Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13571 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bum-sig Ha
"ABSTRAK
In south korea, due to democratization, the pattern of democratic and antidemocratic competing for political power is eliminated. but, there is growing concern about regionalism and confrontation between conservative and progressive caused by the split of liberty party and formation of liberal government. the development of regionalism in south korea is like jeolla region is progressive, and gyeongsang and chungcheong region is very strong conservative."
Taipei: Taiwan Foundation for Democracy, 2017
059 TDQ 14:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yang, Seung Yoon
Jakarta: Kosa Kata Kita, 2016
320.9519 YAN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lewis, Bermnard
London: University of Chicago Press, 1988
297.65 LEW p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: The Habibie Center,
300 PSJ
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Davison, W. Phillips
New York: N.Y. Praeger , 1965
327 DAV i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Sugih Hartini
"Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi merupakan media sosialisasi politik yang berkaitan erat dengan tingkat keterlibatan politik. Menurut Quentelier (2008), individu pada satu jenis organisasi memiliki tingkat keterlibatan politik yang berbeda dengan individu pada jenis organisasi lain. Dengan menggunakan metode kuantitatif, penelitian ini mencoba untuk mengadaptasi penelitian Quentelier tersebut pada mahasiswa Universitas Indonesia dengan latar organisasi berupa organisasi kemahasiswaan. Hasilnya, diperoleh data bahwa tingkat keterlibatan politik mahasiswa Universitas Indonesia di satu jenis organisasi kemahasiswaan berbeda dengan di jenis organisasi kemahasiswaan lain. Dari tujuh jenis organisasi kemahasiswaan di Universitas Indonesia, mahasiswa pada organisasi ekstra-kampus lah yang tingkat keterlibatan politiknya paling tinggi.

Most research finds that organizations are powerful political socialization agents engageging people in politics. However, Quentelier (2008) argued that each type of organization doesn?t have the same effect to engage people in politics. In this research, I try to investigate the difference of political engagement level in many type of student organizations in the University of Indonesia. My findings suggest that each type of student organization in the University of Indonesia have the different effect on their member?s political engagement. Extra-campus organization is the most powerful organization engaging students in politics."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
320.019 END p
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Setia Gumilar
"Dalam perjuangannya di Kabupaten Garut, posisi ulama mempunyai peran yang signifikan. Hampir setiap masa atau periode sejarah, ulama di Garut berkiprah dalam berbagai aspek kehidupan, terutama bidang agama. Pada masa orde baru, ulama di Garut diposisikan oleh pemerintah untuk senantiasa berada dalam jalur yang sebenarnya, yaitu aspek keagamaan. Tetapi seiring dengan perubahan masa, ulama di Garut berusaha kembali menunjukkan jati dirinya dalam posisi yang tidak hanya terbatas pada aspek agama, tetapi juga pada aspek politik. Oleh karena itu telah terjadi pergeseran gerakan ulama di Garut pada kurun waktu 1998-2007.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ulama di Garut pada periode 1998-2007 tidak hanya berkemampuan dalam bidang keagamaan semata, tetapi ulama mempunyai kemampuan dalam bidang politik. Adapun metode yang digunakan adalah metode sejarah, yang meliputi 4 tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiograpi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode sebelumnya (Orba) ulama kecenderungannya hanya bergerak dalam koridor keagamaan. Pada kurun waktu 1998-2007 gerakan ulama merambah pada aspek lain, diantaranya politik. Gerakan politik ulama pada kurun waktu ini diantaranya berusaha untuk menyatukan kembali keberadaannya yang dipahami telah mengalami kerenggangan akibat pertarungan politik nasional. BKUI menjadi media untuk menyatukan kembali posisi ulama. Kemudian, gerakan politik ulama di Garut berusaha untuk menjadikan syari?at Islam sebagai landasan berperilaku di kabupaten Garut. LP3SyI menjadi media untuk upaya tersebut. Gerakan lain adalah gerakan anti korupsi dengan diwujudkan dalam keseriusanya memberikan masukan dan koreksi terhadap APBD baik dalam proses perencaaan ataupun pelaksanaannya.

The change that occurs in Garut Regency has positioned Islamic scholars to have a significant role in various aspect of lives, especially in religious affairs, almost in every age or period of Islamic scholar?s history. On new order era, Islamic scholars in Garut were positioned by Government to be in the right tract, namely religious aspect. However, along with the changing period, Islamic scholars in Garut have attempted to reposition their identity, which is not only limited to religious but also in political aspect. This shows that there has happened a movement shift of the Islamic scholars in Garut in the period of 1998-2007.
The research is to verify that Ulama in Garut starting from 1998-2007 are not only capable of operating reilgious affairs but political affairs as well. The method of this research employed historical method consisting of Heuristic, critical, interpretation, anf historiography stages.
