Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72179 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Arkandita
"Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidup. Padatnya aktivitas manusia saat ini menyebabkan manusia cenderung mencari cara praktis untuk memuhi kebutuhan pangan. Cara praktis yang ditempuh manusia untuk memenuhi kebutuhan pangannya adalah dengan memanfaatkan jasa kuliner yang pada umumnya dilakukan dengan makan di usaha penyediaan makanan terdekat. Setiap usaha penyediaan makanan sudah seharusnya memberikan yang terbaik bagi konsumennya termasuk dalam hal kebersihan pangan yang merupakan bagian dari keamanan pangan. Dengan keadaan seperti ini, beberapa instrumen hukum lingkungan harus diterapkan untuk memastikan bahwa setiap orang dapat terpenuhi hak dasarnya atas kebersihan terhadap pangan yang akan mereka konsumsi. Skripsi ini akan mengkaji secara normatif terkait mengapa pemerintah perlu menjamin kebersihan usaha penyediaan makanan sebagai bagian dari keamanan pangan dan perbandingan penerapan instrumen hukum lingkungan dalam penjaminan kebersihan usaha penyediaan makanan di Indonesia, Singapura dan Irlandia Utara. Hasil penelitian dari skripsi ini menunjukan bahwa masalah kebersihan usaha penyediaan makanan perlu diatur oleh pemerintah karena adanya asimetri informasi dan bahwa terdapat perbedaan penerapan instrumen hukum lingkungan dalam penjaminan kebersihan usaha penyediaan makanan di Indonesia, Singapura dan Irlandia Utara. Untuk itu, pemerintah disarankan mulai mewajibkan setiap pelaku bisnis makanan yang menjual makanan baik itu di tempat permanen atau tidak permanen untuk menerapkan instrumen hukum lingkungan berupa pemberian informasi dalam hal penjaminan kebersihan usaha penyediaan makanan.

Food is a basic human need that must be met in order to maintain survival. The current density of human activity causes people to find practical ways to meet food needs. The practical way that people will take to fulfill their food needs is by utilizing culinary services which are generally done by eating at the closest food supply business. Every food supply business should provide the best for its consumers, including in terms of food hygiene which is part of food safety. With these conditions, several environmental legal instruments must be implemented to ensure that every person can be fulfilled their basic rights to cleanliness of the food that they will consume. This thesis will review normatively related to why the government needs to ensure the cleanliness of food supply businesses as part of food safety and the comparison of the application of environmental legal instruments in hygiene assurance in food supply businesses in Indonesia, Singapore and Northern Ireland. The results of this thesis show that the problem of cleanliness of food supply businesses needs to be regulated by the government because of the information asymmetry and that there are differences in the application of environmental legal instruments in hygiene assurance in food supply businesses in Indonesia, Singapore and Northern Ireland. For this reason, the government is advised to start requiring every food business that sells food either in a permanent or non-permanent place to implement environmental legal instruments in the form of providing information in terms of hygiene assurance in the food supply business."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifa Hilmi Akil
"Makanan sangat penting dalam kehidupan manusia, untuk memenuhi makanan dalam sehari-hari kualitas makanan yang harus diperhatikan. Jasaboga catering yang merupakan salah satu bisnis yang memproduksi makanan harus memastikan keamanan makanan, sehingga makanan tidak menimbulkan bahaya atau penyakit bagi mereka yang mengkonsumsinya. Penelitian ini berfokus pada praktik sanitasi teknis dan sanitasi makanan di Catering X jasaboga kelas 3A. Desain penelitian ini adalah studi kasus deskriptif dengan pengumpulan data primer. Studi ini mengacu pada persyaratan yang tercantum dalam Permenkes No. 1096 2011 tentang sanitasi jasaboga higiene. Data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi dengan daftar periksa, wawancara dengan kuesioner dan pengujian mikrobiologis peralatan makanan dan memasak / makan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Catering X adalah 67,5% dan pelaksanaan sanitasi makanan higienis hanya terjadi pada tahap pemilihan bahan makanan, transportasi makanan, dan penyajian makanan

