Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178195 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Familia Bella Rahadiati
"ABSTRAK Karsinoma ovarium adalah salah satu keganasan paling mematikan di bidang ginekologik. Penyebab keganasan belum diketahui pasti dan umumnya tidak memiliki gejala klinik yang jelas. Karsinoma ovarium tipe I khususnya karsinoma endometrioid dan karsinoma sel jernih diketahui dapat berasal dari endometriosis. Karsinoma yang berasal dari endometriosis dikenal sebagai endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). Pengembangan model hewan coba karsinoma ovarium yang berhubungan dengan endometriosis diperlukan untuk penelitian dasar dan uji klinik menggantikan jaringan manusia. Pada penelitian ini dikembangkan model hewan coba karsinoma ovarium dengan teknik autoimplantasi dan induksi DMBA. Penelitian ini mengunakan blok parafin dari tikus yang sebelumnya telah mendapatkan operasi plasebo (SHAM), autoimplantasi endometrium, kombinasi autoimplantasi endometrium dan induksi DMBA yang dikorbankan pada minggu ke-5,10, dan 20. Dilakukan penilaian histopatologik dan pulasan imunohistokimia ARID1A dengan penilaian persentase positivitas pada 200 sel. Penelitian ini menghasilkan lesi endometriosis atipik sebanyak 1 (20%) dan karsinoma sel jernih sebanyak 1 (20%) pada implantasi dan induksi DMBA 10 minggu dan karsinoma endometrioid sebanyak 100% pada kelompok induksi DMBA. Pulasan ARID1A tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,313) pada seluruh kelompok perlakuan.
ABSTRACT Ovarian carcinoma is one of the most deadly malignancies in the gynecologic field. The cause of malignancy is not known for sure and generally do not have clear clinical symptoms. Type I ovarian carcinoma especially endometrioid carcinoma and clear cell carcinoma is known to originate from endometriosis. Carcinoma originating from endometriosis is known as endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). The development of experimental animal models of ovarian carcinoma associated with endometriosis is needed for basic research and clinical trials replace human tissue. In this study an experimental model of ovarian carcinoma was developed with autoimplantation and DMBA induction techniques.This study used paraffin blocks from mice that had previously received placebo surgery (SHAM), endometrial autoimplantation, combination of endometrial autoimplantation and DMBA induction and were sacrificed at 5,10 and 20 weeks. Assessment of ARID1A expression by assessing the percentage of positivity in 200 cells.This study resulted in 1 (20%) atypical endometriosis lesions and 1 (20%) clear cell carcinoma in 10 weeks DMBA implantation and 100% endometrioid carcinoma in the DMBA induction group. ARID1A ekspression did not show a significant difference (p = 0.313) in all treatment groups.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Familia Bella Rahadiati
"Latar belakang: Karsinoma ovarium adalah salah satu keganasan paling mematikan di bidang ginekologik. Penyebab keganasan belum diketahui pasti dan umumnya tidak memiliki gejala klinik yang jelas. Karsinoma ovarium tipe I khususnya karsinoma endometrioid dan karsinoma sel jernih diketahui dapat berasal dari endometriosis. Karsinoma yang berasal dari endometriosis dikenal sebagai endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). Pengembangan model hewan coba karsinoma ovarium yang berhubungan dengan endometriosis diperlukan untuk penelitian dasar dan uji klinik menggantikan jaringan manusia. Pada penelitian ini dikembangkan model hewan coba karsinoma ovarium dengan teknik autoimplantasi dan induksi DMBA.
Bahan dan cara kerja: Penelitian ini mengunakan blok parafin dari tikusyang sebelumnya telah mendapatkan operasiplasebo (SHAM), autoimplantasi endometrium, kombinasi autoimplantasi endometrium dan induksi DMBAyangdikorbankan pada minggu ke-5,10, dan 20. Dilakukan penilaian histopatologik dan pulasan imunohistokimia ARID1A dengan penilaian persentase positivitas pada 200 sel.
