Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153923 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raka Dwatama
"Penelitian keanekaragaman dan kelimpahan fitoplankton di area bagan Perairan Muara Binuangeun, Banten telah dilakukan pada bulan April - Mei 2018. Sampel 3 stasiun diambil secara vertikal menggunakan plankton net berukuran 60 μm diperoleh 27 botol sampel. Hasil identifikasi dan pencacahan sampel diperoleh genus fitoplankton yang terdiri dari 12 Genus Diatom, 4 Genus Dinophyceae, dan 1 Genus Cyanophyceae. Kelimpahan fitoplankton tertinggi pada stasiun 3 dengan 692 individu sel/L dan terendah pada stasiun 1 dengan 319 individu sel/L dan tergolong dalam kategori sedang. Genus fitoplankton yang mendominansi di area bagan perairan Muara Binuangeun adalah Thalassiothrix. Genus Dinophyceae yang dominan adalah Ceratium, dan Genus Cyanophyceae yang dominan adalah Trichodesmium. Keanekaragaman fitoplankton di area bagan perairan Muara Binuangeun termasuk dalam kategori sedang. Kekayaan dan kemerataan fitoplankton di kedua wilayah perairan tergolong rendah dan cukup merata.

Research on the diversity and abundance of phytoplankton in the fish farm area Muara Binuangeun, Banten waters were conducted in April - May 2018. Samples of 3 stations were taken vertically using a 60 μm plankton net obtained by 27 bottles of samples. The results of identification and enumeration of samples obtained by phytoplankton genera consisting of 12 genera of Diatoms, 4 genera of Dinophyceae, and 1 genera of Cyanophyceae. The highest phytoplankton abundance was at station 3 with 692 individual cells/L and the lowest at station 1 with 319 individual cells/L and belonging to the medium category. Phytoplankton dominating the area of the Muara Binuangeun watershed is Thalassiothrix. The dominant genus of Dinophyceae is Ceratium, and the dominant genus of Cyanophyceae is Trichodesmium. The diversity of phytoplankton in the Muara Binuangeun fish farm area is included in the medium category. The richness and evenness of phytoplankton in both waters is relatively low and fairly even.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noer Kholis, aauthor
"Penelitian komposisi dan keanekaragaman jenis ikan di ekosistem padang lamun dan mangrove di Muara Binuangeun, Kabupaten Lebak, Banten telah dilakukan pada bulan Mei dan November 2015. Metode yang digunakan selama penelitian adalah tangkapan per unit usaha (Catch per Unit of Effort / CPUE) dengan alat tangkap berupa push-net dan serokan ikan. Penangkapan ikan dilakukan ketika kondisi air laut surut. Telah diperoleh 392 sampel ikan yang berasal dari 20 famili dan 50 spesies. Ikan yang didapatkan pada ekosistem mangrove berasal dari 11 famili dan 28 spesies, dengan kelimpahan yang tertinggi pada Istigobius ornatus (19,81 %), sedangkan pada ekosistem padang lamun didapatkan 17 famili dan 38 spesies, dengan kelimpahan yang tertinggi pada Moolgarda sp. (17,13 %). Nilai H?, E, dan D pada kedua ekosistem relatif sama. Hasil tangkapan berdasarkan perbedaan waktu pengambilan sampel menunjukkan perbedaan komposisi spesies ikan yang hadir, khususnya Arothron immaculatus. Nilai indeks kesamaan Jaccard pada kedua ekosistem menunjukkan angka yang rendah (0,32).

