Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112860 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erliyana
"ABSTRAK
Latar belakang: Carboximethyl Chitosan / Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP) sebagai material analog non-protein mempunyai kemampuan meremineralisasi dentin. Gypsum sebagai bahan pencampur yang dapat memudahkan aplikasi. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh penambahan gypsum pada material analog non-protein CMC/ACP. Metode: 27 kavitas dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 dentin demineralisasi tidak diaplikasi bahan, kelompok 2 dentin demineralisasi diaplikasi CMC/ACP, kelompok 3 dentin demineralisasi diaplikasi gypsum+CMC/ACP. Diperiksa pada hari ke-14 menggunakan SEM-EDX. Hasil: gypsum tidak memengaruhi kemampuan material analog non-protein CMC/ACP dalam remineralisasi dentin.

ABSTRACT
Background: Carboximethyl Chitosan / Amorphous Calcium Phosphate (CMC/ACP) is analog material non-protein that have dentine remineralization ability.  While Gypsum is mixing material that can facilitate the application. Objective of this study was to see the effect of gypsum addition on analog material non-protein CMC/ACP. Methods: 27 cavities were divided into 3 groups. Group 1 were dentine demineralization without any material applied. Group 2 were dentine demineralization with CMC/ACP material applied, and group 3 were dentine demineralization with gypsum + CMC/ACP material applied. Checked on day 14 using SEM-EDX. Result:  Gypsum was not affect material ability of analog non-protein CMC/ACP in dentine remineralization.

 

"
2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasti Dwi Setiati
"ABSTRAK
Latar Belakang: Carboxymethyl chitosan (CMC) merupakan bahan analog protein nonkolagen yang fungsinya menyerupai Dentin Matriks Protein 1 (DMP1). CMC menjaga agar amorphous calcium phosphate (ACP) tetap dalam ukuran nano agar dapat terjadi remineralisasi matriks dentin kolagen. Tujuan: Menganalisis pengaruh konsentrasi CMC pada sediaan CMC-ACP terhadap kemampuan remineralisasi dentin. Metode: Dari 25 sampel kavitas yang telah didemineralisasi dibagi menjadi 5 kelompok. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol, kelompok 2 diaplikasikan CMC-ACP dengan konsentrasi CMC 1%, kelompok 3 diaplikasikan CMC-ACP dengan konsentrasi CMC 2,5%, kelompok 4 diaplikasikan CMC-ACP dengan konsentrasi CMC 5%, dan kelompok 5 diaplikasikan CMC-ACP dengan konsentrasi CMC 10%. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan SEM untuk melihat morfologi permukaan dentin dan EDX untuk mengukur kandungan kalsium dan fosfat pada permukaan dentin.  Hasil: Hasil remineralisasi dentin tertinggi pada CMC konsentrasi 10%, diikuti dengan 5%, 2,5%, dan 1% yang paling kecil. Bila dibandingkan, kadar fosfat CMC konsentrasi 1%, 2,5%, 5%, dan 10% berbeda bermakna. Namun kadar kalsium CMC konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% tidak berbeda bermakna. Kesimpulan: Konsentrasi CMC 2,5% merupakan konsentrasi optimum yang dapat menghasilkan remineralisasi dentin.

ABSTRACT
Background: Carboxymethyl chitosan (CMC) is a noncollagenous protein analog material that has similar function as Dentin Matrix Protein 1 (DMP1). CMC stabilizes amorphous calcium phosphate (ACP) therefore it can stay in nanoparticle form and remineralize matrix collagen dentin. Aim: To analyze the effect of CMC concentration in CMC-ACP towards dentin remineralization. Method: 25 cavity samples divided into 5 experimental groups. The first group is control group, the second group is applied with CMC-ACP that contains 1% CMC, the third group is applied with CMC-ACP that contains 2,5% CMC, the fourth group is applied with 5% CMC, and the fifth group is applied with CMC-ACP that contains 10% CMC. Remineralization was evaluated using SEM and EDX. Result: The highest dentin remineralization result is from  group 10% CMC, 5%, 2,5%, and the least dentin remineralization is from group 1% CMC. Statistically, the calcium level of group 2,5%, 5%, and 10% CMC in CMC-ACP is constant. Whereas the phosphate level of group 1%, 2,5%, 5% and 10% CMC in CMC-ACP is statistically significant. Conclusion: The optimum CMC concentration in CMC-ACP is 2,5% that resulted in dentin remineralization.