Hasil: Penelitian ini menghasilkan lesi endometriosis atipik sebanyak 1 (20%) dan karsinoma sel jernih sebanyak 1 (20%)pada implantasi dan induksi DMBA 10 minggu dan karsinoma endometrioidsebanyak 100% pada kelompok induksi DMBA. Pulasan ARID1A tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,313) pada seluruh kelompok perlakuan.

Background: Ovarian carcinoma is one of the most deadly malignancies in the gynecologic field. The cause of malignancy is not known for sure and generally do not have clear clinical symptoms. Type I ovarian carcinoma especially endometrioid carcinoma and clear cell carcinoma is known to originate from endometriosis. Carcinoma originating from endometriosis is known as endometriosis-associated ovarian carcinoma (EAOC). The development of experimental animal models of ovarian carcinoma associated with endometriosis is needed for basic research and clinical trials replace human tissue. In this study an experimental model of ovarian carcinoma was developed with autoimplantation and DMBA induction techniques.
Materials and methods: This study used paraffin blocks from mice that had previously received placebo surgery (SHAM), endometrial autoimplantation, combination of endometrial autoimplantation and DMBA induction and were sacrificed at 5,10 and 20 weeks. Assessment of ARID1A expression by assessing the percentage of positivity in 200 cells.
Results: This study resulted in 1 (20%) atypical endometriosis lesions and 1 (20%) clear cell carcinoma in 10 weeks DMBA implantation and 100% endometrioid carcinoma in the DMBA induction group. ARID1A ekspression did not show a significant difference (p = 0.313) in all treatment groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annada Sofia
"Latar Belakang: Prevalensi kanker di Indonesia meningkat menjadi 1,8 per 1000 penduduk pada 2018. Diagnosis dini yang tepat dibutuhkan untuk mengurangi angka mortalitas. Salah satu cara diagnosis tumor berupa pemeriksaan penanda tumor, seperti vanillylmandelic acid (VMA). Penanda tumor tersebut termasuk metabolit katekolamin yang akan meningkat produksinya pada beberapa tumor neuroendokrin. Kadar katekolamin sendiri dapat dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin. Belum ada data proporsi VMA positif dalam urin pada pasien dugaan tumor neuroendokrin di Jakarta serta hubungan VMA dalam urin dengan usia dan jenis kelamin. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi VMA positif dalam urin pasien dugaan tumor neuroendokrin di Jakarta serta hubungannya dengan usia dan jenis kelamin. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional. Data sekunder dikumpulkan berupa lembar hasil serta formulir pemeriksaan VMA pasien dugaan tumor neuroendokrin pada periode 2010 hingga April 2019. Data didapatkan dari Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler, FKUI. Pengambilan data sekunder dilakukan pada Oktober 2019 dengan total subjek penelitian 295. Pemeriksaan kualitatif VMA dalam urin dilakukan dengan metode spot test. Hasil pemeriksaan positif menunjukkan kadar VMA dalam urin > 8 mg/24 jam, sedangkan hasil negatif menunjukkan kadar VMA dalam urin  8 mg/24 jam. Kriteria inklusi berupa data subjek dengan diagnosis sementara neuroblastoma, pheochromocytoma, dan paraganglioma. Hasil: Proporsi VMA positif dalam urin pasien dugaan tumor neuroendokrin dalam penelitian ini adalah 14,2% (IK95%, 10,2 – 18,2%). Analisis hubungan VMA dalam urin dengan usia memberikan hasil p 0,023. Analisis hubungan VMA dalam urin dengan jenis kelamin menunjukkan hasil p 0,885. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara VMA dalam urin dengan usia dan tidak terdapat hubungan antara VMA dalam urin dengan jenis kelamin.

Kata kunci: Vanillylmandelic Acid, Tumor Neuroendokrin, Neuroblastoma, Pheochromocytoma, Paraganglioma.


