Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199351 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riana Wahyuningtyas
"Tesis ini membahas tentang perbandingan hukum atas peraturan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi di Indonesia dan Inggris (Studi Kasus: Peer To Peer Lending). Metode penelitian yang digunakan adalah perbandingan hukum. Saat ini di Indonesia layanan ini sedang marak yang biasa dikenal dengan pinjaman online. Adapun perbandingan dengan memilih negara Inggris karena negara ini salah satu pelopor dari trend teknologi finansial di dunia. Dengan melakukan penelitian ini maka diketahui peraturan terkait dengan layanan ini baik di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan di Inggris diatur dalam Peraturan Financial Conduct Authority, sehingga dapat diperoleh perbandingan pelaksanaan layanan ini.

This thesis discusses the legal comparison of information technology-based money lending service regulations in Indonesia and the United Kingdom. The research method used is legal comparison. At present in Indonesia this service is on the rise, commonly known as online loans. The comparison by choosing the United Kingdom because this country is one of the pioneers of the trend on financial technology in the world. By conducting this research, it is known that the regulations related to this service, in Indonesia are regulated by Otoritas Jasa Keuangan Regulation, while in the UK it is regulated in the Financial Conduct Authority Regulation, so that a comparison of the implementation of this service can be obtained."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zico
"Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan di tahun 2016, lembaga keuangan konvensional, seperti bank telah melakukan pengaliran dana melalui kredit kepada masyarakat sebesar Rp.660 triliun sedangkan kebutuhan masyarakakat sebesar Rp.1.649 triliun. Kemudian, berdasarkan hasil studi Polling Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 171,17 juta orang atau 64,8% masyarakat Indonesia sudah menjadi pengguna internet. Sehingga dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat tersebut, ada alternatif pembiayaan baru, yaitu Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi oleh Financial Technology Peer to Peer Lending. Maka dari itu, penulis menyoroti permasalahan pengaturan yang berlaku di Indonesia khususnya mengenai pengaturan mengenai perjanjian dari kedua kegiatan pembiayaan tersebut. Penulis melakukan perbandingan mengenai pengaturan yang berlaku di Indonesia terkait perjanjian dari kedua kegiatan tersebut yang dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif dan alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen. Dari penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menemukan 5 (lima) persamaan dan 9 (sembilan) perbedaan di antara perjanjian kredit dan perjanjian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis memiliki saran, yaitu pada kredit bank dapat diberlakukan suatu pengaturan sehingga perjanjian kredit dapat dilakukan melalui jaringan internet. Sedangkan pada layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi perlu diatur prinsip-prinsip pemberian kredit yang dijadikan pedoman oleh penyelenggara layanan untuk memberikan suatu pinjaman karena pemberian pinjaman oleh
pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman dilakukan tanpa bertemu secara langsung sehingga berisiko tinggi.

Based on the data collected from the Financial Services Authority in 2016, conventional financial institutions, such as bank has funded as much as Rp.660 trillion, while the needs of the community is around Rp.1.649 trillion. Then, based on the results of the Polling Indonesia study, it showed that around 171.17 million or 64.8% Indonesians had become internet users. So with the development of the technology and the needs of the community, there is new financing alternative, namely Information Technology-Based Lending Services by Financial Technology Peer to Peer Lending. Therefore, the author highlights the regulatory issues that apply in Indonesia, especially on the regulations of the agreement between the two financing activities. Author makes comparison of the applicable regulations regarding the agreement of the two financing activities carried out with the
normative juridical research method and the data collection tool used is the study of documents. Based on the research that the author has done, author found 5 (five) similarities and 9 (nine) differences of regulation in Indonesia between the bank loan agreement and the IT-based lending services agreement. Based on this research, the author has suggestions, bank loan can be regulated so the agreement can be made through the internet network. Whereas in IT-based lending services, it
is necessary to regulate the principles of lending which are used as guidelines by the service providers to give a loan because the lending by the lender to the debtor is done without direct meeting so it has high risk
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Raditianto
"Financial Technology Fintech) adalah bidang bisnis dalam industri start-up yang memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan layanan keuangan dan membuatnya lebih efisien. Fintech memiliki bermacam bentuk salah satunya Peer to Peer Lending, yaitu layanan yang mempertemukan Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman secara online melalui sebuah platform berbasis Sistem Elektronik. Di Indonesia, Peer to peer lending dikenal dengan sebutan  Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Pengenalan platform P2P lending di Indonesia telah meningkatkan dampak besar sehingga LPMUBTI membutuhkan kejelasan atas peraturan bagi Pengguna LPMUBTI baik dari segi pengelolaan dana maupun pengelolaan data Pengguna LPMUBTI. Oleh sebab itu, tesis ini hendak menganalisis mengenai pengaturan perlindungan hukum bagi pengguna LPMUBTI.  Penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi pengguna yang terdapat pada POJK 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI, Pedoman Perilaku Aftech dan AFPI maupun peraturan lainnya terkait penyelenggaraan teknologi informasi mengenai pengelolaan data dan pengelolaan dana masih dirasa merugikan pengguna. Penagihan terhadap penerima pinjaman yang dilakukan  menggunakan ancaman dan intimidasi kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan dalam perjanjian tersebut, dan belum ada jaminan bagi pemberi dana ketika memasukkan dananya ke LPMUBTI. Berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan pengaturan tambahan mengenai perlindungan pengguna LPMUBTI baik terhadap dana yang diterima maupun  agar pengguna dalam sektor LPMBUTI lebih terlindungi.

