Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183457 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benita Novitasari Priyanto
"ABSTRACT
Latar Belakang: Beberapa penelitian sebelumnya terkait penggunaan kontrasepsi hormonal suntik jangka pendek yang mengandung hormon estrogen dan progesteron memiliki pengaruh pada rongga mulut khususnya kualitas dan kuantitas saliva. Tujuan: Menganalisis pengaruh lama pemakaian kontrasepsi hormonal suntik jenis Depot-Medorxyprogesterone Acetate (DMPA) terhadap laju alir dan kapasitas bufer saliva terstimulasi Metode: Penelitian ini dilakukan pada 80 wanita berusia 20-35 tahun yang dibagi menjadi 3 kelompok pemakai kontrasepsi suntik DMPA berdasarkan lama pemakaian yaitu 12-23 bulan, 24-35 bulan dan 36-60 bulan serta 1 kelompok non pengguna (kontrol) dengan jumlah 20 subjek pada setiap kelompok. Pengukuran laju alir dan kapasitas bufer saliva terstimulasi subjek dilakukan dengan GC saliva buffer check kit. Hasil penelitian: Tidak terdapat perbedaan bermakna (p > 0,05) laju alir dan kapasitas bufer saliva terstimulasi antara kelompok non pemakai dan kelompok pemakai, maupun antar kelompok pemakai dengan durasi yang berbeda. Namun, bila dilihat berdasarkan nilai rata rata terdapat sedikit kenaikan laju alir dan kapasitas bufer saliva terstimulasi pada ketiga kelompok pemakai jika masing masing dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh lama pemakaian kontrasepsi suntik hormonal DMPA terhadap laju alir dan kapasitas bufer saliva terstimulasi. 

ABSTRACT
Background: The previous studies regarding short-term hormonal contraceptive injection that consist of estrogen and progesterone have oral manifestation especially to quality and quantity of saliva Objectives: To analyze the effects of hormonal contraceptive injection Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) usage duration to flow rate and buffer capacity of stimulated saliva. Methods: Study was conducted on 80 females aged 20-35 years that were divided into 3 groups of contraceptive users with different duration of usage that were 12-23 months, 24-35 months and 30-60 months, and a group of non-contraceptive users, each group consist of 20 subjects. The measurements of saliva flow rate and buffer capacity were done using GC saliva buffer check kit. Results: There were no significant difference (p > 0,05) of flow rate and buffer capacity of stimulated saliva between groups of contraceptive users and group of non-users as well as between groups of users with different length of duration. However, the mean value of both flow rate and buffer capacity slightly increase in 3 groups of contraceptive users if each were compared to group of non-users Conclusion: There were no effects of hormonalcontraceptive injection DMPA usage duration to flow rate and buffer capacity of stimulated saliva. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismiratul Maulida
"ABSTRACT
Pada pemakaian kontrasepsi hormonal suntik Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dapat menyebabkan kenaikan hormon tubuh. Hal ini dapat mempengaruhi saliva di rongga mulut yang merupakan salah satu indikator faktor resiko terjadinya karies gigi. Pemeriksaan pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi dapat digunakan untuk menilai risiko karies individu. Pada beberapa penelitian, pemakaian DMPA menunjukkan terjadinya efek samping pada tubuh dan rongga mulut. Pemakaian DMPA dapat menimbulkan amenorea dan penurunan densitas tulang. Selain itu ketidakseimbangan hormon pada pemakaian DMPA juga mempengaruhi pH dan viskositas saliva. Tujuan: Menganalisis pengaruh lama pemakaian kontrasepsi hormonal suntik DMPA terhadap pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi. Metode: Saliva tidak terstimulasi pada subjek pemakai kontrasepsi hormonal suntik DMPA dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu pemakaian selama 12-23 bulan, 24-35 bulan, dan 36-60 bulan, dan subjek non pemakai kontrasepsi dikumpulkan dan langsung diukur nilai pH dengan menggunakan kertas lakmus merk GC dan nilai viskositas dengan viskometer Oswald. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) nilai pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi antara kelompok uji dan kelompok kontrol. Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh lama pemakaian kontrasepsi hormonal suntik DMPA terhadap pH dan viskositas saliva tidak terstimulasi.

