Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77558 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Metha Ramadita
"Authorship dari suatu karya yang dapat dilindungi hak cipta telah menjadi isu yang hangat diperdebatkan. Isu tersebut semakin gencar diperbincangkan dengan munculnya kecerdasan buatan. Kemampuan dari kecerdasan buatan seperti halnya mobil yang dapat menyetir sendiri, mesin yang membuat karya kreatif, dan membuat algoritma, membuat banyak pakar, pembuat kebijkaan, dan konsumen semakin sadar akan keuntungan dan kebutuhan terhadap kecerdasan buatan ini. Kemampuan yang dimiliki oleh kecerdasan buatan ini juga membukakan fakta bahwa dalam hal membuat suatu karya, manusia bukanlah satu-satunya pencipta. Komputer dengan (terkadang tidak dengan) bantuan manusia juga dapat menciptakan karya yang bersifat artistic ataupun innovative. Berdasarkan penjelasan di atas dapat terlihat bahwa menciptakan suatu Ciptaan menggunakan subjek nonmanusia dapat memberikan implikasi yang penting bagi hukum hak cipta. Secara tradisional hak cipta dipahami untuk melindungi karya seni manusia untuk manusia. Namun dengan munculya teknologi, maka konsep ini perlu ditelaah lebih lanjut. Pemahaman yang ada pada saat ini terkait tentang Penciptaan tetap hanya dimiliki oleh manusia. Partipasi mesin pada tahap diciptakannya suatu karya seni tidak mendiskualifikasi manusia dari Pencipta, namun dengan semakin besarnya peranan subjek nonmanusia tersebut maka situasi yang semakin menjadi menantang.

Authorship of copyrightable works has been a hotly contested issue. With the recent boom of artificial intelligence, more and more creative works have been the result of non-human authors. Flashy news stories about self-driving cars, creative machines, and learning algorithms have made scholars, policy makers, and consumers more aware of both the benefits and need for AI. The recent popularization of AI has also made us aware of the fact that humans are no longer the only source of creative works. Traditionally copyright is understood to protect humans writing for humans. With the emergence of technology, this has come under scrutiny. However, there remains an understanding of authorship as profoundly human attribute. The participation of a machine in the creation of a work does not disqualify the human creator from authorship, but the greater the machine’s role, the more challenging the situation become."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52387
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utari Kusumawardhani
"Peningkatan popularitas dan penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam penciptaan karya kian ramai diperbincangkan. Mulai dari gambar, suara hingga tulisan, program AI dapat menghasilkan karya sebagaimana buatan manusia. AI bahkan mulai dicantumkan sebagai author atau co-author dalam buku dan jurnal ilmiah, yang menuai pertanyaan mengenai perlindungan hukum, pencipta dan kepemilikan hak cipta atas karya tulis yang dihasilkan AI tersebut. Setelah melakukan penelitian, ditemukan kesimpulan bahwa karya tulis yang dihasilkan AI dapat dilindungi dalam hukum hak cipta beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris dengan syarat tertentu, namun belum dilindungi di Indonesia. Aspek originality untuk perlindungan karya tulis yang dihasilkan AI terletak pada prompt dari pengguna dan/atau perubahan-perubahan yang dilakukan pengguna terhadap output dari program AI. Kemudian, pengguna yang memasukkan prompt menjadi pencipta dan pemegang hak cipta atas karya tulis yang dihasilkan AI, yang ditegaskan melalui syarat dan ketentuan program AI. Apabila karya tulis yang dihasilkan AI tidak dapat dilindungi hak cipta, maka substansinya akan sulit dilindungi dan dibuktikan kepemilikan hak ciptanya. Namun, wujud karya tulis dapat menjadi benda bergerak berwujud berupa informasi elektronik yang dilindungi dengan hak kebendaan seperti hak milik.

The increase in popularity and usage of Artificial Intelligence (AI) in creation of works are being widely discussed. From visual, musical, to written works, AI programs are capable of generating works that resemble human creations. AI is even being credited as an author or co-author in books and scientific journals, which raises questions about legal protection, authorship, and copyright ownership of the works generated by AI. After conducting research, it has been concluded that the written works generated by AI can be protected under copyright laws in certain countries, such as the United States and the United Kingdom as long as it fulfils certain conditions, but these works are not yet protected by Indonesia’s copyright law. The originality aspect for the protection of written works generated by AI lies in the prompts that the user entered and/or the changes made by the user to the output from the AI. Subsequently, the copyright of the written works produced by AI belongs to the user as an author, which is regulated by the terms and conditions of the AI program. If the written works generated by AI cannot be protected by copyright law, it will be difficult to protect its substance and to prove its copyright ownership. However, the tangible or physical form of the written works can be considered as tangible movable in form of electronic information and can be protected with property rights, such as ownership rights."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Desiani
Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2006
006.3 ANI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sardy S.
1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Moses Hanky JR. Tandayu
"Latar Belakang : Deteksi infark pada populasi sindroma koroner akut non elevasi segmen ST (SKA-NEST) pada praktik klinis sulit dan menyebabkan kegagalan stratifikasi risiko yang tepat. Pemeriksaan enzim jantung tidak tersedia secara luas, memiliki waktu tunggu yang lama, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Tujuan : Mengetahui akurasi dasar dan akurasi paska training kecerdasan buatan Learning Intelligent for Effective Sonography (LIFES) dalam mendeteksi infark miokard pada populasi SKA-NEST berdasarkan gambaran ekokardiografi
Metode : Penelitian ini merupakan studi diagnostik yang mengevaluasi kemampuan kecerdasan buatan berbasis deep learning LIFES dalam mendeteksi infark miokard pada pasien SKA-NEST di RSJPDHK pada tahun 2019-2023 berdasarkan gambaran ekokardiografi. Dilakukan transfer learning menggunakan dataset penelitian dan cross validation untuk mengetahui tingkat akurasi model baru paska transfer learning.
Hasil : Sebanyak 721 subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari tahun 2019-2023. 310 diantaranya adalah pasien infark miokard non elevasi segmen ST (IMA-NEST). Sebanyak 67,8 % subjek adalah laki-laki dengan median usia 61 tahun. Median waktu dilakukan ekokardiografi dari admisi adalah tiga hari. Terdapat perbedaan signifikan pada beberapa parameter ekokardiografi pada kelompok infark vs non infark berupa median FEVKi 53% vs 63 % (p < 0,001), median LVEDD 48,8 mm vs 44,6 mm (p < 0,001), median rerata E/E’ 12,0 vs 9,8 (p < 0,001) dan median LAVI 30 ml/m2 vs 26 ml/m2 (p < 0,001). Performa diagnostik LIFES terhadap infark didapatkan paling baik pada tampilan PLAX dengan sensitivitas 88,7 % dan spesifisitas 20,4 % AUC 0,55 pada LIFES fase 2 model 1. Paska transfer learning, model LIFES-MI menghasilkan akurasi terbaik pada tampilan A4C dengan sensitivitas 41,3 % dan spesifisitas 83,7% AUC 0,61.
Kesimpulan Model kecerdasan buatan LIFES fase 2 model 1 memiliki sensitivitas yang baik untuk deteksi infark miokard, sedangkan model LIFES-MI memiliki spesifisitas yang baik dalam mendeteksi infark miokard berdasarkan gambaran ekokardiografi pada populasi SKA-NEST.

Background: Detecting myocardial infarction in the non-ST segment elevation acute coronary syndrome (NSTEACS) population in clinical practice is challenging and leads to failure in appropriate risk stratification. Cardiac enzyme assays are not widely available, have long waiting times, and incur significant costs.
Objective: To determine the baseline accuracy and post-training accuracy of the Learning Intelligent for Effective Sonography (LIFES) artificial intelligence in detecting myocardial infarction in the NSTEACS population based on echocardiographic findings.
Method: This study is a diagnostic study that evaluates the ability of deep learning-based artificial intelligence LIFES in detecting myocardial infarction in NSTEACS patients at RSJPDHK from 2019 to 2023 based on echocardiographic videos.. Transfer learning was performed using the research dataset and cross-validation to determine the accuracy level of the new model post-transfer learning.
Results: A total of 721 subjects met the inclusion and exclusion criteria from 2019 to 2023. Among them, 310 were non-ST segment elevation myocardial infarction (NSTEMI) patients. 67.8% of the subjects were male with a median age of 61 years. The median time from admission to echocardiography was three days. There were significant differences in several echocardiographic parameters between the infarct and non-infarct groups, including median EF% 53% vs 63% (p < 0.001), median LVEDD 48.8 mm vs 44.6 mm (p < 0.001), median mean E/E' 12.0 vs 9.8 (p < 0.001), and median LAVI 30 ml/m2 vs 26 ml/m2 (p < 0.001). LIFES diagnostic performance for infarction was best achieved in the PLAX view with sensitivity of 88.7% and specificity of 20.4%, AUC 0.55 in LIFES phase 2 model 1. Post-transfer learning, the LIFES-MI model produced the best accuracy in the A4C view with sensitivity of 41.3% and specificity of 83.7%, AUC 0.61.