Financial Technology (Fintech) is a business in the start-up industry that uses technology to improve financial services and make it more efficient. Fintech has various forms, one of which is Peer to Peer Lending, which is a service that brings together Loan Providers and Loan Recipients online through an Electronic System-based platform. In Indonesia, Peer to peer lending is known as the Information Technology-based Money Lending and Borrowing Service (LPMUBTI). The introduction of the P2P lending platform in Indonesia has greatly increased the impact so that LPMUBTI requires clarity on the rules for LPMUBTI Users both in terms of fund management and management of LPMUBTI User data. Therefore, this thesis is about analyzing legal protection arrangements for LPMUBTI users. This research shows that legal protection for users contained in POJK 77/POJK.01/2016 concerning LPMUBTI, the Aftech and AFPI Code of Conduct and other regulations related to the implementation of information technology regarding data management and fund management is still detrimental to users. Billing of recipients of loans made using threats and intimidation to unauthorized parties in the agreement, and there is no guarantee for funders when entering their funds into LPMUBTI. Based on this, additional arrangements are needed regarding the protection of LPMUBTI users both for funds received and for users in the LPMBUTI sector to be better protected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Alexandra
"Kehadiran teknologi finansial memudahkan masyarakat untuk mengakses produk dan jasa keuangan. Salah satu jenis teknologi finansial, yaitu layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (LPMUBTI) menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan bagi individu dan pelaku usaha kecil. Dalam LPMUBTI, pemberi pinjaman menghadapi berbagai macam risiko. Penelitian ini membahas dua permasalahan. Pertama, membahas bagaimana pengaturan perlindungan hukum bagi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang LPMUBTI dan peraturan terkait lainnya. Kedua, membahas bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dan bagaimana tanggung jawab penyelenggara LPMUBTI terhadap pemberi pinjaman dalam LPMUBTI di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian yang didapatkan adalah, berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016, Penyelenggara LPMUBTI wajib melakukan perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif dan represif tersebut mampu memberikan perlindungan secara komprehensif bagi pemberi pinjaman dari risiko gagal bayar dan memberikan perlindungan secara mendasar bagi pemberi pinjaman dari risiko kebocoran data. Dalam prakteknya, Penyelenggara juga menyediakan opsi asuransi untuk melindungi Pemberi Pinjaman dari gagal bayar. Penelitian ini memberikan dua saran untuk meningkatkan perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman. Pertama, menyarankan agar dibentuk suatu badan pusat data yang mengelola dan melindungi data pribadi dan data transaksi para pengguna LPMUBTI. Kedua, menyarankan agar dibuat pengaturan hukum yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan data pribadi untuk lebih melindungi Pemberi Pinjaman dalam LPMUBTI.

Emergence of financial technology democratizes access to financial products and services. Peer to peer lending (P2P Lending), an application of financial technology, becomes an accessible alternative for individuals and small businesses in Indonesia to obtain financing. In P2P Lending, lenders may face various risks. This research examines two problems. First, it examines the legal protection for lenders in P2P Lending based on Financial Services Authority’s Regulation (POJK) no. 77/POJK.01/2016 on P2P Lending Services and other related regulations is examined. Second, it examines the implementation of legal protection for lenders and the responsibilites of P2P Lending companies to lenders. The method used in this research is juridical-normative with descriptive-analytical typology. On the regulatory problem, this research shows that, according to POJK no. 77/POJK.01/2016 and other related regulations, P2P Lending companies must implement preventive and repressive measures. These preventive and repressive measures comprehensively cover default risk and rudimentarily cover data breach risk. On the implementation problem, P2P companies have been offering insurance and provision fund to minimize lenders’ risk of loss. This research provides two suggestions to improve legal protection for lenders. First, creation of an institution that manages and protects P2P Lending participants’ personal and transactional data. Second, creation of regulations to comprehensively cover the issues of data privacy to improve the protection of lenders in P2P Lending"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radian Adi Nugraha
"Perkembangan teknologi finansial di satu sisi terbukti membawa manfaat bagi konsumen, pelaku usaha, maupun perekonomian nasional, namun di sisi lain memiliki potensi risiko yang apabila tidak dimitigasi secara baik dapat mengganggu sistem keuangan. Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi pemberi pinjaman dalam penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Peer-to-Peer Lending khususnya terkait risiko wanprestasi/default dan fraud oleh Penyelenggara LPMUBTI, baik yang disediakan oleh peraturan perundang-undangan maupun penerapannya dalam Perjanjian. Selain itu penulis juga melakukan penelusuran dan perbandingan hukum di China dan India sebagai pembanding terhadap pranata hukum perlindungan pemberi pinjaman dalam industri LPMUBTI.

