Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 229091 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanungkalit, Nico Andreas
"Perusahaan Pembiayaan menjadi salah satu bagian dari usaha perbankan yang digunakan sebagai sarana dan prasarana bagi pelaku kejahatan untuk melakukan “tindak pidana pencucian uang” yang lebih dikenal dengan istilah money laundering. Secara sederhana, kegiatan money laundering dikelompokkan pada tiga kegiatan, yakni : placement, layering, dan integration.. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan mengatur bahwa Perusahaan Pembiayaan diwajibkan untuk menerapkan Program APU dan PPT dengan menugaskan unit kerja khusus dan membuat kebijakan dan Prosedur penerapan program APU dan PPT. Bahwa pada kenyataannya, keterbatasan dana dan alasan efisiensi membuat perusahaan pembiayaan lebih memilih untuk menempatkan fungsi tugas APU dan PPT ini disatukan dengan departement/divisi yang sudah ada sebelumnya. Namun, guna mengetahui adanya indikasi transaksi keuangan yang mencurigakan, Perusahaan Pembiayaan telah membuat indikator yang dijadikan pedoman, antara lain : Pembayaran DP ≥ 75% dari harga kendaraan dengan nominal ≥ Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah); melakukan pembayaran cicilan sebesar 5 (lima) kali cicilan atau lebih sekaligus; Pelunasan dipercepat dilakukan konsumen pada saat ≤ setengah tenor pembiayaan dan dengan nominal ≥ Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah); Transaksi dilakukan oleh konsumen yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana; Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan yang diduga terkait dengan hasil kejahatan/tindak pidana.

The Finance Company is a part of banking business that used as a facility for criminals to do “Money Laundering Crimes” In simple terms, money laundering activities are grouped into three activities, namely: placement, layering, and integration.. Financial Services Authority Regulation No. 12/POJK.01/2017 concerning the Application of the Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Funding Program in the Financial Services Sector regulates that the Finance Company is required to implement the APU and PPT Program by assigning a special unit work and making policies and procedures for implement APU and PPT program. In the fact, funds limitation and efficiency reasons have made Finance Company prefer to place the APU and PPT tasks functions put together with exisiting departments/divisions. However, to be aware of any indications of suspictious financial transactions, the Finance Company has made indicators that used as guidelines, including DP payments ≥ 75% of the vehicles price with a nominal values ≥ Rp. 150.000.000 (one hundred and fifty milions rupiahs); make payments of 5 (five) installments or more at once; Accelerated repayment by consumer at or half the tenor of financing and with a nominal ≥ Rp.150.000.000 (one hundred and fifty milions rupiahs). Transactions by consumers who have been designated as suspects in criminal cases; Financial transactions carried out or canceled are suspected to be related to the proceeds of crime / crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T52489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahertian, Levina Azalia
"Berdasarkan Rekomendasi FATF Nomor 8, perusahaan penyelenggara dompet elektronik termasuk salah satu penyedia jasa keuangan yang harus menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Hal ini diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/10/PBI/2017 tentang Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank dan Penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (PBI APU dan PPT). PBI APU dan PPT merupakan aturan yang secara spesifik dikeluarkan Bank Indonesia untuk mengatur terkait dengan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme yang harus dilakukan oleh Penyelenggara Dompet Elektronik sebagai penyelenggara jasa sistem pembayaran. Adapun persyaratan yang harus dimiliki dan dilakukan oleh perusahaan penyelenggara dompet elektronik mencakup tugas dan tanggung jawab Direksi dan pengawasan aktif Dewan Komisaris, kebijakan dan prosedur tertulis, proses manajemen risiko, manajemen sumber daya manusia; dan sistem pengendalian internal. Penerapan PBI APU dan PPT dapat dilakukan melalui 3 (tiga) tahapan. Yaitu tahap persiapan, tahap eksekusi dan tahap evaluasi.

