Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190340 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Magdalena Anastasia Hanipraja
"ABSTRAK
Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.

ABSTRACT
Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.
The integration of technology in life brings urgency to study virtual activities carried out in the context of romantic relationships, and one of them is sexting, or exchanging sensual messages through communication technology. Previously seen as risky sexual behavior, recently researchers have found a new perspective in viewing sexting as a positive activity carried out in romantic relationships, especially in relation to sexual satisfaction. Sexual satisfaction can be improved by sexting because it can function as a form of sexual communication and various sexual activities. Therefore, this study aims to prove the relationship between sexting and sexual satisfaction, especially with sexting as a predictor of sexual satisfaction. To measure variables, this study will use a sexting scale developed by Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, and Zimmerman (2013) and GMSEX to measure sexual satisfaction. Regression analysis was used to test the hypothesis and the results showed that sexting significantly predicted sexual satisfaction (F (1.70) = 8,602, p = 0.005, <0.01) with a coefficient of determination of 0.109 which could be interpreted as 10, 9% variation of satisfaction Sexually explained by sexting."
Lengkap +
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Rizqi Safitri
"Sexting adalah suatu tindakan mengirim dan menerima pesan teks, foto, atau video seksual eksplisit dan vulgar yang dibuat sendiri dan dibagi melalui perangkat teknologi, seperti telepon genggam. Sexting kini merupakan salah satu cara yang digunakan pasangan kekasih untuk menjalin hubungan dan intimasi dengan pasangannya. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk menguji apakah dilakukannya sexting oleh pasangan kekasih ini dapat berkorelasi dengan kepuasan hubungan yang dirasakannya. Penelitian ini dilakukan kepada dewasa muda yang melakukan sexting terakhir kali dengan pacar atau suami/istrinya, di mana 28 diantaranya adalah perempuan dan 15 lainnya adalah laki-laki (N = 44). Sexting diukur dengan menggunakan 8-aitem Skala Sexting yang mengukur frekuensi mengirim dan menerima sext dalam wujud teks, gambar, foto, atau video. Sementara kepuasan hubungan romantis diukur dengan menggunakan Relationship Assessment Scale yang terdiri dari 7 aitem. Hasil analisis Pearsons Correlation menunjukkan bahwa sexting dan kepuasan hubungan romantis dapat berkorelasi secara positif dan signifikan (r(42)=0,303, p<0,05). Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa dilakukannya sexting oleh partisipan dewasa muda dapat berkorelasi dengan kepuasan hubungan romantis yang dirasakannya.

Sexting is the act of sending and receiving self-produced sexual messages, images, photos, or videos through technology devices, such as mobile phone. Sexting nowadays could be considered as an option for romantic couples to get intimate with their partner. Therefore, this study was made to test out whether sexting is correlated to the level of satisfaction of their romantic relationship. This study involved young adults, 28 women and 15 men (N = 44), who most recently sexted their partner, either dating or married. Sexting was measured by an 8-item Sexting Scale that measures the frequency of sexts exchanged by partners in forms of text messages, pictures, photos, or videos. Meanwhile relationship satisfaction was measured by 7-item Relationship Assessment Scale. The result of Pearsons Correlation showed that sexting and romantic relationships satisfaction are positively and significantly correlated (r(42)=0,303, p<0,05). Therefore, it can be concluded that sexting can correlate to young adults romantic relationship satisfaction. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christiana Daraclaudia
"Sexting adalah perilaku bertukar pesan foto atau pesan teks yang bernuansa seksual melalui ponsel atau media seluler lainnya. Perilaku sexting merupakan salah satu cara menjaga hubungan asmara dengan pasangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara keterikatan orang dewasa dengan perilaku sexting, yang berusaha untuk melihat aspek psikologis yang mendasari perilaku sexting dalam hubungan romantis. Penelitian ini dilakukan pada kelompok dewasa muda yang sedang menjalin hubungan asmara berpacaran dan melakukan sexting dengan pasangannya yaitu sebanyak 20 laki-laki dan 54 perempuan (N = 74). Kelekatan orang dewasa diukur menggunakan The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R) yang terdiri dari 18 item pada dimensi kecemasan dan 18 item pada dimensi penghindaran. Perilaku sexting diukur menggunakan skala sexting dengan 8 item yang mengukur frekuensi perilaku dan konten seks yang dipertukarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi keterikatan kecemasan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku sexting (r (71) = 0,274, p <0,05).