The rapid development of financial technology sector on the one hand has proven to bring benefits to consumers, business society and the national economy, but on the other hand has potential risks which if not properly mitigated could disrupt the state financial system. This thesis discusses the legal protection for lenders in the Information Technology-Based Money Lending Services or Peer-to-Peer Lending spesifically related to the risk of lending default and fraud by P2P Company, not only which already provided by laws and regulations but also its implementation in the Agreement. Furthermore, the author also conducts law research and comparisons in China and India as a comparator to Indonesias laws and regulations related to lender protection in the P2P lending."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Abigail Frida Christine Chiquita
"Beragam layanan keuangan yang memanfaatkan teknologi informasi atau Financial Technology (Fintech) telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Salah satu jenis Fintech yang disukai masyarakat adalah Peer-to-Peer Lending (P2P Lending), yang merupakan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Penggunaan data pribadi milik pengguna layanan merupakan kunci dalam penyelenggaraan P2P Lending sebagai bagian dari assessment yang dilakukan Penyelenggara P2P Lending. Sudah banyak kasus dimana pihak Penyelenggara P2P Lending dianggap telah melanggar hukum dengan menyebarkan data pribadi Penerima Pinjaman yang gagal bayar dan melakukan penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada Penerima Pinjaman atau kontak darurat yang disertakan oleh Penerima Pinjaman. Hal ini menunjukkan Penyelenggara P2P Lending tidak menjaga kerahasiaan data Penerima Pinjaman P2P Lending. Berangkat dari permasalahan tersebut, tesis ini membahas konsep kerahasiaan pribadi, perlindungan terhadap kerahasiaan data Penerima Pinjaman P2P Lending, dan kewajiban hukum Penyelenggara P2P Lending, Pembina, dan Pengawas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk yuridis-normatif. Hasil Penelitian ini adalah secara umum, terdapat tiga unsur yang ada dalam setiap konteks kerahasiaan, yakni subjek, hak dan kewajiban, dan objek. Bentuk perlindungan terhadap kerahasiaan data pribadi Penerima Pinjaman dalam penyelengaraan P2P Lending ialah melalui perjanjian dan sistem pengamanan. Kewajiban hukum setiap pihak telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Various Financial Technology (Fintech) have become commonplace in society. One type of Fintech that the public likes is Peer-to-Peer Lending (P2P Lending). The use of personal data belonging to service users is the key in the implementation of P2P Lending as a part of the assessment conducted by the P2P Lending Operator. There have been many cases where P2P Lending Operators are deemed to have violated the law by distributing personal data of Loan Recipient who have defaulted and making bills that are not only made to Loan Recipient or emergency contacts included by the Loan Recipient. This shows that P2P Lending Operators do not maintain the confidentiality of the data of Loan Recipient. Departing from these problems, this thesis discusses the concept of personal confidentiality, protection of the confidentiality of P2P Lending Loan Recipient’s data, and legal obligations of P2P Lending Operators, Trustees, and Supervisors. This research is a qualitative study with normative-juridical form. Results of this research is in general, there are three elements that exist in every context of confidentiality, namely subjects, rights and obligations, and objects. The form of protection for the confidentiality of the loan recipient's personal data in P2P Lending is through an agreement and a security system. The legal obligations of each party are regulated in statutory regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachmaninda
"Peer-to-peer lending merupakan salah satu bentuk praktik pemberian pinjaman uang antara individu dimana peminjam dan pemberi pinjaman dipertemukan melalui platform yang diberikan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Prakteknya, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan bisnis peer-to-peer lending di Indonesia. Pertama adalah pemodal, kedua peminjam, dan ketiga adalah perusahaan peer-to-peer lending sebagai perantara. Pada praktek pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending, para pihak tidak bertatap muka secara langsung, melainkan bertemu dalam dunia maya melalui suatu media, yaitu platform yang disediakan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Bagaimanakah pengawasan dari pihak OJK selaku otoritas yang berwenang terhadap adanya pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending? Perlu adanya aturan yang dapat mengakomodir penerapan prinsip kehati-hatian dan pengawasan, khususnya mengenai produk perjanjian pinjam-meminjam karena hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang diundangkan terkait permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) belum dilakukan secara optimal oleh pihak OJK. Hal ini membuat setiap perusahaan peer-to-peer lending ini mempunyai mekanismenya sendiri dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Selain itu, fungsi pengawasan oleh OJK belum cukup dilakukan khususnya terkait dengan produk yang dimiliki oleh perusahaan peer-to-peer lending.