Research of composition and species diversity of fish fauna in seagrass bed and mangrove ecosystem at Muara Binuangeun, Lebak, Banten had been conducted at May and November 2015. The method used during research was Catch per Unit of Effort (CPUE) with push net and boat net as fishing gear. Fishing was conducted during low tide. In total, 392 fish were captured from 20 family and 50 species. Fish were captured in mangrove ecosystem consist of 11 family and 28 species, with the most abundant species was Istigobius ornatus (19,81 %), and fish captured in seagrass bed ecosystem consist of 17 family and 38 species, with the most abundant species was Moolgarda sp. (17,13 %). H?, E, and D value for both ecosystem seemed relatively not different. But, the catch based on different fishing time displayed different fish composition, especially Arothron immaculatus. Both ecosystem showed low value for similarity index of Jaccard (0,32).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S64948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tety Ariska
"Penelitian mengenai struktur komunitas lamun di perairan Muara Binuangeun, Banten, telah dilakukan pada tanggal 6--9 November 2015. Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas lamun yang mencakup persentase tutupan, frekuensi, kerapatan, indeks nilai kepentingan, indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks dominansi pada setiap stasiun di Muara Binuangeun. Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis lamun yang diperoleh di Muara Binuangeun sebanyak 3 jenis dari 2 suku. Persentase tutupan lamun di setiap stasiun berkisar antara 28,40--61,60%. Kerapatan lamun di setiap stasiun berkisar antara 637--1655 individu/m2. Jenis Thalassia hemprichii memiliki frekuensi tertinggi berkisar 86,67--100%, sedangkan Halodule uninervis merupakan jenis dengan frekuensi terendah berkisar 6,67--20%. Thalassia hemprichii memiliki indeks nilai kepentingan tertinggi di Muara Binuangeun berkisar 138--300%, sedangkan Halodule uninervis memiliki indeks nilai kepentingan terendah yang berkisar antara 4--12%. Nilai indeks keanekaragaman di Muara Binuangeun tergolong rendah berkisar antara 0--0,73, dengan nilai indeks dominansi yang tergolong tinggi pada stasiun 1 dan 2 (1,00), tergolong sedang pada stasiun 3 (0,53) dan tergolong rendah pada stasiun 4 (0,49). Nilai indeks kemerataan pada stasiun 1 dan 2 yang tergolong rendah (0), serta stasiun 3 (0,63) dan 4 (0,67) yang tergolong tinggi. Secara umum, struktur komunitas lamun pada lokasi penelitian tergolong tidak stabil karena tingkat keanekaragaman dan kemerataan yang rendah serta tingkat dominansi yang tinggi.

Research on community structure of seagrass in waters of Muara Binuangeun, Banten, was conducted on November 6th -- November 9th, 2015. The study aims to determine the community structure of seagrass which includes diversity, cover percentage, frequency, density, importance values, diversity index, evenness index, and dominance index at all of station in Muara Binuangeun. The location of sampling was determined by purposive sampling. The results showed that there are 3 species of seagrass from 2 family in Muara Binuangeun. Percentage seagrass covering in each station ranged from 28,40--61,60%. Seagrass density at each station ranged from 637--1655 individuals/m2. Thalassia hemprichii is the highest frequency (86,67--100%), while Halodule uninervis is the lowest frequency (6,67--20%). Thalassia hemprichii has the highest importance index in Muara Binuangeun (138--300%), while Halodule uninervis has the lowest importance index(4--12%.). The diversity index value in Muara Binuangeun was considered as low (0--0,73), with the dominance index value was high at stations 1 and 2 (1,00), was moderate at station 3 (0,53) and was low in station 4 (0,49). Evenness index values at stations 1 and 2 were considered as low (0), was moderate at station 3 (0,63) and was high at station 4 (0,67). In general, the community structure of seagrass in Muara Binuangeun is unstable because of the diversity and evenness were low, and also dominance were high.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S61565
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilian Pryski Waskitho Adi
"Bentuk talus makroalga dan faktor lingkungan dapat memengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman mikroalga epifitik. Sementara itu, penelitian tentang kelimpahan dan keanekaragaman mikroalga epifitik di Muara Binuangeun belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian tentang kelimpahan dan keanekaragaman mikroalga epifitik pada makroalga, serta menganalisa pengaruh faktor lingkungan dan bentuk talus makroalga terhadap kelimpahan mikroalga epifitik pada makroalga di rataan terumbu Muara Binuangeun. Sampel mikroalga epifitik pada makroalga diambil dari 4 stasiun penelitian yang dipilih berdasarkan keberadaan makroalga. Hubungan mikroalga epifitik dengan bentuk talus makroalga diuji menggunakan uji Chi Square, sedangkan pengaruh parameter lingkungan dengan kelimpahan mikroalga epifitik diuji dengan uji korelasi Spearman. Kelimpahan mikroalga epifitik tertinggi terdapat makroalga berdaging dengan permukaan kasar, seperti Sargassum. Sementara itu, keanekaragaman mikroalga epifitik tertinggi terdapat pada Turbinaria. Mikroalga epifitik yang memiliki asosiasi dengan bentuk talus makroalga adalah Amphora. Amphora berasosiasi positif dengan bentuk talus berdaun. Parameter lingkungan yang cenderung berkorelasi kuat dengan kelimpahan mikroalga epifitik yaitu DO dan salinitas.