Sexting is the behavior of exchanging sexual photos or text messages through cell phones or other cellular media. Sexting behavior is one way of maintaining a romantic relationship with a partner. This study aims to look at the relationship between adult attachment to sexting behavior, which seeks to see the psychological aspects that underlie sexting behavior in romantic relationships. This research was conducted on a group of young adults who were dating and having sexting with their partners, as many as 20 men and 54 women (N = 74). Adult attachment was measured using The Experiences in Close Relationship-Revised (ECR-R) which consisted of 18 items on the anxiety dimension and 18 items on the avoidance dimension. Sexting behavior was measured using a sexting scale with 8 items measuring the frequency of sexual behavior and content exchanged. The results showed that the dimension of attachment anxiety had a significant relationship with sexting behavior (r (71) = 0.274, p <0.05)."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Maria Cristissa Windanti
"Pasangan hubungan jarak jauh semakin umum di Indonesia yang mana memiliki keterbatasan dalam bertemu dan berinteraksi secara fisik. Keterbatasan tersebut berdampak pada aktivitas seksual yang biasa dilakukan bersama pasangan sehingga dapat berpengaruh pada menurunnya kepuasan seksual. Namun seiring berkembangnya teknologi, aktivitas seksual dapat dilakukan secara daring yang salah satunya adalah sexting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perilaku sexting terhadap kepuasan seksual pada dewasa muda berusia 20 – 30 tahun (M = 22.04, SD = 1.833) yang menjalani hubungan jarak jauh. Penelitian ini dilakukan pada 411 partisipan (93.2% perempuan, 6.8% laki-laki) yang berpacaran selama minimal enam bulan (M = 28.38, SD = 24.34), menjalani hubungan jarak jauh, melakukan aktivitas seksual dan sexting dengan pasangan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur perilaku sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer et al. (2013) dan The Global Measure of Sexual Satisfaction (GMSEX). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sexting berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan seksual (B = .219, t(411) = 5.905, p < .05) dengan rata-rata frekuensi menerima sext sebesar 10.06 (SD = 4.003) dan rata-rata frekuensi mengirimkan sext sebesar 10.61 (SD = 4.265) sepanjang menjalin hubungan pacaran dengan pasangan. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para pasangan berpacaran jarak jauh untuk menjaga aspek seksual dalam hubungan dengan melakukan sexting.

Long-distance relationship couples are increasingly common in Indonesia and which has limitations in meeting and interacting physically. This limitation has an impact on sexual activity that is usually done with a partner so it can affect the decrease in sexual satisfaction. However, as technology develops, sexual activity can be carried out online, one of which is sexting. This study aims to see the effect of sexting behavior on sexual satisfaction among young adults who establish long-distance relationships. This research was conducted on 411 participants (93.2% female, 6.8% male) who had been dating for at least six months (M = 28.38, SD = 24.34), establish long distance relationship, had sexual activity and sexting with partner, which were obtained by convenience sampling. The measurement tool used in this research is the sexting behavior measurement tool developed by Gordon-Messer et al. (2013) and The Global Measure of Sexual Satisfaction (GMSEX). The results showed that sexting had a positive and significant effect on sexual satisfaction (B = .219, t(411) = 5.905, p < .05) with average frequency of receiving sext is 10.06 (SD = 4.003) and average frequency of sending sext is 10.61 (SD = 4.265) during the dating relationship. The result of this study can be a reference for long-distance dating couples to maintain sexual aspects in their relationship by doing sexting"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas ndonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Zahwa Wiyanpi
"Semakin canggihnya perkembangan teknologi di Indonesia, semakin berkembang pula cara untuk melakukan kegiatan seksual melalui teknologi tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan bercakap dan mengirimkan hal bersifat seksual dan eksplisit (sexting) melalui internet. Penelitian mengenai sexting lebih banyak dikaitkan kepada perilaku seksual berisiko dan kekerasan seksual yang terjadi di dalamnya, namun belum terdapat penelitian di Indonesia mengenai standar ganda seksual yang dapat memengaruhi dinamika melakukan sexting antara laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh perbedaan peran seksual dan pendekatan terhadap seksualitas. Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi gambaran perbedaan standar ganda seksual dalam perilaku sexting yang dilakukan laki-laki dan perempuan dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan wawancara terfokus pada total enam partisipan yang di antaranya merupakan tiga partisipan perempuan dan tiga partisipan laki-laki dalam rentang usia dewasa muda yang pernah melakukan sexting. Standar ganda seksual dilaporkan muncul dalam sexting melalui beberapa hal. Beberapa hal tersebut yaitu pelabelan negatif yang dilakukan terhadap perempuan yang menampilkan keinginan seksual, partisipan perempuan yang melaporkan kecenderungan merasa takut setelah melakukan sexting karena adanya kemungkinan revenge porn dibandingkan dengan partisipan laki-laki, dan juga partisipan perempuan yang cenderung mendapatkan pelecehan seksual berupa mendapatkan foto eksplisit non-konsensual dan ancaman revenge porn yang tidak ditemukan pada partisipan laki-laki.