Peer-to-peer lending is a loan activity between two parties which borrower and lender summoned by a platform that provided by peer-to-peer lending company. In fact, there are three parties that included in peer-to-peer lending business in Indonesia. First party is lender, second party is borrower, and third party is peer-topeer lending company as a connector. In loan activity based on peer-to-peer lending, each party no need to meet directly, but only virtually through a platform that provided by peer-to-peer lending company. How is OJK's supervision as the authorized authority on the existence of lending-based peer-to-peer lending? We need a regulations which can accommodate the implementation of prudential principle and surveillance especially on loan agreement enforcement is urgently needed because recently, there is no special regulation announced yet that manage about that issue. The research method of this thesis is a descriptive analytic through juridical normative. This research is literature review priority used the secondary data. The obtained data analyzed with normative qualitative method later. The effectivity of regulation about the implementation of prudential principle on loan based on information technology (peer-to-peer lending) by OJK is not good enough. This problem can make every peer-to-peer lending company create their own regulation in implementation of prudential principle. Besides, surveillance.function that held by OJK is not quite enough, especially about peer-to-peer lending company products.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Satria Kurniawan
"Perkembangan pesat layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi juga membawa risiko tinggi seperti masalah kredit macet. Tidak adanya sistem pertukaran data yang wajib untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi telah mengakibatkan peningkatan risiko gagal bayar dari peminjam, berbeda dengan sektor perbankan. Sistem pertukaran data konsumen akan membantu Perusahaan Fintech untuk mendeteksi debitur macet, dan untuk mengurangi risiko kredit macet. Adapun dengan demikian mengenai rumusan masalah dari penelitian ini adalah: (1) bagaimana pertukaran data konsumen di sektor jasa keuangan, (2) bagaimana implementasi pertukaran data konsumen antara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. (3) pertukaran data konsumen yang tepat bagi layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Metode Peneilitan yang digunakan adalah pendekatan yuridis-normatif. Alat pengumpulan data adalah data sekunder berupa studi kepustakaan dengan didukung oleh wawancara. Dengan menerapkan penelitian hukum menggunakan pendekatan normatif, dan komparatif. Hasil penelitian yang dilakukan adalah sektor jasa keuangan memiliki dua adalah dua entitas pertukaran konsumen yang diatur oleh Otoritas Jasa. Meskipun ada dua entitas pertukaran data, pada praktiknya mayoritas layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi menggunakan entitias swasta..Dengan demikian pertukaran data konsumen yang paling cocok untuk pinjaman adalah LIPIP

The rapid development of Peer-to-Peer Lending Fintech also brings problem such as the high risk of the nonperforming loan. The absence of mandatory data exchange system has resulted in an increased risk of default from borrowers. Unlike the banking sector, where there are mandatory, there is no mandatory exchange information of consumer data between peer-to-peer lending Fintech companies. The consumer data exchange system would help Fintech Company to detect bad debtor, and to mitigate the risk of the nonperforming loan. This undergraduate thesis explores there main issues: (1) how consumer data sharing in Financial sector especially for Peer-to-Peer Lending Financial Technology consumer is regulated, and (2) how the implementation of consumer data exchange. (3) which is consumer data sharing is suitable for peer-to-peer lending Fintech companies.  By applying the normative legal research using the statute, and comparative approach and support by interview this undergraduate conclude that are two consumer exchange entities : (1) sistem Layanan Informasi Kreditur (SLIK), under Financial Service Authority (OJK). (2) Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP), under private entities, and consumer data exchange is regulated in several provision such as the Financial Service Authority (OJK) Law, Banking law, and also financial regulation. Even though there are two data exchange entities, in practice the majority of Peer-to-Peer Lending Financial Technology are using LPIP and non-using SLIK. The reason is SLIK seen as more tightly regulated, that can hinder growth or even losing business edge from other financial industry. Thus the most suitable consumer data exchange for lending is LPIP
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Wahyu Prasetyo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hak atas data pribadi yang diberikan oleh berbagai perusahaan yang menyelenggarakan layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi dan untuk mengetahui upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hak atas data pribadi kepada masyarakat dalam transaksi pinjam meminjam online. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara meneelah teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Hal ini dilakukan untuk menemukan fakta-fakta atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Objek penelitian yang dipilih yaitu perlindungan hak atas data pribadi yang dilakukan pihak penyelenggara layanan pinjam meminjam online kepada penerima pinjaman. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dengan bahan hukum primer yang berupa data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. dan berupa peraturan perundang undangan, peraturan pemerintah, dan buku serta jurnal.