The findings showed that in the previous period (New order era), Islamic scholars tended to only move in religious corridor. Meanwhile, in the period of 1998-2007, Islamic scholars? movement reached other aspects, such as politic. In this period, through BKUI (a uniting media for Islamic scholars? position), Islamic scholars? movements were aimed to reunite their position which was considered as experiencing a gap as a result of national political chaos. Then, Islamic scholars? movement in Garut attempted to create syari‟at Islam (Islamic Law) as behavior base in Garut regency through media called as LP3SyI. Other movement is anti corruption action by seriously providing inputs and feedbacks to APBD (Regional Budgeting) both in the planning process and the implementation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2095
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Sukmono
"Studi ini mencoba melihat komunikasi politik incumbent dalam konstelasi Pemilihan Presiden 2009, dengan studi kasus komunikasi politik JK. Penelitian ini menekankan pada bagaimana strategi komunikasi politik, faktor pendukung dan penghambat serta pemanfaatan media massa dalam pencitraan politik, menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan dan dokumen.
Hasil penelitian menunjukan, dalam melakukan komunikasi politik, terdapat tiga karakter yang melekat kuat pada diri JK, yaitu: realistis dan pragmatis, tanggap dalam merespon perubahan konstelasi politik dan berkehendak kuat untuk menang. Adapun strategi komunikasi politik JK, yang kemudian memperkuat posisi tawarnya dalam panggung politik nasional adalah, meraih kursi kepemimpinan Golkar, membentuk jaringan saudagar nusantara dan menjadi aktor perdamaian.
Dalam melakukan komunikasi politik, JK didukung oleh beberapa faktor, diantaranya, posisinya sebagai Wakil Presiden, Ketua Umum Golkar, latar belakang saudagar dan representasi politik kawasan Indonesia Timur serta Islam moderat. Sementara yang menjadi faktor penghambat adalah, komunikasi JK yang Low Context, polarisasi Jawa-Luar Jawa, Iemahnya soliditas Golkar, citra korup Golkar, dan banyaknya kader Golkar yang hengkang dan mendirikan partai baru. Untuk pemanfaatan media massa dalam pencitraan politik JK, dilakukan pada semua jenis media mulai dari media cetak, media TV, media radio, media on line dan media luar ruang, dengan target image (citra yang diinginkan) adalah JK berprestasi, bekerja lebih cepat dan berani mengambil keputusan. Sejumlah saran yang dihasilkan penelitian ini adalah, (1).
Dalam melakukan komunikasi politik, JK harus mampu memahami budaya masyarakat yang menjadi komunikannya. Karena tanpa pemahaman budaya, bisa mengakibatkan miss communication yang pada akhirnya membuat tingkat penerimaan komunikan terhadap JK sebagai komunikator, tidak sesuai dengan yang diharapkan. (2), Sebagai incumbent Wakil Presiden yang bertarung memperebutkan kursi presiden dengan-salah satunya-incumbent Presiden, JK tidak boleh gamang, bahkan harus berani mengambil distansi dari SBY, agar keberhasilan pemerintah tidak hanya dituai oleh SBY. Untuk itu, dibutuhkan pola politik pencitraan yang lebih tepat, agar keberhasilan pemerintah yang dipersepsikan oleh masyarakat, bukan hanya hasil kerja kerja SBY. (3), Konsolidasi ulang partai Golkar, penting dilakukan JK dalam rangka menyolidkan dukungan partai dan elit partai yang terbelah, utamanya elit Golkar dalam menyokong pencapresannya. (4), JK harus intesif melakukan kontak langsung dengan vote getter yang ada di Jawa, untuk mendongkrak perolehan suaranya, karena tingginya prosentase pemilih yang ada di wilayah tersebut. Untuk implikasi teoritis, penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu acuan konsep dalam menyusun/memperbaiki strategi komunikasi dan pencitraan politik JK menghadapi Pilpres 2009, atau bagi incumbent wakil Presiden dimasa mendatang yang maju bersaing dengan incumbent Presiden.

This study attempts to notice the incumbent political communication in the constelation of presidential election 2009, through case studies of Jusuf Kalla’s political communication. The study emphasizes political communication strategies, supporting factors and inhibiting factor as well as mass media used to create a political image with qualitative approaches. Data are obtained through in-depth interview, document and literature study.
The study result indicates that to carry out his political communication, JK has three innate characters, i.e., realistic and pragmatic, responsive to any changes of political constellation or having a high sense of politics, and having a strong motivation to win the presidential election. Similarly, his political communication strategies which strengthen his political bargaining position on national politics include the fact that he is now a chairperson of Golkar party, that he established a network of national traders/businessmen and still involves in it, and once became a peace-keeping actor.
In doing his political communication, JK is supported by significant aspects several of which are his current position as vice president, chairperson of Golkar party, his background as a businessman, a representation of political actions in East Indonesia and a moderate moslem. Meanwhile, the aspects that hold off his political communication are his Low Context communication, non-Java and Java dichotomy/polarization, a weak tie among Golkar party members, an image of Golkar party as a corrupt party, and many Golkar party members who leave it and subsequentlly establish a new political party.
