Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudita Trisnanda
"Ketidakjelasan muncul terkait keabsahan perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik yang perceraiannya tidak didaftarkan pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Dapat dikatakan, bahwa pasangan suami istri yang tidak mendaftarkan perceraiannya pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masih terikat perkawinan yang sah, walaupun telah mendapatkan putusan pengadilan. Permasalahan menjadi semakin kompleks, manakala pasangan suami istri tersebut ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangannya terdahulu. Penelitian menggunakan bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan perkawinan menurut hukum negara dan agama Katolik serta mengenai perjanjian kawin. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan wawancara dengan romo dan hakim. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian dianalis secara kualitatif. Perjanjian kawin pasangan suami istri pemeluk agama Katolik pada perceraian yang tidak didaftarkan dalam hal terjadi perkawinan kembali tetap sah, kecuali pasangan suami istri tersebut telah membatalkan terlebih dahulu. Notaris selaku pembuat perjanjian kawin juga hendaknya memberikan penyuluhan hukum terkait pentingnya pendaftaran perceraian, dimana dalam perkawinan tersebut diikuti dengan perjanjian kawin.

Unclear status prenuptial agreement arise in catholic marriage if the divorce is not registered in civil registrar. In Indonesia, divorce will be legalized if the couple register their divorce in the civil registrar after the judge grant their request on court proceeding. However, complex situation arise whenever the couple want to do remarriage since catholic does not allow divorce. Furthermore, the notary as the one who create the prenuptial agreement should give clear understanding on legal consequences after creating prenuptial agreement in relation to catholic and Indonesian marriage.A critical question posed in this scene is, does the remarriage process legal under Indonesian law? Does the prenuptial agreement still valid? To answer those questions The research will based on primer sources of law which are indonesia marriage law and catholic marriage law; and secondary sources of law which are books & interview with Churchmans and judges. In addition to that. The research method will based on qualitative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Aprihadi
"Status perkawinan menjadi permasalahan sebelum pasangan suami istri
mengajukan isbat nikah dan mengajukan gugatan perceraian. Selanjutnya, permasalahan dalam pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 3082/Pdt.G/2016/PAJT dan Nomor: 1751/Pdt.G/2017/PAJT. Oleh karena itu, penulis meneliti isbat nikah dan gugatan perceraian yang didahului isbat nikah di Pengadilan Agama. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis-normatif yaitu dengan mengkaji konsep hukum Islam, ketentuan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam terkait isbat nikah dan perceraian. Hasil dari penelitian ini adalah status perkawinan pada isbat
nikah ditentukan dari terpenuhinya rukun dan syarat perkawinan, isbat nikah pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 3082/Pdt.G/2016/PAJT tidak dikabulkan dan putusan telah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan dan KHI. Selanjutnya, isbat nikah pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 1751/Pdt.G/2017/PAJT dikabulkan dan gugatan cerai dikabulkan telah sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian, saran kepada masyarakat untuk memperhatikan rukun dan syarat perkawinan dalam permohonan isbat nikah dan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.
Marital status becomes a problem before husband and wife
file a marriage isbat and file a divorce suit. Furthermore, the problems in the judge's consideration in the East Jakarta Religious Court Decision Number: 3082/Pdt.G/2016/PAJT and Number: 1751/Pdt.G/2017/PAJT. Therefore, the author examines the isbat of marriage and divorce claims that are preceded by the isbat of marriage in the Religious Courts. The research was conducted using a juridical-normative method, namely by examining the concept of Islamic law, the provisions of the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law related to the isbat of marriage and divorce. The results of this study are the marital status of the isbat Marriage is determined from the fulfillment of the pillars and conditions of marriage, the marriage isbat in the decision of the East Jakarta Religious Court Number: 3082/Pdt.G/2016/PAJT was not granted and the decision was in accordance with the Marriage Law and KHI. Furthermore, the isbat marriage in the decision of the East Jakarta Religious Court Number: 1751/Pdt.G/2017/PAJT was granted and the divorce suit was granted in accordance with the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law. Thus, suggestions to the public to pay attention to the pillars and conditions of marriage in the application for marriage isbat and divorce claims to the Religious Courts."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emmanuel Ariananto Waluyo Adi
"Tulisan ini membahas mengenai keabsahan dari akta cerai suami istri beragama kristen yang kemudian ingin melakukan perkawinan kembali dengan pasangan yang lama maupun dengan pasangan yang baru. Bahwa secara hukum negara perkawinan dan perceraian sah selama tidak melanggar ketentuan dalam Undang-Undang tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya, tapi dalam hal ini yaitu Agama Kristen melarang adanya perceraian maupun perkawinan kembali berdasarkan alkitab beserta penafsiran dari para pendeta yang menimbulkan ketidakpastian dalam masyarakat. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan melihat ketentuan dalam Undang-Undang maupun Alkitab. Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat dalam praktek perceraian dan perkawinan kembali dalam Kristen memang masih terjadi dan akta cerai dan akta perkawinan adalah sah dan diakui negara.