Conclusion: The Learning Intelligent for Effective Sonography (LIFES) phase 2 model 1 has good sensitivity for detecting myocardial infarction, while the LIFES-MI model has good specificity in detecting myocardial infarction based on echocardiographic findings in the NSTEACS population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Siraj Syandi
"Latar Belakang: Pengukuran parameter Sefalometri Lateral yang menjadi bagian integral dalam penegakkan diagnosis yang selama ini dilakukan secara konvensional dengan kertas asetat dan alat tulis sebagai baku emas (gold standard), perlahan mulai digantikan dengan metode manual berbasis digital maupun dengan kecerdasan buatan yang menawarkan efisiensi dan mobilitas yang lebih baik. OneCeph™ dan WebCeph™ merupakan contoh aplikasi dan penyedia layanan tersebut. OneCeph™ merupakan aplikasi smartphone yang telah teruji akurasi dan reliabilitasnya dalam pengukuran parameter Sefalometri Lateral, sedangkan WebCeph™ merupakan aplikasi sekaligus web yang menyediakan layanan pengukuran dengan kecerdasan buatan. Hingga saat ini, belum banyak penelitian yang membandingkan secara langsung kedua metode pengukuran parameter Sefalometri Lateral yang berbeda tersebut dengan menjadikan salah satunya yang telah teruji keakuratan dan reliabilitasnya sebagai kebenaran dasar (ground truth) serta dengan menambahkan metode pengukuran berbasis kecerdasan buatan dengan koreksi manual. Tujuan: Menganalisis perbedaan hasil pengukuran parameter Sefalometri Lateral berbasis digital antara metode manual dengan kecerdasan buatan, serta kecerdasan buatan dengan koreksi manual. Metode: Sebanyak 90 Sefalogram Lateral yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel dilakukan pengukuran terhadap 13 parameter menggunakan kedua aplikasi dengan ketiga metode berbasis digital, yaitu metode manual, metode kecerdasan buatan, dan metode kecerdasan buatan dengan koreksi manual. Uji intraobserver dan interobserver dilakukan dengan uji Intraclass Correlation Coefficient (ICC), perbedaan hasil pengukuran antar metode dianalisis dengan uji One-Way ANOVA dan Kruskal-Wallis. Hasil: 3 dari 13 variabel yang menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) pada kelompok metode kecerdasan buatan terhadap dua kelompok lain, yaitu SNA, ANB, dan U1NA (Linear). Kesimpulan: Meskipun terdapat perbedaan bermakna hasil pengukuran parameter Sefalometri Lateral antara metode kecerdasan buatan dengan dua metode lain pada beberapa variabel, tetapi potensi serta efisiensi yang ditawarkan metode berbasis kecerdasan buatan cukup baik ketika dibandingkan dengan metode manual.

Background: The measuring Lateral Cephalometric parameters, which is an integral part of establishing a diagnosis, which has previously been carried out conventionally with acetate paper and writing instruments as the gold standard, is slowly starting to be replaced by digital-based manual methods and artificial intelligence which offer better efficiency and mobility. OneCeph™ and WebCeph™ are examples of such applications and service providers. OneCeph™ is a smartphone application that has been tested for accuracy and reliability in measuring Lateral Cephalometric parameters, while WebCeph™ is an application and web that provides measurement services with artificial intelligence. Objective: To analyze the differences in digital-based Lateral Cephalometric parameter measurement results between manual methods with artificial intelligence, and artificial intelligence with manual correction. Methods: A total of 90 lateral cephalograms that met the inclusion and exclusion criteria as samples were measured for 13 parameters using both applications with three digital-based methods, namely manual methods, artificial intelligence methods, and artificial intelligence methods with manual correction. Intraobserver and interobserver tests were carried out using the Intraclass Correlation Coefficient (ICC) test, differences in measurement results between methods were analyzed using the One-Way ANOVA and Kruskal-Wallis tests. Results: 3 of the 13 variables showed significant differences (p<0.05) in the artificial intelligence method group against the other two groups, namely SNA, ANB, and U1NA (Linear). Conclusion: Even though there are significant differences in the results of measuring Lateral Cephalometry parameters between the artificial intelligence method and the other two methods on several variables, the potential and efficiency offered by the artificial intelligence-based method is quite good when compared with the manual method."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Siraj Syandi