Food is very important in human life, to meet food in everyday food quality that must be considered. Jasaboga catering which is one of the businesses that produce food must ensure food safety, so that food does not cause danger or disease to those who consume it. This research focuses on the practice of technical sanitation and food sanitation at Catering X Jasaboga class 3A. The design of this research is a descriptive case study with primary data collection. This study refers to the requirements listed in Permenkes No. 1096 2011 regarding sanitation, hygiene services. Data were collected using observation methods with checklists, interviews with questionnaires and microbiological testing of food and cooking/eating equipment. The results of this study found that Catering X was 67.5% and the implementation of hygienic food sanitation only occurred at the stage of food selection, food transportation, and food serving."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Redi
"Pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu kegiatan usaha yang menguras sumber daya alam yang begitu masif dan memiliki dampak kerusakan dan pencemaran lingkungan yang tinggi. Sebagai upaya untuk mendorong akan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dapat dikendalikan agar terselenggaranya fungsi pelestarian lingkungan hidup maka dikenalkanlah kebijakan hukum instrumen ekonomi lingkungan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun demikian, instrumen ekonomi lingkungan hidup dalam undang-undang tersebut belumlah dianggap ideal bagi kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang berkelanjutan, sehingga dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) diaturlah berbagai instrumen ekonomi lingkungan di sektor pertambangan mineral dan batubara, yaitu pengenaan royalti 0% (nol persen) bagi pelaku usaha pertambangan yang mengembangan dan memanfaatkan batubara, seperti untuk Dimethyl Ether (DME) dan Synthetic Natural Gas (SNG). Selain itu, diatur pula mengenai pengenaan pertambangan batubara sebagai barang kena pajak penghasilan (PPN) 10% (sepuluh persen). Penelitian ini melakukan kajian terdapat pelaksanaan kebijakan instrumen ekonomi lingkungan setelah ditetapkan UU CK dengan studi kasus di PT Bukit Asam Tbk. Tujuan penelitian ini ialah untuk menguji efektifitas kebijakan instrumen ekonomi lingkungan. Metode penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan analisis data deksriptif-analitis. Hasil penelitian ini pengenaan royalti 0% (nol persen) bagi pelaku usaha pertambangan yang mengembangan dan memanfaatkan batubara dan pengenaan pertambangan batubara sebagai barang kena pajak penghasilan (PPN) 10% (sepuluh persen) belum efektif, serta PT Bukit Asam hanya menerapkan sebagian instrumen ekonomi lingkungan model perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, pendanaan lingkungan, dan insentif/disinsentif.

Mineral and coal mining is one of the business activities that drains natural resources so massively and has a high impact on environmental damage and pollution. In an effort to encourage mining and coal business activities to be controlled so that the function of environmental conservation can be implemented, a policy on environmental economic law instruments was introduced in Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management. However, the environmental economic instruments in the law are not yet considered ideal for sustainable mineral and coal mining business activities, so Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation (UU CK) regulates various environmental economic instruments in the mineral and coal mining, namely the imposition of a 0% (zero percent) royalty for mining business actors who develop and utilize coal, such as for Dimethyl Ether (DME) and Synthetic Natural Gas (SNG). In addition, it also regulates the imposition of coal mining as income taxable goods (VAT) 10% (ten percent). This study examines the implementation of the environmental economic instrument policy after the CK Law was enacted with a case study at PT Bukit Asam Tbk. The purpose of this study was to examine the effectiveness of the environmental economic policy instrument. This research method is a qualitative method with descriptive-analytical analysis of the data. The results of this study are the imposition of 0% (zero percent) royalties for mining business actors who develop and utilize coal and the imposition of coal mining as income taxable goods (VAT) 10% (ten percent) has not been effective, and PT Bukit Asam only applies some economic instruments. environmental development planning model and economic activity, environment, and incentives/disincentives."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wyka Ari Cahyanti
"Tesis ini membahas tentang perlindungan terhadap hak atas pangan di Indonesia ditinjau dari instrumen hukum nasional dan instrumen hukum internasional peridoe 1996-2013. Hal ini karena hak atas pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara. Penelitian ini merupakan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hak atas pangan ditinjau dari instrumen hukum nasional dan hukum internasional diwujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan ratifikasi konvensi hukum internasional. Konsekuensinya negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang dapat dilihat dari aspek teori dan aspek yuridis. Dari aspek teori, kewajiban negara meliputi: penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan. Sedangkan dari aspek yuridis, kewajiban negara meliputi: penghormatan, pemenuhan, perlindungan, penegakan, dan pemajuan. Implementasi perlindungan terhadap hak atas pangan sampai saat ini masih belum sesuai karena masih banyak permasalahan dan pelanggaran terhadap hak atas pangan. Oleh karena itu, diharapkan Pemerintah melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam pemenuhan hak atas pangan secara konsisten. Hal tersebut dapat dilakukan melalui berbagai program yang mendukung pemenuhan hak atas pangan bagi setiap warga negara sehingga dapat mewujudkan ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan.