The more advanced technological developments in Indonesia, the more developed ways to engage in sexual activity through this technology. One of the ways to do this is by chatting and sending things of sexual and explicit content (sexting) via the internet. Research on sexting is primarily focused on risky sexual behavior and sexual violence that occurs in it, but there hasn't been any research in Indonesia on the sexual double standard that can influence the dynamics of sexting between male and female due to disparities in sexual roles and approaches to sexuality. Therefore, this study explores the overview of differences in sexual double standards in sexting behavior between young adult male and female in Indonesia. This research was conducted with a qualitative method using focused interviews with a total of six participants, including three female participants and three male participants in the young adult age range who had sexted. Sexual double standards are reported to emerge in sexting in a variety of ways. Some of these include the negative labels given to female who express sexual desire, female participants reported a tendency to feel more afraid of revenge porn after sexting than male participants, and also female participants were more likely to experience sexual harassment in the form of receiving explicit non-consensual photos and threats of revenge porn."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Chandra Kirana
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengelolaan privasi (privacy management) mengenai sexting (melalui aplikasi chat/obrolan) dalam hubungan percintaan pada individu berusia dewasa muda. Dalam menjelaskan pemahaman mengenai pengelolaan privasi, studi menggunakan sejumlah konsep dalam Teori Communication Privacy Management dari Sandro Petronio (2002). Penelitian menggunakan paradigma konstruksionisme dan pendekatan kualitatif. Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode wawancara mendalam terhadap 13 informan yang tinggal di wilayah perkotaan (urban setting). Selain itu, peneliti melakukan observasi terhadap bentuk sexting yang dipertukarkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu memiliki pengaturan privasi (privacy management) yang kompleks dan ketat. Selain itu, perilaku sexting dilakukan oleh individu terhadap pasangan, ketika semua pihak dalam hubungan bersepakat dan merasa nyaman terhadap satu sama lain. Terdapat penetapan batas privasi yang spesifik ketika melakukan sexting dengan pasangan. Dalam mengelola batas privasi ini terdapat seperangkat aturan dan guardianship (memastikan agar aturan sungguh-sungguh dilaksanakan). Penelitian ini menemukan sejumlah fungsi sexting, yaitu untuk memelihara hubungan (connection maintenance), untuk memenuhi kebutuhan seksual dan fantasi seksual, untuk mengembangkan rasa percaya (trust), dan untuk menjaga keintiman di khususnya saat kedua pihak tidak dapat bertemu dalam kurun waktu yang relatif lama. Di sisi lain terdapat aspek risiko dari sexting seperti adanya potensi yang dapat mengganggu hubungan tersebut (berupa risiko dalam hal-hal berikut yaitu reputasi yang buruk, informasi yang tersebar secara viral, mendapatkan sanksi dari keluarga atau lingkungan sosial, porn-revenge, terputusnya hubungan, dan lain-lain).

