Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223514 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Kusmariah Rahayu
"ABSTRAK

 Perusahaan asing X merupakan salah satu pelaku bisnis mancanegara  di sektor perbankan yang mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Dengan berdirinya perusahaan ini, adanya interaksi antarbudaya dalam internal perusahaan berpotensi menimbulkan konflik  antara karyawan Indonesia dengan karyawan Tiongkok. Ting Toomey (dalam Gudykunts dan Kim, 2003) menjelaskan bahwa dalam penyelesaian konflik, individual atau kelompok memiliki situasi khusus untuk menyelamatkan muka atau harga dirinya yang terancam dan dipertanyakan. Penelitian kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus ini memfokuskan pada  face negotiation antara karyawan Indonesia dan Tiongkok dalam meresolusi konflik. Hasil studi menunjukkan bahwa penerapan face negotiation theory tidak bisa seutuhnya diterapkan dalam setiap situasi. Ketika komunikasi antarbudaya melibatkan kepemilikan modal, tendensi penyelamatan muka dapat dilakukan selama tidak menggangu upaya pencapian profit. Pihak-pihak yang terlibat pada komunikasi antarbudaya ketika dihadapkan pada penyelamatan muka tetap mempertahankan tujuan perusahaan


ABSTRACT

 


Foreign company X is one of the foreign company in the banking sector that develops its business in Indonesia. With the establishment of this company, the intercultural communication within the employee caused conflict between Indonesian and Chinese employees themself. Ting Toomey (in Gudykunts and Kim, 2003) explains that in conflict resolution, individuals or groups have special situations to saving their face or threatened and questioned self-esteem. This study  focuses on face negotiations between Indonesian and Chinese employees in resolving conflicts. The results of the study show that the application of a face negotiation theory cannot be fully applied in every situation. When intercultural communication involves capital ownership, the tendency to save face can be done as long as it does not interfere with efforts to capture profits. The parties involved in intercultural communication when faced with saving face still maintain the company`s goals

 

 

"
2019
T54224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Poerwito Setijadi
"Goffman (1967) mendefinisikan face (muka) sebagai sebuah nilai sosial positif yang secara efektif diklaim oleh seseorang untuk dirinya sendiri sejalan dengan anggapan orang lain mengenai dirinya pada saat kontak tertentu. Muka seseorang adalah indikator langsung harga dirinya selama interaksi dan oleh karena itu merupakan bagian penting dari proses komunikasi. Facework (Ting-Toomey, 1988) adalah strategi komunikasi yang digunakan individu untuk mengemukakan muka dirinya (self-face) untuk mendukung atau menentang muka diri orang lain (other-face). Individu dari latar belakang dan budaya yang berbeda menegosiasikan strategi muka berbeda ketika konflik dan ketidakpastian terjadi.
Menggunakan pendekatan interpretif kualitatif etnometodologi, penelitian ini mengkaji strategi muka individu dalam dinamika komunikasi virtual kelompok antar budaya. Subyek yang diamati dalam penelitian ini adalah sebuah kelompok virtual, kolaborasi dari tiga universitas (satu dari Indonesia dan dua dari Amerika Serikat) yang secara teratur menggunakan Skype video conferencing untuk bertemu. Interaksi yang terjadi dalam kolaborasi pengambilan keputusan menjadi fokus untuk menganalisis muka. Analisis Percakapan dipakai untuk menganalisa bagaimana peserta mengkonstruksikan percakapan mereka, dan perspektif sosial budaya pada muka diperhitungkan dalam menganalisa data. Sebagai kerangka teori, Teori Face-Negotiation dari Ting-Toomey (1988; 2005) digunakan untuk menjelaskan konsekuensi dari proses komunikasi kelompok virtual, khususnya bagaimana strategi muka individu dilakonkan dalam proses kolaboratif.
Hasil penelitian ini adalah pemetaan strategi facework individu dari budaya-budaya individualistik (Amerika Serikat) dan kolektivistik (Indonesia). Studi ini menunjukkan hasil, yang bertentangan dengan asumsi umum, bahwa perbedaan dalam strategi facework individu dari budaya individualistik dan kolektivistik tidaklah sekontras seperti hitam dan putih. Ada wilayah 'abu-abu' di mana individu-individu dari kedua budaya melindungi atau mempertahankan muka dirinya (self-face defensive) sendiri namun pada saat yang sama juga saling menghormati muka satu sama lain (mutual-face) demi solidaritas kelompok. Sikap mindfulness individu mempengaruhi strategi facework yang dilakukan dalam proses kolaborasi. Pemetaan strategi negosiasi muka berbasis budaya yang dihasilkan dari penelitian ini dapat membantu ilmuwan memahami bagaimana individu menegosiasikan muka mereka dalam kolaborasi virtual antarbudaya. Karenanya, hasil dari penelitian ini merupakan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan Teori Negosiasi Muka.