This thesis discusses the protection of the right to food in Indonesia in terms of national legal instruments and international legal instruments in period 1996-2013. Considering the right to food is a part of human rights must be guaranteed and protected by the state. It is a normative juridical research. The results showed that the right to food’s protection in terms of national legal instruments and international legal instrument realized by various of law and ratification of international convention. As a consequence, the state has a duty and responsibility which can be viewed from theoretical and juridical aspects. From the theoretical aspect, state’s obligation include: respect, fulfillment, and protection. While the legal aspect, the state's obligation include: respect, fulfillment, protection, enforcement, and promotion. The implementation of the right to food’s protection still not appropriate, because there are still many problems and violations of the right to food. Therefore, the government is expected to carry out its obligations and responsibilities of the right to food as consistently. It can be implementated through variety of programs that support the fulfillment of the right to food for all citizens to realize the food security, food self-sufficiency and food sovereignty.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Perwira Kurniagung
"Pemerintah Indonesia telah membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) persero dengan nama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), sebagai pelaksana Satu Pintu untuk evaluasi, penstrukturan penjaminan, dan penyedia penjaminan untuk Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dalam proyek infrastruktur melalui Perjanjian Penjaminan. Perjanjian Pinjaman merupakan kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara Penjamin (dalam hal ini PT PII) dan Penerima Jaminan (dalam hal ini Badan Usaha Swasta yang menjadi pihak dalam Perjanjian Kerja Sama) dalam rangka Penjaminan Infrastruktur. Penentuan pihak yang dapat bertindak sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) yang mewakili kepentingan Pemerintah dalam Perjanjian Kerja Sama infrastruktur juga akan berbeda dalam tiap sektor infrastruktur. Ketentuan tentang mekanisme dan akibat hukum dari pemberian jaminan infrastruktur oleh PT PII dimaksud telah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (Perpres No. 78 Tahun 2010) dan lebih teknis lagi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (PMK No. 260 Tahun 2010). Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan memberikan data selengkap mungkin tentang obyek yang sedang diteliti, karena secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai mekanisme dan akibat hukum dari Penjaminan Infrastruktur dalam perspektif hukum perdata serta pengaturannya dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.

The Government of Indonesia has established a State-Owned Enterprise namely PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia/Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), as the Single-Window operator for guarantee evaluation, structuring, and provider for Public-Private Partnership (PPP) in infrastructure project through Guarantee Agreement. Guarantee Agreement is a written consent which contain rights and obligations by and between the Guarantor (in this case IIGF) and Guarantee Holder (in this case the Private Company which become the party in the Cooperation Agreement) in the context of Infrastructure Guarantee. The determination of party who can act as the Contracting Agency which represents the Government’s interest in a infrastructure Cooperation Agreement will be different in each sector of infrastructure. The provision on the mechanism and legal consequene of the provision of infrastructure guarantee has been regulated under Presidential Regulation Number 78 Year 2010 on Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project which Conducted by a Infrastructure Guarantee Company (Presidential Regulation Number 78 Year 2010) and more details under Minister of Finance Regulation Number 260/PMK.011.2010 Year 2010 on the Implementation Guidance of Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project (MoF Regulation Number 260 Year 2010). Pursuant to its form, the typology used in this research is descriptive. This descriptive method is intended to acquire clear description on the mechanism and legal consequence of Infrastructure Guarantee in the perspective of civil law and its regulation in Presidential Regulation Number 78 Year 2010 on Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project which Conducted by a Infrastructure Guarantee Company."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Wulan Kusuma Wardhani
"Makanan dapat terkontaminasi oleh hazard biologi, kimia, dan fisika. Bakteri Salmonella sebagai hazard biologi jika mengontaminasi makanan akan menyebabkan foodborne disease seperti demam tifoid. Indonesia menempati urutan ketiga insidens tertinggi kejadian demam tifoid di Asia 81,7 per 100.000/tahun. Kantin sebagai tempat pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi dan menjamin keamanan makanan yang dijajakan. Akan tetapi, masih ditemukan makanan yang positif mengandung Salmonella 0,18. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, dan sanitasi lingkungan serta kontaminasi Salmonella pada makanan yang disajikan di kantin-kantin Universitas Indonesia. Penelitian deskriptif dengan desain studi cross sectional ini menggunakan data primer. Data primer berupa hasil pengujian sampel makanan di laboratorium dengan metode Total Plate Count dan observasi terhadap higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, dan sanitasi lingkungan kantin dengan bantuan check list. Penelitian menemukan bahwa sebagian besar makanan yang disajikan di kantin positif terkontaminasi Salmonella 53,0. Untuk setiap pengelola kantin fakultas hendaknya memberikan pelatihan kepada penjamah makanan terkait praktik cuci tangan yang benar, menyediakan fasilitas tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air mengalir, penyediaan lemari penyimpanan makanan matang yang tertutup, tempat sampah dan toilet yang memenuhi syarat.