ABSTRACT
The use of hormonal contraceptive injection Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) increasing the hormonal productivity. This can affect saliva in the oral cavity, which is one of the indicator of risk factors for dental caries. Examination of pH and viscosity of unstimulated saliva can be used to assess the risk of individual caries. In several studies, the use of DMPA showed the occurrence of side effects on the body and oral cavity. Use of DMPA can cause amenorrhea and reduce bone density. In addition, hormonal imbalances in the use of DMPA also affect the pH and viscosity of saliva. Objective: To analyze the effect of usage duration of hormonal contraceptive injection DMPA on pH and viscosity of unstimulated saliva. Method: Unstimulated saliva in hormonal contraceptive injection DMPA subjects with used duration of 12-23 months, 24-35 months, and 36-60 months, and non-contraceptive were collected and measured directly by using GC pH indicator paper and Oswald viscometer. Results: There were no significant differences (p > 0.05) value of pH and viscosity of unstimulated saliva between the test groups and control group. Conclusion: There were no effects of duration of usage hormonal contraceptive injection DMPA on the pH and viscosity of unstimulated saliva.
"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmira Musdiyanti
"ABSTRACT
Latar belakang: Salah satu obat antihipertensi yang banyak digunakan di Indonesia adalah Amlodipin. Obat tersebut memiliki efek samping sistemik dan oral, salah satunya adalah serostomia. Serostomia ini ditandai dengan penurunan laju alir saliva. Laju alir saliva yang rendah dapat meningkatkan insidensi karies gigi. Tujuan:  Mengetahui perbedaan laju alir saliva terstimulasi dan indeks DMF-T. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan desain cross sectional. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 60 orang yang dibagi menjadi 30 subjek yang mengonsumsi obat antihipertensi amlodipin dan 30 subjek tidak mengalami hipertensi. Pengambilan sampel berdasarkan metode consecutive sampling. Tingkat keparahan karies diukur dengan indeks DMF-T. Pemeriksaan laju alir saliva terstimulasi dengan mengumpulkan saliva ke dalam gelas ukur selama 5 menit menggunakan dengan metode spitting. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara laju alir saliva terstimulasi dan indeks DMF-T pada kelompok yang mengonsumsi obat amlodipin dan kelompok yang tidak mengalami hipertensi (p<0.05). Kesimpulan: Kelompok yang mengonsumsi obat amlodipin memiliki laju alir saliva terstimulasi lebih rendah (3.98 ± 1.27 mL) jika dibandingkan kelompok yang tidak mengalami hipertensi (6.62  ± 1.31 mL) dan rerata indeks DMF-T lebih tinggi (8.37 ± 3.70) jika dibandingkan kelompok yang tidak mengalami hipertensi (2.67 ± 1.97).

ABSTRACT
Background: Amlodipine is the most used antihypertensive drug in Indonesia. Side effects, whether systemic or oral, can occur do to consumption of amlodipine such as xerostomia. Xerostomia can be detects by the decrease of salivary flow rate. Decrease of salivary flow rate can increase dental caries incidence. Objective : To determine the difference in stimulated salivary flow rate and DMF-T index. Method : The study is a comparative analytical study with a cross sectional design. Total subject in this study were 60 people, of which 30 subjects were taking amlodipine antihypertensive drug and 30 subjects without hypertension, obtained by using consecutive sampling method. DMF-T index was scored to indicate the severity of dental caries. Stimulated saliva flow rate was measured by collecting saliva into a measuring cup for 5 minutes using the spitting method. Result : There was significant differences in salivary flow rate and DMF-T index between group taking amlodipine drug and group without hypertension. Conclusion : The stimulated salivary flow rate in group taking amlodipine drug (3.98 ± 1.27 mL) was significantly lower than in the group without hypertension (6.62 ± 1.31 mL). The mean DMF-T index in group taking amlodipine drug (8.37 ± 3.70) was significantly higher than in the group without hypertension (2.67 ± 1.97)."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Gde Budhi Asthana
