Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51865 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shinta Eka Febriana
"Film merupakan sebuah media penyampaian pesan yang dapat membentuk dan mempengaruhi khalayak berdasarkan muatan pesan yang terkandung di dalamnya. Salah satu tujuan dalam pembuatan sebuah film ialah merepresentasikan kejadian-kejadian yang ada di dunia nyata dengan menyelipkan ideologi dari para pembuatnya, seperti halnya dengan film Black Panther. Menggunakan metode studi literatur, tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana representasi kelompok kulit hitam yang terdapat dalam film Black Panther. Representasi tersebut dapat dilihat dari segi budaya, bahasa (aksara) dan identitas dari kelompok mereka. Tulisan ini juga menjelaskan bagaimana identitas dari kelompok mereka yang ditampilkan dalam film dan kehidupannya di dunia nyata, serta persepsi dari masyarakat dunia mengenai kulit hitam itu sendiri.

Film is a medium for delivering messages that can shape and influence audiences based on the messages that contained in them. One of the goals in making a film is to represent the events that exist in the real world by using the value of the ideology of the makers, such as discussing the film Black Panther. Using the literature study method, this paper is intended to see how the representation of black skin in the Black Panther film. The representation can be seen in terms of culture, language (script) and the identity of their group. This paper also explains how the identities of their groups are involved in film and life in the real world, as well as peoples perceptions of blacks themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Kamila
"Berpusat pada narasi komunitas Palestina-Amerika, Amreeka (2009) adalah film indie yang telah dikaji melalui perspektif gender dan Psikologi. Untuk mengisi ruang kosong dari penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan perspektif postkolonial dalam menganalisis representasi stereotip komunitas Arab-Amerika serta perbedaan perlakuan terhadap mereka yang dipengaruhi oleh unsur ras dan gender. Penelitian ini menggunakan teori cultural representation oleh Stuart Hall dan teori intersectionality oleh Kimberly Crenshaw untuk mengkaji dialog, kiasan, dan aspek visual dalam film. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah upaya film Amreeka untuk mengedepankan keragamaan dari komunitas Arab-Amerika berhasil serta bagaimana gender dan ras saling berpengaruh dalam menciptakan perbedaan perlakuan terhadap karakter-karakter Arab-Amerika di film Amreeka. Hasil pengamatan terhadap perkembangan karakter dan alur cerita menunjukan bahwa Amreeka berhasil dalam memberikan representasi keragaman di komunitas Arab-Amerika dan juga hubungan ras dan gender dalam menciptakan perbedaan perlakuan di komunitas tersebut.

Centering on the narrative of the Palestinian American, Amreeka (2009) is an American indie movie that has been examined through gender and psychological perspective. In order to fill in the gap of previous works, this paper uses the postcolonial perspective in analyzing the representation of stereotyping as well as race and gender othering in the movie. Stuart Hall‟s framework of cultural representation and Kimberly Crenshaw's theory of intersectionality will be used to examine the movie‟s dialogue, allusion, and visual aspect. This paper intends to find out whether or not the movie‟s attempts to highlight the diversity of Arab Americans successful as well as how gender and race intersect in creating the feeling of „otherness‟ towards the characters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Desy Angraini
"Black Panther (2018) adalah film superhero kulit hitam pertama dari Marvel Cinematic Universe yang dijadikan sebagai momentum untuk selebrasi kebudayaan orang kulit hitam dengan cara menampilkan kehebatan dan superioritas mereka. Berdasarkan film Hollywood sebelumnya, orang kulit hitam selalu digambarkan dengan cara yang negatif, disaat orang kulit putih digambarkan dengan cara yang lebih positif. Dengan menggunakan konsep supremasi kulit putih dari Leonardo (2004), konsep imperialisme dari Narayan dan Huggins (2017), dan juga konsep kolonialisme dari Emerson (1969), penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana ide-ide supremasi orang kulit putih digambarkan dalam film Black Panther. Dalam penelitian ini ditemukan bagaimana ide-ide dari supremasi orang kulit putih digunakan dalam film Black Panther sebagai selebrasi orang kulit hitam, pada awalnya hal tersebut dikritisi oleh film ini. Penelitian ini berkontribusi untuk studi kebudayaan orang kulit hitam, khususnya dalam kritik terhadap supremasi kulit putih dalam film kulit hitam dengan menunjukan bagaimana dan mengapa hal ini bermasalah.