Goffman (1967) defined face as 'the positive social value a person effectively claims for himself by the line others assume he has taken during a particular contact'. An individual's face is a direct indicator of hir/her self-esteem during interactions and it is therefore an important part of communication processes. Facework (Ting-Toomey, 1988) is a communication strategy used by a person to express his/her self-face to support or oppose other person's face. Individuals from different backgrounds and cultures negotiate face strategies differently when conflict and uncertainty occur.
Using the qualitative interpretive approach of ethnomethodology, this study examines face negotiation strategies in the dynamics of intercultural virtual group communication. The subjects observed in this study is a virtual group, a collaboration of three universities (one from Indonesia and two from the USA) that regularly use Skype video-conferencing for meetings. Interaction that occurs during decision making is the focus for analyzing face. Conversation Analysis is used to analyze how participants construct their conversation, and the sociocultural perspective of the face is considered in analyzing the data. As a theoretical framework, Ting-Toomey's Face Negotiation Theory (1988; 2005) is used to explain the consequences of the virtual group communication process, particularly the face strategy of individuals in collaborative processes.
The result of this study is a mapping of facework strategies from cultures identified as either 'individualistic' (such as the USA) or 'collectivistic' (such as Indonesia). This study shows how, contrary to common assumption, the differences in the facework strategy of individuals from individualistic and collectivistic cultures are not so 'black and white'. There are many 'gray areas' where individuals from both cultures protect or defend his/her own face (self-face defensive) while at the same time also still honoring each other's face (mutualface) for the sake of group solidarity. This means that an individual's mindfulness affects facework strategies undertaken in the process of collaboration. The mapping of culture-based face negotiation strategies produced from this study can help scholars understand how individuals negotiate their face in intercultural virtual collaboration. Results from this study is therefore a significant contribution to the expansion of Face Negotiation Theory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D2281
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Purwito Hidayat
"ABSTRAK
Konflik horizontal di Poso Sulawesi Tengah yang terjadi dalam kurun
waktu 1998-2001 mengakibatkan perubahan tatanan sosial dalam masyarakat
Poso. Penelitian ini ingin melihat proses-proses komunikasi antar budaya
masyarakat Pamona dan Bugis pasca konflik khususnya manajemen konflik,
proses facework dalam negosiasi wajah, identitas, stereotipe, prasangka dan
etnosentrisme serta aspek-aspek sosial, ekonomi dan budaya dalam interaksinya.
Dengan paradigma interpretif, pendekatan kualitatif dan metoda etnografi dimana
peneliti terjun langsung dan tinggal bersama-sama masyarakat Poso di beberapa
daerah. Pada proses negosiasi dan rekonsiliasi konflik jika dilihat menggunakan
face negotiation theory maka kedua komunitas cenderung bersifat kolektivistik
dan menyelesaikan konflik dengan menjaga ‘wajah’ kelompok lainnya. Gaya
penyelesaian konflik antar kedua komunitas cenderung sebagian menggunakan
compromising style, pasca konflik justru negosiasi yang banyak digunakan adalah
avoiding style. Stereotipe, Prasangka dan Etnosentrisme yang berkembang dari
masing-masing kelompok dapat menjadi hambatan dalam proses-proses
komunikasi antar budaya serta kerentanan dan kerawanan akan potensi konflik
berikutnya.