"
2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wisnu Putranto
"Latar Belakang : Remineralisasi Guided Tissue Remineralization (GTR) dentin digunakan untuk meningkatkan pembentukan kristal nano ke daerah gap zone serta membangun struktur mineral apatit pada kolagen demineralized dentin dan Carboxymethyl Chitosan (CMC) berperan sebagai protein analog serta memicu remineralisasi dentin. Tujuan: Mendapatkan novel semen carboxymethyl chitosan/amporphous calcium phosphate sebagai agen GTR dentin. Metode: Modifikasi CMC menjadi bubuk CMC/ACP (CA) melalui proses Freeze Dry dan modifikasi bubuk CA melalui proses milling 30 menit menjadi bubuk CMC/ACP paska milling (CAM) dan masing-masing dievaluasi menggunakan FTIR menganalisis gugus fungsi CMC dan gugus fungsi awal CA yang terbentuk. Bubuk CA dan CAM kemudian dicampurkan dengan gipsum hemihydrate pada rasio 5% dan 10% didapatkan kelompok novel semen CAG 5%, CAG 10%, CAMG 5% dan CAMG 10%. Kelompok tersebut dievaluasi menggunakan FTIR, XRD, SEM, setting time, ketahanan kompresi dan MTT assay. Novel semen tersebut diaplikasikan pada dentin terdemineralisasi selama 14 hari dan dievaluasi menggunakan TEM. Hasil: Gugus fungsi CMC berupa -CH2COOH dan N-H terlihat pada bubuk CA dan setelah dilakukan milling menjadi bubuk CAM. Tambahan gugus fungsi fosfat (-PO4) terlihat juga pada bubuk CA dan CAM. Gugus fungsi awal bubuk CA tetap terlihat pada bubuk CAM. Gugus fungsi fosfat (-PO4) terlihat juga pada kelompok novel semen CAG dan CAMG baik 5% dan 10%. Kombinasi bubuk CA dan CAM menggunakan gipsum mempengaruhi fasa mineral material. Kesan topografi berbeda pada novel semen CAG (5% dan 10%) dan novel semen CAMG (5% dan 10%). Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok novel semen (CAG 5%, CAG 10%, CAMG 5% dan CAMG 10%) dibandingkan dengan gipsum (kontrol) pada setting time dan ketahanan kompresi (p<0.05). Viabilitas sel dari uji MTT assay menunjukkan novel semen CAMG 10% tidak toksik terhadap hDPSC. Novel semen CAG (5% dan 10%) dan novel semen CAMG (5% dan 10%) menunjukkan kesan remineralisasi dentin ekstrafibrillar dan intrafibrillar pada dentin terdemineralisasi. Kesimpulan: Modifikasi carboxymethyl chitosan melalui proses freeze dry dan milling serta pencampuran rasio 5% dan 10% menggunakan gipsum memiliki kemampuan untuk menginisiasi guided tissue remineralisazation dentin baik secara ekstrafibrillar dan intrafibrillar pada dentin terdemineralisasi.