This thesis discusses about the validity of the divorce certificate of a Christian husband and wife who wants to re marriage after divorce with the old couple and with a new partner as well. According to the law, marriage and divorce is legal as long as it doesnt violate the provisions of the Marriage Law and implementing its regulations. But in this case, the divorce of the marriage is prohibited by the Christianity and biblical retrieval and the interpretation of Christian pastors that cause the uncertainty in society. This research is using the normative juridical method by looking at the provisions in the Law and the Bible. Based on this research, the practice of divorces and re marriage in Christian is still happening and the divorce certificate and marriage certificate is legitimate and recognized by the state.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muhammad Aryadi
"Perkawinan lahir dari kesepakatan untuk terikat dalam suatu perjanjian suci antara calon suami-istri yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita dan akan menimbulkan ikatan lahir batin, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Antara suami-istri memiliki hubungan hukum yang terjadi, tidak hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban suami-istri, tetapi juga mengatur mengenai hubungan hukum antara orang tua dan anak, hibah, pewarisan, perceraian dan juga perjanjian kawin yang mengatur mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap perundangan yang berlaku dan pada umumnya dimaksudkan untuk mengatur hak-hak suami istri serta mengenai harta kekayaan suami dan istri, baik terhadap harta yang dibawa sebelum perkawinan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan, lazimnya perjanjian perkawinan mengatur mengenai pemisahan harta, menjadi pertanyaan ketika adanya ambiguitas mengenai suatu ketentuan mengenai pembagian harta di dalamnya. Penelitian ini mengkaji mengenai hal apa yang dapat atau tidak dapat dibuat dalam pembuatan perjanjian perkawinan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, di sini digunakan tipologi penelitian berdasarkan sifatnya yaitu penelitian deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data sekunder dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian diharapkan mampu meningkatkan pemahaman mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian perkawinan dan juga mengenai isi yang dapat dibuat di dalamnya menurut ketentuan perundang-undangan yang ada.