This study aims to determine the protection of the right to personal data provided by various companies that provide information technology-based lending and borrowing services and to find out the government's efforts in providing protection of the right to personal data to the public in online lending and borrowing transactions. This study uses a normative juridical method, which is an approach based on the main legal material by examining theories, concepts, legal principles and legislation related to this research. This is done to find the facts or data needed in this study. The research object chosen is the protection of the right to personal data by the providers of online lending and borrowing services to loan recipients. The data source used is secondary data with primary legal materials in the form of data obtained from library research. and in the form of laws and regulations, government regulations, and books and journals."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felula Salma Desfealucy
"Berkembangnya peer to peer lending di Indonesia menimbulkan isu perlindungan konsumen. Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana regulator dapat mengacu pada peraturan pinjam meminjam bank umum untuk mengeluarkan hukum dan peraturan perundang-undangan untuk melindungi peminjam dan pemberi pinjaman dalam industri peer to peer lending di Indonesia. Tulisan ini mengidentifikasi perbedaan hukum dan peraturan dalam kredit perbankan dengan peer to peer lending serta bagaimana peer to peer lending seharusnya dapat diatur jika mengacu pada hukum dan peraturan kredit perbankan. Pendekatan penelitian ini merupakan yuridisial-normatif dengan pendekatan kualitatif, dan menggunakan bahan sekunder serta wawancara dengan Ivan Tambunan, CEO Akseleran. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan perlindungan konsumen peer to peer lending di Indonesia fokus pada mitigasi risiko informasi teknologi dan belum mengeluarkan peraturan yang menetapkan perlindungan konsumen terhadap kredit termasuk aktivitas debt collector, kredit macet, dan mitigasi risiko kredit. Setelah mengidentifikasi perbedaan antara bank umum dan peer to peer lending, hukum dan peraturan bank umum dapat dijadikan acuan untuk industri peer to peer lending dengan batasan-batasan. Setelah melakukan perbandingan, hukum dan peraturan kredit bank yang dapat menjadi referensi untuk perlindungan hukum peer to peer lending adalah terkait dengan (i) prinsip kehati-hatian; (ii) mitigasi kredit; (iii) kebijakan kredit; dan (iv) kualitas aset yang diatur dalam pinjaman pada bank umum untuk diterapkan dalam industri peer to peer lending. Menyadari masalah ini, OJK dapat mempertimbangkan untuk merevisi atau menyusun undang-undang hukum dan peraturan untuk melindungi konsumen dalam peer to peer lending khususnya dalam aspek kredit.

Amid the rise of peer to peer lending in Indonesia, consumer protection issues in the industry has been prevalent. This undergraduate thesis aims to analyze how regulators may refer to conventional credit regulations in issuing regulations to protect borrowers and lenders in Indonesia peer to peer lending industry. It discuss on how consumer protection regulation in peer to peer lending differ with lending in conventional bank in Indonesia and how peer to peer lending should be regulated in protecting consumers by referring to conventional bank credit regulations. This is a juridicial-normative research approach by using secondary sources including an interview with the CEO of Akseleran, Ivan Tambunan. The research shows that Indonesian peer to peer lending regulation on consumer protection focuses on information system risk mitigation and have not issued regulations specifying consumer protection on credit including debt-collecting activities, credit default, and credit risk mitigation. In conclusion, after identifying the differences of peer to peer lending and conventional credit laws and regulations regarding to consumer protection, the laws and regulations that can be applicable for peer to peer lending industry are (i) prudential principle (ii) risk mitigation (iii) credit policy; and (iv) assets quality regulated under conventional loan to be applied in the peer to peer lending industry. Recognizing this issue, OJK shall work hand in hand with AFPBI as Indonesia Peer to Peer Lending Self- Regulatory Body to revise or promulgate laws and regulations to protect peer to peer lending consumer’s interest specialized in the credit aspects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>