Background: Guided Tissue Remineralization (GTR) dentin is used to increase the formation of nanocrystals in the gap zone area and build an apatite mineral structure in demineralized dentin collagen and Carboxymethyl Chitosan (CMC) which acts as a protein analog and triggers dentin remineralization. Objective: To obtain a novel carboxymethyl chitosan/amorphous calcium phosphate cement as a dentinal GTR agent.Purpose: Obtained novel cement carboxymethyl chitosan/amporphous calcium phosphate as an agent for GTR. Methods: Modification of CMC into CMC/ACP (CA) powder through the Freeze Dry process and modification of CA powder through a 30-minute milling process into CMC/ACP powder after milling (CAM) and evaluated using FTIR, respectively, analyzing the CMC functional group and the initial CA functional group formed. CA and CAM powder were then mixed with gypsum hemihydrate at a ratio of 5% and 10% to obtain novel cement groups of CAG 5%, CAG 10%, CAMG 5%, and CAMG 10%. The groups were evaluated using FTIR, XRD, SEM, setting time, compression resistance, and MTT assay. The novel cement was applied to demineralized dentin for 14 days and evaluated using TEM. Result: The CMC functional group (-CH2COOH and N-H) was seen in CA and CAM powder. Addition of phosphate (-PO4) functional grup were detected in CA and CAM powder. Phosphate (-PO4) functional group was seen in novel cement CAG (5% and 10%) and CAMG (5% and 10%). The combination of gipsum using CA and CAM powders produces different mineral phases. Topographical impressions differed between Novel cement groups of CAG (5% and 10%) and CAMG (5% and 10%). There was a significant difference between the novel cement groups (CAG 5%, CAG 10%, CAMG 5%, and CAMG 10%) compared to gypsum (control) in setting time and compression resistance (p<0.05). Viability cell confirmation using MTT assay showed that novel cemen group of CAMG 10% did not toxic to hDPSC. Novel cement groups of CAG (5% and 10%) and CAMG (5% and 10%) demonstrated the effects of extrafibrillar and intrafibrillar dentin remineralization on demineralized dentin. Conclusion: Modifying carboxymethyl chitosan through freeze dry and milling processes and modifying the mixing ratio of 5% and 10% using gypsum can initiate guided tissue remineralization of dentin both extrafibrillarly and intrafibrillarly in demineralized dentin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rivanti Irmadela Devina
"Latar Belakang: Remineralisasi pada dentin affected dapat terjadi secara guided tissue remineralization (GTR). Remineralisasi ini terjadi pada matriks intrafibrilar kolagen dentin karena peran protein non kolagen yaitu Dentin Matriks Protein 1 (DMP1) yang dapat rusak saat proses demineralisasi. Dibutuhkan material analog pengganti DMP1 untuk proses remineralisasi, salah satunya adalah asam poliaspartik dalam proses Polymer-Induced Liquid Precursor (PILP). Tujuan: Menganalisis remineralisasi yang terjadi pada demineralized dentin setelah diinduksi oleh asam poliaspartik dalam proses PILP. Metode: Sampel berupa dentin blok direndam pada larutan demineralisasi lalu dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok demineralized dentin tanpa perendaman larutan asam poliaspartik dan kelompok dengan perendaman larutan asam poliaspastik selama 3, 7, dan 14 hari. Sampel di evaluasi dengan uji SEM dan EDX. Hasil: Terdapat perbedaan signifikan antara kelompok demineralized dentin dengan kelompok remineralisasi asam poliaspartik pada hari ke 3, 7, dan 14. Remineralisasi yang terjadi berupa deposit ion kalsium dan fosfat. Kesimpulan: Asam poliaspartik dalam proses PILP memiliki potensi untuk meremineralisasi demineralized dentin.

Background: Remineralization on affected dentin can be occurred by guided tissue remineralization (GTR) method. The remineralization process took place in intrafibilar matrix dentin collagen which regulated by a non collagenous protein, Dentin Matrix Protein (DMP 1) which can be destroyed during demineralization process. Remineralization process requires non collagenous protein analog material, one in particular is poliaspartic acid in Polymer-Induced Liquid Precursor (PILP) process. Objective: To analyze remineralization process that occured on demineralized dentin after application polyaspartic acid in PILP process. Method: Dentin block sample was soaked in demineralized solution. The sample then divided into four groups which are demineralized dentin without application of poliasparticacid solution, and demineralized dentin soaked in polyaspartic acid solution in the period of 3 ,7 and 14 days. The samples were evaluated by using SEM and EDX. Result: A statistically significant result between demineralized dentin group and remineralization with poliaspartic acid group within 3, 7, 14 days. Remineralization occurred by calcium and phosphate ions deposition. Conclusion: Polyaspartic acid in PILP process has the capability of remineralizing demineralized dentin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fildza Hasnamudhia
"Latar Belakang: Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah karies gigi. Penggabungan antara lilin propolis, yang mempunyai sifat antibakteri, dan CPP-ACP, yang merupakan agen remineralisasi, sebagai bahan aktif di dalam medium permen karet CPP-ACP-Propolis merupakan suatu keuntungan dan inovasi baru dalam upaya pencegahan karies.
Tujuan: Menganalisis kerja dari CPP-ACP dan lilin propolis jika digabungkan dalam satu formulasi permen karet, dilihat dari kadar ion kalsium dan ion fosfat yang dilepas CPP-ACP dan penekanan massa biofilm S.mutans oleh lilin propolis, terhadap saliva subjek karies. Metode: Dilakukan simulasi pengunyahan lima konsentrasi permen karet (0%propolis, 0%CPP-ACP; 0%propolis + CPP-ACP; 2%propolis + CPP-ACP; 4%propolis + CPP-ACP; 6%propolis + CPP-ACP) secara in vitro pada 25 sampel saliva subjek karies kemudian diuji menggunakan alat Atomic Absorption Spectrophotometer untuk melihat kadar ion kalsium, Ultraviolet-Visible Spectrophotometer untuk melihat kadar ion fosfat, serta uji crystal violet untuk menganalisis penurunan massa biofilm.
Hasil: Terdapat peningkatan kadar kalsium yang signifikan pada saliva + eluen permen karet dibandingkan dengan kontrol saliva, dengan tingkat pelepasan kalsium tertinggi dari permen karet CPP-ACP + 2% propolis. Terdapat peningkatan kadar fosfat yang tidak signifikan antara kontrol saliva dan saliva+eluen permen karet. Terjadi penurunan massa biofilm S.mutans yang signifikan antara kontrol saliva dan saliva+eluen permen karet, dengan penurunan terbanyak oleh konsentrasi permen karet CPP-ACP dan CPP-ACP+6%propolis. Simpulan: Simulasi pengunyahan permen karet CPP-ACP-Propolis menghasilkan peningkatan kadar ion kalsium dan ion fosfat, serta penurunan massa biofilm S.mutans pada saliva subjek karies.