To create a good political image of JK, a number of political communication strategies are done through media, ranging from printed media to electronic media such as TV, radio, and on line websites. These all are done to achieve the main goal: an image of JK who has achivements, work faster and is couragous in making decisions. There are some recommendations resulted from the study. First, in doing political communication, JK should be able to understand the culture of people he is communicating with. Without this, there will be miss communication that in turn leads to different messages delivery from what is actually expected. Second, as the incumbent vice president that tights against other presidential candidates one of whom is the incumbent president - SBY -, JK should not be afraid and indecisive; instead, he should have courage to claim that the success of the running governance performance is achieved not only by SBY but also by him. Thus, a more appropriate image branding of JK is required to inform people that JK contributes much to the good performance of the running governance. Third, re-consolidation within Golkar party is a necessity in order to unify all members of the party, so that they all are in line with JK’s nomination for the presidential election from Golkar party. Fourth, JK should intensify his approach with voters in the areas outside of Java Island in an attempt to increase the number of vote on account of the high percentage of vote in these areas. For theoretical implication, this study may be used as a reference for mapping political communication strategies and creating an image of JK to face Presidential Election 2009. Moreover, this study may be useful for incumbent vice president to complete with the incumbent president in the next presidential election.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33975
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bram Christian
"Studi ini mengkaji dampak ketidakstabilan politik di Indonesia terhadap keputusan perusahaan untuk mengekspor dan memasuki pasar asing. Menggunakan data cross-sectional dari The Enterprise Survey 2009 dan 2015 oleh World Bank dengan total observasi 1.444 dan 1.320 perusahaan, penelitian ini menggunakan model probit untuk memperkirakan pengaruh ketidakstabilan politik terhadap keputusan perusahaan untuk mengekspor. Makalah ini juga memperkirakan dampak ketidakstabilan politik terhadap pangsa ekspor langsung dan tidak langsung perusahaan. Hasil utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakstabilan politik memiliki pengaruh yang positif dan signifikan, tetapi terbatas pada ketidakstabilan politik yang dipandang oleh perusahaan sebagai hambatan kecil hingga sedang. Namun, ketidakstabilan politik berdasarkan insiden nyata menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk mengekspor. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa ketidakstabilan politik yang parah malah dapat meningkatkan biaya transaksi, sehingga membuat beberapa perusahaan enggan memasuki pasar ekspor. Kesimpulan lain yang mungkin dapat menjelaskan hasil tersebut adalah bahwa ketidakstabilan politik tidak memiliki korelasi dengan keputusan perusahaan untuk mengekspor dan hanya terbatas pada perspektif perusahaan.Studi ini mengkaji dampak ketidakstabilan politik di Indonesia terhadap keputusan perusahaan untuk mengekspor dan memasuki pasar asing. Menggunakan data cross-sectional dari The Enterprise Survey 2009 dan 2015 oleh World Bank dengan total observasi 1.444 dan 1.320 perusahaan, penelitian ini menggunakan model probit untuk memperkirakan pengaruh ketidakstabilan politik terhadap keputusan perusahaan untuk mengekspor. Makalah ini juga memperkirakan dampak ketidakstabilan politik terhadap pangsa ekspor langsung dan tidak langsung perusahaan. Hasil utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakstabilan politik memiliki pengaruh yang positif dan signifikan, tetapi terbatas pada ketidakstabilan politik yang dipandang oleh perusahaan sebagai hambatan kecil hingga sedang. Namun, ketidakstabilan politik berdasarkan insiden nyata menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk mengekspor. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa ketidakstabilan politik yang parah malah dapat meningkatkan biaya transaksi, sehingga membuat beberapa perusahaan enggan memasuki pasar ekspor. Kesimpulan lain yang mungkin dapat menjelaskan hasil tersebut adalah bahwa ketidakstabilan politik tidak memiliki korelasi dengan keputusan perusahaan untuk mengekspor dan hanya terbatas pada perspektif perusahaan.

This study examines the impact of political instability in Indonesia to firm’s decision to export and enter foreign market. Utilizing the cross-sectional data from The Enterprise Survey 2009 and 2015 by World Bank with a total observation of 1,444 and 1,320 firms, this study uses probit model to estimate the effect of political instability to firm’s decision to export. This paper also estimate the impact of political instability to the share of direct and indirect export of the firms. The main results of this study show that political instability has a positive and significant impact but limited to political instability that is viewed by the firms as minor to moderate obstacle. However, political instability based on real conflict shows insignificant impact to firm’s decision to export. This result suggests that a severe political instability may instead increase the transaction cost, thus discourage some firms to enter export market. Other possible explanation is that political instability does not correlate with firm’s decision to export and only limited to firm’s perspective."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>