Marriage is born from an agreement to be bound in a sacred agreement between a prospective husband and wife that occurs between a man and a woman and will lead to an inner and outer bond, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Between husband and wife has a legal relationship that occurs, not only regulates the rights and obligations of husband and wife, but also regulates the legal relationship between parents and children, grants, inheritance, divorce and also  marriage agreements governing property in marriage. Marriage agreements are a form of deviation from applicable legislation and are generally intended to regulate the rights of husband and wife as well as regarding the property of husband and wife, both the assets brought before marriage and the assets acquired during marriage, the marriage agreement usually regulates the separation of assets , becomes a question when there is an ambiguity regarding a provision regarding the distribution of assets in it. This study examines what can or cannot be made in making marriage agreements. The author uses a normative juridical research method. In relation to normative juridical research, here used a research typology based on its nature, namely descriptive research, this study aims to obtain secondary data using qualitative analysis. The results of the study are expected to be able to increase understanding of the elements contained in the marriage agreement and also about the content that can be made in it according to the existing statutory provisions."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Taris
"[ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
;ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
, ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce’s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
]"
2015
S58998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoannita Mariani
"ABSTRAK
Dalam menjalin hidup bersama melalui pembentukan sebuah keluarga, setiap suami isteri menghendaki agar perkawinan yang dibangun berjalan dengan harmonis untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan kekal. Namun dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, suami isteri seringkali dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang timbul sehingga dapat menyebabkan sebuah perkawinan gagal dan berakhir pada pemutusan hubungan suami isteri melalui perceraian. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian sedangkan pada Hukum Kanonik dalam agama Katolik tidak mengatur mengenai pemutusan ikatan perkawinan karena perceraian, oleh karena perkawinan agama Katolik memiliki sifat hakiki unitas atau monogami dan indissolubilitas atau tak terceraikan. Namun terdapat pengecualian dalam agama Katolik yang mengatur mengenai putusnya perkawinan melalui prosedur kebatalan perkawinan anulasi , Putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri tidak dapat dipersamakan alasanalasannya dalam kebatalan perkawinan anulasi di Pengadilan Gereja Tribunal kecuali apabila terdapat keterkaitan dengan alasan-alasan karena unsur halangan perkawinan atau cacat kesepakatan perkawinan atau cacat tata formanica, seperti pada kedua kasus putusnya perkawinan karena perceraian di Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Negeri Samarinda yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap secara hukum positif, akan tetapi secara hukum kanonik perkawinan tersebut tidak dapat diputuskan melalui kebatalan perkawinan anulasi.

ABSTRACT
In the case of two people starting a family, both husband and wife hopes that their marriage will run smoothly in order to achieve the goal of a happy marriage and long lasting union. However, in marriage life sometimes both husband and wife are faced with difficulties which cause the marriage to end in divorce. Law Number 1 of the Year 1974 on marriage governs the end of marriage due to divorce. The Catholic canon law however does not govern this because a marriage within the Catholic religion considered in having an intrinsic quality of a sacred union unitas , monogamy and indissolubility. Nevertheless, there is an exception in Catholic religion that rules the end of a marriage by what you called an annulment. The end of a marriage due to divorce in district court has different grounds compared to an annulment in church jurisdiction Tribunal unless in a case where there is an interconnection with the grounds caused by interruption within the marriage or defect in the marriage agreement or defect in rules of Formanica. Such condition took place on two divorce cases at District court of East Jakarta and District court of Samarinda which both received permanent legal entity and has positive standing in the eyes of law but when it was taken to Canon Catholic Law the marriage failed to be annulled. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidela Faustina
"Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat umum terjadi dalam masyarakat. Perkawinan dapat menimbulkan akibat-akibat hukum yang banyak dan luas lingkupnya. Perkawinan dapat menimbulkan akibat hukum kepada pihak yang menikah maupun pihak lain diluar pernikahan tersebut. Oleh karena itu, kepastian hukum terkait ada atau tidaknya perkawinan menjadi sangat penting. Kepastian hukum ini dapat terbentuk jika setiap perkawinan dicatatkan pada lembaga catatan
sipil. Akan tetapi, banyak orang yang tidak mengetahui pentingnya pencatatan perkawinan sehingga mereka tidak mencatatkan perkawinannya. Hal ini didorong karena pencatatan perkawinan bukan merupakan salah satu syarat sah perkawinan. Akan tetapi, perkawinan yang tidak dicatatkan dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan permasalahan jika perkawinan tersebut akan diceraikan. Perceraian
harus dilakukan dari segi agama atau kepercayaan dan dari segi negara. Pengadilan dapat melakukan penceraian terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan dari segi negara. Hal ini menyebabkan pencatatan perkawinan tidak dianggap penting dalam masyarakat. Permasalahan tersebut dapat dicegah oleh pemerintah memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat terkait pentingnya pencatatan perkawinan.