Background: The most frequent oral disease found in Indonesia is caries. The combination of propolis wax, which is an antibacterial agent, and CPP-ACP, which is a remineralization agent, as the active compounds in chewing gum is an advantage and a new innovation in caries prevention. Aim: To analyze the effect of CPP-APP and propolis wax if both are combined in a chewing gum formulation, observed from the calcium and phosphate ion level released by CPPACP and the emphasis of S.mutans biofilm mass by propolis wax, towards cariesactive subjects’ saliva.
Methods: Chewing simulation being done in vitro to 25 caries-active subjects’ saliva sample using five concentrations of chewing gums (0%propolis,0%CPP-ACP; 0%propolis+CPP-ACP; 2%propolis+CPP-ACP; 4%propolis+CPP-ACP; 6%propolis+CPP-ACP), then being tested using Atomic Absorption Spectrophotometer to analyze calcium ion level, Ultraviolet-Visible Spectrophotometer to analyze phosphate ion level, and biofilm assay using crystal violet to analyze the decline in biofilm mass.
Results: After chewing simulation, calcium ion level on saliva+gum eluent have increased significantly compared to saliva control, with the highest calcium level released by CPP-ACP +2%propolis chewing gum. There is insignificant phosphate level change between saliva control and saliva + gum eluent. There is also significant decline of S.mutans biofilm mass in the saliva + gum eluent, most decline by CPP-ACP chewing gum and CPP-ACP+6%propolis. Conclusion: CPP-ACP-Propolis chewing simulation generate the increase of calcium and phosphate ion level and the decline in S.mutans biofilm mass of caries-active subjects’ saliva"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyanto Tri Wahyudi
"Telah dilakukan penumbuhan senyawa kalsium fosfat pada matriks mucoza ati-ampela ayam. Penumbuhan dengan metode basah menggunakan presipitasi secara perlahan dengan pH fisiologis yang digunakan 7,4 ± 0,4 dan suhu larutan 37 ± 2 oC. Sampel yang diperoleh dikarakterisasi dengan menggunakan teknik XRD, FTIR dan ESR. Radiasi gamma (Co-60) dengan dosis 10 dan 15 kGy digunakan terlebih dahulu pada sampel sebelum diukur dengan ESR. Profil XRD menunjukkan adanya fasa apatit B dan hidroksiapatit. Massa senyawa kalsium fosfat hasil presipitasi meningkat sebanding dengan peningkatan perbandingan konsentrasi komponen penyusunnya namun kenaikannya tidak linier. Gugus fungsi CO3 2- dan PO4 3- terdeteksi pada spektra FTIR pada ν1, ν2 dan ν4 untuk fosfat dan ν2, ν3 untuk karbonat. Finger print FTIR untuk apatit karbonat tipe B terekam pada bilangan gelombang disekitar 1454 cm-1 dan 1405 cm-1 untuk mode vibrasi pita ganda asimetri stretching dan disekitar 875 cm-1 untuk mode vibrasi pita tunggal bending out of plane. Sinyal ESR yang diperoleh identik dengan sinyal ESR tipe apatit.