Based on FATF Recommendation No. 8, the electronic wallet company organizers is part of the financial institution that have to implement anti-money laundering and terrorism financing programs. This is clearly regulated in Law Number 8 Year 2010 concerning Prevention and Eradication of Money Laundering Act, Law Number 9 Year 2013 Concerning the Prevention and Eradication of Terrorism Financing and Bank Indonesia Regulation Number 19/10/PBI/2017 regarding Implementation of Anti Money Laundering and Prevention of Terrorism Financing for the Provider of Payment System Services Other Than Banks and Organizers of Money Changer Business (PBI APU and PPT). PBI APU and PPT are rules specifically issued by Bank Indonesia to regulate in relation to anti-money laundering and prevention of terrorism financing programs which should be applied by Electronic Wallet Company Organizer as payment service provider. The requirements that must be possessed and performed by electronic wallet company organizer include the duties and responsibilities of the Board of Directors and active supervision of the Board of Commissioners, written policies and procedures, risk management processes, human resource management; and internal control systems. Application of PBI APU and PPT can be done through 3 (three) stages. Which are the preparation stage, execution stage and evaluation phase."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Suryadana Candrahasan
"Skripsi ini membahas mengenai konsep Agent Banking terkait dengan penerapan prinsip mengenal nasabah. Konsep Agent Banking ini merupakan produk dari bank untuk memudahkan nasabah dalam melakukan transaksi perbankan tanpa harus pergi ke kantor cabang yang ada. Dengan adanya agent banking transaksi dapat dilakukan pada agen-agen yang ditunjuk oleh bank seperti kantor pos atau supermarket. Namun demikian, kemudahan bertransaksi yang diberikan oleh bank ini juga tidak luput dari peraturan yang sudah ada yaitu prinsip mengenal nasabah, dimana bank harus selalu mengedepankan prinsip ini sebelum melakukan transaksi. Hal ini menjadi hambatan bagi bank di Indonesia untuk memberlakukan konsep ini terkait dengan minimnya kelonggaran dalam peraturan mengenai prinsip mengenal nasabah. Dalam penelitian ini juga dikemukakan kemudahan- kemudahan yang ada pada peraturan prinsip mengenal nasabah di negara lain yang sudah menerapkan konsep agent banking untuk memberikan pembanding terhadap peraturan yang ada di Indonesia. Dengan adanya pembanding, dapat disimpulkan bahwa agent banking tetap dapat diberlakukan dengan tetap mengedepankan prinsip mengenal nasabah.

The focus of this study is the concept of agent banking related to the implementation of know your customer principal. The agent banking concept is a product issued by the bank intended to allows customers to conduct banking transactions without having to go to a branch office. With agent banking, transactions can be done on agents which is appointed by the banks such as the post office or supermarket. However, the ease of transactions provided by the banks not necessarily make the product have an immunity from the laws that already exist, namely the principle of Know Your Customer, which the bank must always put the principles in front before making a transaction. It is a disincentive for banks in Indonesia to enact these concepts related to the lack of flexibility in the regulation of Know Your Customer principles. In this study also suggested that there are easiness on the principle of Know Your Customer regulations in other countries that have implemented the agent banking concept of agent banking to provide a comparison of the existing regulations in Indonesia. With this comparison, it can be concluded that the banking agent can still be applied alongside the know your customer principles."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44801
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winny Wiyandany
"Peningkatan penggunaan Inovasi Keuangan Digital selain memberikan dampak positif bagi pihak penyelenggara dan masyarakat, namun juga memiliki risiko terjadinya penggunaan layanan Inovasi Keuangan Digital sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Terkait hal ini, ternyata dalam pelaksanaan rezim APU-PPT di Indonesia, Inovasi Keuangan Digital belum termasuk ke dalam pihak pelapor sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan latar belakang tersebut, Pokok permasalahan yang diangkat pada penelitian ini antara lain bagaimana pengaturan mengenai prinsip Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT) dalam penyelenggaraan Inovasi Keuangan Digital di Indonesia serta bagaimana penerapan prinsip Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada penyelenggaraan Inovasi Keuangan Digital di Indonesia. Metode penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis dengan bentuk penelitian yuridis-normatif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa peraturan mengenai IKD diatur dalam POJK Nomor 13/POJK.02/2018 dan peraturan mengenai APU-PPT secara khusus dalam POJK Nomor 12/POJK.01/2017 sebagaimana diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019. Sedangkan terkait pelaksanaanya, berdasarkan hasil penelitian diketahui fakta bahwa kewajiban penerapan prinsip APU-PPT bagi Penyelenggara IKD akan efektif diberlakukan pada tahun 2022 dan telah dilakukan pembahasan terkait dengan rencana disertakannya Inovasi Keuangan Digital sebagai salah satu pihak pelapor dalam rezim APU-PPT. Saran yang diberikan Penulis yaitu penggolongan klaster IKD berdasarkan tingkat risiko adanya pencucian uang dan penyusunan pedoman teknis tata cara pengisian laporan bagi perusahaan fintech.