Marriage is an event that happen very often in society. Marriage can cause so many legal consequences in wide scope. Marriage can cause legal consequences to both party that execute marriage and also to other people in society. Therefore, legal certainty about the presence or absence of marriage become very important. Legal certainty about marriage can come up if every marriage that already execute get
registered at The Civil Registry Office. However, there are so many people that do not know how important registration of marriage, so they do not register their marriage. This situation can happen because registration of marriage is not one of the legal requirements to become a valid marriage. However, marriage that not registered can cause legal uncertainty and problem if that marriage wants to be divorced. Divorce must be done from religion or faith side and state side. Court can
execute divorce marriage that not registered from state side. This situation can make people think that registration of marriage is unnecessary. All of this problem can be prevented with government give a deep comprehension to public about how important registration of marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Taufik
"Putusnya hubungan perkawinan karena penceraian membawa akibat hukum yang salah satunya masalah harta bersama. Selama perkawinan suami istri berjalan dengan harmonis, mereka tidak mempermasalahkan harta bersama. Tetapi prakteknya sering terjadi salah satu pihak ingin memperoleh bagian yang lebih besar atau mungkin salah satu pihak hanya mengambil keuntungan saja dari perkawinan itu, bahkan ingin menguasai sendiri atas harta bersama setelah terjadi perceraian. Dari uraian tersebut, timbul masalah bagaimana pembagian harta bersama akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. apa akibat hukum dari pembagian harta bersama yang tidak sesuai dengan Undang-undang. Apakah putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 41/T/79.G sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Penulisan Tesis ini menggunakan metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Jenis data yang digunakan data sekunder. Meetode penelitian adalah metode kwalitatif sehingga menghasilkan data yang evaluatif sekunder. Mengenai harta bersama diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bebrsama. Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Apabila perkawinan putus karena penceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Pembagian harta bersama yang tidak sesuai dengan Undang-undang maka akan merugikan salah satu pihak yaitu suami atau isteri dan juga kepentingan pihak ketiga. Dalam hal suami atau isteri yang merasa dirugikan dengan pembagian harta setelah penceraian tersebut dapat mengajukan gugatan atau banding ke Pengadilan Tinggi. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 4l/T/7 9.G kurang memperhatikan apakah tanah yang terletak di Jalan Dewi Sertika Nomor 186 Jakarta Timur telah diperjualbelikan atau belum. Karena dengan melihat bukti Akta Jual Beli yang dibuat dihadapat Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang dan jual beli tersebut dilakukan sebelum terjadi perceraian, maka jual beli tersebut sah menurut Undang-Undang. Jadi harta tersebt merupakan harta bersama walaupun dijual kepada anaknya sendiri.

The end of a marriage relationship which is due to the couple?s decision to divorce could bring about several legal consequences, one of which is concerning the partition of the collective assets they earned during the marriage period. Despite the fact that as long as the couple make a harmonic life in their marriage life, they tend not to show concern on the partition of the assets, in reality many cases show that after a divorce, one of the couple usually intends to get more parts, or in some extreme ones, the whole part of the assets they should part between them. Such cases have inspired the creation of the law regulating the partition of collective assets in a broken marriage due to divorce, named Law No.l Year 1974. This thesis intends to identify the legal consequence of a collective property partition which is not in accordance with the Law, and whether the East Jakarta State Court?s Decision No.41/T/79.G has been in accordance with the applicable law in Indonesia. This thesis applies the juridical normative library study, while the data used is the secondary one.
The research method applied in this research is the qualitative one, which leads to an evaluative-analytical data. The matters concerning collective assets partition is regulated in the Article 35 to 37 of the Law No.l Year 1974 which states that the assets earned during the marriage period are considered as collective assets. Concerning this, either the husband or wife is allowed only to act after there is agreement between them. An unfair partition would cause harm on the interest of either the husband, wife, or the third party. In case such a circumstance happens, the harmed party has right to sue or even to make an appeal to the High Court. The decision of the East Jakarta State Court No. 41/T/79.G is considered as not sufficiently well informed whether the status of the land situated in Jalan Dewi Sartika No.l86 East Jakarta has been traded or yet. Considering that the sale-purchase certificate was made before the presence of a Notary (Land Certificate Maker Official), thus the transaction is considered as valid according to the law. Therefore, the asset is considered as a collective asset even though in case it is sold to the couple?s own child.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T37060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Shabira Putri
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana harta bersama diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam. Menurut Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, pembagian harta bersama ditentukan setengah bagian untuk masing-masing suami istri, namun dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis No. 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls, hakim memutuskan bagian harta bersama yang berbeda dari apa yang ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu 1/3 bagian untuk istri dan 2/3 bagian untuk suami. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai harta bersama dan pembagiannya dalam hal terjadi perceraian?; 2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis Nomor 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls sudah tepat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam? Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyerahkan pengaturan mengenai pembagian harta bersama kepada hukumnya masing-masing, sedangkan Kompilasi Hukum Islam mengatur masing-masing suami istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kurang tepat karena istri juga telah berkontribusi dengan baik dalam usaha mendapatkan harta bersama sehingga berhak untuk mendapat bagian harta bersama yang sama dengan suami.