"Latar belakang: Pada era ini, penyakit hipertensi sudah banyak menyerang usia yang lebih muda kisaran 30 – 50 tahun. Salah satu obat antihipertensi yang banyak digunakan di Indonesia adalah amlodipin. Efek samping obat ini adalah Serostomia yang ditandai dengan penurunan lajur alir saliva. Umumnya penurunan laju alir saliva disertai dengan penurunan pH. PH saliva yang menurun dapat meningkatkan faktor risiko karies gigi. Tujuan : Menganalisis hubungan antara konsumsi obat antihipertensi amlodipin terhadap pH saliva sebagai indikator risiko karies. Metode : Penelitian ini menggunakan desain analitik komparatif dengan desain cross sectional. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 60 orang yang dibagi menjadi 30 pasien hipertensi yang mengonsumsi obat antihipertensi amlodipin sebagai kelompok uji dan 30 individu normal yang tidak menderita hipertensi sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel berdasarkan metode consecutive sampling. Hasil : Terdapat perbedaan bermakna antara pH saliva antara kelompok uji dan kelompok kontrol (p<0.05). Kesimpulan : pH saliva tidak terstimulasi dan terstimulasi pada pasien yang mengonsumsi amlodipin lebih rendah dibandingkan individu normal yang tidak menderita hipertensi

Background: In this era, hypertension has attacked many younger age range of 30-50 years. One of the most widely used antihypertensive drugs in Indonesia is amlodipine. The side effect of this drug is Xerostomia which is characterized by salivary flow rates decreased. Generally a decrease in salivary flow rate is accompanied by Saliva pH decreased. Decreased salivary pH can increase risk factors for dental caries. Objective: To analyze the relationship between consumption of amlodipine antihypertensive drugs to salivary pH as an indicator of caries risk. Method: This study used a comparative analytic with cross sectional design. The number of subjects in this study were 60 people who were divided into 30 hypertensive patients who consumed amlodipine antihypertensive drugs as a test group and 30 normal individuals who did not suffer from hypertension as a control group. Sampling is based on consecutive sampling method. Result: There was a significant difference between salivary pH between the test group and the control group (p <0.05). Conclusion: Saliva pH not stimulated and stimulated in patients taking amlodipine lower than normal individuals who did not suffer from hypertension"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yova Nurfania
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui efek aplikasi SDF pada anak usia 36-71 bulan dalam menghentikan karies aktif dan menurunkan faktor risiko karies. Sampel yang digunakan adalah anak-anak PAUD Rama-rama yang dibagi menjadi dua kelompok secara acak: kelompok kontrol dan perlakuan. Skor karies dan pH plak anak diperiksa sebelum dan tiga bulan setelah dilakukan aplikasi SDF. Kuesioner ADA Caries Risk Assessment diisi oleh ibu subjek saat baseline. Terdapat perbedaan bermakna pada jumlah karies aktif dan pH plak anak kelompok perlakuan setelah dilakukan aplikasi SDF. Dapat disimpulkan bahwa SDF berpotensi efektif dalam menghentikan karies aktif gigi sulung dan menurunkan faktor risiko karies.

The study aimed to assess the effect of SDF application to 36-71 months children in arresting active caries and decreasing caries risk factor. Samples were children at PAUD Rama-rama, randomly divided into two groups: control and intervention group. Caries score and plaque pH were examined before and three months after SDF application. ADA Caries Risk Assessment questionnaire was filled by subject’s mother. There were significant differences at number of active caries and plaque pH in intervention group after SDF application. It was concluded that SDF was potentially effective in arresting active caries on primary teeth and decreasing caries risk factor. rama randomly divided into two groups which are control and intervention group Teeth caries score and plaque pH were examined before and three months after SDF application ADA Caries Risk Assessment questionnaire was answered by subject rsquo s mother Result There were significant differences at number of active caries on decayed teeth p 0 000 mean SD 2 61 2 44 extracted teeth p 0 001 mean SD 1 10 2 80 and plaque pH p 0 008 mean SD 6 53 0 40 in control gorup compared to intervention group after SDF application Conclusion SDF was potentially effective in arresting active caries on primary teeth and decreasing caries risk factor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Pratiwi
"Pemerintah Indonesia, khususnya para dokter, dewasa ini giat menganjurkan kepada kaum ibu agar mengutamakan pemberian Air Susu Ibu sebagai makanan bayi, sekurang-kurangnya sampai bayi berusia dua tahun. Tujuan dari anjuran tersebut, selain untuk meningkatkan kesehatan anak, juga untuk meningkatkan kesehatan kaum ibu itu sendiri. Dalam usaha peningkatan kesehatan anak pemberian ASI sebagai makanan bayi jauh Iebih menguntungkan dari pada menggunakan jenis makanan lain Pengganti Air Susu Ibu (PASI), ASI lebih bersih, lebih mudah didapat, lebih murah, lebih bergizi, dan menjamin daya tahan tubuh bayi yang lebih balk.