ABSTRACT
Horizontal conflicts in Poso, Central Sulawesi, which occurred in the period
1998-2001 resulted in changes in the social order in the society Poso. This study
wanted to see the processes of intercultural communication between Pamona
society and Bugis post-conflict especially conflict management, negotiation
process in the face facework, identity, stereotypes, prejudice and ethnocentrism as
well as social aspects, economic and cultural interaction. Using interpretive
paradigm, qualitative approaches and of ethnography method, the researcher
directly involved and lived together people of Poso in some areas. In the
negotiation process and conflict reconciliation when viewed using face
negotiation theory, the two communities tend to be collectivistic and resolve
conflicts by keeping the 'face' of others. Style of conflict resolution between the
two communities tend to mostly use the compromising style, post-conflict
negotiations are widely used it is avoiding style. Stereotypes, prejudice and
ethnocentrism that developed from each group can be a bottleneck in the
processes of intercultural communication as well as the vulnerability and
insecurity will be the next potential conflict."
2013
T35566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uus Faizal Firdaussy
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman diplomasi sains peneliti dalam suatu kolaborasi riset internasional dan bagaimana pengalaman tersebut terkait dengan model kecerdasan kultural dari Thomas 2006 dan tiga kualitas Mindfulness dari Kaufman dan Hwang 2015 . Studi Analisis Fenomenologi Interpretatif dilakukan dengan wawancara mendalam dengan empat informan yang terlibat dalam sebuah kolaborasi penelitian internasional yang disebut Innovative Bio-Production Indonesia atau iBioI . Data penelitian menunjukkan bahwa dalam melaksanakan kerja sama riset internasional informan menghadapi tantangan dan hambatan komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan budaya. Studi ini menunjukkan bahwa terdapat manifestasi kecerdasan kultural pada diri informan, walau dalam taraf yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat ditelusuri dari perbedaan manifestasi komponen kualitas kecerdasan kultural, yaitu pengetahuan antarbudaya, perhatian, dan keterampilan antarbudaya pada diri informan. Studi ini juga menjelaskan pola dalam suatu kolaborasi riset yang mindful dan empat fungsi kecerdasan kultural dalam komunikasi antarbudaya dalam konteks diplomasi sains. Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini hanya mengambil data dari peneliti Indonesia dan hanya meneliti kolaborasi di bidang ilmu hayati saja. Penelitian ini telah mampu menunjukkan bukti empiris bahwa kecerdasan kultural juga dapat membantu peneliti dalam situasi antar budaya. Selain itu, penelitian ini mendukung pernyataan penelitian sebelumnya mengenai peran penting mindfulness dalam menerjemahkan pengetahuan budaya ke dalam keterampilan antarbudaya. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi panduan bagi kolaborasi penelitian internasional lainnya. Pengembangan kecerdasan kultural pada peneliti diharapkan bisa mewujudkan tujuan diplomasi sains yang membantu memperkuat hubungan antar negara.

The purpose of this article is to find out how the researcher experience science diplomacy in an international research collaboration and how the experience is linked to the cultural intelligence model from Thomas 2006 and three qualities of Mindfulness from Kaufman and Hwang 2015 . An Interpretative Phenomenological Analysis study conducted with in depth interviews with four informants involved in an international research collaboration called Innovative Bio Production Indonesia or iBioI . Research data shows that in carrying out an international research collaboration informants face the challenges and communication barriers caused by cultural differences. This study shows that there are manifestations of cultural intelligence in informants, even at various levels. This distinction can be traced from the components of cultural intelligence, i.e. Intercultural knowledge, mindfulness, and intercultural skills. This study also explains the mindful collaborative research patterns and the four functions of cultural intelligence in intercultural communication in the context of science diplomacy. The limitation of this study is to only take data from the Indonesian researchers and examine only collaboration in the field of natural science. This research has been able to show empirical evidence that cultural intelligence can also help researchers in an intercultural situation. In addition, this study supports the previous research statement on the critical role of mindfulness in translating cultural knowledge into intercultural skills. This research is also able to show the pattern of mindful collaborative research and the function of mindfulness in an international research collaboration. This research is expected to be a guide for another international research collaborations. The development of cultural intelligence on a researcher is expected to realize the goal of science diplomacy that helps strengthen the relationship between countries."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Eka Santi
"Perusahaan multinasional sangat erat kaitannya dengan adanya komunikasi antarbudaya dan pertemuan antarbudaya. Setiap budaya memiliki dimensi budaya nasional masing-masing. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam melalui interpretative phenomenological analysis yang bertujuan untuk mengungkapkan pemaknaan pengalaman secara eksploratif bagaimana budaya kerja perusahaan yang dibentuk dalam Hofstede's cultural dimensions yang diimplementasikan oleh jajaran manajemen Jepang dan manajemen lokal di dalam PT. Hanwa Indonesia. Serta untuk mengungkapkan bentuk-bentuk pertemuan antarbudaya Indonesia dan Jepang di dalam PT. Hanwa Indonesia khususnya culture shock, akulturasi, dan komunikasi verbal dan nonverbal yang terikat budaya. Dalam studi ini ditemukan bahwa dimensi yang terbentuk dengan menggunakan Hofstede's cultural dimensions di dalam PT. Hanwa Indonesia yaitu large power distance, strong uncertainty avoidance, femininity, individualism, dan short term orientation. Pertemuan antarbudaya yang terjadi di dalam PT. Hanwa Indonesia yang dialami oleh para manajemen baik manajemen Jepang dan manajemen lokal yaitu culture shock, kemudian setelah melalui masa culture shock terdapat proses akulturasi di dalam perusahaan ini, terakhir adanya proses komunikasi verbal dan nonverbal antar kedua pihak baik manajemen Jepang maupun manajemen lokal. Dengan adanya manajer lokal di dalam PT. Hanwa Indonesia, memiliki fungsi sebagai penghubung antara budaya kerja Jepang dan budaya kerja Indonesia.