"Latar Belakang: Pengukuran parameter Sefalometri Lateral yang menjadi bagian integral dalam penegakkan diagnosis yang selama ini dilakukan secara konvensional dengan kertas asetat dan alat tulis sebagai baku emas (gold standard), perlahan mulai digantikan dengan metode manual berbasis digital maupun dengan kecerdasan buatan yang menawarkan efisiensi dan mobilitas yang lebih baik. OneCeph™ dan WebCeph™ merupakan contoh aplikasi dan penyedia layanan tersebut. OneCeph™ merupakan aplikasi smartphone yang telah teruji akurasi dan reliabilitasnya dalam pengukuran parameter Sefalometri Lateral, sedangkan WebCeph™ merupakan aplikasi sekaligus web yang menyediakan layanan pengukuran dengan kecerdasan buatan. Hingga saat ini, belum banyak penelitian yang membandingkan secara langsung kedua metode pengukuran parameter Sefalometri Lateral yang berbeda tersebut dengan menjadikan salah satunya yang telah teruji keakuratan dan reliabilitasnya sebagai kebenaran dasar (ground truth) serta dengan menambahkan metode pengukuran berbasis kecerdasan buatan dengan koreksi manual. Tujuan: Menganalisis perbedaan hasil pengukuran parameter Sefalometri Lateral berbasis digital antara metode manual dengan kecerdasan buatan, serta kecerdasan buatan dengan koreksi manual. Metode: Sebanyak 90 Sefalogram Lateral yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai sampel dilakukan pengukuran terhadap 13 parameter menggunakan kedua aplikasi dengan ketiga metode berbasis digital, yaitu metode manual, metode kecerdasan buatan, dan metode kecerdasan buatan dengan koreksi manual. Uji intraobserver dan interobserver dilakukan dengan uji Intraclass Correlation Coefficient (ICC), perbedaan hasil pengukuran antar metode dianalisis dengan uji One-Way ANOVA dan Kruskal-Wallis. Hasil: 3 dari 13 variabel yang menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) pada kelompok metode kecerdasan buatan terhadap dua kelompok lain, yaitu SNA, ANB, dan U1NA (Linear). Kesimpulan: Meskipun terdapat perbedaan bermakna hasil pengukuran parameter Sefalometri Lateral antara metode kecerdasan buatan dengan dua metode lain pada beberapa variabel, tetapi potensi serta efisiensi yang ditawarkan metode berbasis kecerdasan buatan cukup baik ketika dibandingkan dengan metode manual.

Background: The measuring Lateral Cephalometric parameters, which is an integral part of establishing a diagnosis, which has previously been carried out conventionally with acetate paper and writing instruments as the gold standard, is slowly starting to be replaced by digital-based manual methods and artificial intelligence which offer better efficiency and mobility. OneCeph™ and WebCeph™ are examples of such applications and service providers. OneCeph™ is a smartphone application that has been tested for accuracy and reliability in measuring Lateral Cephalometric parameters, while WebCeph™ is an application and web that provides measurement services with artificial intelligence. Objective: To analyze the differences in digital-based Lateral Cephalometric parameter measurement results between manual methods with artificial intelligence, and artificial intelligence with manual correction. Methods: A total of 90 lateral cephalograms that met the inclusion and exclusion criteria as samples were measured for 13 parameters using both applications with three digital-based methods, namely manual methods, artificial intelligence methods, and artificial intelligence methods with manual correction. Intraobserver and interobserver tests were carried out using the Intraclass Correlation Coefficient (ICC) test, differences in measurement results between methods were analyzed using the One-Way ANOVA and Kruskal-Wallis tests. Results: 3 of the 13 variables showed significant differences (p<0.05) in the artificial intelligence method group against the other two groups, namely SNA, ANB, and U1NA (Linear). Conclusion: Even though there are significant differences in the results of measuring Lateral Cephalometry parameters between the artificial intelligence method and the other two methods on several variables, the potential and efficiency offered by the artificial intelligence-based method is quite good when compared with the manual method."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pradina Rachmadini
"Proyek ini bertujuan untuk menentukan peringkat tahan api dari dinding baja ringan di bawah kondisi api menggunakan aplikasi kecerdasan buatan. Dua bagian bagian saluran yang diberi lipatan (LCS) dan bagian saluran berongga flange (HFC) grade 500 dan kelas 250 disajikan dalam penelitian ini. LCS adalah jenis konvensional yang digunakan dalam bingkai baja ringan, sementara HFC memperkenalkan memiliki kinerja api yang unggul. Baru-baru ini pemodelan elemen hingga dan uji skala penuh telah digunakan untuk menentukan kinerja api dinding LSF. Meskipun demikian, pemodelan elemen hingga ditemukan memiliki prosedur yang rumit, dan uji skala penuh adalah eksperimen yang memakan waktu. Oleh karena itu, opsi alternatif sebagai pembelajaran mesin diperlukan untuk mengatasi situasi ini. Pendekatan jaringan saraf pembelajaran mesin akan diadopsi untuk melatih data. Masukan akan menjadi data aktual dari FEA dan proyek uji penuh skala sebelumnya. Temperatur dan suhu flensa dan flensa dingin seksi dari suatu bagian diperoleh sebagai input. Kapasitas pengurangan rasio bertindak sebagai output yang akan diprediksi dalam pembelajaran yang diawasi. Pelatihan dan uji coba dilakukan melalui jaringan saraf tiruan dengan menggabungkan parameter yang berbeda seperti fungsi kehilangan, menjaga faktor probabilitas, tingkat pembelajaran, jumlah lapisan, dan neuron. Rasio pengurangan kapasitas yang diperoleh dari pelatihan mesin dapat diplot dan dibandingkan keakuratannya dengan hasil FEA sebelumnya.