Anjuran untuk kembali kejenis makanan alamiah diatas, didukung oleh bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Akan tetapi akhir-akhir ini beberapa ahli ilmu kesehatan gigi anak berhasil membuktikan bahwa karies gigi yang polanya identik dengan "Nursing Bottle Caries" juga terjadi pada anak-anak yang hanya menyusu pada. Padahai karies gigi semacam itu , lebih-lebih yang tidak dirawat ; pada gilirannya akan sangat merugikan kesehatan anak.
Nursing Bottle Caries, Nursing bottle syndrome, Night Bottle syndrome, Bottle Mouth, Baby Bottle Caries, Nursing Mouth, dan Labial Caries, adalah suatu keadaan yang terdapat pada anak-anak berusia sangat muda (12 - 36 bulan), yang mempunyai kebiasaan mengedot botol berisi susu atau cairan lain yang mengandung karbohidrat, semenjak berbaring sampai tertidur.
Karies gigi jenis ini, yang keadaannya mirip "Rampant Caries", mempunyai pola yang khas. Proses terbentuknya pola tersebut erat hubungannya dengan kebiasaan pemberian makanan, yaitu diperbolehkannya anak-anak mengedot botol sampai tertidur, Menurut Para ahli, dalam tingkat keparahan yang bagaimanapun, pola Nursing Bottle Caries adalah sebagai berikut. Gigi pertama yang terkena adalah gigi insitif lateral, lingual, mesial, dan distal, setelah itu, gigi insitif lateral atas; permukaan labial, lingual, mesial, dan distal. Kemudian , permukaan oklusal gigi molar satu atas dan satu bawah, serta gigi kanan bawah. Bila kebiasaan pemberian makanan sampai anak tertidur berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi keadaan iebih lanjut, yaitu karies akan tampak pada permukaan oklusal molar dua atas serta bawah, dan yang terakhir adalah gigi insitif bawah.
Akhir-akhir ini, seperti telah diutarakan sebelumnya, beberapa ahli ilmu kesehatan gigi anak berhasil membuktikan bahwa karies gigi yang polanya identik dengan Nursing Bottle Caries juga terjadi pada anak-anak yang hanya menyusu ibunya. Menurut Lawrence A. Kotlow, hal itu dimungkinkan karena sebagian besar penderita menyusu ibunya sampai berusia lebih dari dua dan tiga tahun. Dalam periode tersebut, setiap harinya mereka diperbolehkan menyusu sampai beberapa jam, dan bahkan sering tertidur dalam keadaan dimana puting susu ibu masih berada di rongga mulutnya. Peristiwa yang tersebut terakhir dapat terjadi dua sampai tiga kali perhari, dan kadang-kadang malah berlangsung sepanjang malam.
Bila penjelasan Kotlow diperhatikan dengan seksama, maka yang sesungguhnya telah terjadi adalah : pertama , bahwa ASI juga merupakan penyebab terjadinya kaies gigi. Kedua, bahwa kebiasaan pemberian makanan, dalam hal ini diperbolehkannya anak-anak menyusu ibu sampai tertidur, adalah faktor yang berperan tergadap pola khas dari jenis karies tersebut diatas. Dan Ketiga, diperbolehkannya anak-anak mengedot botol berisi susu atau cairan lain yang mengandung karbohydrat sampai tertidur, bukanlah satusatunya penyebab terjadinya karies gigi dengan pola khas pada anak-anak berusia sangat muda."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyarsih Oktaviana
"Latar belakang: Total Fertility Rate (TFR) di perdesaan masih di atas TFR nasional yaitu 2.8 berbanding 2.6. Wanita perdesaan memiliki ketergantungan tinggi terhadap layanan kesehatan umum untuk mendapatkan pelayanan keluarga berencana. Total kebutuhan pelayanan kontrasepsi di wilayah perdesaan Indonesia adalah 72.5%. Wanita perdesaan perlu mendapat perhatian khusus karena 50.2% penduduk Indonesia tinggal di daerah perdesaan.
Metode: Penelitian menggunakan data SDKI 2012 dengan besar sampel 15.416 orang. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik binomial, dengan subjek penelitian wanita berstatus kawin yang tinggal di daerah perdesaan, sedangkan wanita yang tidak dapat hamil atau sedang hamil saat survei dilakukan tidak diikutsertakan.