The poliferation of calcium phosphate has done in chicken gizzard mucoza matrices. Poliferation using wet method with slow going precipitation with physiological pH 7.4 ± 0.4 and temperature 37 ± 2 oC. The result sample characterized using XRD, FTIR, and ESR technique. Gamma radiation with dose 10 and 15 kGy previously used on the sample before measured by ESR. XRD profile shows the availability of apatite type B and Hydroxyapatite phase. The mass of calcium phosphate ,as the outcome precipitation, increases proportionally with the increase of its arranging component, but the increase is non linier. Function groups CO3 2- and PO4 3- detected in the FTIR spectra between v1, v2, and v4 for phosphate and v2 and v3 for carbonate. FTIR finger print fro carbonate type B recorded on the wave number 1454 cm-1 and 1405 cm-1for doublet, and 875 cm-1 for singlet bending out of plane. The ESR signals gained are identical to ESR signals type apatite."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
T21195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Julia
"Tulang merupakan komposit kolagen dan mineral. Kolagen bersifat elastis bertindak sebagai matriks pada tulang. Adapun hidroksiapatit (HA) memiliki modulus elastis tinggi, bersifat rapuh, berikatan kimia dengan kolagen, memberi sifat kaku dan kuat pada tulang. Pembuatan biokomposit dengan fraksi volume kolagen dan orientasi serat matriks yang bervariasi akan dapat diproduksi suatu komposit ringan yang memiliki kekuatan tinggi dengan sifat anisotropi seperti tulang alami. Dalam penelitian ini, dilakukan pembentukan komposit dengan komponen kalsium fosfat dan kolagen. Kolagen diisolasi dari beberapa sumber limbah antara lain; limbah ikan dan limbah ayam.
Berdasarkan hasil uji protein kasar, FTIR, dan SEM menunjukkan bahwa limbah ayam memiliki potensi untuk menjadi sumber alternatif dari produksi kolagen. Metode iradiasi gelombang mikro pada sintesis kalsium fosfat, menghasilkan kemurnian hasil dengan ketepatan nilai parameter kisi bernilai diatas 99% untuk kedua variasi (sintering dan tanpa sintering). HA sintering memiliki indeks kristalinitas yang lebih tinggi dari tulang manusia (3.23>0.33). Namun, HA non-sintering memiliki indeks kristalinitas pada rentang indeks kristalinitas tulang manusia.
Sintesis komposit apatit kolagen dengan metode presipitasi ek situ telah berhasil dilakukan. Berdasarkan karakteristik fisik yang dilakukan menunjukkan bahwa pada semua masa rasio komposit memperlihatkan deposisi kristal HA pada permukaan kolagen. Studi pendahuluan ini akan bermanfaat untuk studi pembentukan komposit kalsium fosfat/kolagen sebagai bioamterial.

Bone is a composite of collagen and minerals. Collagen is an elastic material that acts as a matrix of bone. The hydroxyapatite (HA) has a high elastic modulus, and brittle. The combination chemically of collagen on HA gives a strong and rigid nature to the bone. The production of bio-composites with varying collagen volume fraction and matrix fiber orientation will produce a lightweight composite that has high strength with anisotropic properties such as natural bone. In this study, composites were formed with calcium phosphate and collagen components. Collagen was isolated from three sources of waste including; goramy fish scale, the cuticle of chicken feet and the inner layer of chicken gizzard.
Based on the crude protein analysis, FTIR, and SEM revealed that the inner layer of the chicken gizzard was potential to be an alternative source of collagen production. Microwave irradiation technique produced the purity of results with the accuracy of the lattice parameter above 99% for both variations (sintering and without sintering). Sintered HA had a higher crystallinity index than the human bone (3.23 > 0.33). But, the unsintered HA had the crystallinity index at the range of human bone`s crystallinity index.
The synthesis of apatite collagen composite with precipitation method was successfully carried out. The SEM examination showed the deposition of apatite crystals on the surface of collagen. Based on the all physical characterization revealed that all of the ratio mass of the composites the heterogenous strongly adhered throughout the collagen surface. The preliminary study will be beneficial for leading the formation of composites of collagen/HA as biomaterials.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T53506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeline Clarissa
"Latar Belakang : Penambahan fluor ke dalam proses PILP memiliki potensi meningkatkan remineralisasi intrafibril dan ekstrafibril kolagen dentin. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan fluor dalam proses PILP terhadap remineralisasi intrafibril dan ekstrafibril kolagen dentin. Metode : 8 sampel blok dentin dibagi ke dalam 4 kelompok: Kelompok 1 demineralized dentin sebagai kontrol, kelompok 2 demineralized dentin disimpan dalam larutan remineralisasi PILP yang ditambahkan fluor 5 ppm, kelompok 3 demineralized dentin disimpan dalam larutan remineralisasi PILP yang ditambahkan fluor 25 ppm, kelompok 4 demineralized dentin disimpan dalam larutan remineralisasi PILP tanpa fluor (0 ppm) Kemudian seluruh sampel disimpan dalam shaking incubator pada suhu 37°C selama 14 hari. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan TEM/SAED untuk melihat remineralisasi intrafibril dan ekstrafibril kolagen dentin dan kristalinitas kristal yang dihasilkan. Hasil : Terjadi remineralisasi intrafibril dan ekstrafibril kolagen dentin pada kelompok perlakuan 2, 3, dan 4. Remineralisasi intrafibril dan ekstrafibril terlihat paling padat pada kelompok 2. Terdapat perbedaan kristalinitas kristal di antara kelompok 1, 2, 3, dan 4. Kesimpulan: Penambahan fluor 5 ppm ke dalam proses PILP menghasilkan remineralisasi intrafibril dan ekstrafibril kolagen dentin. Remineralisasi yang dihasilkan berupa kristal apatit dengan tingkat kristalinitas yang padat.