The increase of Digital Financial Innovations usage in addition to having a positive impact on both the operators and the public, also has the risk of its services being utilized as a means of money laundering and terrorism financing. Pertaining to this, it turns out that in the implementation of the AML/CFT regime in Indonesia, Digital Financial Innovations aren’t yet included as a reporting party as stipulated in the legislation. Based on this background, the main issues raised in this research includes how the Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT) principles are regulated in the operation of Digital Financial Innovations in Indonesia and also how the Anti-Money Laundering and Combating the Financing of Terrorism principles are implemented in Digital Financial Innovations in Indonesia. The research method used is analytical descriptive in the form of normative legal research.
From the results of the achieved research, it was known that the regulations regarding DFI are regulated in POJK Nomor 13/POJK.02/2018 and the regulations regarding AML/CFT are specifically regulated in POJK Nomor 12/POJK.01/2017 as amended by POJK Nomor 23/POJK.01/2019. Meanwhile, on the subject of its implementation, based on the results of the research, it was known that the obligation to implement the AML/CFT principles for DFI Operators will be effective in 2022 and discussions concerning the plan to include Digital Financial Innovations as a reporting party in the AML/CFT regime has also been held. The recommendations that given by the author are classification of DFI Clusters based on the level of risk of money laundering and preparation of technical guidelines for filling out reports for fintech companies.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Kurniawan
"Tesis ini menganalisis terkait bagaimana penerapan atas program anti pencucian uang pada industri perdagangan berjangka komoditi dan bagaimana program tersebut berperan dalam usaha pencegahan tindak pidana pencucian uang dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative. Pencucian uang sebagai salah kejahatan lintas negara (transnational crime) merupakan tindak pidana yang membutuhkan keterlibatan setiap negara di dunia, dalam hal ini termasuk Indonesia. Maka dari itu, peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang disusun. Di sisi lain, dikarenakan banyaknya volume perdagangan berjangka komoditi, industri juga mengadopsi program anti pencucian uang. Program anti pencucian pada perdagangan berjangka komoditi secara umum diatur pada Peraturan Kepala Bappebti Nomor 8 Tahun 2017 dan Peraturan Kepala Bappebti Nomor 11 Tahun 2017, yang mana mengatur hal-hal apa saja yang harus dimasukkan dan diaplikasikan oleh Pialang Berjangka dalam rangka pelaksanaan program anti pencucian uang. Tesis ini mempelajari langkah-langkah dan kebijakan apa saja yang harus diaplikasikan dalam melakukan mitigasi dan Tindakan represif atas tindak pidana pencucian uang di perdagangan berjangka komoditi. Dalam hal ini, program yang dimaksud mencakup Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris, Kebijakan Uji Tuntas Nasabah (Customer Due Diligence/CDD), Kebijakan Penerimaan dan Identifikasi Calon Nasabah dan Beneficial Owner, Uji Tuntas Lanjut (Enhanced Due Diligence/EDD), Simplified Customer iDue Diligence, Pengendalian Intern, Sistem Informasi Manajemen, Sumber Daya Manusia dan Pelatihan, dan Pelaporan. Tesis ini juga memperlihatkan bahwa Pialang Berjangka memiliki peran paling krusial dalam rangka pencegahan tindak pidana pencucian uang dalam perdagangan berjangka komoditi sebagai ‘gerbang’ usaha preventif tindak pidana pencucian uang

This thesis analyzes the application of the anti money laundering program in the commodity and futures trading industry and how the program plays role in efforts to prevent money laundering using normative juridical research methods. Money laundering as a transnational crime is a crime that requires the involvement of every country in the world, in this case including Indonesia. Therefore, the laws and regulations in Indonesia such as Law Number 8 of 2010 concerning the Prevention and Eradication of the Crime of Money Laundering was created. On the other hand, due to the large volume of commodity and futures trading, the industry has also adopted an anti-money laundering program and generally regulated in the Regulation of the Head of COFTRA Number 8 of 2017 and Regulation of the Head of COFTRA Number 11 of 2017, which regulate what matters must be included and applied by futures brokers. This thesis examines the steps and policies that must be applied in mitigating and repressive actions against money laundering in commodity futures trading, such as Active Supervision of the Board of Directors and the Board of Commissioners, Customer Due Diligence (CDD) Policy, Policy for Acceptance and Identification of Prospective Customers, Beneficial Owner, Enhanced Due Diligence, Simplified Due Diligence, Internal Control, Management Information Systems, Human Resources and Training, and Reporting. This thesis also shows that the Futures Broker has the most crucial role in preventing money laundering in commodity futures trading as a ‘first line of defense’ to money laundering prevention efforts"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhika Widagdho Putro
"Financial Action Task Force on Money laundering (FATF), dibentuk sebagai suatu gugus tugas dengan tugas menyusun rekomendasi internasional untuk memerangi money laundering. FATF merupakan intergovernmental body sekaligus suatu policy-making body yang berisikan para pakar di bidang hukum, keuangan dan penegakan hukum yang membantu yurisdiksi negara dalam penyusunan peraturan perundang-undangan. Pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia sendiri tidak dapat dilepaskan dari peran FATF itu sendiri, yang mana Indonesia dimasukkan ke dalam daftar Non Cooperative Countries and Territories (NCCTs) oleh FATF pada bulan Juni 200. Penelitian ini akan membahas mengenai rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering dan penerapannya dalam rezim anti pencucian uang di Indonesia. Adapun metodologi yang digunakan dalam melakukan penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif melalui bahan-bahan kepustakaan, dokumen dan literatur.