This study aims to explain privacy management about sexting (via chat applications) in romantic relationships among young adults in Jakarta area. In explaining the understanding of privacy management, the study uses a number of concepts in the Communication Privacy Management Theory from Sandro Petronio (2002). This research uses a constructivist paradigm and a qualitative approach. To collect data, researcher used in-depth interviews with 13 informants who live in urban areas (Jakarta, Depok, Bekasi, and Bogor). In addition, the researcher observed the forms of sexting that were exchanged. The results of this research show that individuals have complex privacy management. In addition, sexting behavior is carried out by individuals towards partners, when all parties in the relationship agree and feel comfortable with each other. There are specific privacy limits when sexting with a partner. In managing this privacy boundary there is a set of rules and guardianship (ensuring that the rules are actually implemented). This study found a number of functions of sexting, namely to maintain a relationship (connection maintenance), to fulfill sexual needs and sexual fantasies, to develop trust, and to maintain intimacy, especially when the two parties cannot meet for a relatively long period of time. On the other hand, there are risk aspects of sexting, such as the potential to disrupt the relationship (namely bad reputation, information spreading virally, getting sanctions from family or social environment, porn-revenge, disconnection, and others). "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosydinda Deselia
"Penelitian ini bertujuan untuk menggali bagaimana pengalaman perempuan yang melakukan sexting, pengaruh relasi gender dalam pertimbangan melakukan sexting, dan cara perempuan bernegosiasi dengan risiko sexting sehingga mampu membangu otonomi atas tubuh dan seksualitasnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode wawancara mendalam terhadap lima subjek perempuan yang pernah dan sedang aktif melakukan aktivitas sexting. Hasil wawancara dan temuan kemudian dianalisis menggunakan pisau analisis Teori Otonomi Relasional oleh Catriona Mackenzie dan Natalie Stoljar serta Teori Edgework Feminist yang dikemukakan oleh Staci Newmahr. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman perempuan melakukan sexting sangat beragam, termasuk adanya implikasi positif dan pengalaman negatif. Proses pertimbangan perempuan memutuskan melakukan sexting adalah proses yang dipengaruhi oleh relasi gendernya dengan pasangan, internalisasi nilai-nilai patriarkis yang mengopresi, serta pembentukan kompetensi diri dan relasi sosialnya dengan lingkungan sosial. Hasil penelitian juga semakin menguatkan pemahaman tentang kompleksitas seksualitas perempuan di mana pada satu sisi perempuan menantang risiko untuk memperoleh kontrol atas seksualitasnya, namun di sisi lainnya perempuan dalam aktivitas sexting juga mengalami kerentanan seksual dan teknologi. Dalam hal negosiasi risiko, perempuan melakukan berbagai upaya teknis dan emosional, berkolaborasi dengan pasangan, dan menetapkan batasan untuk terhindar dari risiko sexting dan untuk tidak jatuh pada total chaos.

This study aims to explore the experiences of women who practise sexting, how gender relations affect women's considerations of sexting, and how women negotiate the risks of sexting so that they are able to build autonomy over their body and sexuality. To achieve this goal, this study used a case study approach with in-depth interviews with five female subjects who had and/or are currently actively engaging in sexting activities. The interview results and findings were then analysed using the Relational Autonomy Theory by Catriona Mackenzie and Natalie Stoljar and the Edgework Feminist Theory by Staci Newmahr. The results of the study show that women's experiences of sexting vary widely, including both positive and negative implications. Furthermore, the consideration process of women deciding to have sexting is a long process, which is influenced by her gender relations with her partner, internalisation of oppressive patriarchal values, formation of self-competence and social relations with family and friends. The results of the study also strengthen the understanding of the complexity of women's sexuality where on the one hand women challenge risks to gain control over their sexuality, but women in sexting activities also experience sexual and technological vulnerabilities. Then, in terms of risk negotiation, women make various technical and emotional efforts, collaborate with partners, and set limits to avoid the risk of sexting and not to fall into total chaos."
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Linda Dinartika
"Membentuk dan membina hubungan romantis adalah tugas perkembangan dewasa muda. Salah satu faktor pendorongnya adalah relationship contingency of self-worth (RCSW). Berdasarkan studi Sanchez dan Kwang (2007), RCSW dapat mengakibatkan body shame. Oleh karenanya, penting ditemukan suatu aspek diri yang dapat mengurangi dampak buruk dari RCSW yakni self-efficacy dalam hubungan romantis (SEHR). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi prediksi RCSW dan SEHR terhadap body shame, serta mengidentifikasi ada atau tidaknya peran SEHR sebagai moderator dari RCSW dengan body shame. Pengukuran self-report dilakukan pada 186 orang berusia 21-40 tahun di Jabodetabek. Dengan menggunakan teknik statistik regresi didapati bahwa RCSW dapat memprediksi body shame secara positif dan SEHR mampu memprediksi body shame secara negatif. Namun, tidak ada peran moderasi dari SEHR pada hubungan RCSW dengan body shame.