Background: Cancer prevalence in Indonesia increased to 1.8 per 1000 population in 2018. Early diagnosis is needed to reduce mortality rate. One of the ways to diagnose tumors is by examining tumor markers, such as vanillylmandelic acid (VMA). VMA is catecholamine metabolites which will increase their production in several neuroendocrine tumors. Catecholamine level can be influenced by age and gender. There is no data about proportion of positive VMA in urine of patients with suspected neuroendocrine tumors in Jakarta and the association of VMA in urine with age and gender. Objective: The objective of this study was to determine the proportion of positive VMA in urine of patients with suspected neuroendocrine tumors and its association with age and gender. Methods: This study used a cross-sectional study design. Secondary data were collected in the form of VMA examination forms and result sheets from patients with suspected neuroendocrine tumors in the period 2010 to April 2019. Data were obtained from the Department of Biochemimstry and Molecular Biology, FKUI. Collection of secondary data conducted in October 2019 with a total of 295 study subjects. Qualitative examination of urinary VMA used spot test method. Positive examination result  showed levels of VMA in urine >8mg/24 hours, while negative result showed levels of VMA in urine  8mg/24 hours. Inclusion criteria were subject data with a provisional diagnosis of neuroblastoma, pheochromocytoma, and paraganglioma. Results: The proportion of positive VMA in urine of suspected neuroendocrine tumor patients in this study was 14,2% (CI95%, 10,2 – 18,2%). Analysis of the association between VMA in urine and age result was p value 0,023. P value form analysis of the association between VMA in urine and gender was 0,885. Conclusion: There is an association between VMA in urine with age and there is no association between VMA in urine with gender.

Keywords: Vanillylmandelic Acid, Neuroendocrine Tumors, Neuroblastoma, Pheochromocytoma, Paraganglioma.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihani Putri Dayati
"Pembuatan hewan model gangguan reseptivitas endometrium diperlukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai patofisiologi gangguan reseptivitas endometrium pada manusia. Pemberian hidroksiurea pada hewan coba diketahui berpotensi menggambarkan berkurangnya kemampuan penempelan embrio pada uterus akibat reseptivitas endometrium yang terganggu. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan percobaan pembuatan hewan model gangguan reseptivitas endometrium dengan pemberian hidroksiurea-adrenalin dan melihat pengaruhnya terhadap keberadaan pinopod sebagai salah satu parameter penilaian komponen reseptivitas endometrium. Studi dilakukan terhadap tiga kelompok, terdiri dari kelompok normal (N: pemberian CMC Na 0,5%), model (M: pemberian hidroksiurea 450 mg/kgBB-adrenalin 0,3mg/kgBB), dan kontrol positif (KP: kelompok model ditambah pemberian progesteron 0,9 mg/200gBB/hari pada hari ke-9 induksi hidroksiurea). Induksi hidroksiurea diberikan secara peroral sekali sehari selama 10 hari disertai dengan injeksi subkutan adrenalin selama 7 hari sejak hari ke-4 induksi hidroksiurea. Tikus dibedah, diambil uterus pada hari ke-8 kehamilan. Pemberian hidroksiurea-adrenalin tidak secara memadai mengganggu keberadaan pinopod pada membran apikal lumen endometrium tikus. Hasil ini dapat disebabkan karena lamanya pengawinan yang terjadi pada tikus. Terdapat pinopod pada 3 kelompok perlakuan, yaitu model, kontrol positif, dan kontrol normal. Namun, terdapat perbedaan jumlah dan morfologi pinopod pada tiap kelompok. Sebagai tambahan, terdapat data dari beberapa bahan alam yang digunakan oleh masyarakat Indonesia dengan klaim peningkat fertilitas wanita. Sehingga, database yang ada dapat menjadi kandidat obat untuk pengujian efikasi saat hewan model gangguan reseptivitas endometrium berhasil terbentuk.