Background: Fluoride addition into PILP process has the potential to increase intrafibrillar and extrafibrillar dentin collagen remineralization. Objective: This research aim to evaluate the influence of fluoride addition into PILP process towards intrafibrillar and extrafibrillar dentin collagen remineralization. Methods: 8 dentin blocks were divided into 4 sample groups. Group 1 (demineralized dentin) as control group, group 2 is demineralized dentin that were soaked in PILP process with 5 ppm fluoride addition, group 3 is demineralized dentin that were soaked in PILP process with 25 ppm fluoride addition, and group 4 is demineralized dentin that were soaked in PILP process with no fluor (0 ppm) addition. All of the samples were incubated in shaking incubator at 37o C for 14 days. Result: Intrafibrillar and extrafibrillar dentin collagen remineralization occurred in group 2, 3, and 4. The most dense intrafibrillar and extrafibrillar dentin collagen remineralization was seen in group 2. There are differences of crystal's crystallinity between group 1, 2, 3, and 4. Conclusion: 5 ppm fluoride addition into PILP process produced intrafibrillar and extrafibrillar dentin collagen remineralization. The remineralization were consisted by high-density apatite crystals."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prastiti Arfianti
"Tingginya input fosfat ke dalam sistem akuatik mengakibatkan eutrofikasi yang berujung pada terjadinya ledakan alga (algae blooming). Hal tersebut mendasari perlunya pengukuran fosfat di lingkungan. Diffusive Gradient in Thin Film (DGT) merupakan metode yang digunakan untuk pengukuran konsentrasi fosfat pada lingkungan perairan. Metode DGT pada penelitian ini menggunakan binding gel TiO2. Metode baru ini memperkenalkan penggunaan TiO2 dari hasil sintesis melalui metode sol-gel, bukan titanium dioksida berbasis adsorben (Metsorb) yang tersedia secara komersial. Pada penelitian ini diuji kemampuan binding gel TiO2 yang diperoleh dari hasil sintesis metode sol-gel dalam mengikat fosfat akibat gangguan anion, asam humat dan fosfat organik serta alikasi DGT pada lingkungan perairan. Pengaruh anionik diselidiki dengan menggunakan anion Cl-, SO42-, dan HCO3- dengan konsentrasi sampai 2.5 mg/L. Berdasarkan hasil percobaan, dibuktikan bahwa Cl- and SO42- tidak mempengaruhi binding gel dalam menyerap ortofosfat, sedangkan anion HCO3- mempengaruhi penyerapan fosfat. Berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa keberadaan asam humat dan fosfat organik (asam fitat) dalam larutan fosfat mempengaruhi jumlah fosfat yang terikat pada binding gel TiO2. Percobaan ini membuktikan bahwa DGT tidak hanya mengikat ortofosfat yang bioavailable tetapi juga mengikat spesi fosfat organik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa DGT yang digunakan sebagai alat untuk memprediksi spesi fosfat yang bioavailable ternyata memiliki kelemahan.