Food can be contaminated by biological, chemical, and physical hazards. Salmonella bacteria as a biological hazard if contaminating food will cause foodborne diseases such as typhoid fever. Indonesia is the third highest incidence of typhoid fever in Asia 81.7 per 100,000 year. The canteen as a food processing place must meet the sanitary requirements and guarantee the security of the food being sold. Although there is still found the food that positively contains Salmonella 0.18. The aim of the study is to know the description of hygiene of food handler, food sanitation, and environmental sanitation and Salmonella contamination on food served in canteens of Universitas Indonesia. The study was descriptive research with cross sectional study design using primary data. Primary data is the result of food sample test in laboratory with Total Plate Count method and observation on hygiene of food handler, food sanitation, and environmental sanitation of canteen with the help of checklist. The study found most of the food served in the canteen was positively contaminated with Salmonella 53.0. For every faculty cafeteria manager should provide training on food handlers related to proper hand washing practices, provide hand washing facilities with soap and running water, provide closet covered of food storage, bins and sanitary toilets. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69012
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Humairoh Balqis
"Penggunaan bahan tambahan pangan pada makanan merupakan hal yang lazin dilakukan oleh pelaku usaha di bidang pangan. Ketentuan mengenai bahan tambahan pangan oleh Pemerintah kini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan. Namun sayangnya, masih ditemukan pelaku usaha yang melanggar ketentuan penggunaan bahan tambahan pangan tersebut. Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, namun sayangnya banyak konsumen yang tidak mengetahui hak-haknya tersebut. Sehingga, penggunaan zat yang yang dinyatakan dilarang dan berbahaya sebagai bahan tambahan pangan pada makanan dapat dikatakan sebagai sebuah perbuatan melanggar hukum yang dapat dikenakan sanksi.

The use of food additives in foods is a common habit do by the food entrepreneurs. Provisions regarding addictives by the Government now is set in a regulation of the Minister of health no. 033 in 2012 About Food Additives. But unfortunately, still found entrepreneurs that violates the terms of use of the food additives. In terms of Act No. 8 of 1999 on the protection of consumers, it is a violation of the rights of consumers, but unfortunately there are still consumers who do not know the rights they have. Thus, the use of substances that are declared prohibited and dangerous as food additives in foods can be declared as an illegal act that must be subject to the lebal sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56874
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Cristalia
"Skripsi ini mengkaji bagaimana suatu dukungan kelayakan diatur dalam Perjanjian Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan keseluruhannya dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini menjelaskan kembali apa itu dan bagaimana suatu dukungan kelayakan atau dikenal juga Viability Gap Fund diatur dalam Perjanjian KPBU dibidang infrastruktur dan mengapa diperlukannya suatu dukungan kelayakan dalam proyek KPBU dibidang Infrastruktur. Hasil peneliti2an ini memberikan suatu kesimpulan bahwa aplikasi dukungan kelayakan indonesia masih memiliki kelemahan namun memang diperlukan melihat keadaan suatu proyek yang tidak layak bahkan tidak hanya di Indonesia, namun di negara lain seperti pakistan.