Macroalgae form and environmental parameters may affect the abundance and diversity of epiphytic microalgae. Meanwhile, research on the abundance and diversity of epiphytic microalga in Muara Binuangeun has naver been done. Therefore, this research was conducted to determine abundance and diversity of epiphytic microalgae on macroalgae, and analized the effect of environment factor and macroalgae form to abundance of epiphytic microalgae on macroalgae in Muara Binuangeun reef flat. Samples of epiphytic microalgae were taken from 4 station which selected based on macroalgae presence. The relationship between epiphytic microalgae and macroalgae form was tested using Chi Square test, whereas effect of environmental parameter on the abundance of epiphytic microalgae tested using Spearman test. The highest abundance of epiphytic microalgae found in Sargassum and the highest diversity of epiphytic microalgae found in Turbinaria. Epiphytic microalgae that has associations with macroalgae form is Amphora. Amphora has positively associated with foliose macroalgae. Environmental parameters tend to be strongly correlated with abundance of epiphytic microalgae are DO and salinity.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S62557
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Rahmah
"Usaha mitigasi perubahan iklim dengan memanfaatkan vegetasi laut sebagaipenyerap blue carbon saat ini sedang digencarkan, salah satu vegetasi tersebut ialahmakroalga. Muara Binuangeun, Banten yang terletak di pesisir pulau Jawa merupakankawasan yang berpotensi sebagai penyerap CO2 dan dihuni oleh beragam jenismakroalga, antara lain Gracilaria verrucosa yang merupakan makroalga denganfrekuensi kehadiran tertinggi dan Halimeda opuntia yang dikenal sebagai makroalgaberkapur dimana kandungan nutriennya pernah diteliti di Muara Binuangeunsebelumnya. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret--Mei 2018, dengan tujuanuntuk mengetahui seberapa besar perbedaan potensi penyerapan dan penyimpanankarbon pada makroalga Gracilaria verrucosa dan Halimeda opuntia di MuaraBinuangeun, Banten. Hasil penelitian yang didapatkan yaitu rata-rata potensipenyerapan karbon G. verrucosa dan H. opuntia berturut-turut adalah sebesar 228,73gC/m2/hari dan 1500,57 gC/m2/hari, sedangkan rata-rata potensi penyimpanan karbonG. verrucosa dan H. opuntia berturut-turut adalah sebesar 135,29 gC/m2/hari dan217,01 gC/m2/hari. Kandungan karbon pada G. verrucosa adalah sebesar 4,47 sedangkan H. opuntia sebesar 4,64 . Berdasarkan analisis hasil uji T, potensipenyerapan karbon H. opuntia secara signifikan lebih tinggi dari G. verrucosa danpenyimpanan karbon H. opuntia lebih tinggi dari G. verrucosa namun tidak signifikan.Selain itu, kadar abu pada H. opuntia lebih tinggi daripada G. verrucosa dan kadar airH. opuntia lebih rendah daripada G. verrucosa. Hal tersebut dikarenakan H. opuntialebih banyak menyimpan karbon dalam bentuk zat kapur. Oleh karena itu, usahakonservasi dapat dilakukan pada makroalga yang berpotensi tinggi dalam penyerap danpenyimpan karbon seperti H. opuntia untuk mengurangi emisi karbon dari atmosfer.