Financial Action Task Force on Money laundering (FATF) was formed as a task force with the task of preparing international recommendations to combat money laundering. FATF is an intergovernmental body as well as a policy-making body which consists of experts in the legal, financial and law enforcement to help countries in order to prepare the legislation of anti money laundering regulation. The Development of anti-money laundering regime in Indonesia could not be separated from the role of the FATF itself, to which Indonesia was in the list of Non-Cooperative Countries and Territories (NCCTs) by FATF in June 200. This research will examine about the Recommendation of Financial Action Task Force on Money and its implementations in the anti-money laundering regime in Indonesia. The methodology used in conducting this study is normative research through library materials, documents and literature."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheyla Namirah Korompot
"Aktivitas peer to peer lending memiliki akses yang sangat luas, risiko yang dapat terjadi pada kegiatan peer to peer lending adalah menjadi sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Untuk mengurangi dampak bencana atas risiko tersebut, Penyelenggara peer to peer lending harus menerapkan proses kerangka kerja manajemen risiko dengan menerapkan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme secara efektif dan memadai yang terdiri dari lima pilar, yaitu pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern, sistem informasi manajemen, serta sumber daya manusia dan pelatihan. Pada skripsi ini, Penulis akan membahas mengenai pengaturan dan implementasi manajemen risiko melalui Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme serta contoh implementasinya pada Platform X. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa pengaturan mengenai regulatory technology dan countermeasures belum sepenuhnya teregulasi secara efektif serta Platform X belum dapat mengimplementasikan manajemen risiko terkait anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sepenuhnya secara efektif. Penulis berharap Otoritas Jasa Keuangan dapat membentuk peraturan mengenai persyaratan minimum regulatory technology dan peraturan yang mewajibkan Penyelenggara untuk melakukan pembatasan transaksi terhadap negara berisiko tinggi untuk kegiatan countermeasures. Selain itu, Penulis memberi saran kepada Platform X untuk memenuhi seluruh pilar Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme.

Peer to peer lending activities have very broad access, the risk that can occur in peer to peer lending activities is to become a means of money laundering and financing terrorism. To reduce the impact of disasters on this risk, peer to peer lending providers must implement a risk management framework process by implementing an effective and adequate Anti-Money Laundering and Counter-Terrorism Financing Program which consists of five pillars, namely active supervision of the Board of Directors and Board of Commissioners, policies and procedures, internal control, management information systems, as well as human resources and training. In this thesis, Author will discuss the regulation and implementation of risk management through the Anti-Money Laundering and Counter-Terrorism Financing Program and examples of its implementation on Platform X. This research is normative juridical with a descriptive-analytical research typology supported by data collection tools in the form of library materials and interviews. The conclusion of this study is that regulations regarding regulatory technology and countermeasures have not been fully regulated effectively and Platform X has not been able to implement risk management related to the anti money laundering and prevention of terrorism financing fully effectively. Author hopes that the Financial Services Authority can establish regulations regarding minimum regulatory technology requirements and regulations that require Providers to restrict transactions in high-risk countries for countermeasures activities. In addition, Author advises Platform X to fulfill all pillars of the Anti-Money Laundering and Counter-Terrorism Financing Program.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Sulistyowati
"Penelitian ini mengevaluasi konsistensi perencanaan dan penganggaran Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme di PPATK dikarenakan adanya kecenderungan inkonsistensi pada dokumen perencanaan dan penganggaran tersebut. Tujuan penelitian untuk memberikan rekomendasi bagi PPATK dalam penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan tingkat konsistensi perencanaan dan penganggaran PPATK tahun 2011 sebesar 31,06%, artinya tingkat konsistensi masih tergolong rendah. Pemahaman kurang memadai mengenai restrukturisasi program dan kegiatan menjadi masalah pokok inkonsistensi yang terjadi. Hasil penelitian menyarankan PPATK untuk meningkatkan kompetensi pegawai dalam bidang perencanaan dan penganggaran. Sinergisitas para pembuat kebijakan terkait perencanaan dan penganggaran menjadi faktor fundamental dalam mensukseskan pelaksanaan restrukturisasi program dan kegiatan.