High input of phosphorus (P) as phosphate in aquatic system resulting eutrophication that lead to algae blooming. That is why the measurement of phosphate is in need. Diffusive gradient in thin film (DGT) is already applied as in situ measurement method to determine the phosphate concentration in environmental water. DGT technique was investigated using TiO2 binding gel. This new method introduces the using of TiO2 synthesized via sol-gel method instead of the commercially available titanium dioxide based adsorbent (Metsorb). In fact, this research will introduce another observation towards synthesized TiO2 binding gel regarding the interferences of anions, humic acid, organic phosphate (phytic acid) and also reported measurement in environmental water using DGT method. The interferences of anionic investigated with anions Cl-, SO42-, and HCO3- with the concentration for each anion is up to 2,5 mg/L. From the experiments, it proves that Cl- and SO42- do not affect the adsorption of orthophosphate to binding gel, but anionic HCO3- does affect the adsorption. This research also figured out that the existence of humic acid and organic phosphate (phytic acid) in phosphate solution stirred for CDGT phosphate measurement affect the total amount of phosphate bind onto TiO2 gel. The experiment proved that the DGT is not only binding bioavailable orthophosphate but also binding the species of organic phosphate. Thus DGT as the prediction device of bioavailable species for phosphate has the disadvantage."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S45239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Jeanny Oetama
"Penuaan merupakan proses alami dimana kandungan kolagen akan menurun dan menyebabkan menurunnya kekuatan tulang dan kandungan mineral tulang akibat meningkatnya aktivitas resorpsi tulang oleh sel osteoklas. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan pemberian pakan yang mengandung kolagen dan trikalsium fosfat Ca3 PO4 2 pada Rattus norvegicus yang defisiensi kalsium untuk mengamati kandungan mineral tulangnya. Terdapat pula perlakuan berupa pakan mengandung Ca3 PO4 2. Analisa terhadap mineral tulang dilakukan menggunakan Fourier Transform Infrared FTIR , X-Ray Diffraction XRD , dan Scanning Electron Microscopy SEM . Nilai intensitas rata-rata dan median dari histogram citra SEM antara kelompok tikus yang diberi pakan mengandung kolagen dan Ca3 PO4 2 dengan tikus yang defisiensi kalsium menunjukkan perbedaan jumlah rongga tulang trabekularnya. Hasil XRD menunjukkan terpisahnya bidang 112 dan 300 secara lebih baik dengan penggunaan pakan mengandung kolagen dan Ca3 PO4 2 dibandingkan Ca3 PO4 2 saja. Terpisahnya bidang 112 dan 300 secara lebih baik menunjukkan pertumbuhan kristal apatit karbonat yang lebih cepat. Spektrum FTIR dari grup tersebut menunjukkan perbaikan pada gugus fosfat 590-650 cm-1 dan sekitar 1.100 cm-1 dan gugus karbonat 1.350-1.600 cm-1 . Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan pemberian pakan yang mengandung kolagen dan kalsium fosfat pada tikus yang mengalami defisiensi kalsium mampu memperbaiki kondisi mineral tulang dengan lebih baik daripada pakan yang mengandung kalsium fosfat saja.

Aging is a naturally occurring process in which collagen content will decrease and cause decreased of bone strength and bone mineral content due to increased activity of bone resorption by osteoclast cells. Therefore, This research was conducted by using feed containing collagen and tricalcium phosphate Ca3 PO4 2 fed to calcium deficient Rattus norvegicus to observe mineral in rat bones. In addition, there was group of calcium deficient rats fed with Ca3 PO4 2. The analysis of bone mineral was done using Fourier Transform Infrared FTIR , X Ray Diffraction XRD , and Scanning Electron Microscopy SEM . The mean and median intensity values of the SEM images histogram between rat fed with collagen and Ca3 PO4 2 and calcium deficient rat showed differences in the number of trabecular bone cavities. The XRD analysis showed there was better separation of plane 112 and 300 in the rats fed with collagen and Ca3 PO4 2 compared to Ca3 PO4 2 only. The better separation plane showed the faster growth of apatite carbonate. FTIR spectrum of that group showed enhancement of phosphate groups 590 650 cm 1 and about 1,100 cm 1 and carbonate groups 1.350 1.600 cm 1 . Thus, the result of this study showed the feed containing collagen and Ca3 PO4 2 given to calcium deficient rats improved bone mineral condition better than Ca3 PO4 2 only."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51206
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>