Black Panther (2018) is the first black superhero film from Marvel Cinematic Universe that was
used as a momentum to celebrate black culture by showing the greatness and superiority of black people. Throughout previous Hollywood films, Black people were usually portrayed negatively, while White people would be depicted more positively. Using Leonardos (2004) method of white supremacy, Narayan and Hugginss (2017) method of imperialism, and Emersons (1969) method of colonialism, this research aims to analyse how white supremacy ideas reflected in Black Panther. The finding of this research is that Black Panther used the ideas of white
supremacy to celebrate black culture, which at first had been criticized by this film. This research contributes to black culture studies on criticisms towards white supremacy in black films by showing how and why this issue is problematic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Nur Syahputri
"Salah satu periode sinema yang mengutamakan isu sosial di Prancis adalah sinema Prancis kontemporer. Dalam periode ini, segala aspek yang mendukung perfilman di negara tersebut sudah berkembang ke arah yang lebih modern dan menarik perhatian banyak masyarakat. Salah satu filmnya adalah Entre Les Murs, sebuah film karya Laurent Cantet yang menceritakan kehidupan sehari-hari sebuah sekolah di banlieue Prancis. Dalam film ini, diperlihatkan bahwa muridnya terdiri dari berbagai macam ras yang memiliki permasalahannya masing-masing. Melalui permasalahan antarras di sekolah banlieue, film ini menunjukkan konflik sosial yang terjadi di Prancis. Penelitian ini membahas tentang kehadiran citra dan prasangka tokoh Souleymane yang memunculkan stereotip rasnya, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah menunjukkan bagaimana citra dan prasangka terhadap suatu individu atau kelompok dapat melahirkan sebuah konflik pada praktiknya. Penelitian ini menggunakan dua teori, yakni teori sinema (2008) oleh Dennis W. Petrie dan Joseph M. Boggs dan teori prasangka (2018) oleh Alo Liliweri untuk membantu analisis strategi naratif film Entre Les Murs dan pembentukan stereotip ras kulit hitam melalui citra dan prasangka terhadap tokoh Souleymane. Hasil dari penelitian ini adalah sikap dan citra negatif tokoh Souleymane memunculkan berbagai perspektif dan prasangka yang berujung pada pembentukan stereotip terhadap kelompok rasnya.

One of the periods of cinema that prioritized social issues in France is contemporary French cinema. In this period, all aspects that support film in this country have developed in a more modern way and attracted the attention of many people. One of the films is Entre Les Murs, a film by Laurent Cantet that tells about the daily life of a school in banlieue France. In this film, it is shown that the students consist of various races who have their own problems. Through interracial problems at the banlieue school, this film shows the social conflicts that occur in France. This study discusses the presence of images and prejudices of the Souleymane character which give rise to his racial stereotypes, so the purpose of this research is to show how images and prejudices against an individual or group can create a conflict in practice. This study uses two theories, namely the theory of cinema (2008) by Dennis W. Petrie and Joseph M. Boggs and the theory of prejudice (2018) by Alo Liliweri to help analyze the narrative strategy of the film Entre Les Murs and the formation of stereotypes of the black race through imagery and prejudice against the character of Souleymane. The result of this study is that a character of Souleymane’s negative attitude and image can create various prejudices and lead to the formation of stereotypes against his racial group."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Maisha Rachmat
"Representasi hubungan antara satu kelompok ras/etnis dengan yang lain di budaya populer Amerika Serikat lebih sering membahas hubungan orang kulit hitam sebagai minoritas dengan orang kulit putih sebagai mayoritas. Namun, ada peningkatan representasi di budaya populer yang menggambarkan hubungan antar kelompok minoritas, khususnya kelompok-kelompok orang kulit hitam yang beragam di AS. Walaupun representasi keragaman ini patut dirayakan, representasi ini layak dikritik. Penelitian ini menganalisis hubungan antara karakter-karakter Afrika Amerika dan Jamaika dalam serial televisi Netflix Marvel Luke Cage (2018) dengan menggunakan teori konstruksi Self/Other. Penulis berargumen bahwa karakter-karakter Afrika Amerika diposisikan sebagai Self melalui cara-cara yang menggambarkan mereka sebagai karakter-karakter yang bertentangan terhadap karakter-karakter Jamaika. Oleh karena itu, karakter-karakter Jamaika diposisikan sebagai Other. Proses Othering terhadap karakter-karakter tersebut dapat dilihat dari bagaimana mereka mempunyai lebih sedikit kekuasaan dari karakter-karakter Afrika Amerika. Selain itu, identitas mereka dipertentangkan dengan identitas karakter-karakter Afrika Amerika sehingga identitas mereka diberi kesan tidak sama unggulnya dengan identitas Afrika Amerika. Walaupun karakter-karakter Jamaika ini mempunyai agency untuk merespon terhadap proses Othering, mereka dapat dianggap sebagai “the dangerous Other” karena salah satu cara mereka menunjukkan agency tersebut.