Hasil: Wanita di perdesaan yang belum menggunakan kontrasepsi sebanyak 36%. Ada hubungan antara usia, status pekerjaan suami, riwayat anak meninggal, paritas, usia menikah pertama, kunjungan petugas KB, aksesibilitas ke fasilitas kesehatan, keinginan memiliki anak, interaksi antara akses biaya dan akses jarak terhadap status penggunaan kontrasepsi oleh wanita berstatus kawin di perdesaan. Faktor yang paling dominan adalah status pekerjaan suami (OR=3.471, CI 95% 2.671-4.510), usia menikah pertama (OR1=3.277 CI 95% 1.705-6.296; OR2=2.774, CI 95% 1.444-5.328), dan akses biaya (OR=2.623, CI 95% 1.822-3.776).
Kesimpulan: Fokus sasaran peningkatan prevalensi pengguna kontrasepsi di perdesaan adalah wanita menikah di bawah usia 21 tahun, memiliki suami yang tidak bekerja, memiliki riwayat anak meninggal, dan paritas dua anak. Determinan penggunaan KB di perdesaan adalah aksesibilitas (jarak, biaya, informasi) dan keinginan memiliki anak.
Rekomendasi kebijakan dan program: melibatkan praktek bidan swasta dalam sistem jaminan kesehatan, bimbingan KB bagi pasangan menikah di bawah usia 21, pemetaan segmentasi sasaran pelayanan KB perdesaan, dan pemberdayaan petugas KB sebagai ?marketing sales? alat kontrasepsi.

Background: Total Fertility Rate ( TFR ) in rural areas is still above the national TFR is 2.8 compared to 2.6. Rural women is highly dependent on public health institutions in acquiring family planning services. Total need of contraceptive services in rural areas of Indonesia is 72.5%. Rural women need special attention because they constitute 50.2% of Indonesian women.
Method: This research used data from IDHS 2012 with a sample size of 15,416 subjects. Statistical test used was binomial logistic regression. Married women who lived in rural areas are included in the study while infertile women or pregnant women are excluded.
Results: 36% of women in rural areas have never used any contraceptive method. Age, husband's working status, history of deceased offspring, parity, age at first marriage, visit by family planning officer, accessibility to health facility, desire for more children, interaction between mobility and financial accessibility are associated with usage of contraception by married women in rural areas. The most dominant factors are husband's working status (OR=3.471, CI 95% 2.671-4.510), age at first marriage (OR1=3.277 CI 95% 1.705-6.296; OR2=2.774, CI 95% 1.444-5.328), and financial accessibility (OR=2.623, CI 95% 1.822-3.776).
Conclusion: The focus of efforts to increase the prevalence of contraception user in rural areas are married woman who is below 21 years old at first marriage, has an unemployed husband, has a history of deceased children, and has delivered children twice. Determinants of conrraception usage in rural areas are accessibility (financial, mobility, and information) and desire for more children.
Program and policy recommendation: inclusion of private practice midwives in health insurance system, compulsory family planning counseling for married pair below 21 years old, mapping of family planning target segmentation in rural area, and empowerment of family planning workers as "salesman" for contraception."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlinawati
"Penggunaan alat kontrasepsi oleh PUS (pasangan usaha subur) sangat penting tetapi banyak mengalami drop out. Drop out penggunaan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain faktor individudan lingkungan adalah faktor program yaitu pelayanan KIE (komunikasi, informasi, edukasi) dan kualitas pelayanan kontrasepsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh KIE (macam KIE KB dan macam konseling KB) dan kualitas pelayanan kontrasepsi (pilihan metode kontrasepsi, kemudahan pelayanan dan pemberian informasi) terhadap terjadinya drop out penggunaan alat kontrasepsi. Jenis penelitian ini explanatory survey degan rancangan cross sectional study. Populasi penelitian adalah PUS yang menjadi apsektor KB dan tercatat pada bulan Desember 2002-Desember 2003 di Desa Setupatok. Besar sampel sebanyak 119 orang yang diambil secara acak sistematik. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik. Hasil uji statistik dengan uji regresi logistik (araf signifikasn 95%) diperoleh simpulan bahwa ada pengaruh macam KIE KB terhadap drop out (p=0,024), ada pengaruh macam konseling terhadap drop out (p=0,0001), ada pengaruh layanan KIE KB terhadap drop out (p=0,0001), ada pengaruh pilihan metode kontrasepsi terhadap drop out (p=0,008), tidak ada pengaruh kemudahan pelayanan terhadap drop out (p=0,186), ada pengaruh pemberian informasi terhadap drop out (p=0,0001), dan ada pengaruh kualitas pelayanan kontrasepsi terhadap drop out (0,002), ada pengaruh layanan KIE KB terhadap drop out (p=0,0001), dan ada pengaruh kualitas pelayanan kontrasepsi terhadap drop out (p=0,002) serta probabilitas terjadi drop out sebesar 38% pada ekspektor KB yang memperoleh konseling yang tidak lengkap dan informasi yang tidak memadai. disarankan kepada petugas pemberi pelayanan KB untuk memberikan pelayanan KIE KB yang teratur, pemberian materi KIE yang lengkap, pemberian konseling yang lengkap dan pemberian informasi yang memadai."