Efforts to mitigate climate change by utilizing marine vegetation as a blue carbonabsorber are currently being intensified, one of which is macroalgae vegetation. MuaraBinuangeun, Banten, which is located on the coast of Java, is a potential area as a CO2absorber and is inhabited by various types of macroalgae, including Gracilariaverrucosa which is the macroalgae with the highest attendance frequency and Halimedaopuntia, known as calcareous macroalgae, whose nutrient content have been studied inMuara Binuangeun before. This research was conducted in March May 2018, with theaim to know how much the difference of the carbon absorption and storage potentialbetween Gracilaria verrucosa and Halimeda opuntia in Muara Binuangeun, Banten.The result showed that the average carbon absorption potential of G. verrucosa and H.opuntia was 228.73 gC m2 day and 1500.57 gC m2 day, respectively, while the averagecarbon storage potential of G. verrucosa and H. opuntia were respectively 135.29gC m2 day and 217.01 gC m2 day. The carbon content of G. verrucosa was 4.47 whileH. opuntia was 4.64. Based on the analysis of T test results, the potential of H.opuntia carbon absorption was significantly higher than G. verrucosa and the carbonstorage of H. opuntia was higher than G. verrucosa but not significant. In addition, ashcontent in H. opuntia is higher than G. verrucosa while H. opuntia water content islower than G. verrucosa. It is because H. opuntia stores more carbon in the form ofcalcium carbonate. Therefore, conservation efforts can be done on high potential macroalgaein carbon sinks and storage such as H. opuntia to reduce carbon emissions fromthe atmosphere.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bama Herdiana Gusmara
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran persepsi risiko keselamatan masyarakat di desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten terkait kegiatan eksplorasi oleh PT X pada tahun 2013 menggunakan paradigma psikometri. Penelitian dilakukan terhadap 165 responden pada bulan November—Desember 2013 menggunakan desain cross-sectional, data primer berupa kuesioner, FGD, dan wawancara informan kunci, data sekunder berupa gambaran penduduk secara umum. Parameter yang digunakan adalah skala likert angka 1(sangat tidak setuju)—4 (sangat setuju). Nilai rata-rata masing-masing dimensi dihitung dimana angka 1(rendah), 2—3(sedang), 4(baik).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata dimensi paradigma psikometri tergolong sedang (2,1—2,7 skala 4), artinya persepsi masyarakat cukup baik dan perlu ditingkatkan lagi. Dimensi ketakutan dipersepsikan rendah, artinya masyarakat belum sepenuhnya tahu akan risiko kegiatan. Penelitian menunjukkan persepsi risiko masyarakat terkait kegiatan eksplorasi tidak berhubungan dengan usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, serta tingkat pendidikan (p-value>α(0,05). Untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan terutama terkait isu keselamatan terkait kegiatan eksplorasi, perlu dilakukan sosialisasi menyeluruh kepada masyarakat di desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.

This study aims to provide an overview of public safety risk perception in the desa Muara Binuangeun , Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak , Banten related exploration activities by PT X in 2013 using the psychometric paradigm. The study was conducted on 165 respondents in November-December 2013. Design of study is cross - sectional , primary data obtained from questionnaires , FGD and key informant interviews, secondary data provide an overview of the general public. This study used likert scale as follows 1 (very disagree)—4 (very agree). The mean value of each dimension is calculated, which is defined as follows: 1(low), 2—3(moderate), 4(good).
The results showed that the average value of the psychometric paradigm in risk perception were moderate ( 2.1 to 2.7 on a scale of 4 ), meaning that the public perception is quite good and need to be increased again. Study shows that the dread dimension quite low, meaning people do not fully know the risks of the activities. Research shows the public perception of risks associated exploration activities not related to age , gender , occupation , and education level (p-value>α(0,05). To avoid undesirable events primarily related safety issues in exploration activities, dissemination efforts to the entire community needs to be done.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T38903
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Sobari
"[ABSTRAKbr
Penelitian mengenai struktur komunitas diatom epifit pada daun lamun di padang lamun perairan Muara Binuangeun, Banten telah dilakukan pada tanggal 30 April -- 3 Mei 2015. Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas Diatom epifitik pada daun lamun Thalassia hemprichii (Ehrenb. ex Solms) Asch. antara lain, komposisi genus, kepadatan, dominansi, keanekaragaman, dan kemerataan pada setiap stasiun di Muara Binuangeun, Kabupaten Lebak, Banten. Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposisi Diatom epifitik yang diperoleh di lokasi penelitian sebanyak 12 genus dari 4 kelas. Kepadatan Diatom epifitik tiap stasiun berkisar antara 91800 – 420560 sel/ dm2. Nilai indeks dominansi berkisar antara 0,617—0,917 dan tergolong tinggi di setiap stasiun, hal tersebut disebabkan karena terdapat genus Navicula yang mendominasi disetiap stasiun. Nilai indeks keanekaragaman di setiap stasiun penelitian tergolong rendah (berkisar antara 0,25—0,86). Nilai indeks kemerataan berkisar antara 0,1—0,36 dengan stasiun 1 dan 4 tergolong tidak merata, sedangkan pada stasiun 2 dan 3 tergolong kurang merata. Rendahnya nilai indeks keanekaragaman dan kemerataan disebabkan karena adanya tekanan ekologis pada lokasi penelitian. Secara umum, struktur komunitas Diatom epifitik pada lokasi penelitian tergolong tidak stabil karena tingkat dominansi yang tinggi, keanekaragaman yang rendah, dan kemerataan yang tidak merata dan kurang merata.