Popular representations of race and ethnic relations in the US more often than not revolve around the Black minority-White majority discourse; however, there is an increase in pop culture media focusing on relationships among minorities, particularly the diverse Black population in the US. Although representing the diversity within Black people is applaudable, these representations are worth critiquing. This research analyzes the relationship between the Jamaican and African American characters in the Netflix Marvel TV series Luke Cage (2018) through the Self/Other construction theory. It argues that the African American characters are positioned as the Self due to how they are defined against the Jamaican characters. In turn, the Jamaican characters are positioned as the Other by having them struggle for power and contrasting their identity with the one embodied by the African American characters. Although the Jamaican characters are portrayed to have agency, the way they exercise it risks confining them to the dangerous Other trope."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Nawangwulan
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana tokoh anak direpresentasikan dalam drama Jepang Kotaro wa Hitorigurashi (Kotaro Lives Alone) dan melihat makna dari representasi tersebut. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori representasi Hall (1997) sebagai konsep dasar dari penelitian serta pendekatan analisis film dengan karakterisasi tokoh tertentu yang dikemukakan oleh Petrie dan Boggs (2008). Dalam menganalisis penulis juga menggunakan acuan untuk mendapatkan makna dari setiap adegan menggunakan metode pengambilan gambar, pencahayaan, dan latar yang diungkapkan Petrie dan Boggs (2008). Dalam menganalisis data, penulis menyertakan tangkapan layar dari adegan yang menampilkan tokoh anak dari segi penampilan, kehidupan anak saat tinggal seorang diri, percakapan tokoh anak dengan orang-orang di sekitarnya, dan relasi anak dengan orang tuanya. Dari hasil dari analisis ditemukan bahwa tokoh anak digambarkan sebagai tokoh yang pemberani dan mandiri, karakter mandiri dan pemberani pada tokoh anak terjadi sebagai dampak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penelantaran anak. Drama ini dapat dilihat sebagai kritik sosial terhadap isu kekerasan rumah tangga (KDRT) dan fenomena penelantaran anak oleh orang tua di Jepang.

This study aims to see how children's characthers are represented and their meaning in the Japanese drama Kotaro wa Hitorigurashi (Kotaro Lives Alone). The theory used in this research is the representation theory of Hall (1992) as the basic concept of the research and the film analysis approach characterization of certain characters proposed by Petrie and Boggs (2008). In analyzing, the author uses the reference to get the meaning of each scene using the method of taking pictures, lighting, and setting as stated by Petrie and Boggs (2008). In analyzing the data, the author includes screenshots of scenes that show the child's character in terms of appearance, the child's life when he lives alone, the conversation of the child's character with the people around him, and the child's relationship with his parents. The result found that child characters' representations are depicted as brave and independent characters. The brave and independent characters appear due to domestic violence (DV) and child neglect. This drama can be viewed as a social criticism of the domestic violence (DV) issue and the phenomenon of child neglect by parents in Japan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Voja Alfatih
"Penelitian ini membahas mengenai representasi federalisme dalam uang kertas rubel Federasi Rusia emisi 1997-2017. Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan gambar-gambar yang terdapat dalam uang kertas rubel Federasi Rusia emisi 1997-2017 dan sejauh mana gambar-gambar tersebut merepresentasikan federalisme di Federasi Rusia. Bahan penelitian yang digunakan penelitian ini adalah gambar-gambar uang kertas rubel dari situs resmi Bank Sentral Rusia. Teori-teori yang digunakan penelitian ini adalah teori semiotika C.S. Peirce, teori representasi uang J.D. Peters, teori federalisme W.H. Riker dan teori federalisme Rusia M. Russel. Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode deskriptif dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa federalisme dalam uang kertas rubel emisi 1997-2017 dapat terlihat melalui penggunaan gambar-gambar seperti lambang-lambang dan landmark yang mewakili pemerintah federal dan subjek federal Federasi Rusia.