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi, 2005
JKKI 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Amelia Ruliani
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi di dunia. Saliva memiliki berbagai peran di dalam rongga mulut yang berhubungan dengan karies. Total Antioxidant Capacity berperan dalam melindungi tubuh dari berbagai kondisi patologis. Tujuan: Menganalisis konsentrasi Total Antioxidant Capacity pada saliva bebas karies dan early childhood caries dihubungkan dengan OHI-S, dmf-t, serta viskositas dan laju alir saliva. Metode: Sampel saliva tersimpan sebanyak 33 sampel yang diperoleh dari anak usia di bawah 71 bulan dengan kondisi bebas karies dan early childhood caries diuji dengan menggunakan total antioxidant capacity assay kit. Hasil: Terdapat perbedaan konsentrasi Total Antioxidant Capacity dalam saliva anak bebas karies dan early childhood caries, terdapat korelasi linier positif sedang antara konsentrasi Total Antioxidant Capacity dalam saliva anak dengan skor dmf-t, tidak terdapat perbedaan konsentrasi Total Antioxidant Capacity dalam saliva anak dengan kategori OHI-S baik dan sedang, laju alir saliva tinggi dan sedang, serta viskositas saliva encer dan kental. Kesimpulan: Konsentrasi Total Antioxidant Capacity pada saliva early childhood caries lebih tinggi dibandingkan bebas karies.

Background: Dental caries is a common disease worldwide. Saliva has a big role in oral cavity associated with dental caries. Total Antioxidant Capacity has a role to protect the body from any pathological condition. Objective: Analysing Total Antioxidant Capacity concentration of Early Childhood Caries and Caries Free saliva and its relation to OHI-S, dmf-t, and salivary flow rate and viscosity. Method: 33 stored saliva samples of children under 71 month old with early childhood caries and caries free tested using total antioxidant capacity assay kit. Result: There is a significant difference between Total Antioxidant Capacity concentration in saliva of caries free and early childhood caries children, there is a moderate linear positive correlation between Total Antioxidant Capacity concentration and dmf-t. There is no difference between Total Antioxidant Capacity concentration in saliva of children with good and moderate OHI-S, high and moderate salivary flow rate, and watery and thick saliva. Conclusion: Total Antioxidant Capacity concentration in saliva of early childhood caries children is higher than caries free."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Namora
"Di Indonesia laporan mengenai keparahan karies gigi berdasarkan indeks def-t/DMFT dan indeks pufa/PUFA masih langka. Tujuan penelitian ini diketahuinya tingkat keparahan karies gigi pada murid sekolah dasar di daerah tertinggal dan perkotaan. Penelitian ini adalah survey deskriptif.
Hasil penelitian status keparahan karies gigi di daerah perkotaan menurut indeks def-t 3,38, indeks DMF-T 0,54, indeks pufa 0,83, indeks PUFA 0,07, rasio pufa 28,6%. Status keparahan karies gigi di daerah tertinggal menurut indeks pufa 1,63 dan indeks PUFA 0,4. Indeks def-t/DMF-T berkaitan dengan pencegahan karies gigi. Indeks pufa/PUFA berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

In Indonesia research about caries severity in accordance to dmft and pufa index is infrequent. The purpose is knowing level of caries severity between rural and urban area. This study is using descriptive survey studies as methode. Caries severity status in elementary school students in urban area according to deft index is 3.38, DMFT index 0,54, pufa index 0.83, PUFA index 0,07, Pufa Ratio 28,6%.
Caries severity status in elementary school students in rural area according to pufa index is 1,63 and PUFA index 0,4. def-t/DMF-T index is related to caries prevention strategy. Pufa/PUFA index is related to health service.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>