Animal models of endometrial receptivity disorders are needed to provide a better understanding of the pathophysiology of endometrial receptivity disorders in humans. Administration of hydroxyurea in experimental animals is known to have the potential to describe the reduced ability of the embryo to attach to the uterus due to impaired endometrial receptivity. This study aims to conduct an experimental animal model of endometrial receptivity disorders by administering hydroxyurea-adrenaline and to see its effect on the presence of pinopods as one of the parameters for assessing endometrial receptivity components. The study was conducted on three groups, consisting of the normal group (N: administration of CMC Na 0.5%), the model (M: administration of hydroxyurea 450 mg/kgBW-adrenaline 0.3mg/kgBW), and positive control (KP: model group plus progesterone 0.9 mg/200gBW/day on day 9 of hydroxyurea induction). Induction of hydroxyurea was administered orally once a day for 10 days accompanied by subcutaneous injection of adrenaline for 7 days from the 4th day of hydroxyurea induction. The rats were dissected, the uterus was taken on the 8th day of gestation. Administration of hydroxyurea-adrenaline did not adequately interfere with the presence of pinopods in the apical membrane of the rat endometrial lumen. This result could be due to the length of mating that occurred in rats. There were pinopods in 3 treatment groups, namely the model, positive control, and normal control. However, there were differences in the number and morphology of pinopods in each group. In addition, there is data on several natural ingredients used by Indonesian people with claims to increase female fertility. Thus, the existing database can be a candidate drug for efficacy testing when animal models of endometrial receptivity disorders are successfully established.
"
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S70518
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Salinah
"Pengembangan model karsinogenesis kanker endometrioid diperlukan dalam penelitian dasar dan uji klinis untuk menggantikan jaringan manusia. Kanker endometrioid yang terbentuk pada hewan coba diharapkan memiliki karakteristik histopatologi dan pola ekspresi protein seperti pada manusia. Penelitian eksperimental ini menggunakan 18 ekor tikus Wistar yang dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok sham, kelompok autoimplantasi endometriwn dan induksi DMBA selama 10 minggu dan 20 minggu. Metode ini menggunakan benang silk mengandung 1 mg DMBA yang ditempelkan pada bagian endometrium lalu diimplantasikan pada ovariwn dan diamati selama 10 dan 20 minggu. Histopatologi dengan pewarnaan HE menunjukkan pembentukan kanker endometrioid pada semua tikus wistar (100%) dengan autoimplantasi dan induksi DMBA selama 20 minggu dan hiperplasia endometriwn terbentuk pada semua tikus induksi 10 minggu. Pada pulasan IHK terdapat penurunan ekspresi protein MLH1, p16INK4a dan ER-alfa pada tikus dengan kanker endometrioid dan hasilnya berbeda bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan tikus sham dan hiperplasia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik autoimplantasi endometriwn dan induksi DMBA pada tikus dapat menginduksi kanker endometrioid serta ekspresi protein MLH1, p16INK4a, dan ER-alfa menurun pada tikus dengan kanker endometrioid yang sesuai dengan pola ekspresi pada kanker endometrioid manusia.

Development of endometrioid cancer in rat is needed to replace human tissue for basic medical research and clinical trial. Endometrioid cancer that developed in animal model should have similar histopathology and biomarker pattern compare to human endometrioid cancer. In this experimental study, 18 Wistar rats were divided into 3 groups; sham group as control, autoimplantation and DMBA induction technique for 10 weeks and 20 weeks evaluation groups. This method using autoimplantation technique of endometrial tissue that had been attached with silk yam that contain I mg of DMBA and then inserted to the ovary. The results showed that endometrioid cancer was developed in all (100%) 20 weeks autoimplantation and DMBA induction rats, and endometrial hyperplasia was developed in all (100%) 10 weeks autoimplantation and DMBA induction rats. Expression ofMLHI, pl6INK4a and ER-alpha in endometrioid cancer rats were significantly lower (p<0,05) compared to control rats and endometrial hyperplasia rats. This research has developed endometrioid cancer using endometrial auto implantation and DMBA induction technique. Expressions of MLH 1, pl6INK4a and ERa were decline in endometrioid cancer rats that sirniliar with the expressions in human endometrioid cancers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2017
T58358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meidianie Camelia Sutrisna
"Pendahuluan: Kejang pascaoperasi merupakan salah satu komplikasi pascakraniotomi tumor. Prevalensinya antara 4 - 20%, dan paling banyak muncul satu minggu pascaoperasi. Penambahan obat fenitoin pada pemberian obat levetiracetam untuk mengendalikan kejang pascaoperasi belum pernah ditelilti.