This study discusses the representation of federalism in the Russian Federation ruble banknotes, issue 1997-2017. The aim of this study is to decipher the images contained in the Russian Federation ruble banknotes, issue 1997-2017, and to explain how far can these images represent federalism in the Russian Federation. The research material used in this study are pictures of ruble banknotes, issue 1997-2017, from the official website of the Central Bank of Russia. The theories used in this study are C.S. Peirce's theory of semiotics, J.D. Peters' theory of money representation, W.H. Riker's theory of federalism, and M. Russel's theory of Russian federalism. The methods used in this research are descriptive method and literary study. The results indicate that federalism can be seen through the use of images such as emblems and landmarks representing the federal government and the federal subject of the the Russian Federation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Raiza Putri Inara
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana kawaii menurut Kinsella (1995) direpresentasikan dalam poster COVID-19 di Jepang dalam kurun waktu pandemi, yaitu dari tahun 2020 hingga 2021. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data yang akan dianalisis merupakan tiga contoh poster kesehatan yang diambil dari tiga situs lembaga dan perusahaan yang berbeda. Ketiga poster akan dianalisis menggunakan teori semiotik oleh Roland Barthes (1967), dan hasil pemaknaannya menggunakan teori representasi menurut Stuart Hall (1997). Hasil dari penelitian mengungkapkan bahwa terdapat makna denotasi dan konotasi dari tanda yang muncul dalam poster tersebut. Representasi kawaii dalam poster digunakan untuk menarik perhatian pembaca, menghilangkan rasa takut dan menjadikan informasi yang terkandung dalam poster menjadi lebih mudah dimengerti.