;Research on community structure of epiphyte Diatom on Thalassia hemprichii (Ehrenb. ex Solms) Asch. leaves at seagrass beds Muara Binuangeun Coastal, Kabupaten Lebak, Banten was conducted on 30 April -- 3 May 2015. The aim of this study was to determine community structure of epiphyte Diatom on Thalassia hemprichii (Ehrenb. ex Solms) Asch. leaves include genus composition, abundance, dominance, diversity, and evenness each stations at Muara Binuangeun, Kabupaten Lebak, Banten. Sampling location was determineted by purposive sampling method. Result shows that 4 classis 12 genera Diatom epiphytic composition was obtained . Diatom epiphytic abundance range in each station was 91800 – 420560 sel/ dm2. Dominance index score range was 0,617—0,917 and was classified as high at each stations because genus Navicula dominant in each stations. Diversity index score was classified as low (0,25—0,86) at each stations. Evenness index score range was 0,1—0,36 with station 1 and 4 classifed as highly unevenn and station 2 and 3 was classified as unevenly. Diversity and evenness index score was low because there were ecological pressures. In general, community structure of epiphyte Diatom in research location was unstable because dominance index was high, diversity index was low, and evenness index was highly uneven and unevenly.
, Research on community structure of epiphyte Diatom on Thalassia hemprichii (Ehrenb. ex Solms) Asch. leaves at seagrass beds Muara Binuangeun Coastal, Kabupaten Lebak, Banten was conducted on 30 April -- 3 May 2015. The aim of this study was to determine community structure of epiphyte Diatom on Thalassia hemprichii (Ehrenb. ex Solms) Asch. leaves include genus composition, abundance, dominance, diversity, and evenness each stations at Muara Binuangeun, Kabupaten Lebak, Banten. Sampling location was determineted by purposive sampling method. Result shows that 4 classis 12 genera Diatom epiphytic composition was obtained . Diatom epiphytic abundance range in each station was 91800 – 420560 sel/ dm2. Dominance index score range was 0,617—0,917 and was classified as high at each stations because genus Navicula dominant in each stations. Diversity index score was classified as low (0,25—0,86) at each stations. Evenness index score range was 0,1—0,36 with station 1 and 4 classifed as highly unevenn and station 2 and 3 was classified as unevenly. Diversity and evenness index score was low because there were ecological pressures. In general, community structure of epiphyte Diatom in research location was unstable because dominance index was high, diversity index was low, and evenness index was highly uneven and unevenly.
]"
Universitas Indonesia, 2015
S60110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The aims of the study were a ) to determine the affect of offshore distant to the density and diversity of phytoplankton b) to determine the distribution pattern of density and diversity of phytoplankton...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sinung Rahardjo
"Sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut selain dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan, juga memiliki potensi sumber daya alam yang sangat kaya dan penting, di antaranya adalah terumbu karang, mangrove, dan padang lamun. Laut mempunyai arti penting bagi kehidupan makhluk hidup seperti manusia, ikan, tumbuh-tumbuhan dan biota laut lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sektor kelautan mempunyai potensi yang sangat besar untuk ikut mendorong pembangunan di masa kini maupun masa depan.