This research evaluates the consistency between planning and budgeting on the Prevention and Eradication of The Crime of Money Laundering and Terrorism Financing Program in Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) because there is a tendency of inconsistency between planning and budgeting documents. The research main objective is to give recommendation to INTRAC on how to improve their knowledges and skills on how to make a good planning and budgeting documents. This research is using qualitative descriptive method. The result showed that the level of consistency between planning and budgeting in 2011 is 31.06%, it means still relatively low. The lack of understanding the restructuring programs and activites concepts was believed to be the main concern about inconsistency.The policy makers combined effort and collaboration is the fundamental key to accomplish a successful implementation of restructuring programs and activities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T38638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fany Dewi Rengganis
"Teori tentang fraud menggambarkan faktor-faktor terjadinya tindak kecurangan. Di dalam teori fraud triangle, fraud diamond, dan fraud pentagon, seluruhnya mengandung elemen opportunity yang berarti kesempatan atau celah yang diakibatkan dari adanya kelemahan dalam sistem atau pengendalian pada suatu area, ditambah dengan kurang efektifnya fungsi pengawasan dari pihak yang berwenang (Arens et al., 2015). Fraud yang terjadi dapat berujung pada tindak pidana ekonomi yang salah satunya adalah korupsi. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2002, pencucian uang merupakan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta yang diperoleh dari tindak pidana. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi dan implementasi yang memadai dari program Anti Pencucian Uang di suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyelenggaraan dan penerapan program Anti Pencucian Uang di Indonesia yang mencakup evaluasi terhadap: (1) tingkat efektivitas pengendalian TPPU, (2) tingkat kepatuhan Bank terhadap POJK Nomor 12 Tahun 2017, (3) kinerja OJK dan PPATK selaku Lembaga Pengawas Pengatur dan FIU, dan (4) mengetahui faktor penyebab tidak efektifnya penerapan Program Anti Pencucian Uang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan evaluasi. Data primer pada penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara kepada pihak regulator (OJK dan PPATK) dan pihak Bank yang diteliti, sedangkan data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari hasil analisis dokumen terkait. Dari hasil wawancara/permintaan keterangan dan analisis dokumen diketahui bahwa: (1) tingkat efektivitas pengendalian TPPU di Indonesia sudah baik, (2) tingkat kepatuhan Bank terhadap POJK terkait maupun program APU lainnya sudah baik, dan (3) kinerja OJK dan PPATK selaku regulator dan FIU juga sudah baik. Adapun permasalahan yang terdapat dalam penerapan program APU di Indonesia berdasarkan hasil penelitian adalah terkait identifikasi dan verifikasi Beneficiary Owner (BO) dan kelemahan dalam hal pemanfaatan sektor yang tidak teregulasi dengan baik. Walaupun penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, namun diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi Rezim APUPPT Nasional maupun bagi penelitian selanjutnya dengan tema sejenis

The theory of fraud ddescribes the factors for the occurrence of fraud. In the theory of the fraud triangle, fraud diamond, and fraud pentagon, all contain elements of opportunity which means opportunities or gaps resulting from weaknesses in the system or controls in an area, coupled with the ineffective oversight function of the authorities (Arens et al., 2015). Fraudulent acts can lead to economic crimes such as corruption. According to Law Number 15 of 2002, money laundering is an attempt to hide or disguise assets obtained from criminal acts. Therefore, adequate regulation and implementation of the Anti-Money Laundering program is needed. This study aims to evaluate the implementation of the Anti-Money Laundering program in Indonesia which includes evaluation of: (1) the effectiveness level of ML control, (2) the level of Bank compliance with POJK Number 12 of 2017, (3) the performance of OJK and PPATK as Supervisory Institutions Regulators and FIU, and (4) to find out the factors causing the ineffective implementation of the Anti-Money Laundering Program in Indonesia. This study uses a qualitative research method with an evaluation approach. The primary data in this study were obtained from interviews with the regulators (OJK and PPATK) and the banks studied, while the secondary data in this study were obtained