This study aims to explain how kawaii according to Kinsella (1995) is represented within Japanese COVID-19 posters during the pandemic, which is from 2020 to 2021. A qualitative approach would be used in this study. The data used are three examples of health posters taken from three different institutions and companies' websites. The three posters will be analyzed using Roland Barthes’ theory of semiotics (1967), and the results further analyzed using Stuart Hall’s theory of representation (1997). The results of the study reveal that there are denotative and connotative meanings of the signs that appear in the poster. The representation of kawaii in such posters are used as an attention-grabber, to eliminate fear and to make the information contained within the poster easier to understand."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hamdan Nafiatur Rosyida
"[Tesis ini membahas tentang seputar fenomena sosial yang muncul di sekitar siswi SMU di Jepang yang direpresentasikan oleh tokoh utama dalam novel Install dan Keritai Senaka karya Wataya Risa. Tokoh utama dalam kedua novel merupakan siswi SMA, yang mana termasuk generation z, generasi yang lahir setelah tahun 1980-an di Jepang. Penulis menggunakan objek data berupa dua buah novel karangan Wataya Risa, yaitu: Install, yang menceritakan tentang siswi SMA berusia 17 tahun yang membolos sekolah dan memutuskan bekerja sama melakukan fūzoku chatto (sex chatting) bersama bocah SD berusia 12 tahun; dan novel Keritai Senaka, yang menceritakan persahabatan dua siswi SMA, salah satu merasa dikhianati dan akhirnya mencurahkan rasa kesendirian tersebut ke sorang siswa otaku di kelasnya. Pada kedua novel ini, penulis menemukan representasi fenomena sosial seputar kehidupan siswi SMA di Jepang, serta adanya pesan dari pengarang novel yang ingin disampaikan kepada pembaca.
Tesis ini dianalisis dengan menggunakan analisis unsur-unsur instrinsik, selanjutnya menggunakan teori sosiologi sastra, serta konsep generation Z yang diperkenalkan oleh Atsushi Miura. Hasil penelitian dari kedua novel ini menghasilkan 9 representasi dari fenomena sosial di Jepang antara tahun 1980-2000, yaitu: generasi pengguna teknologi; generasi yang mengalami krisis identitas; generasi yang kesepian; generasi yang tidak tertarik pergi ke sekolah; bunuh diri di kalangan pelajar; ketidakterikatnya hubungan ibu-anak; populernya prostitusi online di kalangan siswi SMA; individu yang tak bisa lepas dari seksualitas; perilaku otaku; serta munculnya fenomena herbivore men dan carnovore girl.;This thesis explain about social phenomenons around Japanese high school girls which representated by main character based on novel Install and Keritai Senaka, written by Wataya Risa. Both of main character in the novels is a high school girls called Generation Z, mention to Japanese generation was born after 1980s. This literature object are two novels written by Wataya Risa: First, Install, story about 17 years old high school girl decided to skip class for a month, then playing along with 12 years old elementary school boy for doing sex chat, a kind of small prostitution business; Second, Keritai Senaka, telling about friendship of two high school girls, but one of them feel jealous to other, and finally put her alone feelings to otaku boy. Both of this novel representating of social phenomenons around Japanese high school, and an implicit messages from author to readers.
Analyzing this thesis using instrinsic structure which construct a novel, then based on that analyze with literature sociology theory, and „Generation Z‟ theory which introduced by Atsushi Miura. Result from this research of two novels, I found 9 representation of Japanese high school during 1980-2000s, there are: generation of technology; generation have a identity crisis; loner individual; generation are used to skip the class, suicide among student; unrelated connection between mother-child; popularity of online prostitute among high school girls; individual addicted with sexual activity; otaku phenomena; and phenomena of herbivore men dan carnovore girl, This thesis explain about social phenomenons around Japanese high school girls which representated by main character based on novel Install and Keritai Senaka, written by Wataya Risa. Both of main character in the novels is a high school girls called Generation Z, mention to Japanese generation was born after 1980s. This literature object are two novels written by Wataya Risa: First, Install, story about 17 years old high school girl decided to skip class for a month, then playing along with 12 years old elementary school boy for doing sex chat, a kind of small prostitution business; Second, Keritai Senaka, telling about friendship of two high school girls, but one of them feel jealous to other, and finally put her alone feelings to otaku boy. Both of this novel representating of social phenomenons around Japanese high school, and an implicit messages from author to readers.
Analyzing this thesis using instrinsic structure which construct a novel, then based on that analyze with literature sociology theory, and „Generation Z‟ theory which introduced by Atsushi Miura. Result from this research of two novels, I found 9 representation of Japanese high school during 1980-2000s, there are: generation of technology; generation have a identity crisis; loner individual; generation are used to skip the class, suicide among student; unrelated connection between mother-child; popularity of online prostitute among high school girls; individual addicted with sexual activity; otaku phenomena; and phenomena of herbivore men dan carnovore girl]"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T42751
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Raissa Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk membahas representasi perempuan dalam film Tsuda Umeko: Osatsu ni Natta Ryuugakusei serta menganalisis masalah yang dihadapi oleh Tsuda Umeko dalam film tersebut. Penelitian ini menggunakan dua teori sebagai kerangka analisis, yaitu feminisme liberal oleh Rosemarie Tong (2006, 2007) dan teori kode televisi John Fiske (2001) yang terdiri dari tiga tingkat, yaitu realitas, representasi, dan ideologi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dan analisis visual. Dalam analisis tersebut, data yang ditemukan dibagi menjadi dua kategori, yaitu representasi perempuan tradisional yang mengikuti nilai budaya patriarki dan konsep ryousai kenbo, serta representasi perempuan baru yang dipengaruhi oleh feminisme. Ditemukan tujuh data yang menggambarkan representasi perempuan tradisional dan dua belas data yang menggambarkan representasi perempuan baru. Representasi perempuan tradisional menunjukkan perempuan yang bersikap pasif, patuh, tidak berbicara dengan tegas, dan bergantung pada pernikahannya. Sementara itu, representasi perempuan baru menampilkan sikap yang lebih gigih, berani mengutarakan pendapat, dan mengutamakan pendidikan dan karir. Temuan ini, bersama dengan masalah yang dihadapi oleh Tsuda Umeko dalam film, menunjukkan adanya dua ideologi yang bertentangan. Meskipun terdapat nilai-nilai yang sesuai dengan feminisme liberal, dominasi patriarki dalam masyarakat Jepang pada era Meiji masih sangat kuat. Budaya patriarki telah terinternalisasi baik pada laki-laki maupun perempuan, sehingga sulit untuk melakukan perubahan yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.

This study aims to discuss the representation of women in the film Tsuda Umeko: Osatsu ni Natta Ryuugakusei and analyze the problems faced by Tsuda Umeko in the film. This research uses two theories as an analytical framework, namely liberal feminism by Rosemarie Tong (2006, 2007) and John Fiske's television code theory (2001) that consists of three levels, which is reality, representation, and ideology. The research method used is text analysis and visual analysis. In the analysis, the data found were divided into two categories, the representation of traditional women who follow patriarchal cultural values and the concept of ryousai kenbo, and the representation of new women who are influenced by feminism. Seven data were found describing the representation of traditional women and twelve data describing the representation of new women. The traditional female representation shows a woman who is passive, obedient, does not speak assertively, and is dependent on her marriage. Meanwhile, new female representations show a more persistent attitude, daring to express opinions, and prioritizing education and careers. These findings, along with the problems faced by Tsuda Umeko in the movie, suggest the existence of two conflicting ideologies. Although there are values that are in line with liberal feminism, the dominance of patriarchy in Japanese society during the Meiji era was still very strong. Patriarchal culture has been internalized in both men and women, making it difficult to make changes that contradict these values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>