Developing and maintaining a romantic relationship is a young adulthood’s development task. Relationship contingency of self-worth has known as one of its factor. Grounded on Sanchez and Kwang’s (2007) study, RCSW could cause body shame. Hence, it was important to find a self-aspect which could lessen RCSW’s negative impact, that was self-efficacy in romantic relationship (SERR). This study examined to identify RSCW and SERR predictions toward body shame, also identified SERR’s presence as the moderator of RCSW and body shame. A self-report measurement was done to 186 individuals aged 21-40 years old in Jabodetabek. By using regression techniques, it was found that RCSW could predict body shame positively and SERR could predict body shame negatively. Yet there was no moderation effect of SERR on RCSW and body shame relationship.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55111
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berliyantin Puspaningrum
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi bentuk modifikasi komodifikasi seksualitas yang terjadi di media sosial Twitter melalui praktik sexting oleh smut role player. Dalam konteks ini, penelitian memosisikan internet sebagai sebuah ruang yang gagal menjadi sarana resistensi bagi khususnya bagi perempuan untuk melawan ideologi media arus utama yang mengobjektivikasi dan mengukuhkan gagasan perempuan sebagai objek seks yang subordinat. Dengan menggunakan kerangka komodifikasi, penelitian ini berusaha melihat bahwa praktik pertukaran pesan seksual yang dilakukan oleh smut role player berakar pada relasi kuasa yang menyembunyikan gagasan bahwa laki-laki merupakan pihak yang memiliki kuasa sementara perempuan merupakan pihak submisif. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis untuk mengeksplorasi bahwa representasi seksual yang dibangun oleh perempuan melalui pembangunan identitas palsu bukan merupakan sebuah pemberdayaan melainkan sebuah bentuk pemenuhan ekspetasi dari sistem patriarki yang sudah lama berkembang. Dalam memeroleh data, penelitian ini kemudian menggunakan metode observasi partisipatoris, wawancara mendalam, dan analisis teks menggunakan netlytic.org.

ABSTRACT
This research attempts to explore another modification on sexuality commodification through Twitter by the practice of sexting done by smut role players. In this context, this research argues that the internet has failed its function as a space of resistance especially for women in challenging the mainstream media ideology which objectify and preserve the notion of women as subordinated sex objects. Through the framework of commodification, this research to examine that the practice of exchanging sexual messages by smut role players roots on the power relations which mystifies the idea that men are the ones in charge of power while women submit themselves. This research uses critical paradigm to explore further that the sexual representation of women through the construction of pseudonym identity is not empowering, but rather as an act of fulfilling the patriarchal expectation which has long been established. In attempt to collect the data, this research uses participatory observation method, in depth interview, and text analysis using netlytic.org. "
Lengkap +
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thifalina Alam Aulia
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda. Partisipan penelitian ini melibatkan 440 dewasa muda muslim yang berusia 20-30 tahun dan belum menikah se-Indonesia. Pengambilan data dilakukan melalui kuesioner online. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Premarital Sexual Permissivenes (untuk mengukur seksual permisif) dan Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (untuk mengukur religiusitas Islam). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan antara seksual permisif dan religiusitas islam pada dewasa muda dengan koefisien korelasi sebesar r (438) = 0,385, p < 0,01. Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi religiusitas Islam seseorang maka semakin rendah seksual permisif yang dimilikinya.

This study was conducted to determine the relationship between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults. Participants of this study were 440 people with the age range of 20-30 years, muslim, and single in Indonesia. The data were collected through an online questionnaire. The instruments used were Premarital Sexual Permissiveness (measured Sexual Permissiveness) and Revised Muslim Religiosity Personality Inventory (measured Islamic Religiosity). The result showed a significant negative correlation between sexual permissiveness and Islamic religiosity in young adults with a correlation coefficient of r (438) = 0,385, p < 0,01. It means that the higher level of Islamic religiosity, the lower a person's sexual permissiveness.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63179
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>