This project aims to determine fire resistance rating of Light Gauge Steel Frame (LSF) walls under fire condition using artificial intelligence application. Two section of lipped channel section (LCS) and hollow flange channel section (HFC) grade 500 and grade 250 is presented in this research. LCS is a conventional section used in LSF framing, while HFC introduced having superior fire performance. Recently finite element modelling and a full-scale test have been employed to determine fire performance of LSF walls. Nonetheless, finite element modelling was found to have a complicated procedure, and the full-scale test was a time-consuming experiment. Therefore, an alternative option as machine learning is necessary to overcome this situation. A neural network approach of machine learning will be adopted to train the data. The input would be the actual data from FEA and full-scale test previous project. Hot flange and cold flange temperature and dimension of a section are obtained as the input. Capacity reduction ratio act as an output that will be predicted in supervised learning. Training and testing trialare done through the artificial neural network by combining different parameters such as loss function, keep probability factor, learning rate, the number of layers, and neurons. Capacity reduction ratio attained from machine training can be plotted and compared its accuracy with previous FEA results."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arrian Setiagama
"Penelitian ini mengkaji perlindungan hak cipta atas prompt dan ciptaan yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan generatif (AI generatif) dalam konteks hukum di Indonesia. Dengan perkembangan pesat teknologi AI yang semakin banyak digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk penciptaan karya-karya baru, muncul pertanyaan mengenai kepemilikan hak cipta atas karya yang dihasilkan oleh AI. Penulis menggunakan metode penelitian doktrinal untuk menganalisis konsep dan definisi kecerdasan buatan generatif dan prompt di Indonesia serta internasional, dan membahas konsep ciptaan dan perlindungannya menurut Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia. Metode ini melibatkan kajian terhadap literatur hukum, undang-undang, dan kasus-kasus pelanggaran hak cipta oleh AI di berbagai negara untuk memberikan pandangan komprehensif tentang perlindungan hukum yang ada. Hasil penelitian penulis menunjukkan bahwa meskipun AI generatif dapat menghasilkan karya inovatif, perlindungan hukumnya masih belum jelas. Diperlukan pembaruan dan penyesuaian regulasi hak cipta untuk mengakomodasi perkembangan teknologi AI, sehingga memberikan perlindungan yang adil bagi pencipta dan pengguna karya AI. Perlindungan karya dapat diberikan jika AI hanya sebagai alat teknis dalam pembuatan karya, dan prompt sebagai bentuk proses kreatif dan imajinatif yang dimiliki pengguna, sehingga mendapatkan perlindungan hak cipta atas prompt tersebut. Penulis merekomendasikan pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan aspek hukum baru yang muncul seiring kemajuan teknologi AI, demi menjaga keadilan dan kepastian hukum dalam perlindungan hak cipta di era digital ini.

This study examines copyright protection for prompts and creations generated by generative artificial intelligence (AI) within the legal context of Indonesia. With the rapid development of AI technology increasingly used in various aspects of life, including the creation of new works, questions arise regarding the ownership of copyright for works produced by AI. The author employs a doctrinal research method to analyze the concepts and definitions of generative artificial intelligence and prompts both in Indonesia and internationally and discusses the concept of creation and its protection under Indonesian Copyright Law. This method involves a review of legal literature, laws, and cases of copyright infringement by AI in various countries to provide a comprehensive view of existing legal protections. The author's research findings indicate that although generative AI can produce innovative works, its legal protection remains unclear. There is a need for updates and adjustments to copyright regulations to accommodate the advancements in AI technology, thereby providing fair protection for creators and users of AI works. Protection may be granted if AI is merely a technical tool in the creation process, and prompts as a form of creative and imaginative process owned by users, thus earning copyright protection for the prompts. The author recommends policymakers to consider new legal aspects emerging alongside the advancement of AI technology to maintain justice and legal certainty in copyright protection in this digital era."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>