Tujuan: Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara kelompok yang mendapatkan levetiracetam dengan dan tanpa penambahan fenitoin dalam hal kejadian kejang pascaoperasi, efek samping, peningkatan dosis steroid, serta gambaran faktor risiko kejang pascaoperasi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan menggunakan metode uji klinis. Pasien dirandomisasi dan dikelompokkan menjadi kelompok yang mendapatkan levetiracetam saja dan levetiracetam dengan fenitoin. Diobervasi selama 7 hari pascaoperasi, apakah terdapat kejang, efek samping, dan peningkatan dosis steroid. Pada kelompok yang mendapatkan fenitoin, kadar fenitoin dalam darah diukur pada hari ke-7.
Hasil: Manfaat penambahan fenitoin pada pemberian levetiracetam masih belum bisa dinilai karena jumlah sampel masih sedikit. Efek samping lebih banyak ditemukan pada kelompok yang mendapatkan penambahan fenitoin.

Introduction: Postoperative seizure is one of complications of brain tumor surgery. Prevalence is 4-20% and mostly occurred in the first postoperative week. The beneficial of giving add on phenytoin to levetiracetam has never been studied before.
Aims: To determine the difference of postoperative seizure incidence, side effect, elevation of steroid dose, and risk factors profile in both groups, the levetiracetam group and levetiracetam with add on phenytoin group.
Methods: This is a pilot study with clinical trial design. Patients were randomized and allocated into two groups, levetiracetam group and levetiracetam with add on phenytoin group. Observation was done in 7 postoperative days. Any incidence of postoperative seizures, drug side effects, and elevation of steroid dose was noted. In group receiving phenyotin, the blood level of phenytoin was measured on the 7th day.
Result: The benefit of add on phenytoin to levetiracetam therapy for postoperative seizure in brain tumor patients could not be evaluated due to small sample size. More drug related side effects were found on group receiving phenytoin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Muhamat Gozali Arif
"Pendahuluan dan tujuan: Peradangan yang berasal dari batu buli dapat dikaitkan dengan tumor buli. Meskipun infeksi saluran kemih dan batu buli sebelumnya dianggap sebagai faktor risiko terjadinya tumor buli, hingga saat ini hubungan antara batu buli dan tumor masih belum jelas. Sehingga studi ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor resiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya tumor buli pada penderita batu buli.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan Study Crossectional Analitik untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian kanker buli pada pasien Batu Buli di RSUP H. Adam Malik Medan. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 s/d 2018 dan pasien diambil secara total sampling berdasarkan data registrasi pasien batu buli yang dilakukan biopsi dasar batu pada periode trsebut. Jumlah pasien yang diperoleh sebanyak 32 pasien. Tes korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan perbaikan fungsi ginjal dengan faktor-faktor terukur. Dilakukan analisa multivariat dengan regersi linier untuk memperoleh faktor mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap pencetus terjadinya kanker. Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS 23.0 dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Hasil: pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak 31 orang, atau 96,9% berbanding 1 pasien perempuan hanya 1 pasien (3,1%). Keseluruhan rata-rata usia pasien adalah 43,72 (±16,79) tahun. Karsinoma sel skuamosa 15 sampel (46,9%), sel radang 10 sampel (31,3%), dysplasia 3 sampel (9,4%), karsinoma sel transisional 2 sampel (6,3%), dan metaplasia skuamosa 2 sampel (6,3%). Rata-rata ukuran batu buli adalah 5,88 (±2,00) cm. Batu tunggal yang dijumpai pada 27 sampel (84,4%), sedangkan untuk batu multipel pada 5 sampel (15,6%). Infeksi saluran kemih dijumpai pada 12 sampel (37,5%). Lebih dari setengah sampel memiliki riwayat merokok, yaitu pada 20 pasien (62,5%). Tidak terdapat hubungan antara infeksi saluran kemih dengan tumor buli (p = 0,314), terdapat perbedaan yang signifikan (p = 0,001) antara pasien dengan riwayat merokok dengan kejadian kanker buli, tidak terdapat hubungan bermakna antara jumlah batu dengan kanker buli (p = 0,737). Pada kelompok dengan kanker buli, rerata dari ukuran batunya adalah 6,65 (±2,09) cm berbanding pada kelompok tanpa kanker buli dengan nilai rerata 5,00 (±1,51) cm.