In multinational company it is closely related with intercultural communication and intercultural encounters. Each culture has its own national cultural dimension. This study method was conducted qualitatively with in-depth interviews uses interpretative phenomenological analysis which aims to reveal the exploratory meaning of experience of how the work culture of the company formed through Hofstede's cultural dimensions implemented by Japanese management and local management within PT. Hanwa Indonesia. Also to reveal the forms of Indonesian and Japanese intercultural encounters in PT. Hanwa Indonesia especially culture shock, acculturation, and verbal and nonverbal communication. The study showed that Hofstede's cultural dimensions in PT. Hanwa Indonesia are large power distance, strong uncertainty avoidance, femininity, individualism, and short term orientation. Intercultural encounters that occurred in PT. Hanwa Indonesia experienced by both of Japanese management and local management from culture shock, then acculturation process, finally there was verbal and nonverbal communication process between Japanese management and local management. With the presence of local managers, it has a function as a bridge between Japanese work culture and Indonesia work culture."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winasti Rahma Diani
"ABSTRAK
Pembelajaran bahasa asing yang memperhatikan dimensi interkultural bertujuan menjadikan pelajar sebagai penutur interkultural. Dengan menguasai kompetensi interkultural, pelajar diharapkan mahir menggunakan bahasa asing dan mampu menempatkan diri berdasarkan latar belakang budaya asal dan budaya yang dipelajarinya dalam situasi interkultural. Peneliti tertarik untuk melihat bagaimana pembelajaran interkultural dilakukan dalam kursus Bahasa Indonesia bagi Pelajar Asing BIPA tingkat pemula. Dalam penelitian ini, peneliti melihat pembelajaran interkultural melalui buku ajar, observasi kelas dan program budaya, serta asesmen yang digunakan di lembaga X. Dari hasil analisis, diketahui bahwa buku ajar memuat tema-tema pembelajaran interkultural untuk kebutuhan bertahan hidup pelajar tingkat pemula. Hasil observasi kelas pun menunjukkan pembelajaran interkultural dilaksanakan dengan baik. Namun, hasil observasi field trip yang merupakan bagian dari program budaya menunjukkan bahwa kegiatan tersebut tidak terintegrasi dengan pembelajaran bahasa. Terakhir, hasil analisis asesmen menunjukkan bahwa buku latihan dan tes yang digunakan belum memperhatikan aspek interkultural. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan untuk pembelajaran interkultural di kursus BIPA, khususnya tingkat pemula.
ABSTRACT
Foreign language teaching that promotes the intercultural dimension aims to make learners to be intercultural speakers. By mastering intercultural competencies, students are expected to master foreign languages and be able to position themselves based on the background of their origin culture and the culture they learn in intercultural situations. Researcher is interested in seeing how teaching intercultural competencies conducted in the course of Indonesian as a Foreign Language BIPA , especially at beginner level. In this study, the researcher looked at intercultural teaching through textbooks, classroom observations, cultural program, and assessments used in Institution X in a beginners course. The results of the analysis show that the textbooks used contain themes of intercultural learning for the survival needs of the novice students. The results of class observations also show that intercultural teaching was well executed. However, the result of the field trip observations that were part of the cultural program show that the activities were not integrated with language learning. In addition, the result of the assessment analysis also indicates that the exercise book and the test used have not considered the intercultural aspects. Therefore, this research is expected to provide input for intercultural teaching in BIPA courses, especially at beginner level."
2018
T51313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
El Chris Natalia
"ABSTRAK