Namun di balik potensi tersebut, aktivitas-aktivitas pemanfaatan sumber daya tersebut sering kali menurunkan atau merusak potensi yang ada. Hal tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir, melalui perubahan lingkungan di wilayah tersebut.
Pencemaran laut mengakibatkan terjadinya degradasi yang terus menerus yang ditandai dengan menurunnya daya dukung lingkungan, hilangnya jenis ikan dan berbagai kekerangan di estuari. Disinyalir bahwa kebanyakan organisme di estuari hidup di dekat batas-batas toleransinya, sehingga perubahan yang kecil sekalipun dari faktor-faktor lingkungan di perairan seperti perubahan panas, salinitas dan oksigen akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme tersebut. Kerusakan ekosistem estuari seringkali disebabkan pula oleh perubahan yang terjadi di daerah hulu karena adanya erosi yang tinggi, perubahan pola aliran sungai, pencemaran dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.
Sungai Dadap adalah salah satu sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Berdasarkan hasil pemantauan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta tahun 2002 sungai ini termasuk dalam kategori buruk. Berbagai limbah dialirkan dari Sungai Dadap menuju perairan Teluk Jakarta, sehingga disinyalir memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap kehidupan biota perairan di sekitarnya.
Penelitian bertujuan untuk : (a) Menganalisis pola sebaran kelimpahan dan keragaman fitoplankton di lokasi penelitian; (b) Menganalisis pengaruh jarak perairan terhadap kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton; (c) Menganalisis kondisi dan pola sebaran beberapa parameter kualitas air di perairan pantai Dadap.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen, menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan metode survei. Pengambilan sampel dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu dari bulan September sampai dengan Oktober 2003 di perairan pantai Dadap, Kecamatan Kosambi Kabupaten Tangerang Propinsi Banten. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penentuan stasiun dilakukan secara purposive, terbagi dalam 6 stasiun, di mana jarak masing-masing stasiun adalah 0,5 mil. Posisi masing-masing stasiun terdistribusi tegak lurus dari muara Sungai Dadap menuju ke lepas pantai. Data primer dikumpulkan selama dua bulan dengan interval waktu 2 minggu sekali. Data kelimpahan fitoplankton yang diperoleh diuji homogenitas dan kenormalannya dengan uji Bartlett dan uji Chi-kuadrat, sedangkan untuk mengetahui pengaruh jarak terhadap kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton digunakan uji anova sampai dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil). Khusus untuk baku mutu kualitas air laut digunakan Kepmen KLH No. 02/MENKLH/1988 tentang baku mutu kualitas air laut untuk biota laut (budidaya perikanan).
Kelimpahan fitoplankton di perairan Dadap pada saat pasang berkisar antara 92.768 ind/I sampai dengan 139.935 ind/I. Dengan demikian maka perairan pantai Dadap tergolong dalam perairan Eutropik yaitu perairan yang kaya dengan bahan organik (unsur hara). Jumlah taksa di setiap stasiun hampir seragam yaitu berkisar antara 10-12 taksa. Indek keanekaragaman berkisar antara 1,51-1,85. Hal ini menunjukkan bahwa komunitas fitoplankton berada pada kisaran moderat, yaitu mengalami tekanan ekologis sedang. Sementara itu indeks keseragaman dan dominasi di setiap stasiun berturut-turut adalah 0,62-0,75 dan 0,24-0,32. Indeks keseragaman di atas 0,6 mengindikasikan bahwa populasi species dalam komunitas fitoplankton di pantai Dadap memiliki keseragaman yang tinggi atau dapat dikatakan kondisi ekosistem serasi untuk semua species dan tidak terjadi tekanan ekologis pada ekosistem tersebut. Sedangkan indeks dominasi mendekati nol, mengindikasikan bahwa di dalam komunitas fitoplankton tidak ada species yang secara ekstrim mendominasi. Jumlah individu masing-masing species hampir merata atau dapat dikatakan komunitas dalam keadaan stabil dan tidak ada tekanan ekologis terhadap habitat komunitas fitoplankton.