This thesis examines how a Viability Gap Fund is regulated in the Coorporation Agreement between the Government and Business Entities. The type of research used is normative judicial and all of it is carried out using qualitatives research methodes. This research explains again what it is how Viability Gap Fund is regulated in agreement between Government and Business Entities in the field of infrastructure and why a Viability Gap Fund in Indonesia still has it weakness, but this is indeed necessary considering the condition of a project that is not feasible, not only in Indonesia, but in other countries such as Pakistan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Nathania
"Diskresi memberikan kebebasan bagi pejabat pemerintahan untuk bertindak dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam menjalankan pelayanan publik. Agar diskresi tersebut ditaati, maka menjadi perlu untuk menuangkan diskresi ke dalam suatu instrumen hukum. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014, diskresi dituangkan dalam instrumen hukum keputusan. Sementara, para ahli berpendapat bahwa instrumen hukum diskresi adalah beleidsregel atau peraturan kebijakan. Peraturan kebijakan ini dapat berbentuk peraturan, keputusan, instruksi, pengumuman, dan surat edaran. Perbedaan pandangan ini pun menimbulkan pertanyaan sebenarnya instrumen hukum apakah yang tepat untuk membungkus suatu diskresi. Berdasarkan studi kasus di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ditemukan bahwa diskresi di bidang pelayanan publik dituangkan ke dalam instrumen hukum Peraturan Gubernur, Keputusan Gubernur, dan Instruksi Gubernur. Keputusan Gubernur yang merupakan hasil dari kewenangan diskresi memiliki sifat konkret, final, dan berakibat umum. Sementara Peraturan Gubernur yang merupakan hasil dari kewenangan diskresi memiliki sifat norma umum, abstrak, dan terus menerus, namun hanya berlaku bagi pejabat pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Gubernur hasil dari kewenangan diskresi inilah yang disebut sebagai peraturan kebijakan. Walaupun berlaku internal, Peraturan Gubernur memiliki relevansi hukum, sehingga secara tidak langsung memiliki dampak terhadap masyarakat luas. Sementara terkait diskresi yang dibungkus dengan suatu Instruksi Gubenur, sebenarnya terjadi ketidaktepatan ketika suatu diskresi dibungkus dengan Instruksi Gubernur dikarenakan menyalahi esensi dari Instruksi Gubernur dan memiliki norma mengikat umum, sehingga lebih tepat apabila dibungkus dalam suatu Peraturan Gubernur apabila normanya berisi pengaturan atau pun dengan Keputusan Gubernur apabila normanya berisi penetapan.

Discretion gives freedom for government official to decide the best decision that he she can make to solve problems during the implementation of public service. Discretion needs a legal instrument to make it obeyed by the people. According to Act No. 30 Yr 2014, the right legal instrument for discretion is a decree. In the other hand, according to several opinions by jurists, the right legal instrument for discretion is beleidsregel. Beleidsregel can be shown as Act, Decree, Instruction, etc. Therefore, there is a difference between Act No. 30 Yr 2014 and jurists rsquo opinions on the right legal instrument for discretion. According to study case on Government of Jakarta, Governor used Governor Act, Governor Decree and Governor Instruction as legal instrument for discretion. Governor Decree as legal instrument for discretion has concrete and final type of norms, but it also gets legal effect on the people. Meanwhile Governor Act as legal instrument for discretion has general, abstract and continually type of norms. Governor Act as legal instrument for discretion can be called beleidsregel. Only government official bind by beleidsregel, but it also indirectly tied the people. Though Governor Instruction is not the right legal instrument for discretion since it violates the quintessence of Instruction and it bind the people."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S67586
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Nathalia
"Industri makanan dan minuman merupakan salah satu industri yang kompetitif terutama di DKI Jakarta yang menjadi provinsi dengan jumlah usaha penyedia makanan dan minuman terbanyak. Oleh karena itu, pelaku usaha didorong untuk menghadapi kompetisi yang intens sehingga competitiveness perlu dimiliki oleh setiap pelaku usaha agar dapat bertahan dan berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh critical success factors (CSF) terhadap competitiveness usaha kecil makanan dan minuman di DKI Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dari bulan November hingga Desember 2023 secara daring melalui Google Form dengan teknik purposive sampling kepada total 132 responden yang merupakan pelaku usaha kecil makanan dan minuman di DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan data yang didapatkan diolah menggunakan software SPSS 29.0. Hasil dari penelitian ini berupa terdapat pengaruh antara critical success factors (CSF) terhadap competitiveness pada usaha kecil makanan dan minuman di DKI Jakarta dan seluruh dimensi entrepreneurial factors, enterprise factors, serta environmental factors secara positif memengaruhi competitiveness.

Food and beverage industry is one of the competitive sectors, especially in DKI Jakarta, which is the province with the highest number of food and beverage businesses. Therefore, business actors are encouraged to face intense competition and competitiveness is essential for every business actors to survive and thrive. This research aims to analyze the influence of critical success factors (CSF) on competitiveness of small food and beverage businesses in DKI Jakarta. Data collection was conducted online from November to December 2023 through Google Form with purposive sampling technique, involving a total of 132 respondents who are small food and beverage business actors in DKI Jakarta. This research used quantitative approach and the data obtained are processed using SPSS 29.0 software. The results of this study indicate that there is an influence of critical success factors (CSF) on competitiveness of small food and beverage businesses in DKI Jakarta. All dimensions of entrepreneurial factors, enterprise factors, and environmental factors positively affect competitiveness."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>