Tesis ini membahas tentang orang-orang Korea Selatan yang melakukan adaptasi antarbudaya di Indonesia melalui akomodasi komunikasi terhadap orang-orang Indonesia. Orang-orang Korea Selatan menghadapi budaya yang berbeda ketika di Indonesia dan mengharuskan mereka beradaptasi dengan budaya dan orang-orang Indonesia. Budaya yang berbeda bisa jadi memicu terjadinya masalah. Akomodasi komunikasi menjadi suatu aspek pendukung bagi orang-orang Korea Selatan untuk beradaptasi. Tesis ini berfokus untuk menjelaskan bagaimana sikap dan penggunaan bahasa orang-orang Korea Selatan dalam melakukan akomodasi komunikasi dengan orang-orang Indonesia dan alasan mereka dalam bersikap dan menggunakan bahasa tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologi dengan menggunakan Teori Akomodasi Komunikasi.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kesamaan karakteristik pada orang-orang Korea Selatan cenderung menjadikan mereka berperilaku sama ketika berakomodasi komunikasi untuk beradaptasi. Orang-orang Korea Selatan tetap mempertahankan dan memperlihatkan identitas budaya mereka sebagai orang Korea Selatan saat beradaptasi. Jumlah banyaknya orang-orang Korea Selatan ketika bersama orang-orang Indonesia menentukan apakah mereka akan berkonvergensi atau berdivergensi. Ketika jumlah mereka lebih banyak dibandingkan orang Indonesia, mereka cenderung melakukan divergensi, sebaliknya ketika jumlah mereka lebih sedikit, maka mereka cenderung melakukan konvergensi. Semakin lama orang-orang Korea Selatan tinggal di Indonesia, maka mereka lebih sering melakukan konvergensi terhadap orangorang dan budaya Indonesia. budaya kolektivisme orang-orang Korea Selatan yang ‘berkelompok’ membuat mereka sedikit susah untuk melakukan konvergensi dan beradaptasi dengan lebih terbuka terhadap orang-orang Indonesia


ABSTRAK

This thesis studies about South Korean people who do intercultural adaptation in Indonesia through communication accomodation toward Indonesian people. South Korean people face different cultures in Indonesia and they have to adapt with Indonesian people and culture. Different cultures can trigger problems. Communication Accomodation is an supporting aspect for South Korean people to adapt. This thesis focuses on explaining the attitude and the use languange of South Korean people and their reason in doing communication adaptation with Indonesian people. This reasearch is qualitative research using phenomonelogy approach with Communication Accomodation Theory.

The result of this research is similar characteristic of South Korean people tend to make them do the same attitude in doing communication accomodation to adapt. They keep maintaining and showing their cultural identity as South Korean people when they do the adaptation. The number of South Korean people when they are with Indonesian people determines whether they will do convergence or divergence. When their number is lesser than Indonesian people, they will diverge. On contrary, when their number is bigger than Indonesian people, they will converge. The longer time they stay in Indonesia, the more they converge toward Indonesian people and its culture. The collectivism culture of Korean people in “grouping” make them a bit hard to do wider convergence and adaptation toward Indonesian people.

"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Joshua Sotarduga
"Pada era globalisasi sekarang ini, industri pariwisata menjadi salah satu sektor yang maju dengan pesat. Indonesia merupakan negara terluas di Asia Tenggara dengan potensi pariwisata yang luar biasa. Dalam rangka menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada sektor pariwisata, dalam tesis ini secara lebih spesifik menganalisis pengaruh beberapa variabel yang dipilih yaitu, seberapa besar pengaruh pengeluaran peruntukkan pariwisata yang dialokasikan dalam APBD, kualitas sumber daya manusia yang tercermin pada IPM (Indeks Pembangunan Manusia), akomodasi hotel, harga yang dilihat dari nilai tukar atau kurs, infrastruktur listrik atau konsumsi energi, PDB negara mitra utama pariwisata, dan kedatangan wisatawan asing di ASEAN dibandingkan terhadap jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.
Dalam tesis ini, metodologi yang digunakan adalah uji regresi data panel, yaitu dengan menggunakan Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM) yang ditentukan berdasarkan hasil Chow Test dan Hausman test. Pada kesimpulan ditunjukan HDI dan Hotel merupakan variabel yang signifikan dan direkomendasikan untuk pemerintah agar dapat meningkatkan kualitas SDM pariwisata atau pun SDM pemerintah sebagai pemegang kebijakan pariwisata selain itu direkomendasikan untuk pemerintah pusat dan daerah agar dapat meningkatkan investasi hotel berkualitas di daerah dan juga meningkatkan promosi pariwisata ke luar negeri.