Pola sebaran kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton bervariasi, tidak terdistribusi secara linier mengikuti besarnya jarak perairan dari muara Sungai Dadap. Kelimpahan fitoplankton terendah terdapat pada stasiun 3 dan 4 yaitu pada jarak 1,5-2 mil dari pantai. Hal ini disebabkan oleh terkonsentrasinya tempat pemeliharaan kerang hijau di lokasi tersebut sehingga menurunkan kelimpahan fitoplankton karena sifat filter feedernya. Uji anova menunjukkan bahwa jarak perairan dari muara Sungai Dadap sangat mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton sangat ditentukan oleh kondisi masing-masing stasiun yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya aktivitas manusia, nutrient, tingkat asimilasi dan faktor-faktor oseanografi lainnya.
Pola sebaran kualitas air laut di perairan pantai Dadap cenderung terdistribusi secara linier, berubah kualitasnya sesuai dengan besarnya jarak perairan dan muara Sungai Dadap. Parameter kualitas air laut perairan Dadap yang sudah melebihi baku mutu terdapat di muara Sungai Dadap (stasiun 1) yaitu TSS (Total Suspended Solid), Nitrit, Kekeruhan (Turbidity) dan TDS (Total Disolved Solid). Nilai rata-rata ketiga parameter tersebut berturut-turut adalah TSS = 81 mg/I, Nitrit = 0,002 mg/I, Kekeruhan = 32 NTU dan TDS = 34.923 mg/l. Sementara itu berdasarkan scoring sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 tahun 2003, mutu air laut perairan Dadap tergolong buruk (cemar berat).
Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan hasil analisis di atas adalah : (a) Pemanfaatan kerang hijau sebagai biofilter alam perlu di atur sedemikian rupa, agar tidak mengandung kadar bahan pencemar yang melebihi ambang batas baku mutu dan dapat dikonsumsi secara aman; (b) Pemerintah daerah perlu melakukan pemantauan dan pengukuran kualitas lingkungan di muara-muara sungai yang rawan terhadap pencemaran secara berkala untuk mengamati perubahan-perubahan lingkungan; (c) Pengelolaan kawasan pesisir pantai Dadap perlu lebih dioptimalkan agar pencemaran lingkungan pantai dapat diminimisasi.

Most of the Indonesian territory is seawater. Indonesian waters have high potency not only for marine transportation but also have high potency of natural resources such as coral reef, mangrove and sea grass ecosystem. Beside that, oceans has also important rule for supporting some living organism i.e. human being, animal, plant, and other marine organisms. So that, marine ecosystem has high potency for supporting national development.
On the other hand, some activities in utilizing marine resources have caused negative impact to the resources. The impact would affect coastal waters organism since the changing of coastal environment.
Marine pollution causes the continuous degradation of environment indicated by decreasing carrying capacity, extinction of some fish species and bivalves in estuarine. It is supposed that most of the estuarine organism have low ability in facing environmental changing. So, the small change of environmental conditions, such as temperature, salinity, and dissolved oxygen, would influence living organism. The degradation of estuarine is often caused by the degradation of up stream area because of high level of erosion, changing of water catchments area, pollution as well as over exploitation of natural resources.
Dadap River is one of the rivers, which flows to the Jakarta Bay. Based on the Report of the BLHD DKI Jakarta in 2002, shown that this river was classified as low category. Many kinds of pollutants are discharged to the river and finally came to the Jakarta Bay.
The aims of the study were: (a) to analyze the affect of offshore distant to the density and diversity of phytoplankton; (b) to analyze the distribution pattern of density and diversity of phytoplankton; (c) to observe and analyze distribution pattern of some parameter of water quality of Dadap's coastal waters; (d) to analyze the water quality compared with the water quality standard.
These study applied qualitative and quantitative method and was carried out for 2 months started from. September to Oktober 2003 in Dadap's coastal waters, Kosambi District, Tangerang Regency, Banten Province. Experimental design that was used in this study was Completely Randomized Design. There were 6 sampling station that had distant of 0,5 miles to each other station. Each station position was arranged straight line from the coastal line to the offshore. Therefore, the distance of each station from Dadap's river mouth were 05 mil for station 1, 1.0 mil for station 2, 1.5 mil for station 3, 2.0 mil for station 4, 2.5 mil for station 5, and 3.0 mil for the for station 6. Collecting data were performed frequently every 2 weeks for 2 month. Homogeneity and normality distribution of data of phytoplankton density was tested by using Bartlett test and Chi-square test, mean while the effect of offshore distant to the density and diversity of phytoplankton was analyzed by using one-way ANOVA. In term of water quality standard was compare to the Kepmen KLH No.02/ MENKLH/ 1988.