This thesis focuses on how joint assets are regulated, both in Law No. 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law. According to the Article 97 of Compilation of Islamic Law, the division of joint assets are determined half portions for each husband and wife, but the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls gave a different portion from what has been determined in Compilation of Islamic Law, 1/3 for the wife and 2/3 for the husband. Based on the preceding, the Writer formulated and discussed the following problems: 1. How Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law regulates the joint asset and its distribution as a result of divorce?; 2. Is the judge in the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls had a proper legal considerations based on Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law? This research is in the form of a normative juridical with the type of descriptive analytical research.
At the end, the Writer arrived at the conclusion that Law No. 1 of 1974 handed regulations regarding the joint assets division to the respective laws, while the Compilation of Islamic Law regulates that each husband and wife get half of the joint assets. The Writer also came to the conclusion that the judge?s legal considerations in the judgment discussed in this research are less proper because the wife has contributed well in the attempt to gain the joint assets so she is entitled to get a same portion of the joint assets with her husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Meitha Ria Rizkita
"Setiap manusia pasti mempunyai keinginan untuk melangsungkan perkawinan, yang bersifat kekal, satu kali untuk selamanya. Namun mempertahankan perkawinan yang menyatukan dua pribadi berbeda dengan kepentingan yang berbeda pula itu sulit sehingga pada akhirnya banyak perkawinan berakhir dengan perceraian. Perceraian sendiri seringkali malah menimbulkan masalah baru yang akhirnya menyebabkan banyak pihak berinisiatif untuk membuat Perjanjian untuk mencegah masalah tersebut yaitu Perjanjian Akibat Perceraian. Seperti pada kasus Tuan A ? Nyonya B dan Tuan X ? Nyonya Y yang mengikat diri dalam Perjanjian Akibat Perceraian. Akan tetapi, baik dalam KUHPerdata maupun UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan belum ditemukan ketentuan yang mengatur secara jelas dan spesifik mengenai Perjanjian Akibat Perceraian secara satu kesatuan. Sehingga dasar hukum dari berlakunya Perjanjian Akibat Perceraian ini harus dilihat dari dua sisi, sisi materilnya yaitu pasal 41 UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan sisi formilnya yaitu pasal 1320 KUHPerdata. Isi dari Perjanjian Akibat Perceraian ini pun harus tetap mengikuti ketentuan dalam KUHPerdata dan UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

Every human being must have desire to create an everlasting marriage, once and for all. But the retained the marriage uniting two different people with different interests si hard so that in the end a a lot of marriages ended in divorce. Divorce itself even cause problems that eventually led to the many people who take the initiative to make arrangements to prevent those problems, namely The Agreement Due to A Divorce. As in the case of Mr. A ? Mrs. B and Mr. X ? Mrs. Y which is binding themselves in the agreement due to a Divorce. However, both in The Code of Civil Law as well as Act No.1 of 1974 about Marriage is not found the provisions that regularry clearly and specially about The Agreement Due To A Divorce in one unit. So the legal basis of the enactment of The Agreement Due To A Divorce should be viewed from two sides, the material side based on Article 41 of Act. No.1 of 1974 about Mariage and The Formyl based on Article 1320 of The Code of Civil Law. The content of The Agreement Due to A Divorce must still follow the provisions in The Code of Civil Law and Act No.1 of 1974 about Marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>