In the current era of globalization, the tourism industry became one of the sectors that thrive. Indonesia is the largest country in Southeast Asia with tremendous tourism potential. In order to face AEC (ASEAN Economic Community) in the tourism sector, in this thesis gives the analysis of the influence of several variables selected, namely, the allocated of budget planned by province government for tourism sector, the quality of human resources as reflected in HDI (Human Development Index), hotel accommodation, the exchange rate, electrical infrastructure or energy consumption, GDP of the main country tourist origin, the foreign tourist arrivals in ASEAN compare to the number of visits of foreign tourists to Indonesia.
The methodology using in this thesis is panel data regression test, using Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) and Random Effects Model (REM) is determined based on the results of Chow Test and Hausman test. At the conclusion indicated that HDI and Hotel is a significant variable and recommended to the government to improve the quality of tourism human resources or human resources of the government as tourism policy holder other than that recommended for the central and local governments to improve investment in hotels in the area and also increase tourism promotion abroad.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T43572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Ardi Timbul Hartadon
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas face negotiation yang terjadi antara generasi muda Batak
sebagai keturunan perantau dengan generasi tua dalam usaha mempertahankan
identitas budaya asal. Penelitian ini menggunakan teori face negotiation untuk
membahas bagaimana konsep muka menyertai dua budaya berbeda dalam
mengendalikan terjadinya konflik. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
paradigma konstruktivis, pendekatan kualitatif, menggunakan metode etnografi.
Subjek penelitian dipilih melalui strategi purposive. Hasil penelitian menunjukkan
berdasarkan pembagian cluster dalam teori face negotiation dapat digambarkan
face orientation generasi muda Batak adalah both/mutual face, face movement
yang diterapkan adalah jenis mutual face protection moves, face interaction
strategis adalah mengedepankan high context, gaya konflik komunikasi yang
sering terjadi adalah compromising, dan face content domain adalah reliability
face yang mengedepankan kepercayaan.

ABSTRACT
This thesis studies about face negotiation between Bataknese young generation
which are part of migrant generation in Jakarta and their parents to maintain
ethnic identity of host culture. This studies used face negotiation theory to explain
about face concept between two different culture in maintain conflict. This studies
used constructivism paradigm, qualitative approach, and ethnography method.
Subject in this studies are choosen by purposive sampling by criteria. The result of
this studies shows that based on cluster of face negotiation theory, face orientation
of bataknese young generation is both/mutual face, and also used other face
upgrading moves of face movement criteria. The face interaction strategies is
prior to high context, compromising is conflict communication style prefered, and
face content domain is reliability face, This thesis studies about face negotiation between Bataknese young generation
which are part of migrant generation in Jakarta and their parents to maintain
ethnic identity of host culture. This studies used face negotiation theory to explain
about face concept between two different culture in maintain conflict. This studies
used constructivism paradigm, qualitative approach, and ethnography method.
Subject in this studies are choosen by purposive sampling by criteria. The result of
this studies shows that based on cluster of face negotiation theory, face orientation
of bataknese young generation is both/mutual face, and also used other face
upgrading moves of face movement criteria. The face interaction strategies is
prior to high context, compromising is conflict communication style prefered, and
face content domain is reliability face]"
2015
T44576
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karunia Khairunnisa
"ABSTRAK
Berdiri dan berkembangnya perusahaan startup multikultural membuat komunikasi antarbudaya dalam konteks tempat kerja tidak terelakkan. Penelitian kualitatif dengan tipe studi kasus empiris ini bertujuan untuk memahami pengalaman adaptasi dalam komunikasi antarbudaya yang dilakukan oleh karyawan asal Chengdu pada salah satu perusahaan startup di Jakarta dan bagaimana pengalaman adaptasi tersebut berperan dalam pembentukan budaya organisasi yang ada. Dalam studi ini ditemukan bahwa terdapat suatu pola adaptasi yang terbentuk dan berperan penting dalam pembentukan budaya organisasi; dan dengannya pula karyawan asal Chengdu berhasil melakukan proses adaptasi guna menjalankan pekerjaannya dan mencapai tujuan perusahaan.


The establishment and growth of multicultural startup company urge intercultural communication in work place context becomes inevitable. This qualitative research uses empirical case study attempts to comprehend the adaptation experience within intercultural communication that applies to Chengdu employee in a startup company in Jakarta and how the adaptation experience is taking role in order to form the existent organization culture. The study shows the pattern of adaptation and its significance in forming organization culture; within the adaptation pattern, Chengdu employee succeeding the adaptation process to run their job well and achieve the company goals.

"
2019
T52538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>