is to learn on how notary and PPAT?s role in making a transaction Deed, the deed drawn up before the notary whom also act as land deed maker outside the notary office. Particularly of Notary and PPAT authorization in which the deed issue must in accordance with their position area and what consequence of office breaking area by law for Notary and PPAT for the notary themselves and Deeds are made shall be reviewed by Constitution number 30 year of 2004 and Notary Ethical Code. During his service a Notary has not only posses a law skills but he must responsible and nobility and ethic manner, therefore it is important for Notary to comprehend and understood of which action shall be determined as breaking the Law or Ethical Code and of what sanction would be imposed to whom committed the violation of law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29449
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuanita Ika Putri
"Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki wewenang membuat akta otentik. Pembuatan akta otentik tidak hanya didasarkan karena adanya keinginan para pihak tetapi juga karena adanya keharusan yang ditetapkan oleh undangundang. Salah satu undang-undang yang mengharuskan perbuatan hukum dibuat dalam akta notaris adalah Undang-undang No. 40 Tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas. Bentuk akta Notaris yang diharuskan UUPT adalah Akta Pernyataan Keputusan Rapat dan Berita Acara RUPS.Notaris dalam menjalankan wewenangnya diberi sejumlah kewajiban dan larangan-larangan yang diatur dalam Undang-undang Jabatan Notaris.Namun dalam praktek sering dijumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris baik disengaja maupun tidak.
Dalam putusan MPPN No.02/B/Mj.PPN/VIII/2010 terjadi pembuatan akta pernyataan keputusan rapat dan Berita Acara RUPS-LB dengan nomor dan tanggal sama.Berita Acara RUPS-LB tersebut dibuat tanpa ada minuta yang mendasarinya.Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-undang Jabatan Notaris.Majelis Pengawas Notaris memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif karena menekankan pada penggunaan data sekunder.Hasil penelitian menyatakan bahwa perbuatan Notaris membuat Berita Acara RUPS-LB tanpa minuta yang mendasarinya dapat dikenai sanksi pidana, sanksi berupa teguran lisan tersebut terlalu ringan. Berita Acara RUPS-LB tidak mempunyai kekuatan selain hanya sebagai akta palsu karena tidak ada minuta yang mendasarinya.

Notary is a public official who has authority to draw up an authentic deed. The drawing up of an authentic deed is not based solely on the desires of the parties, but it is also required by law. One of the laws which require a certain legal action to be concluded in a notarial deed is Law No. 40 of 2007 on Limited Liability Companies ("UUPT"). The forms of notarial deed required by UUPT are Deed of Meeting Resolution Statement and Minutes of General Meeting of Shareholders (RUPS). In carrying out their authorities, Notaries are bound by certain obligations and prohibitions which are provided under the Law on Notarial Title. However, in practice, infringement committed whether intentionally or unintentionally by Notaries are often found.
In the decision of Notary Central Supervisory Council ("MPPN") No.02/B/Mj.PPN/VIII/2010, a case was made out of the drawing up of a deed of meeting resolution statement and Minutes of Extraordinary General Meeting of Shareholders which have the same number and date. This is clearly a infringement according to the Law on Notarial Title. The Notary Supervisory Council handed down a ruling penalizing the violator with administrative sanction in a form of verbal warning. This thesis utilizes normative jurudicial approach method because it emphasizes the use of secondary data. The result of the research concludes that the Notary`s action in drawing up Minutes of Extraordinary General Meeting of Shareholders without any minutes serving as the basis may be penalized with criminal sanction, while verbal warning would only serve as a very light punishment. Minutes of Extraordinary General Meeting of Shareholders does not have any binding force other than forged deed since there are no minutes to support it."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T29435
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>