Kesimpulan: Pasien dengan batu buli memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena tumor buli dan terdapat hubungan yang bermakna antara tumor buli dan riwayat merokok.

Introduction and purpose: Inflammation of bladder origin can be associated with bladder tumors. Although urinary tract infections and bladder stones were previously considered a risk factor for bladder tumors, the relationship between bladder stones and tumors is still unclear. So this study aims to analyze what risk factors influence the occurrence of bladder tumors in patients with bladder stones.
Methods: This research is an analytical study with an analytical cross-sectional study design to determine what factors influence the incidence of bladder cancer in patients with bladder stones at H. Adam Malik Hospital, Medan. The affordable population in this study were patients who were hospitalized at H. Adam Malik Hospital Medan from 2014 to 2018 and patients were taken by total sampling based on the registration data of bladder stone patients who underwent a stone base biopsy during that period. The number of patients obtained were 32 patients. Correlation test was used to determine the relationship between improvement in kidney function and measurable factors. Multivariate analysis was performed with linear regression to obtain which factors had the greatest influence on the originator of cancer. The data obtained were processed using SPSS 23.0 and presented in the form of tables and narratives.
Results: 31 male patients, or 96.9% compared to 1 female patient, only 1 patient (3.1%). The overall mean age of the patients was 43.72 (±16.79) years. Squamous cell carcinoma 15 samples (46.9%), inflammatory cell 10 samples (31.3%), dysplasia 3 samples (9.4%), transitional cell carcinoma 2 samples (6.3%), and squamous metaplasia 2 samples (6.3%). The average bladder size is 5.88 (±2.00) cm. Single stones were found in 27 samples (84.4%), while for multiple stones in 5 samples (15.6%). Urinary tract infection was found in 12 samples (37.5%). More than half of the sample had a history of smoking, namely in 20 patients (62.5%). There was no relationship between urinary tract infections and bladder tumors (p = 0.314), there was a significant difference (p = 0.001) between patients with a history of smoking and the incidence of bladder cancer, there was no significant relationship between the number of stones and bladder cancer (p = 0.737) . In the group with bladder cancer, the mean stone size was 6.65 (±2.09) cm compared to the group without bladder cancer with a mean value of 5.00 (±1.51) cm.
Conclusion: Patients with bladder stones have a greater risk of developing bladder tumors and there is a significant relationship between bladder tumors and smoking history
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Jarullah
"Neuroendocrine tumors (NETs) merupakan tumor yang berasal dari sel-sel neuroendokrin dan dapat diobati menggunakan Peptide-Receptor Radionuclide Therapy (PRRT). PRRT memiliki tujuan untuk memastikan aktivitas radiofarmaka yang tinggi pada sel tumor dan rendah pada organ at risk. Model Physiologically Based Pharmacokinetics (PBPK) sangat baik untuk analisis, simulasi, dan prediksi biodistribusi dari radiofarmaka yang diberikan. Penelitian ini menggunakan metode fitting Nonlinear Mixed Effect (NLME) pada parameter PBPK dari pasien PRRT. Pilihan starting value yang tepat membantu mengurangi risiko menemukan local minimum berdasarkan estimasi Objective Function (OF) sehingga diperoleh fitting yang baik. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh starting value terhadap tingkat akurasi Single Timepoint Dosimetry pada late timepoint menggunakan model PBPK dan metode NLME. Penelitian ini terbatas pada pasien terdiagnosis NETs dan meningioma menggunakan pengobatan PRRT. Proses pengukuran pre-terapi pada 8 pasien menggunakan radiofarmaka 111In- DOTATATE untuk mengetahui biokinetik pasien dengan aktivitas sekitar 140 ± 14 MBq (jumlah total peptida 75 ± 10 nmol) yang diinjeksi secara intravena. Parameter yang diestimasi terdiri dari densitas reseptor organ (Ri), release rate normal tissue (λNT,release), perfusi tumor (fTU), dan linear binding rate dari protein serum (KonAlb). Dua teknik dilakukan dalam penelitian ini yaitu, Full Timepoint Dosimetry (FTD) dan Single Timepoint Dosimetry (STD). FTD dilakukan menggunakan 5 timepoint yang berbeda, sedangkan untuk STD dilakukan pada 2 timepoint terakhir yaitu, timepoint 4 (T4) dan timepoint 5 (T5). Perubahan starting value hanya diberikan untuk parameter reseptor densitas ginjal (RK) dan perfusi tumor (ftu) pada STD yang divariasikan (STD(V,T)). Variasi starting value yang diberikan adalah 100 (V1), 10 (V2), 5 (V3), 2 (V4), 1/2 (V5), 1/5 (V6), 1/10 (V7), dan 1/100 (V8) kali dari nilai awal. Total fitting dilakukan sebanyak 145 kali dengan FTD berjumlah 1 kali, STD awal 16 kali. Time-Integrated Activity Coefficients (TIACs) yang diperoleh dari hasil simulasi FTD dan STD(0,T) akan ditinjau dengan Relative Deviation (RD). RD juga dilakukan untuk simulasi STD(V,T) terhadap STD(0,T). RD dikatakan baik apabila hasil yang diperoleh <10%. Rata-rata RD STD(0,T4) terhadap FTD memiliki nilai untuk organ ginjal (5±7)%, organ limfa (7±9)%, organ hati (-4±6)%, tumor (8±8)%, dan seluruh tubuh (11±13)%. Rata-rata RD STD(0,T5) terhadap FTD memiliki nilai untuk organ ginjal (-2±7)%, organ limfa (6±11)%, organ hati (-9±8)%, tumor (7±22)%, dan seluruh tubuh (3±8)%. Variasi V2, V3, V4, V5, dan V6 pada STD untuk T4 dan T5 memiliki RD <10%. Rentang variasi starting value untuk parameter densitas reseptor ginjal (RK) 5.57 x 105 nmol.L-1 - 2.79 x 107 nmol.L-1 dan untuk paramter perfusi tumor (ftu) adalah 8.67 x 10-3 mL.min-1.g-1 - 4.53 x 10-1 mL.min-1.g-1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa STD yang divariasikan memiliki threshold 10 sd. 1/5 kali nilai awal.

Neuroendocrine tumors (NETs) are tumors derived from neuroendocrine cells and can be treated using Peptide-Receptor Radionuclide Therapy (PRRT). PRRT aims to ensure high radiopharmaceutical activity in tumor cells and low in organ at risk. The Physiologically Based Pharmacokinetics (PBPK) model is excellent for analysis, simulation, and prediction of the biodistribution of a given radiopharmaceutical. This study uses the Nonlinear Mixed Effect (NLME) fitting method on the PBPK parameters of the patient's PRRT. Choosing the right starting value helps reduce the risk of finding the minimum locale based on the estimated Objective Function (OF) so that a good fit is obtained. This study aims to analyze the effect of starting values on the accuracy of Single Timepoint Dosimetry at late time points using the PBPK model and the NLME method. This study was limited to patients diagnosed with NETs and meningiomas using PRRT treatment. The process of pre-therapy measurement in 8 patients using radiopharmaceutical 111In- DOTATATE to determine the biokinetics of patients with an activity of about 140 ± 14 MBq (total amount of peptide 75 ± 10 nmol) which was injected intravenously. The estimated parameters consisted of organ receptor density (Ri), normal tissue release rate (λNT,release), tumor perfusion (ftu), and linear binding rate of serum protein (KonAlb). Two techniques were used in this study, namely, Full Timepoint Dosimetry (FTD) and Single Timepoint Dosimetry (STD). FTD is performed using 5 different timepoints, while for STD it is carried out at the last 2 timepoints, namely, timepoint 4 (T4) and timepoint 5 (T5). Changes in the starting values were only given for the parameters of kidney density receptor (RK) and tumor perfusion (ftu) in the STD varied (STD(V,T)). The initial value variations given are 100 (V1), 10 (V2), 5 (V3), 2 (V4), 1/2 (V5), 1/5 (V6), 1/10 (V7), and 1/ 100 (V8) times the starting value. A total of 