Phytoplankton abundance in the Dadap's waters during high water was having range from 92,768-139,935 ind./l. So, Dadap's coastal waters were Eutrophic water that was indicated by high organic matter (nutrient) concentration. The total number of species in each sampling station was relatively similar of about 10-12 species. Based on the phytoplankton density, the diversity index was 1.51-1.85. It's mean that the water was ecologically moderate. Mean while, similarity and dominancy index of about 0,62-0,75, and 0.24-0.32, respectively. The similarity index of more than 0.6 indicated that the population of each phytoplankton species within community in Dadap coastal waters was similar. It's mean there was no ecological pressure. Furthermore, the dominancy index was very low, since there was no extremely species dominant in the ecosystem. The ecosystem was very stable and no ecological pressure.
The distribution pattern of phytoplankton density and diversity vary, and had no correlation with distant from coastal line. The lowest phytoplankton abundant was found at the station 3 and 4. It was caused by green muscle culture. Green muscle is filter feeder organism that consumes huge number of phytoplankton. Based on the Anova test revealed that the density and diversity phytoplankton had highly significant different. It means that the distant of the sampling station from Dadap's river mouth strongly affected abundant and diversity of phytoplankton. The result showed that phytoplankton abundance and diversity were determined by some factors such as human activities, nutrient, assimilation level, and oceanography factors as well.
Contrary, the distribution pattern of water quality tended to show liner distribution, which the water quality changes with the distant from the Dadap's river mouth. All stations had low water quality of which such parameters of total suspended solid (TSS), Nitrite, total dissolved solid (TDS), and turbidity. The average values of those parameters were 81 mg/I, 0.002 mg/I, 34,923 mg/I and 32 mg/I, respectively.
Based on the results mentioned above, it can be suggested as follows: (a) utilization of green muscles as natural bio-filter need to be managed in order to keep the pollutant concentration is less than threshold value the standard and save to be consumed; (b) Local government needs monitoring environmental quality of around river mouth which is most sensitive area to the pollution; (c) Dadap coastal area management need to be optimized in order to minimize environmental pollution.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Basir
"Telah dilakukan penelitian tentang sebaran spasial fitoplankton di lokasi budidaya kerang hijau (Perna viridis) Kamal Muara, Jakarta Utara. Penelitian bertujuan mengetahui kelimpahan dan sebaran spasial fitoplankton, serta parameter lingkungan yang memengaruhi. Berdasarkan peta sebaran, kelimpahan Bacillariophyceae dan Dinophyceae lebih tinggi pada stasiun-stasiun yang dekat dengan daratan (Stasiun 1 dan Stasiun 2), sedangkan kelimpahan Cyanophyceae ditemukan lebih tinggi pada stasiun-stasiun yang jauh dari daratan (Stasiun 5 dan Stasiun 9).
Analisis Regresi Multivariat menunjukkan bahwa seluruh parameter lingkungan terukur berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Nilai korelasi Spearman menunjukkan bahwa kelimpahan Bacillariophyceae paling dipengaruhi oleh pH, kelimpahan Dinophyceae paling dipengaruhi oleh salinitas, sedangkan kelimpahan Cyanophyceae paling dipengaruhi oleh fosfat.

Research on the spatial distribution of phytoplankton has been held in the green mussel aquaculture area (Perna viridis) Kamal Muara, North Jakarta. The research aim to determine the abundance and spatial distribution of phytoplankton and environmental parameters influenced. Based on distribution maps, the abundance of Bacillariophyceae and Dinophyceae were highest at stations near mainland (Station 1 and Station 2), whereas Cyanophyceae was at farther stations (Station 5 and Station 9).
Regression Multivariate analysis showed that all measured environmental parameters were influencing the abundance of phytoplankton. Spearman correlation values indicate that the abundance of Bacillariophyceae were most influenced by pH, Dinophyceae by salinity, whereas Cyanophyceae by phosphate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47805
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>