from the analysis of related documents. From the interviews and analysis of documents results, it is known that: (1) the level of effectiveness in controlling money laundering offenses in Indonesia is already good, (2) the level of Bank compliance with related POJK and other AML programs is good, and (3) the performance of OJK and PPATK as regulators and FIU is also good. Based on research results, the problems in the implementation of the AML programs in Indonesia are related to the identification and verification of the beneficiary owners (BO) and weaknesses in the utilization of sectors that are not properly regulated. Even though this research has some limitations, it is hoped that the results of this research can be useful for the National AML-CFT Regime as well as for further similar research"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wind Kuncahyo
"Perkembangan teknologi informasi yang dimanfaatkan dalam industri jasa keuangan, lebih dikenal dengan Financial Technology (Fintech) telah mendorong lahirnya Penyedia Jasa Keuangan (PJK) baru sebagai alternatif sumber pendanaan bagi dunia usaha sekaligus pilihan sarana investasi bagi masyarakat, salah satu PJK baru tersebut adalah Penyelenggara Securities Crowdfunding. Dalam ekosistem Securites Crowdfunding terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat, yaitu, Penerbit, Pemodal dan Penyelenggara/Platform. Securities Crowdfunding akan melibatkan sangat banyak orang sebagai Pemodal yang akan menginvestasikan dananya pada Penerbit berupa suatu badan usaha termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Banyaknya jumlah Pemodal dengan nilai investasi yang bervariasi akan menghasilkan kumpulan dana sangat besar yang mengalir melalui mekanisme Securities Crowdfunding. Adanya aliran dana yang besar berpotensi dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Penelitian ini akan mengkaji pengaturan program Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (APU PPT) dan menganalisis risiko TPPU dan TPPT yang dihadapi oleh Securities Crowdfunding. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu, menggunakan bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer yakni peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bahan hukum sekunder yakni buku, jurnal, maupun hasil penelitian. Penelitian ini juga dilengkapi dengan wawancara dengan narasumber. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa Penyelenggara Securities Crowdfunding memiliki kewajiban untuk menerapkan program APU PPT namun diperlukan peraturan pelaksana sebagai panduan bagi Penyelenggara untuk mengimplementasikan program APU PPT. Adapun saran yang diberikan Penulis adalah perlunya diberikan waktu yang memadai bagi Penyelenggara untuk mempersiapkan diri dalam menerapkan program APU PPT.

The development of information technology used in the financial services industry, better known as Financial Technology (Fintech), has prompted the establishment of new Financial Service Providers (FSP) as an alternative source of funding for the business world as well as a choice of investment facilities for the public. One of the FSP is Securities Crowdfunding. There are 3 (three) parties involved in the Securites Crowdfunding ecosystem, namely, the Issuer, the Investor, and the Platform. Securities Crowdfunding will involve a lot of people as investors who will invest their funds in the issuer in the form of a business entity including Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs). The large number of investors with varying investment values will result in a very large pool of funds flowing through the Securities Crowdfunding mechanism. The existence of a large flow of funds has the potential to be used by criminals to commit Money Laundering (ML) and Terrorism Financing (TF) crimes. This study will research the regulation of the Anti-Money Laundering and Counter Terrorism Financing (AML CFT) program and analyze the ML risks faced by Securities Crowdfunding. This research is a legal research using normative juridical research methods. The author uses library materials consisting of primary legal materials such as laws and regulations, and secondary legal materials such as books, journals, and research finding. In addition, the author utilizes interviews to support the data. The conclusion obtained from this research is that Securities Crowdfunding Platform has an obligation to implement the AML-CFT program and a regulation is needed as a guide for the Platform to implement the program. The author suggests that it is necessary to give adequate time for the Platform to prepare themselves in implementing the AML-CFT program."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>