145 fittings were performed with FTD opened once, initial STD 16 times (STD(0,T)), and STD varied (STD(V,T)) 128 times. Time- Integrated Activity Coefficients (TIACs) obtained from FTD and STD(0,T) simulation results will be reviewed with Relative Deviation (RD). RD was also performed to simulate STD(V,T) against STD(0,T). RD is said to be good if the results obtained are <10%. The mean RD STD(0,T4) against FTD had values for kidney (5±7)%, lymph (7±9)%, liver (-4±6)%, tumor (8±8)% , and whole body (11±13)%. The mean RD STD(0,T5) against FTD had values for kidney (-2±7)%, lymph (6±11)%, liver (-9±8)%, tumors (7±22) %, and whole body (3±8)%. Variations V2, V3, V4, V5, and V6 on STD for T4 and T5 had RD <10%. The range of variation of the starting value for the kidney receptor density (RK) parameter is 5.57 x 105 nmol.L-1 - 2.79 x 107 nmol.L-1 and for the tumor perfusion parameter (ftu) is 8.67 x 10-3 mL.min-1. g-1 - 4.53 x 10-1 mL.min-1.g-1. The results of this study indicate that the STD which is varied has a threshold of 10 sd. 1/5 times the initial value."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Ismawati Sulistyorini
"Pasien dengan kasus tumor otak memerlukan perawatan yang komprehensif dan membutuhkan waktu yang lama untuk pasien dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Selama pasien menjalani masa perawatan di rumah sakit, asuhan keperawatan yang tepat diberikan kepada pasien adalah dengan model konsep teori adaptasi Roy. Asuhan dengan pendekatan model adaptasi ini menjadi pilihan yang sesuai untuk kasus-kasus perawatan jangka panjang sehingga pasien dapat menjalani kehidupan lanjutan pasca perawatan dengan baik, mengembalikan kemandirian, kepercayaan diri terutama konsep gambaran diri dan status peran di masyarakat. Perawat dengan pendidikan spesialis harus mampu menjalankan berbagai peran terutama sebagai Clinical Care Manager, dengan demikian peningkatan layanan keperawatan di rumah sakit dapat dicapai dengan lebih optimal dan memberikan kepuasan pelanggan. Laporan analisis praktek ini membahas mengenai asuhan keperawatan perioperative pada pasien dengan tumor otak, laporan praktik keperawatan berbasis fakta yaitu early mobilization dan resume pasien dengan gangguan neurologis di RS PON Jakarta,serta e handbook peran perawat perioperative dalam pembedahan spinal. Analisis praktik residensi ini dapat digunakan sebagai dasar perawat dalam latihan critical thinking, mengelola kasus sulit dan menerapkan asuhan keperawatan berbasis bukti.

Patients with cases of brain tumor require comprehensive care and require a long time for the patient to adapt of the changes that occur. As long as the patient is undergoing treatment in the hospital, the appropriate nursing care is using Roy's adaptation teori concept model. Adaptation model approach is an appropriate choice for cases of long-term care so that patients can live a good post- treatment follow-up life, restore independence, self-confidence, especially the concept of self-image and role status in society. Nurses with specialist education must be able to carry out various roles, especially as Clinical Care Managers, thus improving nursing services in hospitals can be achieved more optimally and provide customer satisfaction. This practice analysis report discusses perioperative nursing care for patients with brain tumor, a fact-based nursing practice report, namely and resumes of patients early mobilization with neurological disorders at National brain centre Hospital Jakarta. E handbook about perioperative nursing at spinal surgery. This residency practice analysis can be used as a basis for nurses in critical thinking exercises, managing difficult cases and implementing evidence-based nursing care. Keywords: Brain tumor, Roy's adaptation model, early mobilization, E handbook about perioperative nursing at spinal surgery."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>